Modul
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran Ipa yang dibimbing oleh
Dr. Masra Latjompoh, M.Pd
Oleh:
Melta Hadju
Nim : 433418017
1
Melta Hadju : Modul
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga penulis dapat menyusun modul ini dengan baik
dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam modul ini akan membahas semua materi
Strategi Pembelajaran.
Modul ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai
pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan modul
ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan modul ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada modul ini.
Oleh karena itu kami meminta pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan modul selanjutnya.
2
Melta Hadju : Modul
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
DAFTAR PUSTAKA
3
Melta Hadju : Modul
Modul 1
S
ejak peradaban manusia, orang telah berusaha untuk mendapat sesuatu dari alam
sekitarnya. Mereka telah mampu membedakan mana hewan atau tumbuhan yang
dapat dimakan. Mereka mulai menggunakan alat untuk memperoleh makanan,
mengenal api untuk memasak. Semuanya itu menandakan bahwa mereka telah memeperoleh
pengetahuan dari pengalaman.
Menurut Trianto, IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya
secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah
seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka,
jujur, dan sebagainya.
Pada hakikatnya IPA dibagun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap
ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur.
Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang
alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil
proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau luar sekolah ataupun bahan
bacaan untuk penyebaran pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi
atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut
metode ilmiah (scientific method).
4
Melta Hadju : Modul
Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi
adalah sebagai berikut:
Dari tujuan itu, dapat dilihat bahwa dalam mata pelajaran IPA tidak hanya memperoleh
nilai yang sesuai KKM. Tapi lebih dari itu, mempersiapkan siswa menjadi warga Negara yang
melek sains dan teknologi dan menguasai konsep sebagai bekal hidup di masyarakat.
Ilmu Pengetahuan Alama (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari (Indrawati, 2007).
Dalam kamus Fowler (1951), natural science didefinisikan sebagai systematic and
formulated knowledge dealing with material phenomena and based mainly on observation
and induction yang diartikan bahwa “ilmu pengetahuan alam didefinisikan sebagai
pengetahuan yang sistematis dan disusun dengan menghubungkan gejala-gejala alam yang
bersifat kebendaan dan didasarkan pada hasil pengamatan dan induksi”. Sumber lain
menyatakan bahwa natural science didefinisikan sebagai a pieces of theoritical knowledge
atau sejenis pengetahuan teoritis.
5
Melta Hadju : Modul
Modul 2
Strategi Pembelajaran
6
Melta Hadju : Modul
Bahan pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai aktivitas, sehingga
tugas guru lebih banyak menjadi fasilitator dan pembimbing bagi siswanya. Karena sifatnya
yang demikian strategi ini sering juga dinamakan strategi pembelajaran tidak langsung.
Strategi belajar individual dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan, kelambatan, dan
keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang
bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana mempelajarinya didesain untuk belajar
sendiri.
Stategi belajar kelompok dilakukan secara beregu. Sekelompok siswa diajar oleh seorang
atau beberapa orang guru. Bentuk belajar kelompok ini bisa dalam pembelajaran kelompok
besar atau pembelajaran klasikal, atau bisa juga siswa dalam kelompok-kelompok kecil
semacam buzz group. Strategi kelompok tidak memerhatikan kecepatan belajar individual.
Setiap individu dianggap sama. Oleh karena itu, belajar dalam kelompok dapat terjadi siswa
memiliki kemampuan tinggi akan terhambat oleh siswa yang memiliki kemampuan kurang
akan merasa tergusur oleh siswa yang mempunyai kemampuan tinggi.
Dari cara penyajian dan pengolahannya, strategi pembelajaran juga dapat dibedakan menjadi
dua yaitu:
7
Melta Hadju : Modul
8
Melta Hadju : Modul
Modul 3
Model Pembelajaran
Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan para guru dalam
melaksanakan pembelajaran. Untuk pemilihan model ini sangat dipengaruhi dari sifat dan
materi yang akan diajarakan, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam
pengajaran tersebut serta tingkat kemampuan peseta didik. Di samping itu pula, setiap model
pembelajaran selalu mempunyai tahapan-tahapan (sintaks) oleh peserta didik dengan
bimbingan guru. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain juga mempunyai
perbedaan. Perbedaan-perbedaan ini berlangsung di antara pembukaan dan penutup yang
harus dipahami oleh guru supaya model-model pembelajaran dapat dilaksanakan dengan
berhasil (Trianto, 2014).
Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode
atau prosedur. Ciri tersebut antara lain:
1. Rasional teoretik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai)
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan
dengan berhasil
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai
9
Melta Hadju : Modul
10
Melta Hadju : Modul
11
Melta Hadju : Modul
diajarkan guru”. STAD merupakan suatu metode generik tentang pengaturan kelas dan bukan
metode pengajaran kooprehensif untuk subjek tertentu, guru menggunakan materi mereka
sendiri untuk menambah atau mengganti materi-materi ini.
2) Model Jigsaw
Model ini dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di
Universitas Texas.
Model pembelajaran kooperatif model Jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif
yang menitik beratkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil.
[5] Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a) Siswa dikelompokkan dengan anggota ± 4 orang.
b) Tiap orang dalam tim diberi matrri tugas yang berbeda.
c) Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk
kelompok baru (kelompok ahli).
d) Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan
menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka kuasai.
e) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
f) Pembahasan.
g) Penutup.
4) Model Struktural
12
Melta Hadju : Modul
13
Melta Hadju : Modul
Peningkatan dan pembaharuan di dalam bidang pendidikan harus terus dilakukan agar tujuan
utama dari pendidikan nasional Indonesia dapat tercapai. Peningkatan tersebut dapat
dilakukan dalam bidang pembaharuan model pembelajaran maupun pembaharuan dalam
bidang teknologi media pembelajaran yang digunakan.
Proses pembelajaran sampai saat ini masih memiliki banyak permasalahan. Banyak
faktor yang mempengaruhi keaktifan dan hasil belajar siswa di kelas. Ketidaktertarikan pada
mata pelajaran, siswa yang merasa cepat bosan karena metode pembelajaran yang kurang
menarik, partisipasi siswa yang kurang dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran dan tidak
adanya variasi dalam penyampaian materi pembelajaran. Untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut guru dapat menggunakan metode dan model pembelajaran yang dapat dipadukan
dengan media pembelajaran inovatif untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran Problem Based Instruction berbantuan
media moviemendorong siswa untuk menganalisis masalah, mencari informasi, menyusun
hipotesis, serta memecahkan masalah dengan bantuan tayangan video maupun film dalam
mengidentifikasi suatu permasalahan.
Kelebihan model pembelajaran PBI berbantuan media movie yang diadaptasi dari
Ibrahim dan Nur yaitu mampu meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran,
mendorong kerjasama dalam menyelesaikan masalah, mendorong siswa melakukan
pengamatan dan dialog dengan orang lain, melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan
sendiri. Hal ini memungkinkan siswa untuk menjelaskan serta membangun pemahamannya
sendiri mengenai fenomena tersebut. Selain itu, kelebihan model pembelajaran PBI
berbantuan media movie adalah membantu siswa untuk pembelajaran mandiri. Bimbingan
guru kepada siswa secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk
mengajukan pertanyaan dan mencari penyelesaian masalah mereka sendiri. Dengan begitu
siswa belajar menyelesaikan tugas-tugas mereka secara mandiri dalam kehidupan kelak
(Daryanto, 2012)
14
Melta Hadju : Modul
Modul 4
Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara-cara atau teknik penyajian bahan pelajaran yang
akan digunakan oleh guru pada saat menyajikan bahan pelajaran, baik secara individual atau
secara kelompok. Agar tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, seseorang
guru harus mengetahui berbagai metode. Dengan memiliki pengetahuan mengenai sifat
berbagai metode, maka seorang guru akan lebih mudah menetapkan metode yang paling
sesuai dengan situasi dan kondisi. Penggunaan metode mengajar sangat bergantung pada
tujuan pembelajaran.
Menurut Ahmad adapun syarat-syarat yang harus diperhatikan oleh seorang guru
dalam penggunaan metode pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Metode yang dipergunakan harus dapat membangkitkan motif, minat, atau gairah
belajar siswa.
2. Metode yang digunakan dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut.
3. Metode yang digunakan harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mewujudkan hasil karya.
4. Metode yang digunakan harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian
siswa.
5. Metode yang digunakan harus dapat mendidik murid dalam teknik belajar sendiri dan
cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi.
6. Metode yang digunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai
dan sikap siswa dalam kehidupan sehari-hari
15
Melta Hadju : Modul
Sudah sejak lama ceramah digunakan oleh para guru dengan alasan keterbatasan
waktu dan buku teks. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan menganggap metode
ceramah sebagai metode belajar-mengajar yang mudah digunakan. Kecenderungan ini
bertentangan dengan kenyataan bahwa tidak setiap guru dapat menggunakan metode ceramah
dengan benar. Metode ceramah bergantung kepada kualitas personalities guru, yakni suara,
gaya bahasa, sikap, prosedur, kelancaran, kemudahan bahasa, dan keteraturan guru dalam
memberi penjelasan: yang tidak dapat dimiliki secara mudah oleh setiap guru (Hafni, 2005).
Metode ceramah adalah suatu cara mengajar atau penyajian materi melalui penuturan
dan penerapan lisan oleh guru kepada siswa. agar siswa efektif dalam proses belajar mengajar
yang menggunakan metode ceramah, maka siswa perlu dilatih mengembangkan keterampilan
berpikir untuk memahami suatu proses dengan cara mengajukan pertanyaan, memberikan
tanggapan dan mencatat penalarannya secara sistematis (Hafni, 2005).
2. Metode Diskusi
Diskusi merupakan istilah yang sudah biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Diskusi adalah suatu kegiatan kelompok untuk memecahkan suatu masalah dengan maksud
untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu, atau
untuk merampungkan keputusan bersama. Dalam diskusi tiap orang diharapkan memberikan
sumbangan sehingga seluruh kelompok kembali dengan pemahaman yang sama dalam suatu
keputusan atau kesimpulan (Ahmad, 2005).
Gage dan Berliner (1984: 486) mengemukakan bahwa metode diskusi sungguh-
sungguh terbuka atau bervariasi pengertiannya. Ini merupakan suatu indikasi betapa sulitnya
mendefinisikan metode diskusi secara tepat. Girlstrap dan Martin (1975: 15) mengutarakan
bawah metode diskusi merupakan suatu kegiatan dimana sejumlah orang membicarakan
secara bersama-sama melalui tukar pendapat tentang suatu topik atau masalah, atau untuk
mencari jawaban dari suatu masalah berdasarkan semua fakta memungkinkan untuk itu.
Secara terperinci tujuan pemakaian metode diskusi adalah :
a. Mengembangkan keterampilan bertanya, berkomunikasi, menafsirkan, dan
menyimpulkan pada diri siswa.
b. Mengembangkan sikap positif terhadap sekolah, para guru, dan bidang studi yang
dipelajari,
c. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan konsep diri (self-concepts) yang
lebih positif.
d. Meningkatkan keberhasilan siswa dalam menemukan pendapat.
16
Melta Hadju : Modul
3. Metode Kelompok
Istilah kelompok dapat diartikan sebagai bekerjanya sejumlah siswa, baik sebagai
anggota kelas secara keseluruhan atau sudah terbagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih
kecil, untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara bersama-sama. Selain itu, kerja kelompok
juga ditandai oleh:
1) Adanya tugas bersama,
17
Melta Hadju : Modul
18
Melta Hadju : Modul
c. Bagi anak-anak yang malas ada kesempatan untuk tetap pasif dalam kelompok itu
dan kemungkinan besar akan mempengaruhi kelompok itu, sehingga usaha kelompok
itu akan gagal.
Jenis-Jenis Pengelompokkan
Dalam penerapan metode Kelompok, guru dituntut untuk memiliki keterampilan
melakukan pengelompokkan terhadap para siswanya. Ada berbagai jenis cara
pengelompokkan yang dapat dilaksanakan oleh guru, cara-cara tersebut adalah:
a. Pengelompokkan didasarkan atas ketersediaan fasilitas
Suatu pengelompokan yang dilakukan karena fasilitas belajar yang tersedia tidak
sebanding dengan jumlah yang membutuhkan. Untuk kepentingan praktis, kelompok
dibagi berdasarkan jumlah fasilitas yang tersedia.
b. Pengelompokan atas dasar perbedaan individual dalam minat belajar
Pengelompokan ini dilaksanakan apabila untuk kepentingan perkembangan setiap
siswa, dianggap perlu untuk lebih banyak memberikan kesempatan mengembangkan
minat masing-masing.
c. Pengelompokan didasarkan atas perbedaan individual dalam kemampuan belajar.
Pengelompokan ini dilaksanakan apabila untuk kepentingan lancarnya kegiatan
dibutuhkan
- Penjajagan terhadap tugas atau topik yang diberikan oleh guru,
- Pemahaman terhadap tugas atau topik kelompok, dan
- Penunaian atau penyelesaian tugas.
Sedangkan guru pada tahapan ini melakukan pengamatan, memberikan saran bila
diperlukan, dan melaksanakan penilaian kelompok yang sedang bekerja.
Pelaporan hasil Kerja Kelompok
Sedangkan semua kelompok menyelesaikan tugasnya, maka mereka berkewajiban
untuk melaporkan hasil kerja mereka. Laporan hasil kerja kelompok, dapat dilakukan secara
lisan atau secara tertulis.
19
Melta Hadju : Modul
Kelompok merupakan hal penting yang perlu disadari oleh guru. Persiapan dan kesiapan guru
dalam memakai metode Kerja Kelompok, akan menentukan keberhasilannya
4. Metode Campuran
Metode Campuran atau Electic Methods dapat diartikan campuran, kombinasi atau
gado-gado dalam bahasa Indonesia (metode-metode pilihan).
Metode electic yaitu cara menyajikan bahan pelajaran di depan kelas dengan melalui
macam-macam kombinasi beberapa metode, misalnya; metode ceramah dengan metode
diskusi bahkan dengan metode demonstrasi sekaligus dipakai/diterapkan dalam suatu kondisi
pengajaran.
Oleh karena itu, metode ini campuran dari unsure-unsure yang terdapat dalam
metode-metode. Dalam praktiknya, metode campuran ini dapat diterapkan seorang guru
dalam suatu situasi pengajaran di depan kelas, dengan persiapan yang baik dan sungguh-
sungguh dalam mempraktikkan metode ini.
Hal ini dikarenakan, kemampuan guru dalam menguasai bahan itu sendiri perlu
latihan-latihan praktik terus agar mampu menguasai berbagai metode. Suatu keharusan
seorang guru menguasai berbagai macam metode-metode dan menerapkan secara bervariasi
di kelas secara bersungguh sungguh.
20
Melta Hadju : Modul
Modul 5
Pendekatan Pembelajaran
21
Melta Hadju : Modul
memerhatikan perbedaan peserta didik pada aspek individual ini. Dengan kata lain, guru
harus melakukan pendekatan individual dalam strategi belajar mengajarnya. Bila hal ini tidak
dilakukan, makastrategi belajar tuntas (mastery learning) yang menuntut penguasaan penuh
kepada peserta didik tidak pernah menjadi kenyataan. Dengan pendekatan individual ini
kepada peserta didik dapat diharapkan memiliki tingkat penguasaan materi yang optimal.
Pendekatan belajar individualistis ini berguna untuk mengatasi peserta didik yang suka
benyak bicara atau membuat keributan dalam kelas. Caranya antara lain dengan
memindahkan salah satu peserta didik tersebut pada tempat yang terpisah dengan jarak yang
cukuup jauh dengan peserta didik lainnya. Peserta didik yang suka berbicara ditempatkan
pada anak didik yang pendiam (Abuddin, 2009).
Melalui pendekatan ini, kesulitan peserta didik dalam belajar segera dapat dipecahkan.
Pendekatan individualistic juga adalah pendekatan uang demokratis, karena memperlakukan
setiap peserta didik sesuai dengan keinginannya. Dan dengan pendekatan ini, penghargaan
terhadap kecakapan peserta didik yang berbeda-beda dapat dilakukan. Bagi peserta didik
yang mau belajar sungguh-sungguh dan cerdas, memiliki kesempatan dan peluang untuk
belajar lebih cepat. Sebaliknya, peserta didik yang kurang cerdas dan kurang sungguh-
sungguh dapat menyelesaikan pelajarannya sesuai dengan kesanggupannya.
Namun demikian, pendekatan ini selain memiliki manfaat dan keuntungan, juga tidak
terlepas dari kekurangan. Pendekatan individualistis mengharuskan seorang guru
memberikan perlakuan yang berbeda-beda pada setiap peserta didik. Keadaan ini amat
menyulitkan, jika jumlah peserta didiknya cukup banyak, karena akan memakan waktu yang
cukup banyak pula, dan karenanya kurang efisien. Selain itu, pendekatan ini juga
mengharuskan adanya desain kelas yang kecil-kecil (small class) yang jumlahnya cukup
banyak. kelas kecil yang jumlahnya cukup banyak ini tidak dapat ditangani hanya oleh satu
orang guru, melainkan oleh sebuah team teacher. Pendekatan ini menyebabkan peserta didik
kurang memiliki kesempatan untuk bersosialisasi, dan pada gilirannya dapat menimbulkan
sikap individualistis pada peserta didik.
2. Pendekatan Kelompok
Pendekatan kelompok adalah sebuah pendekatan yang didasarkan pada pandangan,
bahwa pada setiap peserta didik terdapat perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan
antara satu dan lainnya. perbedaan yang peserta didik yang satu dengan yang lainnya ini,
bukanlah untuk dipertentangkan atau dipisahkan, melainkan harus diintegrasikan. Seorang
peserta didik yang cerdas misalnya, dapat disatukan dengan peserta didik yang kurang cerdas,
sehingga peserta didik yang kurang cerdas itu dapat ditolong oleh peserta didik yang cerdas.
23
Melta Hadju : Modul
Demikian pula, persamaan yang dimiliki antara peserta didik yang satu dengan peserta didik
yang lainnya dapat disinergikan sehingga dapat saling menunjang secara optimal.
Selain itu, pendekatan kelompok ini juga didasarkan pada asumsi, bahwa setiap anak
didik memiliki kecenderungan untuk berteman dan berkelompok dalam rangka memperoleh
pengalaman hidup dan bersosialisasi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan
pendekatan kelompok ini, diharapkan dapat ditumbuhkan rasa sosial yang tinggi pada setiap
peserta didik, dan sekaligus untuk mengendalikan rasa egoism yang ada dalam diri mereka
masing-masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial di dalam kelas.
Dengan pendekatan kelompok ini, mereka diharapkan memiliki kesadaran bahwa
hidup ini ternyata hidup ini saling membutuhkan dan saling tergantung antara satu dengan
yang lainnya. tidak ada makhluk hidup yang terus menerus dapat mencukupi dirinya tanpa
bantuan orang lain.
Sehubungan dengan penggunaan pendekatan kelompok sebagaimana tersebut di atas,
terdapat sejumlah factor yang perlu dipertimbangkan, seperti factor tujuan, peralatan dan
sumber belajar, metode yang akan dipergunakan, lingkungan tempat belajar, serta keadaan
peserta didik itu sendiri. Dengan demikian, penggunaan pendekatan kelompok ini tidak dapat
dilakukan secara sembrono atau tanpa perhitungan yang matang (Saiful,2010)
3. Pendekatan Campuran
Pada bagian terdahulu telah dikemukakan, bahwa seorang anak didik di samping
memiliki latar belakang perbedaan secara individual, juga memiliki persamaan sebagai
makhluk yang berkelompok. Dengan demikian, setiappeserta didik sesungguhnya dapat
didekati secara individual dan kelompok. Pada bagian terdahulu juga sudah dikemukakan,
bahwa pada pendekatan individual dan kelompok masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan.
Keadaan sebagaimana tersebut di atas, member petunjuk tentang kemungkinan dapat
dilakukan pendekatan yang ketiga, yaitu pendekatan campuran, yaitu sebuah pendekatan
yang bertumpu pada upaya menyinergikan keunggulan yang terdapat pada pendekatan
individual dan keunggulan yang terdapat pada pendekatan kelompok. Namun dalam
praktiknya, pendekatan campuran ini akan jauh lebih banyak masalahnya dibandingkan
dengan dua pendekatan sebagaimana tersebut di atas. Ketika guru dihadapkan kepada
permasalahan peserta didik yang bermasalah, maka guru akan berhadapan dengan
permaslahan peserta didikyang bervariasi. Setiap masalah yang dihadapi peserta didik tidak
selalu sama, terkadang ada perbedaan.
24
Melta Hadju : Modul
Uraian tersebut di atas telah menjelaskan, bahwa setiap peserta didik memiliki motivasi
yang berbeda-beda dalam belajar.dari atu sisi terdapat peserta didik yang memiliki motivasi
yang tinggi untuk belajar, namun pada sisi lain terdapat peserta didik yang motivsi belajarnya
sedang-sedang saja, atau rendah. Keadaan ini swlanjutnya menimbulkan keadaan peserta
didik yang satu bergairah dalam dalam belajar, sedangkan peserta didik yang lainnya biasa-
biasa saja, bahkan tidak bergairah sama sekali, dan tidak mau ikut belajar. Ia malah asyik
bersenda gurau, bermain-main, atau melakukan pekerjaan yang tidak ada hubungannya
dengan kegiatan belajar. Mereka duduk dan berbicara, berbincang-bincang satu sama lain
tentang hal-hal yang terlepas dari masalah pelajaran (Zakiah, 1996).
Pendekatan Edukatif
Apapun yang guru lakukan dalam pendidikan dan pengajaran dengan tujuan untuk
mendidik, bukan karena motif-motif1ain, seperti dendam, gengsi, ingin ditakuti, dan
sebagainya.Anak didik yang telah melakukan kesalahan, yakni membuat keributan di kelas
ketika guru sedang memberikan pelajaran, misalnya, tidak tepat diberikan sanksi hukum
dengan cara memukul badannya hingga luka atau cidera. Ini adalah tindakan sanksi hukum
yang tidak bernilai pendidikan. Guru telah melakukan pendekatan yang salah. Guru telah
menggunakan teori power, yakni teori kekuasaan untuk menundukkan orang lain. Dalam
pendidikan, guru akan kurang arif dan bijaksana bila menggunakan kekuasaan, karena hal itu
bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak didik. Pendekatan yang
benar bagi guru adalah dengan melakukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap, dan
perbuatan yang guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak
didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, noram sosial, dan norma
agama.
Cukup banyak sikap dan perbuatan yang harus guru lakukan untuk menanamkan nilai-
nilai kebaikan kepada anak didik. Salah satu contohnya, misalnya, ketika lonceng tanda
masuk kelas telah berbunyi, anak-anak jangan dibiarkan masuk dulu, tetapi suruhlah mereka
bebaris di depan pintu masuk dan perintahkanlah ketua kelas untuk mengatur barisan. Semua
anak perempuan berbaris dalam kelompok jenisnya. Demikian juga semua anak laki-laki,
berbaris dalam kelompok sejenisnya. Jadi, barisan dibentuk menjadi dua dengan pandangan
terarah ke pintu masuk. Di sisi pintu masuk guru berdiri sambi! mengontrol bagaimana anak-
anak berbaris di depan pintu masuk kelas. Semua anak dipersilakan masuk oleh ketua kelas.
Mereka pun satu per satu masuk kelas, mereka satu per satu menyalami guru dan mencium
tangan guru sebelum dilepas. Akhirnya, semua anak masuk dan pelajaran pun dimulai.
25
Melta Hadju : Modul
Contoh di atas menggambarkan pendekatan edukatif yang telah dilakukan oleh guru
dengan menyuruh anak didik berbaris di depan pintu masuk kelas. Guru telah meletakkan
tujuan untuk membina watak anak didik dengan pendidikan akhlak yang mulia. Guru telah
membimbing anak didik, bagaimana cara memimpin kawan-kawannya dan anak-anak
lainnya, membina bagaimana cara menghargai orang lain dengan cara mematuhi semua
perintahnya yang bernilai kebaikan. Betapa baiknya jika semua sekolah (TK, SO atau SLTP)
melakukan hal yang demikian itu. Mungkin kewibawaan guru yang dirasakan mulai
memudar sekarang ini dapat dimunculkan kembali dan tetap melekat pada pribadi guru.
Sekaranglah saatnya mengedepankan pendidikan kepribadian kepada anak didik dan jangan
hanya pendidikan intelektual serta keterampilan semata, karena akan menyebabkan anak
tumbuh sebagai seorang intelektual atau ilmuwan yang berpribadi kering.
Guru yang hanya mengajar di kelas, belum dapat menjamin terbentuknya kepribadian
anak didik yang berakhlak mulia. Demikian juga halnya dengan guru yang mengambil jarak
dengan anak didik. Kerawanan hubungan guru dengan anak didik disebabkan komunikasi
antara guru dengan anak didik kurang berjalan harmonis. Kerawanan hubungan ini menjadi
kendala bagi guru untuk melakukan pendekatan edukatif kepada anak didik yang bermasalah.
Guru yang jarang bergaul dengan anak didik dan tidak mau tahu dengan masalah yang
dirasakan anak didik, membuat anak didik apatis dan tertutup atas apa yang dirasakannya.
Sikap guru yang demikian kurang dibenarkan dalam pendidikan, karena menyebabkan anak
didik menjadi orang yang introver (tertutup).
26
Melta Hadju : Modul
Modul 6
Media Pembelajaran
27
Melta Hadju : Modul
28
Melta Hadju : Modul
Menurut Levie dan Lentz (1982), itu karena media pembelajaran khususnya media visual
memiliki empat fungsi yaitu:
a. Fungsi atensi, yaitu dapat menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk
berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang
ditampilkan atau menyertai teks materi dan pelajaran.
b. Fungsi afektif, yaitu dapat menggugah emosi dan sikap siswa.
c. Fungsi kognitif, yaitu memperlancar tujuan untuk memahami dan mengingat
informasi/pesan yang terkandung dalam gambar (Wina, 2010).
d. Fungsi compensations, yaitu dapat mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat
menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau secara verbal.
[5])
29
Melta Hadju : Modul
Misalnya pula, proses loncat galah atau reaksi kimia dapat diamati melalui bantuan
kemampuan manipulatifdari media. Demikian pula, suatu aksi gerakan dapat direkam dengan
foto kamera untuk foto. Pada rekaman gambar hidup(video, motion film) kejadian dapat
diputar mundur.
3. Ciri disributif (distributive property).
Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditrasnspormasikan
melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada peserta didik dengan
stimulas pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian ini. Sekali informasi direkam
dalam format media apa saja, ia dapat direproduksi seberapa kali pun dan siap digunakan
secara bersamaan di berbagai tempat atau digunakan secara berulang-ulang di suatu tempat.
Konsistensi informasi yang telah direkam akan terjamin sama atau hampir sama dengan
aslinya.[6])
30
Melta Hadju : Modul
31
Melta Hadju : Modul
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin nata. 2009, hlm: 147-151 Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta :
Prenada media group
Abuddin Nata. 2009, hlm. 153 Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta:
Kencana,
Drs. Syaiful Bahri Djamarah dan Drs. Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta:
Rineka Cipta, 2006. Hlm. 121-124
Prof. Dr. Azhar Arsyad, M.A. Media Pembelajara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Hlm.3
Prof. Dr. H. Asnawir dan Drs. M. Basyiruddin Usman, M.Pd. 2002. Hlm.11 Media
Pembelajaran, Jakarta: Ciputat Pers,
Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd. 2010. Hlm. 204 Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group
32