Anda di halaman 1dari 79

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-
Nya saya dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan Keperawatan Jiwa ini.
Laporan ini diajukan guna memenuhi salah satu syarat Praktik Klinik
Keperawatan Jiwa.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga Laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun saya harapkan demi kesempurnaan laporan ini.
Semoga Laporan ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Cimahi, Desember 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL.........................................................................1

A. Kasus (Masalah Utama).........................................................................................1

B. Proses Terjadinya Masalah.....................................................................................1

C. Kemungkinan Data Fokus......................................................................................6

D. Pohon Masalah.......................................................................................................7

E. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul.......................................................7

F. Data yang Perlu Dikaji (DS/DO)............................................................................8

G. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul......................................................9

H. Rencana Tindakan Keperawatan..........................................................................10

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI...........................................................................14

A. Kasus (Masalah Utama).......................................................................................14

B. Proses Terjadinya Masalah...................................................................................14

C. Kemungkinan Data Fokus....................................................................................19

D. Pohon Masalah.....................................................................................................22

E. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul......................................................23

F. Data yang Perlu Dikaji (DS/DO)..........................................................................23

G. Diagnosa Keperawatan yang mungkin mucul......................................................24

H. Rencana Tindakan Keperawatan..........................................................................25

LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH.............................................................31

A. Kasus (Masalah Utama).......................................................................................31

ii
B. Proses Terjadinya Masalah...................................................................................31

C. Kemungkinan Data Fokus....................................................................................33

D. Pohon Masalah.....................................................................................................37

E. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul.....................................................37

F. Data yang Perlu Dikaji.........................................................................................38

G. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul....................................................39

H. Rencana Tindakan Keperawatan..........................................................................40

LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN...........................................................44

A. Masalah Utama.....................................................................................................44

B. Proses Terjadinya Masalah...................................................................................44

C. Kemungkinan Data Fokus....................................................................................50

D. Pohon masalah.....................................................................................................54

E. Masalah keperawatan yang mungkin muncul.......................................................54

F. Data yang perlu di kaji (DS/DO)..........................................................................55

G. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul....................................................55

H. Rencana Tindakan Keperawatan..........................................................................56

LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI......................................................60

A. Kasus (Masalah Utama).......................................................................................60

B. Proses Terjadinya Masalah...................................................................................60

C. Kemungkinan Data Fokus....................................................................................63

D. Pohon Masalah.....................................................................................................67

E. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul.....................................................67

F. Data yang Perlu Dikaji.........................................................................................67

G. Diagnosa Keperawatan.........................................................................................68

H. Rencana Tindakan Keperawatan..........................................................................69

iii
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................74

iv
LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

A. Kasus (Masalah Utama)


Isolasi Sosial

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Definisi Isolasi Sosial
Isolasi social adalah keadaan dimana seorang Individu mengalami

penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan


orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain.
Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain mampu
komunikasi dengan orang lain (Keliat,1998).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang
terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptif dan menganggu fungsi seseorang
dalam hubungan social (Depkes RI, 2000).
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan Isolasi sosial merupakan
upaya mengindari komunikasi dengan orang lain karena merasa
kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam
berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan
dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi
pengalaman.

1
2. Tanda dan Gejala
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi social:
a. Kurang spontan
b. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan diri
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f. Mengisolasi diri
g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
h. Asupan makanan dan minuman terganggu
i. Retensi urine dan feces
j. Aktivitas menurun
k. Kurang energi (tenaga)
l. Rendah diri
m. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus / janin (khususnya pada
posisi tidur)

3. Rentang Respon
Menurut Stuart Sundeen rentangrespons klien ditinjau dari
interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang
terbentang antara respons adaptif dengan maladaptif sebagai berikut :
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Menyendiri Menarik diri
Otonomi Merasa Ketergantungan
Bekerjasama sendiri Manipulasi Curiga
Interdependen Depedensi
Curiga

a. Respons Adaptif

2
Respons yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam
menyelesaikan masalah.

1) Menyendiri : respons yang dibutuhkan seseorang untuk


merenungkan apa yang telah terjadi dilingkungan sosialnya.
2) Otonomi : kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3) Bekerjasama : Kemampuan individu yang saling membutuhkan
satu sama lain.
4) Interdependen : saling ketergantungan antara individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

b. Respons Maladaptif

Respons yang diberikan individu yang menyimpang dari norma


sosial. Yang termasuk respons maladaptif adalah :

1) Menarik diri : seseorang yang mengalami kesulitan dalam


membina hubungan secara terbuka dengan orang lain
2) Ketergantungan: seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
diri sehingga tergantung dengan orang lain.
3) Manipulasi : seseorang yang mengganggu orang lain sebagai
objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial
secara mendalam.
4) Curiga : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
terhadap orang lain.
4. Karakteristik Perilaku
a. Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan
b. Berat badan menurun atau meningkat secara drastis
c. Kemunduran secara fisik
d. Tidur berlebihan
e. Tinggal ditempat tidur diwaktu yang lama

3
f. Banyak tidur siang
g. Kurang bergairah
h. Kurang memperdulikan lingkungan
i. Kegiatan menurun
j. Immobilisasi
k. Mondar-mandir (sikap matung, melakukan gerakan berulang)
l. Keinginan seksual menurun
5. Faktor predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Faktor perkembangan kemampuan membina hubungan yang
sehat tergantung dari pengalaman selama proses tumbuh kembang.
Apabila tugas perkembangan ini tidak terpenuhi akan menghambat
perkembangan selanjutnya, kurang stimulasi kasih sayang, perhatian
dan kehangatan dari ibu (pengasuh) pada bayi akan membari rasa
tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor biologi
Genetic adalah salah satu factor pendukung ganguan jiwa, fakor
genetic dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive ada
bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransmitter dalam
perkembangan ganguan ini namun tahap masih diperlukan penelitian
lebih lanjut.
c. Faktor sosial budaya
Factor sosial budaya dapat menjadi factor pendukung terjadinya
ganguan dalm membina hubungan dengan orang lain, misalnya
angota keluarga, yang tidak produktif, diasingkan dari orang lain.
d. Faktor komunikasi dalam keluarga.
Pola komunikasai dalam keluarga dapat mengantarkan
seseorang kedalam ganguan berhubungan bila keluarga hanya
mengkounikasikan hal-hal yang negative akan mendorong anak
mengembangkan harga diri rendah.
6. Faktor presipitasi

4
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan
yang penuh stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan
ansietas.
a. Stressor sosial kultur
Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluar
dan berpisah dengan orang yang berarti dalam kehidupannya,
misalnya dirawat di rumah sakit.
b. Stressor psikologis
Ansietas berkepanjangan terjadi bersama dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasi tuntutan untuk berpisah dangan orang
terdekat atau kebanyakan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi.
7. Mekanisme koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Mekanisme koping yang sering digunakan pada menarik diri
adalah proyeksi dan represi :
a. Proyeksi adalah keinginan yang tidak dapat ditoleransi,
mencurahkan emosi kepada oranglain, karena kesalahan yang
dilakukan sendiri.
b. Regresi adalah menghindari setres, kecemasan dengan menampilkan
prilaku kembali seperti pada perkembangan anak.
c. Represi adalah menekan perasaan atau pengalaman yang
menyakitkan atau komflik atau ingatan dari kesadaran yang
cendrung memperkuat mekanisme ego lainya.
8. Perilaku
a. Menarik diri :
Kurang spontan, apatis, ekspresiiwajah kurang berseri, defisit
perawatan diri, komunikasi kurang, isolasi diri, aktivitas menurun,
kurang berenergi, rendah diri, postur tubuh sikap fetus.

5
b. Curiga :
tidak percaya orang lain, bermusuhan, isolasi sosial, paranoiaisolasi.
c. Manipulasi :
kurang asertif, isolasi sosial, harga diri rendah, tergantung pd orang
lain, ekspresi perasaan tidak langsung pada tujuan.

C. Kemungkinan Data Fokus


a. Wawancara
1) Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS, informan, tanggal pengkajian, no rumah klien dan
alamat klien, No RM.
2) Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak
interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari
3) Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari
kelempok sebaya, perubahan stuktur sosial.
4) Aspek psikososial
(a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
(b) Konsep diri
(1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah
terjadi.
(2) Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
(3) Peran

6
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit.
(4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya:
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.

(4) Harga diri


Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah
terhadap diri sendiri, dan kurang percaya diri.
5) Status Mental
Kontak mata klien kurang / atau tidak mempertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan
kurang mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan
keputusan dan kurang berharga dalam hidup.
6) Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakannya pada orang lain (lebih sering menggunakan koping
menarik diri).
b. Pemeriksaan Fisik
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, Therapy okopasional, TAK dan rehabilitas.

D. Pohon Masalah

Resiko perubahan persepsi sensori : Halusinasi



Isolasi sosial : menarik diri

7
Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Gambar Pohon Masalah (Nita Fitria,2010)

E. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Isolasi social
b. Harga diri rendah
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Intoleransi aktivitas
e. Defisit perawatan diri

F. Data yang Perlu Dikaji (DS/DO)


Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Isolasi sosial Subjektif:
a. Klien mengatakan malas bergaul denga orang
lain
b. Klien mengatakan dirinya tidak ingn ditemani
perawat dan meminta untuk sendiri
c. Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan
oran lain.
d. Tidak mau berkomunikasi
Objektif:
a. Kurang spontan
b. Apatis ( acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Tidak merawat diri sendiridan tidak
memperhatikan kebersihan
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f. Mengisolasi diri
g. Asupan makanan dan minuman terganggu
h. Retensi urin dan feses

8
i. Aktivitas menurun
j. Kurang berenergi atau bertenaga
k. Rendah diri
l. Posturtubuh berubah, misalnya sikap fetus atau
janin ( khususnya pada posisi tidur)
G. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Isolasi Sosial

9
H. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah…..x pertemuan, pasien SP 1
1. Menyadari penyebab isolasi sosial. mampu : 1. Identifikasi penyebab
2. Berinteraksi dengan orang lain. 1. Membina hubungan saling percaya. a. Siapa yang satu rumah dengan pasien.
2. Menyadari penyebab isolasi social, b. Siapa yang dekat dengan pasien.
keuntungan dan kerugian berinteraksi c. Siapa yang tidak dekat dengan pasien.
dengan orang lain. 2. Tanyakan keuntungan dan kerugian
3. Melakukan interaksi dengan orang lain berinteraksi dengan orang lain
secara bertahap. a. Tanyakan pendapat pasien tentang
kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
b. Tanyakan apa yang menyebabkan pasien
tidak berinteraksi dengan orang lain.
c. Diskusikan keuntungan bila pasien
memiliki banyak teman dan bergaul
akrab dengan mereka.
d. Diskusikan kerugian bila pasien hanya
mengurung diri dan tidak bergaul dengan
orang lain.

10
e. Jelaskan pengaruh isolasi social terhadap
kesehatan fisik pasien.
3. Latihan berkenalan
4. Berikan kesempatan mengungkapkan
perasaannya setelah pelaksanaan kegiatan.
Yakinkan bahwa keluarga mendukung
setiap aktivitas yang dilakukan pasien.

SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
2. Pilih kemampuan kedua yang dapat
dilakukan.
3. Latih kemampuan yang dipilih.
4. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien.

SP3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 Dan 2).
2. Memilih kemampuan ketiga yang dapat
dilakukan.

11
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien.

Keluarga mampu : Setelah…..x pertemuan, pasien SP1


Merawat pasien isolasi social di rumah mampu : 1. Identifikasi masalah yang dihadapi keluarga
1. Masalah isolasi social dan dampaknya dalam merawat pasien.
pada pasien. 2. Penjelasan isolasi social.
2. Penyebab isolasi social. 3. Cara merawat isolasi social.
3. Sikap keluarga untuk membantu
pasien mengatasi isolasi sosialnya. SP2
4. Pengobatannya yang berkelanjutan 1. Evaluasi SP1
dan mencegah putus obat. 2. Latih (langsung ke pasien)
5. Tempat rujukan dan fasilitas 3. RTL keluarga/jadwal keluarga merawat
kesehatan yang tersedia bagi pasien. pasien.

SP3
1. Evaluasi SP1 dan SP2
2. Latih (langsung ke pasien)
3. Rencanakan tindak lanjut keluarga

12
a. Follow Up
b. Rujukan

13
LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

A. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah oleh panca indra tanpa
adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essential of
Menthal Helath Nursing, 1987).
Halusinasi merupakan persepsi yang salah tentang suatu objek,
gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya pengaruh
rangsang dari luar yang terjadi pada semua system pengindraan dan
hanya dirasakan oleh klien tetapi tidak dapat dibuktikan dengan nyata
dengan kata lain objek tersebut tidak ada secara nyata. (Erlinafsiah,
2010).
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum
dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti Skizofrenia, Depresi,
Delirium, dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol
dan substansi lingkungan. Jenis halusinasi yang umum terjadi adalah
halusinasi penglihatan dan pendengaran. Gangguan halusinasi ini
umumnya mengarah pada prilaku yang membahayakan orang lain, klien
dan keluarga.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Halusinasi adalah
Persepsi yang salah terhadap suatu stimulus, gambaran, dan pikiran,
tanpa adanya suatu objek. Halusinasi secara umum dapat ditemukan pada
pasien gangguan jiwa seperti Skizofrenia, Depresi, Delirium, dll.

14
2. Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara
– suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan
atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau
yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang
terhidu bau harum.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin
atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
3. Tahapan Halusinasi

15
TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap I - Mengalami ansietas, - Tersenyum, tertawa
- Memberi rasa kesepian, rasa bersalah sendiri
nyaman dan ketakutan - Menggerakan bibir
- Tingkat ansietas - Mencoba berfokus pada tanpa suara
sedang secara fikiran yang dapat - Pergerakan mata yang
umum, halusinasi menghilangkan ansietas cepat
merupakan suatu - Fikiran dan pengalaman - Diam dan
kesenangan sensori masih ada berkonsentrasi
dalam control
kesadaran, nonpsikotik
Tahap II - Pengalaman sensori - Terjadi peningkatan
- Menyalahkan menakutkan denyut jantung,
- Tingkat - Merasa dilecehkan oleh pernapasan dan
kecemasan berat pengalaman sensori tekanan darah
secara umum tersebut - Perhatian dengan
halusinasi - Mulai merasakan lingkungan berkurang
menyebabkan kehilangan control - Kehilangan
antisipasi - Menarik diri dari orang kemampuan
lain non psikotik membedakan
halusinasi dengan
realitas
Tahap III - Klien menyerah dan - Perintah halusinasi di
- Mengontrol menerima pengalaman taati
- Tingkat kecemaan sensori (Halusinasi) - Sulit berhubungan
berat - Isi halusinasi menjadi dengan orang lain
- Pengalaman aktif - Perhatian terhadap
halusinasi tidak - Kesepian bila lingkungan berkurang
dapat ditolak lagi pengalamn sensori hanya beberapa detik
berakhir psiotik - Tiidak mampu
mengikuti perintah

16
dari perawat, tremor
dan berkeringat.
TAHAP IV (Conquering)
- Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Pengalaman
sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini
terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon lebih
dari satu orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

4. Tanda dan Gejala Halusinasi


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu,
tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang
orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati
sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang
dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini
merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,
1999):
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai / tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:

17
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu
mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mampu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

5. Etiologi Halusinasi
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Ganggguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf
– syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang
mungkin timbul adalah hambatan dalam belajar, berbicara, daya
ingat dan muncul perilaku menarik diri.
2) Psikologis
Keluarga pengasuh yang tidak mendukung (broken home,
overprotektif, dictator, dan lainnya) serta lingkungan klien
sangat mempengaruhi respon psikologis klien, sikap atau
keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang
kehidupan klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi social budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita : dimana terjadi kemiskinan, konflik social budaya
(perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan terisolasi
yang disertai stress.

18
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul
gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan,
isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. (Erl
inafsiah, 2010).

C. Kemungkinan Data Fokus


Pengelompokkan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stresor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat ini
pengkajian meliputi:
1. Wawancara
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS, informan, tanggal pengkajian, no rumah klien
dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Keluhan pada pasien Halusinasi Pendengaran biasanya berupa
pasien sering mendengar suara – suara ribut dan mendengung, biasa
nya suara – suara tersebut tersusun menjadi kata – kata dan
menyuruh pasien untuk melakukan sesuatu. Sedangkan pada pasien
Halusinasi Penglihatan biasanya pasien terlihat tersenyum atau
berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain,
gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu.
c. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul
gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan,
isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
d. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep Diri

19
a) Citra tubuh
Klien dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungssi ego. Halusinasi tersebut akan
menimbulkan kewaspadaan dan dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua
prilaku klien.
b) Identitas diri
Biasanya pasien halusinani mampu menyebut identitasnya
dengan baik, yaitu nama, umur, agama, alamat, status
perkawinan hanya saja saat ada halusinasi pasien tersebut
tidak kooperatif saat ditanya.
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya:
mengungkapkan keinginan untuk sembuh dan halusinasi
nya hilan
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap
diri sendiri dan orang lain bila menyadari bahwa klien dapat
mencelakakan diri sendiri dan orang lain, gangguan
hubungan social.
e. Hubungan Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi social dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,
seolah – olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi social, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dalam dunia nyata.
f. Kehidupan Spiritual

20
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sikardiannya
terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat
siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang meyebabkan takdirnya
memburuk.
g. Status mental
1) Penampilan
Klien tampak kotor dan pakaian tidak rapi dengan raut wajah
cemas dan berjalan modar – mandir.
2) Pembicaraan
Saat ditanya oleh perawat biasa nya pasien halusinasi kooperatif
hanya saja saat timbul halusinasi, pasien akan berkonsentrasi
pada halusinasi yang ia rasakan.
3) Aktivitas Motorik (Psikomotorik)
Pasien halusinasi biasanya akan gaduh – gelisah (katatonik)
karena merasa cemas akan halusinasi yang ia rasakan
4) Afek dan Emosi
Pasien halusinasi biasanya akan merasa khawatir dan cemas
karena halusinasi yang ia rasakan.
5) Interaksi selama wawancara
Pasien kooperatif saat berinterksi dengan perawat namun arah
pandangan sering menengok ke arah lain.
6) Persepsi sensori
Pasien mengatakan bahwa ada suara – suara disekitar nya.
7) Proses Pikir
Pada pasien halusinasi biasanya pemikirannya tidak masuk akal
karena ia merasa yakin bahwa halusinasi yang ia rasakan benar
– benar nyata.

21
8) Tingkat Kesadaran
Kesadaran pasien baik, namun kadang – kadang pasein dapat
apatis pada dunia luar selain diri nya dan halusinasinya sendiri.
9) Memory (Daya Ingat)
Daya ingat pasien baik.
10) Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Tidak ada gangguan pada tingkat konsentrasi dan berhitung
pasien.
11) Kemampuan penilaian/Mengambil Keputusan
Pasien biasanya dapat mengambil keputusan sendiri.
12) Daya Tilik Diri
Biasanya, pasien menyadari bahwa dirinya sakit dan butuh
bantuan agar dirinya sembuh.
h. Mekanisme koping
Klien apabila merasa cemas, takut tidak mau menceritakannya pada
orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri)
1. Pemeriksaan Fisik
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
2. Pemeriksaan Diagnostik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi, Terapi
kejang listrik / Electro Compulsive Therapy (ECT) dan Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK).

D. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri,
Orang lain dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori
Halusinasi

22
Isolasi sosial menarik diri
Gambar Pohon Masalah (Keliat, B.A, 1998:6)

E. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul


1. Risiko tinggi perilaku kekerasan
2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
3. Isolasi social
4. Harga diri rendah

F. Data yang Perlu Dikaji (DS/DO)


Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji
Perubahan persepsi Subjektif:
sensori: halusinasi a. Klien mengatakan mendengar sesuatu
b. Klien mengatakan melihat bayangan putih
c. Klien mengatak dirinya seperti disengat listrik
d. Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap,
seperti feses.
e. Klien mengatakan kepalanya melayang di udara
f. Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu
yang berebda pada dirinya

Objektif:
a. Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat
dikaji
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c. Berhenti bicara di tengah- tengah kalimat unutk
menfengarkan sesuatu
d. Disorientasi
e. Kosentrasi rendah
f. Pikiran cepat berubah-ubah
g. Kekacauan alur pikiran

23
G. Diagnosa Keperawatan yang mungkin mucul
1. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran
2. Isolasi Sosial / menarik diri

24
H. Rencana Tindakan Keperawatan
TGL DX PERENCANAAN
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
1 2 3 4 5
Gangguan Pasien mampu : Setelah…. pertemuan pasien dapat SP. 1 (Tgl………………..)
sensori  Mengenali halusinasi yang menyebutkan isi, waktu, frekuensi,  Bantu pasien mengenal halusinasi:
persepsi di alaminya situasi pencetus, perasaan dan mampu - isi
Halusinasi  Mengontrol halusinasinya memperagakan cara dalam - waktu
 Mengikuti program mengontrol halusinasi - frekuensi
pengobatan secara optimal - situasi pencetus
- perasaan saat terjadi halusinasi
 Latih mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik tahapan tindakan
meliputi:
- Jelaskan cara menghardik
halusinasi
- Peragakan cara menghardik
- Minta pasien memperagakan
ulang
- Pantau penerapan cara ini, beri

25
penguatan perilaku pasien
- Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien

Setelah…. pertemuan pasien mampu SP. 2 (Tgl………………..)


meyebutkan kegiatan yang sudah  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
dilakukan dan mampu memperagakan  Latih berbicara / bercakap dengan
cara bercakap-cakap dengan orang orang lain saat halusinasi muncul
lain  Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien

Setelah…. Pertemuan pasien mampu SP. 3 (Tgl……………….)


menyebutkan kegiatan yang sudah  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1&2)
dilakukan dan mampu membuat  Latih kegiatan agar halusinasi tidak
jadwal kegiatan sehari-hari dan muncul
mampu memperagakannya Tahapannya:
- Jelaskan pentingnya aktivitas
yang teratur / mengatasi
halusinasi
- Diskusikan aktivitas yang

26
biasa dilakukan oleh pasien
- Latih pasien melakukan
aktivitas
- Susun jadwal aktivitas sehari-
hari sesuai dengan aktivitas
yang telah di latih (dari
bangun pagi sampai tidur
malam)
- Pantau pelaksanaan jadwal
kegiatan, berikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang
(+)

Setelah…. Pertemuan pasien mampu SP. 4 (Tgl………………..)


menyebutkan kegiatan yang sudah  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP
dilakukan dan mampu meyebutkan 1,2&3)
manfaat dari program pengobatan  Tanyakan program pengobatan
 Jelaskan pentingnya penggunaan obat
pada gangguan jiwa

27
 Jelaskan akibat bila tidak digunakan
sesuai program
 Jelaskan akibat bila putus obat
 Jelaskan cara mendapatkan
obat/berobat
 Jelaskan pengobatan (5 B)
 Latih pasien minum obat
 Masukkan dalam jadwal harian
pasien

Keluarga mampu : Setelah…. Pertemuan keluarga SP. 1 (Tgl………………..)


Merawat pasien dirumah dan mampu menjelaskan tentang  Identifikasi masalah keluarga dalam
menjadi system pendukung yang halusinasi merawat pasien
efektif untuk pasien  Jelaskan tentang halusinasi :
- Pengertian halusinasi
- Jenis halusinasi yang dialami
pasien
- Tanda dan gejala halusinasi
- Cara merawat pasien

28
halusinasi (cara
berkomunikasi pemberian
obat dan pemberian aktivitas
kepada pasien)
 Sumber-sumber pelayanan kesehatan
yang bisa dijangkau
 Bermain peran cara merawat
 Rencana tindak lanjut keluarga,
jadwal keluarga untuk merawat
pasien

Setelah…. Pertemuan keluarga SP. 2 (Tgl………………..)


mampu menjelaskan kegiatan yang  Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1)
sudah dilakukan dan mampu  Latih keluarga merawat pasien
memperagakan cara merawat pasien  Rencana tindak lanjut keluarga untuk
merawat pasien

Setelah…. Pertemuan keluarga SP. 3 (Tgl………………..)


mampu menyebutkan kegiatan yang  Evaluasi kemampuan keluarga (SP2)
sudah dilakukan dan mampu membuat  Latih keluarga merawat pasien

29
rencana tindak lanjut  Rencana tindak lanjut keluarga /
jadwal keluarga untuk merawat
pasien

Setelah…. Pertemuan keluarga SP. 4 (Tgl………………..)


mampu menyebutkan kegiatan yang  Evaluasi kemampuan keluarga
sudah dilakukan dan mampu  Evaluasi kemampuan pasien
melaksanakan Follow Up rujukan  Rencana tindak lanjut keluarga:
- Follow Up
- Rujukan

30
LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

A. Kasus (Masalah Utama)


Harga Diri Rendah

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Definisi
Evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negative dan dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan
(Towsend,1998).
Penilain negative seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang di
ekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Schult dan
Videbeck,1998).
Perasaan negative terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan
harga diri,merasa gagal mencapai keinginan (Keliat,1998).
2. Tanda Gejala
Berikut adalah tanda dan gejala klien dengan gangguan harga diri rendah.
a. Mengkritik diri sendiri
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimistis
d. Tidak menerima pujian
e. Penurunan produktivitas
f. Penolakan terhadap kemampuan diri
g. Kurang memperhatikan perawatan diri
h. Berpakaian tidak rapi
i. Selera makan berkurang
j. Tidak berani menatap lawan bicara
k. Lebih banyak menunduk

31
l. Bicara lambat dengan suara lemah
3. Rentang Respons
respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi konsep diri harga diri kerancuan depersonalisa


Diri positif rendah kronis identitas

Rentan respon harga diri rendah


Sumber : keliat (1999)
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya Harga Diri Rendah adalah penolakan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal,ketergantungan dengan orang
lain, ideal diri yang tidak realistis.
b. Factor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya
sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Gangguan
konsep diri : harga diri rendah kronis ini dapat terjadi secara
situasional maupun kronik.
Situasional Gangguan konsep diri : harga diri rendah yang terjadi
secara situasional bias disebabkan oleh trauma yang muncul secara
tiba-tiba misalnya harus dioperasi, mengalami kecelakaan.menjadi
korban perkosaan atau menjadi narapidana sehingga harus masuk
penjara. Selain itu dirawat di Rumah Sakit juga menyebabkan
rendahnya harga diri seseorang di karenakan penyakit fisik,
pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman, harapan
yang tidak tercapai akan struktur, bentuk, dan fungsi tubuh, serta
perlakuan petugas kesehatan yang kurang menghargai klien dan
keluarga.

32
Kronik, Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis biasanya
sudah berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau
sebelum dirawat, klien sudah memiliki pikiran negatife sebelum
dirawat dan menjadi meningkat saat dirawat.
Baik faktor predisposisi maupun presipitasi diatas bila telah
memengaruhi seseorang baik dalam berfikir, bersikap maupun
bertindak, maka dianggap telah memengaruhi koping individu tersebut
sehingga menjadi tidak efektif (mekanisme koping individu tidak
efektif), bila kondisi klien dibiarkan tanpa ada intervensi lebih lanjut
dapat menyebabkan kondisi dimana klien tidak memiliki kemauan
untuk bergaul dengan orang lain (isolasi social), klien yang mengalami
kondisi isolasi social dapat membuat klien asyik dengan dunia dan
pikirannya sendiri sehingga dapat muncul resiko perilaku kekerasan.
c. Para Ahli mengenai Harga Diri Rendah Kronis
Peplau dan Sulivan dalam keliat 1999) mengatakan bahwa
pengalaman interpersonal di masa atau tahap perkembangan dari bayi
sampai lanjut usia yang tidak menyenangkan seperti good me, bad me,
not me, merasa sering dipersalahkan, atau mereasa tertekan, kelak
menimbulkan perasaan aman yang tidak terpenuhi. Hal ini dapat
menimbulkan perasaan di tolak oleh lingkungan dan apabila koping
yang digunakan tidak efektif dapat menyebabkan harga diri rendah.
Caplan danya perubahan social seperti dikucilkan, ditolak, serta
tidak dihargai akan mdalam Keliat (1999) mengatakan bahwa
lingkungan social, pengalaman individu, dan aemengaruhi
penyimpangan individu, keadaan seperti ini dapat menyebabkan stress
dan menimbulkan perilaku seperti harga diri rendah.

C. Kemungkinan Data Fokus


1. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stressor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap

33
melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal di rawat ini
pengkajian meliputi :

a) Identitas klien meliputi


Nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS, informan,tanggal pengkajian, no rumah klien dan
alamat klien, No RM.
b) Keluhan utama
Keluhan pada pasien harga diri rendah biasanya berupa
Mengkritik diri sendiri, Perasaan tidak mampu, Pandangan
hidup yang pesimistis, Tidak menerima pujian, Penurunan
produktivitas, Penolakan terhadap kemampuan diri, Kurang
memperhatikan perawatan diri, Berpakaian tidak rapi, Selera
makan berkurang, Tidak berani menatap lawan bicara, Lebih
banyak menunduk, Bicara lambat dengan suara lemah
c) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya Harga Diri Rendah adalah
penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang
kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal,ketergantungan dengan orang lain, ideal diri yang tidak
realistis.
d) Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tanda tanda vital (suhu, nadi, TD,
pernafasan, TB, BB) dan kelainan fisik yang dialami oleh klien.
e) Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
(a) Citra tubuh
Biasanya klien menyebutkan bagian tubuh yang
disukainya atau bagian tubuh yang tidak disukainya
(b) Identitas diri

34
Biasanya pasien halusinani mampu menyebut
identitasnya dengan baik, yaitu nama, umur, agama,
alamat, status perkawinan hanya saja saat di Tanya
pasien menunduk dan malu.
(c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit.
(d) Ideal diri
Mengungkapkan keputusan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan untuk sembuh
(e) Harga diri
Perasaan malu berhadapan langsung dengan orang
lain,merasa tidak pantas jika beraada diantara orang
lain,kurang interaksi sosial.
f) Hubungan sosial
Harga diri rendah karena klien malu untuk berinteraksi
dengan orang lain.
g) Spiritual
Tidak peduli terhadap perintah Tuhan.
h) Status mental
(1) Penampilan
Pada klien dengan harga diri rendah :
berpenampilan tidak rapi, rambut acak-acakan,
kulit kotor, gigi kuning.
(2) Pembicaraan
Pembicaraan klien dengan harga diri rendah :
pembicaraannya lambat dengan suara lemah dan
tidak berani menatap lawan bicara
(3) Aktivitas motorik

35
Pembicaraan klien dengan harga diri rendah : lebih
banyak menunduk, tidak bergairah dalam
beraktifitas.
i) Alam perasaan
Alam perasaan pada klien dengan harga diri rendah: biasanya
tampak malu bertemu dengan orang lain ada dimanifestasikan
dengan sering menunduk.
j) Afek
Afek klien dengan harga diri rendah : biasanya tidak sesuai
dalam berfikir dan bicara klien lambat
k) Interaksi selama wawancara
klien dengan harga diri rendah : biasanya menunjukkan kurang
kontak mata karena klien menunduk dan kadang-kadang
menolak untuk bicara dengan orang lain karena merasa malu
l) Persepsi
Persepsi klien dengan harga diri rendah : dengan gangguan
konsep diri pada kasus harga diri rendah pada umumnya
mengalami gangguan persepsi terutama halusinasi
m) Pola fikir
Proses pikir pada klien dengan harga diri rendah : pada kasus
harga diri rendah akan kehilangan asosiasi, tiba-tiba terhambat
atau blocking serta inkoherensi dalam proses pikir.
n) Isi pikir
Isi pikir klien dengan harga diri rendah : pada umumnya
mengalami gangguan isi pikir : waham terutama waham curiga.
o) Tingkat kesadaaran
Tingkat kesadaran klien dengan harga diri rendah : biasanya
tidak mengalami gangguan kesadaran.
p) Memori

36
Memori klien dengan harga diri rendah : tidak mengalami
gangguan memori, dimana klien mampu mengingat masalalu
nya
q) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi dan berhitung klien dengan harga diri
rendah : tidak mengalami gangguan dalam konsentrasi dan
berhitung.
r) Kemampuan penilaian
Kemampuan klien dengan harga diri rendah : tidak mengalami
gangguan dalam penilaian
s) Daya tilik diri
Daya tilik klien dengan harga diri rendah : biasanya, pasien
menyadari bahwa dirinya sakit dan butuh bantuan agar dirinya
sembuh.
t) Mekanisme koping
Klien dengan harga diri rendah biasanya apabila merasa cemas
atau ada masalah tidak menceritakan pada orang lain atau lebih
suka diam (ketida efektifan koping).
u) Aspek medic
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi,
dan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).

D. Pohon Masalah
Resiko Tinggi (Risti) Perilaku Kekerasan

Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

37
Koping Individu Tidak Efektif

E. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Harga diri rendah.
2. Koping individu tidak efektif.
3. Isolasi sosial.
4. Perubahan persepsi sensori halusinasi
5. Resiko tinggi (risti) perilaku kekerasan

F. Data yang Perlu Dikaji


Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
Harga Diri Rendah Subjektif
a. Mengungkapkan dirinya merasa tidak
berguna.
b. Mengungkapkan dirinya merasa tidak
mampu.
c. Mengungkapkan dirinya tidak semangan
beraktivitas atau bekerja.
d. Mengungkapkan dirinya malas melakukan
perawatan diri (mandi,berhias,makan,atau
toileting).

Objektif

a. Mengkritik diri sendiri.


b. Perasaan tidak mampu.
c. Pandangan hidup yang pesimistis.
d. Tidak menerima pujian.
e. Penurunan produktivitas.
f. Penolakan terhadap kemampuan diri.
g. Kurang memperhatikan perawatan diri.

38
h. Berpakaian tidak rapi.
i. Berkurang selera makan.
j. Tidak berani menatap lawan bicara.
k. Lebih banyak menunduk.
l. Bicara lambat dengan nada suara lemah.

G. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Harga Diri Rendah Kronis.

39
H. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah….x pertemuan klien SP I
1. Mengidentifikasi mampu : 1. Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki
kemampuan dan 1. Mengidentifikasi kemampuan a. Diskusikan bahwa pasien masih memiliki sejumlah kemampuan dan
aspek positif yang dan aspek positif yang dimiliki aspek positif seperti kegiatan pasien dirumah adanya keluarga dan
dimiliki 2. Memiliki kemampuan yang lingkungan terdekat pasien
2. Menilai dapat digunakan b. Beri pujian yang realistis dan hindarkan setiap kali bertemu dengan
kemampuan yang 3. memilih kegiatan sesuai dengan pasien yang penilaian negative.
dapat digunakan kemampuan 2. Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini
3. Menetapkan / 4. Melakukan kegiatan yang sudah a. Diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih digunakan saat
memilih kegiatan di pilih ini
yang sesuai 5. Merencanakan kegiatan yang b. Bantu pasien menyebutkan dan memberi penguatan terhadap
dengan sudah dilatih kemampuan diri yang diungkapkan pasien
kemampuan c. Perlihatkan respon yang konduktif menjadi pendengar yang aktif
4. Melatih kegiatan 3. Pilih kemampuan yang akan dilatih
yang sudah 4. Diskusikan dengan pasien beberapa aktifitas yang dapat
dipilih,sesuai dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari
kemampuan hari

40
5. Merencanakan 5. Bantu pasien menetapkan aktifitas mana yang dapat pasien
kegiatan yang lakukan secara mandiri
sudah dilatihnya a. Aktifitas yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga
b. Aktivitas apa saja yang perlu bantuan penuh dari keluarga atau
lingkungan terdekat pasien
c. Beri contoh cara pelaksanaan aktifitas yang dapat dilakukan pasien
d. Susun bersama pasien aktifitas atau kegiatan sehari hari pasien
6. Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih
a. Diskusikan dengan pasien untuk menerapkan kegiatan (yang sudah
dipilih pasien) yang akan dilatihkan
b. Bersama pasien dan keluarga memperagakan beberapa kegiatan
yang akan dilakukan pasien
c. Beri dukungan atau pujian yang nyata sesuai kemajuan yang
diperlihatkan pasien
7. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
a. Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan
b. Beri pujian atas aktifitas / kegiatan yang dapat dilakukan pasien
setiap hari
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengantoleransi dan perubahan sikap

41
d. Susun daftar aktifitas yang sudah dilatihkan bersama pasien dan
keluarga
SP II
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih kemampuan kedua
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga mampu : Setelah …x pertemuan keluarga SP I
Merawat pasien mampu : menjelaskan penyebab, 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
dirumah tanda dan gejala akibat serta pasien
mampu memperagakan cara 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang
merawat dialami pasien beerta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara cara merawat pasien harga diri rendah
4. RTL keluarga / jadwal untuk merawat pasien
Setelah …x pertemuan keluarga SP II
mampu 1. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1)
1. Menyebutkan kegiatan yang 2. Latih keluarga merawat pasien (langsung pada pasien)
sudah dilakukan 3. RTL keluarga / jadwal untuk merawat pasien
2. Memperagakan cara merawat
pasien serta mampu membuat
RTL

42
Setelah …x pertemuan keluarga SP III
mampu 1. Evaluasi kemampuan keluarga
1. Membantu menyusun jadwal 2. Evaluasi kemampuan pasien
kegiatan pasien 3. RTL keluarga:
2. Membantu perkembangan pasien a.Follow up
b. Rujukan

43
LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

A. Masalah Utama
Perilaku kekerasan

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Definisi
Perilaku kekerasa terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang,
yang ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik
pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun
nonverbal, bertujuan untuk melukai oranglain secara fisik maupun
psikologis (Berkowitz, 2000 dalam Yosep, 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada
dirinya sendiri maupun oranglain, disertai dengan amuk dan gaduh
gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati dan hartono, 2010 dalam
Riyadi).
Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan
secara verbal dan fisik. Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan
khusus. Marah lebih merujuk kepada suatu perasaan-perasaan tertentu
yang biasanya disebut perasaan marah. Dengan kata lain kemarahan
adalah perasaan jengkel yang muncul sebagai respon terhuadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman oleh individu (Direja,
2011).

2. Faktor Predisposisi
a. Teori Biologik

44
1) Neurologic factor, beragam komponen sistem syaraf seperti
synap, neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai
peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-
pesan yang akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik
sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
bermusuhan dan respons agresif.
2) Genetic factor, adanya factor gen yang diturunkan melalui orang
tua, menjadi prilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami
(2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif
yang sedang tidur danakan bangun jika terstimulasi oleh faktor
eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyo type XYY,
pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal
serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku
agresif.
3) Cyrcardian Rhytm (Irama sirkardian tubuh), memegang peranan
pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu
manusia mengalami peningkatan cortisol terutama pada jam-jam
sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya
pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang
lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
4) Biochemistry factor ( Faktor biokimia tubuh) seperti
neurotransmiter di otak (epineprin, norepineprin, dopamin,
asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian
informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya
stimulus dari luar tubuh dianggap mengancam atau
membahayakan akan dihantar melalui impuls neurotransmitter
ke otak dan meresponya melalui melalui serabut efferent.
Peningkatan hormon androgen dan norepineprin serta
penurunan serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal
vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif.

45
5) Brain Area disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus
temporal, sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak,
penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

b. Teori psikologik
1) Teori psikoanalisa ; Agresivitas dan kekerasan dapat
dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang (life sapn
hystori). Teoriini menjelaskan abahwa adanya ketidakpuasan
fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapatkan
kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup
cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan
setelah dewasa sebagai kompensasi adanya ketidak percayaan
terhadap lingkungan. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif adan tindak
kekerasaan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap
rasa ketidakberdayaanya dan rendahnya harga diri pelaku tindak
kekerasan.
2) Imitation, modeling and information processing theory;
Mernurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang menolelir kekerasan. Adanya contoh, model
dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan yang
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu
penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton
tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif (makin
keras pukulanya akan diberi coklat), anak lain menonton
tayangan cara mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan
reward positif pula (makin baik belaianya mendapat hadiah
coklat). Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata

46
masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontonan yang
pernah dialaminya.
3) Learning theory; Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar
individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati
bagaimana respons ayah saat menerima kekecewaan dan
mengamati bagaimana respon ibu saat marah. Ia juga belajar
bahwa dengan agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli,
bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis
dan patut untuk diperhitungkan.
4) Teori Sosiokultural : Dalam budaya tertentu seperti rebutan
berkah, rebutan uang receh, sesaji atau kotoran kerbau
dikeraton, sertaritual-ritual yang cenderung mengasah pada
kemusyrikan secara tidak langsung turut memupuk sikap agresif
dan ingin menangsendiri. Kontrol masyarakat yang rendah dan
kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara
penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu juga
dengan maraknya demonstrasi film-film kekerasan, mistik,
tahayul, dan perdukunan dalamtayangan televisi.

3. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali
berkaitan dengan :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau
simbolsolidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton
sepakbola, geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melakukan kekerasan dalammenyelesaikan konflik.

47
d. Ketidaksipan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang
dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.

4. Rentang Respon Marah


Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan
tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian
pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin
menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju, tersinggung, merasa tidak
dianggap, merasa tidak diturut atau diremehkan“. Rentang respons
kemarahan individu dimulai dari respons normal (asertif) sampai pada
respons sangat tidak normal (maladaptif).
A. Rentang Respons

Respon Adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif


Kekerasan

Gambar : Rentang Respons Perilaku

Sumber : Keliat (1999)

48
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan


mengungkapka mencapai tidak dapat mengekspresi marah dan
n marah tanpa tujuan mengungkap kan secara bermusuhan
menyalahkan kepuasan/sa kan fisik, tapi yang kuat dan
orang lain dan at marah dan perasaannya masih hilang
memberikan tidak dapat tidak berdaya terkontrol, kontrol,
kelegaan menemukan dan mendorong disertai amuk,
alternatif menyerah orang lain merusak
dengan lingkungan
ancaman

B. Pengkajian Perilaku Asertif, Pasif, dan Agresif/kekerasan


Perawat perlu memahami dan membedakan berbagai perilaku yang
ditampilkan klien. Hal ini dapat dianalisa dari perbandingan berikut :
Aspek Pasif Asertif Agresif

Isi Negatif, Positif Menyombongkan


pembicaraan merendahkan menawarkan diri, diri, merendahkan
diri, misalnya: misaslnya:“saya orang
“bisakah saya mampu, saya bisa, lain,misalnya:”kam
melakukan hal anda boleh, anda u pasti tidak bisa,
itu? Bisa kan dapat” kamu selalu
anda melanggar, kamu
melakukannya? tidak pernah
menurut, kamu tidak
akan bisa"

Tekanan suara Lambat, Sedang Keras ngotot


mengeluh

Posisi badan Menundukan Tegap dan santai Kaku, condong

49
kepala kedapan

Jarak Menjaga jarak Mempertahakan Siap dengan jarak


dengan sikap jarak yang nyaman akan menyerang
mengabaikan orang lain

Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam, posisi


tenang menyerang

Kontak mata Sedikit/sama Mempertahankan Mata melotot dan


sekali tidak kontak mata dipertahankan.
sesuai dengan
hubungan

C. Kemungkinan Data Fokus


1. Identitas
Meliputi: nama klien, umur, jenis kelamin, agama, alamat lengkap,
tanggal masuk, no. rekam medik, informan, keluarga yang bisa dihubungi.
2. Alasan masuk
Alasan masuk klien dengan perilaku kekerasan biasanya timbul
halusinasi yang menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan yang
berdampak terhadap resiko tinggi menciderai diri, orang lain, dan
lingkungan.
3. Faktor Predisposisi
Klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil dalam
pengobatan. Klien pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan
kekerasan fisik dalam keluarga. Klien dengan perilaku kekerasan (PK)
bisa herediter. Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat
menganggu/tidak menyenangkan.
4. Psikososial
a. Konsep diri
1) Citra tubuh

50
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan menyukai semua bagian
tubuhnya, tetapi ada juga yang tidak.
2) Identitas diri
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan tidak puas terhadap
pekerjaan yang sedang dilakukan maupun yang sudah
dikerjakannya.
3) Peran diri
Biasanya klien klien dengan perilaku kekerasan memiliki masalah
dalam menjalankan peran dan tugasnya.
4) Ideal diri
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya memiliki harapan yang
tinggi terhadap tubuh, posisi, status peran, dan kesembuhan dirinya
dari penyakit.
5) Harga diri
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya memiliki harga diri
yang rendah.
b. Hubungan social
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran,
perhatian, bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
c. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
d. Status Mental
1) Penampilan
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya berpenampilan tidak
rapih
2) Pembicaraan
Klien tampak berbicara kasar, suara tinggi membentak atau
berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, mengumpat dengan
kata-kata kotor, suara keras dan ketus.
3) Aktifitas motorik

51
Muka merah dan tegang, mata melotot/pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, postur
tubuh kaku, pandangan tajam, mengatupkan rahang dengan kuat,
mengepalkan tangan, jalan mondar-mandir. Melempar atau
memukul benda/orang lain, menyerang orang lain, melukai diri
sendiri/oranglain, merusak lingkungan, amuk/agresif.
4) Alam perasaan
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam
dan jengkel. Tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5) Afek
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya labil, emosi berubah
dengan cepat. Dimana klien mudah tersinggung ketika ditanyai
hal-hal yang tidak mendukungnya, klien memperlihatkan sikap
marah dengan mimik muka yang tajam dan tegang.
6) Interaksi selama wawancara
Bermusuhan, tidak kooperatif, dan mudah tersinggung telah
tampak jelas. Defensif, selalu berusaha mempertahankan pendapat
dan kebenaran dirinya.
7) Persepsi
Persepsi klien dengan perilaku kekerasan biasanya timbul
halusinasi yang menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan.
8) Proses pikir
Biasanya klien berbicara sesuai dengan apa yang ditanyakan
perawat, tanpa meloncat atau berpindah-pindah topik.
9) Isi pikir
Biasanya klien PK ini masih memiliki ambang isi fikir yang wajar,
dimana ia selalu menanyakan kapan ia akan pulang dan
mengharapkan pertemuan dengan keluarga dekatnya.
10) Tingkat Kesadaran

52
Biasanya tingkat kesadaran klien baik, dimana klien mampu
menyadari tempat keberadaanya dan mengenal baik bahwasanya ia
berada dalam pengobatan atau perawatan untuk mengontrol emosi
labilnya.
11) Memori
Biasanya daya ingat jangka panjang klien baik, dimana klien
masih bisa menceritakan kejadian masa-masa lampau yang pernah
dialaminya, maupun daya ingat jangka pendek, seperti
menceritakan penyebab ia masuk ke RSJ.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien tidak mampu berkonsentrasi.
13) Kemampuan penilaian
Biasanya klien masih memiliki kemampuan penilaian yang baik,
seperti jika klien disuruh memilih mana yang baik antara makan
dulu atau mandi dulu, maka klien akan menjawab lebih baik
mandi dulu.
14) Daya tilik diri
Biasanya klien menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam
masa pengobatan untuk mengendalikan emosinya yang labil.
e. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah :
1) Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
2) Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/
keinginan tidak baik.
3) Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
4) Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
5) Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan
bermusuhan pada objek yang berbahaya.
f. Masalah Psikososial dan lingkungan

53
Biasanya klien akan mengungkapakan masalah yang menyebabkan
penyakitnya maupun apa saja yang dirasakannya kepada perawat
maupun tim medis lainnya, jika terbina hubungan yang baik dan
komunikasi yang baik serta perawat maupun tim medis yang lain
dapat memberikan soludi maupun jalan keluar yang tepat dan tegas.
g. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ yaitu :
pemeriksaan TTV (biasanya tekanan darah, nadi, dan pernafasan akan
meningkat ketika klien marah), diikuti dengan pemeriksaan fisik
seperti tinggi badan, berat badan, serta keluhan-keluhan fisik.
h. Pemeriksaan Diagnosik

D. Pohon masalah
Stuart dan sundeen (1997) mengidentifikasi pohon masalah sebagai berikut :

Resiko tinggi
mencederai orang lain

Perilaku kekerasan Perubahan persepsi


sensori halusinasi

Infeksif proses terapi Gangguan harga diri Isolasi sosial


kronis

Koping keluarga tidak Berduka


efektif disfungsional

E. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Perilaku kekerasan
2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Harga diri rendah kronis

54
5. Isolasi social
6. Berduka disfungsional
7. Inefektif proses terapi
8. Koping keluarga inefektif
F. Data yang perlu di kaji (DS/DO)
1 DS : Periaku kekerasan

Saya di bawa keluargake Rumah sakit


dikarenakan mengamuk dan merusak barang-
barang.

DO :

- Bicara ampak keras


- Bicaranya cepat
- Sesekali tangannya mengepal

G. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Perilaku Kekerasan

55
H. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Pasien mampu : Setelah.....x pertemuan, pasien SP 1


mampu :
- Mengidentifikasi penyebab dan - Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta
tanda perilaku kekerasan - Menyebutkan penyebab,tanda, akibat perilaku kekerasan.
- Menyebutkan jenis perilaku gejala, dan akibat perilaku - Latih cara fisik 1:
kekerasan yang pernah dilakukan kekerasan. Tarik nafas dalam
- Menyebutkan akibat dari perilaku - Memperagakan cara fisik 1 - Masukan dalam jadwal harian pasien
kekerasan yang dilakukan untuk mengontrol perilaku
- Menyebutkan cara mengontrol kekerasan.
Setelah.....x pertemuan, pasien SP 2
perilaku kekerasan
mampu :
- Mengontrol perilaku kekerasannya - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
dengan cara : - Menyebutkian kegiatan yang - Latih cara fisik 2 :
- Fisik sudah dilakukkan Pukul kasur / bantal
- Sosial/Verbal - Memperagakan cara fisik untuk - Masukan dalam jadwal harian pasien
- Spiritual mengontrol perilaku kekerasan
- Terapi psikofarmaka (obat) Setelah....x pertemuan pasien SP 3
mampu :
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)

56
- Menyebutkan kegiatan yang - Latih cara sosial / verbal
sudah dilakukan - Menolak dengan baik
- Memperagakan cara sosial / - Meminta dengan baik
verbal untuk mengontrol - Mengungkapkan dengan baik
perilaku kekerasan - Masukan dalam jadwal harian pasien
Setelah.....x pertemuan, pasien SP 4
mampu :
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1, 2 & 3)
- Menyebutkan kegiatan yang - Latih secara spiritual
sudah dilakukan -Berdoa
- Mempergakan cara spiritual -Sholat
- Masukan dalam jadwal harian pasien
Setelah.....x pertemuan, pasien SP 5
mampu:
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1, 2, 3 & 4)
- Menyebutkan kegiatan yang - Latih patuh obat :
sudah dilakuakan - Minum obat secara teratur dengan prinsip 5 B
- Memperagakan cara patuh obat - Susun jadwal minum obat secara teratur
- Masukan dalam jadwal harian pasien
Keluaraga mampu : Setelah.....x pertemuan, SP 1
keluarga mampu menjelaskan

57
- Merawat pasien di rumah penyebab, tanda dan gejala, - Identifikasi masalah yang dirasakan keluarga
akibat serta mampu dalam merawat pasien
memperagakan cara merawat - Jelaskan tentang perilaku kekerasan :
- Penyebab
- Akibat
- Cara merawat
- Latih cara merawat
- RTLkeluaraga /jadwal untuk merawat pasien.
Setelah.....x pertemuan keluarga SP 2
mampu menyebutkan kegiatan
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
yang sudah dilakukan dan mampu
- Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat
merawat serta dapat membuat
pasien.
RTL
- Latih langsung ke pasien
- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
pasien.
Setelah.....x pertemuan keluarga SP 3
mampu menyebutkan kegiatan
- Evaluasi SP 1 dan SP 2
yang sudah dilakukan dan mampu
- Latih langsung ke pasien
merawat serta dapat membuat
- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat

58
RTL. pasien

59
LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Kasus (Masalah Utama)


Defisit Perawatan Diri

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Definisi
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi
aktivitas perawatn diri secara mandiri seperti mandi (hygiene),
berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK (toileting).
2. Etiologi
Menurut Maslim (2001), penyebab defisit perawatan diri adalah
sebagai berikut :
a. Kelelahan fisik
b. Penurunan kesadaran
Menurut (depkes, 2000), penyebab defisit perawatan diri :
a. Faktor prediposisi
1) Perkembangan : keluarga terlalu melindungi dan memanjakan
klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis : penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak
mampu melakukan perawatan diri
3) Kemampuan realitas turun: klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
4) Sosial : kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan
diri lingkungan termasuk perawatan diri.
b. Faktor presipitasi

60
Adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognitif atau
perseptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut depkes (2000:59) faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:
1) Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya
perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
2) Praktik sosial : pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan
diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal
hygiene.
3) Status sosial ekonomi: personal hygiene memerlukan alat dan
bahan seperti sabun. Pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi
yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting
karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.
Misalnya pada pasien penderita diabetes melitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya: disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak
boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang : ada yang orang yang menggunakan
produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun,
shampo dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis : pada keadaan tertentu / sakit
kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan
untuk melakukannya.
3. Tanda dan Gejala
a. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau

61
aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan
tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, meninggalkan pakaian, serta memperoleh atau
menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat
tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada
tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan
sepatu.
c. Makan
Klien mampunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah
makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan,
membuka kontainer, memanipulasi makanan dari wadah lalu
memasukkannya kemulut, melengkapi makan, mencerna makanan
menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau
gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman.
d. BAB/BAK (toileting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari
jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri
setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar
kecil. Keterbatasan perawatan diri di atas biasanya diakibatkan
karena stresor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien
(klien bisa mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya sendiri
baik dalam hal mandi, berpakaian, berhias, makan, maupun
BAB/BAK. Bila tidak dilakukan intervensi oleh perawat, maka
kemungkinan klien bisa mengalami masalah risiko tinggi isolasi
sosial.

62
4. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif
Pola perawatan diri Kadang perawatan diri Tidak melakukan
seimbang kadang tidak perawatan saat stress

5. Mekanisme koping defisit perawatan diri


a. Regresi
Kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan merupakan ciri khas
tahap perkembangan yang lebih dini.
b. Penyangkalan (denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari
realitas tersebut. Makanisme pertahan ini adalah paling sederhana
dan primitif.
c. Isolasi diri, menarik diri
Sikap mengelompokan orang / keadaan hanya sebagai semuanya
baik atau semuanya buruk, kegagalan untuk memadukan nilai-nilai
positif dan negatif didalam diri sendiri.
d. Intelektualisasi
Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari
pengalaman yang mengganggu perasaannya.

C. Kemungkinan Data Fokus


Pengelompokkan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa
faktor presipitasi, penilaian stresor, sumber koping yang dimiliki klien.
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal
dirawat ini pengkajian meliputi:
1. Wawancara
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS, informan, tanggal pengkajian, no rumah
klien dan alamat klien.

63
b. Keluhan utama
Klien dibawa kerumah sakit pada umunya karena defisit dalam
merawat diri, dari perawatan-perawatan diri yang biasa
dilakukan dan sekarang jarang dilakukan dengan diawali
masalah seperti senang menyendiri, tidak mau banyak berbicara
dengan orang lain, terlihat murung
c. Faktor Predisposisi
1) Pada umunya klien pernah mengalami gangguan jiwa di
masa lalu.
2) Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3) Pengobatan sebelumnya kurang berhasil.
4) Harga diri rendah, klien tidak mempunyai motivasi untuk
merrawat diri.
5) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu
perasaan ditolak, dihina, dianiaya, dan saksi penganiyaan.
6) Ada anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan
jiwa.
d. Aspek fisik/biologis (Pemeriksaan Fisik)
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernapasan, TB,
BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Pada umunya klien bisa menerima anggota tubuh yang
dimiliki.
b) Identitas diri
Pada umumnya klien mengetahui status dan posisi klien
sebelum dirawat.
c) Peran

64
Biasanya klien tidak mampu melaksanakan perannya
sebagaimana mestinya, baik peran dalam keluarga
ataupun dalam kehidupan masyarakat.
d) Ideal diri
Pada umunya klien memiliki harapan untuk segera
sembuh dari penyakitnya, dan kembali hidup normal
seperti sebelum klien sakit.
e) Harga diri
Biasanya klien mengalami harga diri rendah
berhubungan dengan kegagalan yang terjadi dimasa
lampau dan klien merasa tidak dihargai oleh orang lain.
f) Hubungan Sosial
Biasanya klien tidak suka bersosial dengan orang lain,
karena pada pasien yang mengalami defisit perawatn
diri suka menyendiri.
g) Kehidupan Spiritual
Individu dengan defisit perawatan diri cenderung
bermalas-malasan sehingga individu tidak menyadari
keberadaan dan kehilangan kontrol hidupnya.
Akibatnya individu terputus dengan sesama atau
dengan tuhan sebagai sumber kehidupan, harapan dan
kepercayaan. Dampaknya adalah spritual terganggu.
h) Status mental
(1) Penampilan
Penampilan klien tidak rapi, misalnya rambut acak-
acakan, kancing baju tidak tepat, dan baju tidak
pernah diganti.
(2) Pembicaraan
Pembicaraan yang ditemukan pada klien yaitu
pembicaraan yang berbelit-belit.
(3) Aktivitas Motorik (Psikomotorik)

65
Klien mengalami tegang, gelisah dan agitasi.
(4) Afek dan Emosi
Labil yaitu emosi yang cepat berubah-ubah.
(5) Interaksi selama wawancara
Biasanya klien menunjukkan kurang kontak mata
dan kadang-kadang menolak bicara dengan orang
lain.
(6) Persepsi sensori
Biasanya gangguan persepsi terutama halusinasi
pendengaran, klien biasanya mendengar suara-suara
yang mengancam,sehingga klien cenderung
menyendiri, pandangan kosong, kadang-kadang
bicara sendiri, sering menyendiri dan melamun.
(7) Proses Pikir
Proses informasi yang diterima tidak berfungsi
dengan menggunakan proses pikir.
(8) Tingkat Kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang.
(9) Memory (Daya Ingat)
Daya ingat pasien biasanya baik.
(10) Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Tidak ada gangguan pada tingkat konsentrasi dan
berhitung pasien.
(11) Kemampuan penilaian/Mengambil Keputusan
Pasien biasanya dapat mengambil keputusan sendiri.
(12) Daya Tilik Diri
Biasanya, pasien menyadari bahwa dirinya sakit dan
butuh bantuan agar dirinya sembuh.
b. Mekanisme koping

66
Klien apabila merasa cemas, takut tidak mau menceritakannya
pada orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik
diri)
c. Aspek medic
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi,
terapi keluarga, terapi musik dan Terapi Aktivitas Kelompok
(TAK).
D. Pohon Masalah
Risiko Tinggi Isolasi Sosial

Defisit Perawatan DIri

Harga Diri Rendah Kronis

E. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


1) Defisit Perawatan Diri
2) Harga Diri Rendah
3) Resiko isolasi sosial

F. Data yang Perlu Dikaji


Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Defisit keperawatan diri Subjektif
a. Klien mengatakan dirinya malas mandi
karena airnya dingin, atau di RS tidak
tersedia alat mandi.
b. Klien mengatakan dirinya malas berdandan.
c. Klien mengatakan ingin disuapi makan.
d. Klien mengatakan jarang membersihkan alat
kelaminnya setelah BAK/BAB.

67
Objektif
a. Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri
ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki, dan berbau, serta kuku
panjang dan kotor.
b. Ketidakmampuan berpakaian/berhias
ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak
sesuai, tidak bercukur (laki-laki), atau tidak
berdandan (wanita)
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri
ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan
berceceran, dan makan tidak pada
tempatnya.
d. Ketidakmampuan BAB/BAK secara
mandiri ditandai BAB/BAK tidak pada
tempatnya, tidak membersihkan diri dengan
baik setelah BAB/BAK.

G. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri

68
H. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosis Tujuan Kriteria Perencanaan
keperawatan
Defisit perawatan diri Pasien mampu Setelah.....x pertemuan, SP 1
1. Melakukan pasien dapat menjelaskan 1. Identifikasi kebersihan diri, makan dan
kebersihan diri pentingnya “ BAB/BAK
secara mandiri 1. Kebersihan diri 2. Jelaskan pentingnya kebersihan diri
2. Melakukan berhias/ 2. Berdandan/berhias 3. Jelaskan alat dan cara kebersihan diri
berdandan secara 3. Makan 4. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
baik 4. BAB/BAK
3. Melakukan makan 5. Dan mampu
dengan baik melakukan cara
4. Melakukan merawat diri
BAB/BAK secara
mandiri
SP 2
1. Evaluasi SP 1
2. Jelaskan pentingnya berdandan
3. Latih cara berdandan

69
a. Untuk pasien laki-laki meliputi cara:
- berpakaian
- menyisir rambut
- bercukur
b. Untuk pasien perempuan
- Berpakaian
- Menyisir rambut
- Berhias
4. Memasukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
1. Evaluasi kegiatan SP 1 dan 2
2. Jelaskan cara dan alat makan yang benar
a. Jelaskan cara mempersiapkan makan
b. Jelaskan cara merapikan peralatan
makan setelah makan
c. Praktek makan sesuai dengan tahapan
makan yang baik
3. Latih kegiatan makan
4. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien

70
SP 4
1. Evaluasi kemampuan pasien yang lalu( SP
1,2&3)
2. Latih cara BAB & BAK yang baik
a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang
sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri
setelah BAB/BAK

Keluarga mampu: Setelah ...x pertemuan SP 1


Merawat anggota keluarga mampu 1. Identifikasi masalah keluarga dalam
keluarga yang meneruskan melatih merawat pasien dengan masalah
mengalami masalah pasien dan mendukung kebersihan diri, berdandan, makan,
defisit perawatan diri. agar kemampuan pasien BAB/BAK
dalam perawatan dirinya 2. Jelaskan defisit perawatan diri
meningkat. 3. Jelaskan cara merawat kebersihan diri,
berdandan, makan, BAB/BAK
4. Bermain peran cara merawat
5. Rencana tindak lanjut keluarga/jadwal

71
untuk merawat pasien

SP 2
1. Evaluasi SP 1
2. Latih keluarga merawat langsung ke
pasien, kebersihan diri dan berdandan
3. RTL keluarga/jadwal untyk merawat
pasien
SP 3
1. Evaluasi kemampuan SP 2
2. Latih keluarga merawat langsung ke
pasien cara makan
3. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk
merawat pasien
SP 4
1. Evaluasi kemampuan keluarga
2. Evaluasi kemampuan pasien
3. RTL keluarga
a. Follow UP

72
b. Rujukan

73
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Jiwa (Aplikasi Praktik Klinik). Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Dalami, E. d. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa Diagnosa Masalah Psikososial.


Jakarta: TIME (Trans Indo Media).

Erlinafsiah. (2010). Modal Perawat Dalam Prkatik Keperawatan Jiwa. Jakarta:


CV. Trans Info Media.

Hawari, D. (2008). Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit
FK UI.

I, S. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Ibrahim, A. S. (2007). Panik Neurosis dan Gangguan Cemas. Jakarta : Dua As-as.

J, V. S. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B. A. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Riyadi, S. &. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Stuart, G. W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Wirnata, M. (2015). Diagnosa Keperawatan NANDA NIC NOC (terjemahan).


Singapore: Elsevier Inc.

Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa. Jakarta: PT Refika Aditama.

74
1

Anda mungkin juga menyukai