Anda di halaman 1dari 32

Melta Hadju : Modul

Modul

HAKIKAT PEMBELAJARAN IPA, STRATEGI PEMBELAJARAN IPA, MODEL


PEMBELAJARAN, METODE PEMBELAJARAN, PENDEKATAN
PEMBELAJARAN, dan MEDIA PEMBELAJARAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran Ipa yang dibimbing oleh
Dr. Masra Latjompoh, M.Pd
Oleh:

Melta Hadju
Nim : 433418017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020

1
Melta Hadju : Modul

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga penulis dapat menyusun modul ini dengan baik
dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam modul ini akan membahas semua materi
Strategi Pembelajaran.

Modul ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai
pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan modul
ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan modul ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada modul ini.
Oleh karena itu kami meminta pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan modul selanjutnya.

2
Melta Hadju : Modul

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

MODUL 1 : HAKIKAT PEMBELAJARAN IPA .......................................................2

MODUL 2 : STRATEGI PEMBELAJARAN IPA .....................................................5

MODUL 3 : MODEL PEMBELAJARAN ..................................................................8

MODUL 4 : METODE PEMBELAJARAN ................................................................15

MODUL 5 : PENDEKATAN PEMBELAJARAN .....................................................21

MODUL 6 : MEDIA PEMBELAJARAN ...................................................................27

DAFTAR PUSTAKA

3
Melta Hadju : Modul

Modul 1

Hakikat Pembelajaran IPA

S
ejak peradaban manusia, orang telah berusaha untuk mendapat sesuatu dari alam
sekitarnya. Mereka telah mampu membedakan mana hewan atau tumbuhan yang
dapat dimakan. Mereka mulai menggunakan alat untuk memperoleh makanan,
mengenal api untuk memasak. Semuanya itu menandakan bahwa mereka telah memeperoleh
pengetahuan dari pengalaman.

Mereka juga telah mempergunakan pengamatan, juga abstraksi. Mulai dari


pengamatan kepada objek-objek yang ada di sekitarnya, kemudian yang lebih jauh lagi
seperti bulan, bintang, matahari, yang mengakibatkan pengetahuan mereka bertambah luas.
Dorongan ingin tahu yang telah ada sejak kodratnya dan penemuan adanya sifat keteraturan
di alam mempercepat bertambahnya pengetahuan, dan dari sinilah perkembangan sains
dimulai.

Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sains


bermula timbul dari rasa ingin tahu manusia, dari rasa keingintahuan
tersebut membuat manusia selalu mengamati terhadap gejala-gejala
alam yang ada dan mencoba memahaminya.

Menurut Trianto, IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya
secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah
seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka,
jujur, dan sebagainya.

Pada hakikatnya IPA dibagun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap
ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur.
Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang
alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil
proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau luar sekolah ataupun bahan
bacaan untuk penyebaran pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi
atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut
metode ilmiah (scientific method).

4
Melta Hadju : Modul

Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi
adalah sebagai berikut:

1. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.


2. Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.
3. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.
4. Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan
ke jenjang lebih tinggi.

Dari tujuan itu, dapat dilihat bahwa dalam mata pelajaran IPA tidak hanya memperoleh
nilai yang sesuai KKM. Tapi lebih dari itu, mempersiapkan siswa menjadi warga Negara yang
melek sains dan teknologi dan menguasai konsep sebagai bekal hidup di masyarakat.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh


melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan dedukasi untuk
menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga
kemampuan dalam IPA, yaitu (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (2)
kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati, dan kemampuan untuk menguji
tindak lanjut eksperimen, serya (3) dikembangkannya sikap ilmiah.

Ilmu Pengetahuan Alama (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari (Indrawati, 2007).

Dalam kamus Fowler (1951), natural science didefinisikan sebagai systematic and
formulated knowledge dealing with material phenomena and based mainly on observation
and induction yang diartikan bahwa “ilmu pengetahuan alam didefinisikan sebagai
pengetahuan yang sistematis dan disusun dengan menghubungkan gejala-gejala alam yang
bersifat kebendaan dan didasarkan pada hasil pengamatan dan induksi”. Sumber lain
menyatakan bahwa natural science didefinisikan sebagai a pieces of theoritical knowledge
atau sejenis pengetahuan teoritis.

5
Melta Hadju : Modul

Modul 2

Strategi Pembelajaran

2.1 Definisi Strategi Pembelajaran

Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan method, or series of


activities designed to achieves a particular educational goal (J.R. David, 1976). Jadi, dengan
demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Ada dua hal
yang perlu kita cermati dari pengertian di atas. Pertama, strategi pembelajaran merupakan
rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan
berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berati penyusunan suatu strategi
baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada
tindakan. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua
keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan
langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya
diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi,
perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah
rohnya dalam implementasi suatu strategi (Wina Sanjaya, 2006:126).

Strategi pembelajaran merupakan rencana dan cara-cara melaksanakan kegiatan


pembelajaran agar prinsip dasar pembelajaran dapat terlaksana dan tujuan pembelajaran bisa
dicapai secara efektif (Mukhamad Murdiono, 2012:28). Strategi pembelajaran merupakan hal
yang perlu diperhatikan guru dalam proses pembelajaran (Hamzah B.Uno, 2006:45)

Strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil


pmbelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda (Reigeluth, 1983, Degeng, 1989)
(dalam Made Wena, 2008:5). Kozma (dalam sanjaya 2007)  secara umum menjelaskan
bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang
dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan
pembelajaran tertentu (Hamruni, 2009:3)

Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan


pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien (Wina Sanjaya, 2006:126).

6
Melta Hadju : Modul

2.2. Macam-macam Strategi Pembelajaran

Rowntree(1974) membagi strategi pembelajaran dalam beberapa kelompok, yaitu:


1. Strategi Pembelajaran Penyampaian (Exposition)
Bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut untuk
menguasai bahan tersebut. Roy Killen menyebutnya dengan strategi pembelajaran langsung
(direct instruction). Materi pelajaran disajikan begitu saja kepada siswa, siswa dituntut untuk
mengolahnya. Kewajiban siswa adalah menguasainya secara penuh. Dengan demikian ,
dalam strategi ekspositori guru berfungsi sebagai penyampaian.

2. Strategi Pembelajaran Penemuan (Discovery)

Bahan pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai aktivitas, sehingga
tugas guru lebih banyak menjadi fasilitator dan pembimbing bagi siswanya. Karena sifatnya
yang demikian strategi ini sering juga dinamakan strategi pembelajaran tidak langsung.

3. Strategi Pembelajaran Individual (Individual)

Strategi belajar individual dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan, kelambatan, dan
keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang
bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana mempelajarinya didesain untuk belajar
sendiri.

4. Strategi Pembelajaran Kelompok (Groups)

Stategi belajar kelompok dilakukan secara beregu. Sekelompok siswa diajar oleh seorang
atau beberapa orang guru. Bentuk belajar kelompok ini bisa dalam pembelajaran kelompok
besar atau pembelajaran klasikal, atau bisa juga siswa dalam kelompok-kelompok kecil
semacam buzz group. Strategi kelompok tidak memerhatikan kecepatan belajar individual.
Setiap individu dianggap sama. Oleh karena itu, belajar dalam kelompok dapat terjadi siswa
memiliki kemampuan tinggi akan terhambat oleh siswa yang memiliki kemampuan kurang
akan merasa tergusur oleh siswa yang mempunyai kemampuan tinggi.

Dari cara penyajian dan pengolahannya, strategi pembelajaran juga dapat dibedakan menjadi
dua yaitu:

1. Strategi Pembelajaran Deduktif

7
Melta Hadju : Modul

Strategi pembelajaran deduktif adalah strategi pembelajaran yang dillakukan dengan


mempelajari konsep-konsep terlebih dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan ilustrasi-
ilustrasi, atau bahan pelajaran yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang abstrak, kemudian
secara perlahan-lahan, menuju hal yang konkret. Strategi ini disebut juga strategi
pembelajaran dari umum ke khusus.

2. Strategi Pembelajaran Induktif


Strategi ini bahan yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang konkret atau contoh-
contoh yang kemudian secara perlahan siswa dihadapkan pada materi yang kompleks dan
sukar. Strategi ini kerap dinamakan strategi pembelajaran dari khusus ke umum.

8
Melta Hadju : Modul

Modul 3

Model Pembelajaran

3.1. Definisi Model Pembelajaran


Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebgai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial.
Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk
di dalamnya tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran dan pengelolaan kelas (Trianto, 2014)

Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan para guru dalam
melaksanakan pembelajaran. Untuk pemilihan model ini sangat dipengaruhi dari sifat dan
materi yang akan diajarakan, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam
pengajaran tersebut serta tingkat kemampuan peseta didik. Di samping itu pula, setiap model
pembelajaran selalu mempunyai tahapan-tahapan (sintaks) oleh peserta didik dengan
bimbingan guru. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain juga mempunyai
perbedaan. Perbedaan-perbedaan ini berlangsung di antara pembukaan dan penutup yang
harus dipahami oleh guru supaya model-model pembelajaran dapat dilaksanakan dengan
berhasil (Trianto, 2014).

3.2. Ciri-ciri Model Pembelajaran

Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode
atau prosedur. Ciri tersebut antara lain:
1. Rasional teoretik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai)
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan
dengan berhasil
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai

9
Melta Hadju : Modul

Menurut Khabibah, bahwa untuk melihat tingkat kelayakan suatu model pembelajaran


untuk aspek validitas di butuhkan ahli dan praktisi untuk memvalidasi model pembelajaran
yang di kembangkan. Sedangkan  untuk aspek kepraktisan dan evektivitas di perlukan suatu
peerangkat pembelajaaran untuk melaksanaakan model pembelajaraan yang di kembangkan.
Sehingga untuk melihat dua aspek itu perlu di kembangkan suatu perangkat pembelajaran
untuk suatu  topic tertentu yang sesuai dengan model pembelajaran yang di kembangkan.
Selain itu dikembangkan pula instrument penelitian yang sesuai dengan tujuan yang di
inginkan.

3.3. Macam-macam Model Pembelajaran

a. Model Pembelajaran Kontekstual  (Contextual Teaching And Learning)


  Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual
Pembelajar konteksual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar
yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
(Wina, 2013).
Sistem CTL adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat
makna dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan  jalan menghubungkan mata
pelajaran akademik dengan isi kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks kehidupan
pribadi, sosial, dan budaya.
Pembelajaran kontekstual sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan
fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman
belajar yang lebih bersifat konkret (terkait dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan
aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian,
pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses
Pada intinya penngembangan setiap komponen CTL  tersebut dalam pembelajaran
dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermkna,
apakah dengan cara bekerja  sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterangan baru yang akan dimilikinya.
2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan.
3. Mangembangakan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanya-pertanyaan.

10
Melta Hadju : Modul

4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan  kelompok berdiskusi, tanya


jawaban, dan lain sebagainya.
5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model,
bahkan media yang sebenarnya.
6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang
telah dilakukan.
7. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada
setiap siswa

b. Model Pembelajaran Kooperatif


Konsep Dasar pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran
dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang
bersifat heterogen. Pada hakikatnya cooperative learning sama dengan kerja
kelompok. Nurulhayati, mengemukakan lima unsur dasar model cooperative learning, yaitu:
1. Ketergantungan yang positif,
2. Pertanggungjawaban individual,
3. Kemampuan bersosialisasi,
4. Tatap muka,
5.   Evaluasi proses kelompok.
6. Ada dua komponen pembelajaran kooperatif, yakni :
7. Cooperative task atau tugas kerja sama.
8. Cooperative incentive structure, atau struktur intensif kerja sama.

c. Model-model Pembelajaran Kooperatif


1) Model Student Teams Achievement Division (STAD)
Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John
Hopkin. Dalam STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang
beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan
sisa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa
menguasai pelajaran tersebut.
Slavin memaparkan bahwa: “gagasan utama dibelakang STAD adalah memacu siswa
agara saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang

11
Melta Hadju : Modul

diajarkan guru”. STAD merupakan suatu metode generik tentang pengaturan kelas dan bukan
metode pengajaran kooprehensif untuk subjek tertentu, guru menggunakan materi mereka
sendiri untuk menambah atau mengganti materi-materi ini.
2) Model Jigsaw
Model ini dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di
Universitas Texas.
Model pembelajaran kooperatif model Jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif
yang menitik beratkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil.
[5] Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a)             Siswa dikelompokkan dengan anggota ± 4 orang.
b)             Tiap orang dalam tim diberi matrri tugas yang berbeda.
c)              Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk
kelompok baru (kelompok ahli).
d)            Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan
menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka kuasai.
e)             Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
f)              Pembahasan.
g)             Penutup.

3) Investigasi Kelompok (Group Investigation)


Strategi belajar kooperatif GI dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan
di Universitas Tel Aviv, Israel. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation
dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa, baik secara perorangan
maupun kelompok. Model pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya
pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju
pembentukan manusia sosial.

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe group investigation adalah :


a)              Membagi siswa ke dalam kelompok kecilyang terdiri dari ± 5 siswa.
b)             Memberikan pertanyaan terbuka yang bersifat analitis.
c)              Mengajak setiap siswa untuk berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan kelompok
secara bergiliran searah jarum jam dalam kurun waktu yang disepakati.

4)     Model Struktural

12
Melta Hadju : Modul

Menurut pendapat Spencer dan Miguel Kagan, bahwa terdapat eman komponen


utama di dalam pembelajaran kooperatif tipe pendekatan struktural diantaranya, yaitu:
a)             Struktur dan Konstruktur yang berkaitan
b)             Prinsip-prinsip Dasar
Empat prinsip dasar dalam model struktural, yaitu: intrraksi serentak, partisipasi
sejajar, interdependensi positif, dan akuantibilitas perseorangan.

d. Model  pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)


Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan
yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan
untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada. Karakteristik
pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut :
1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar,
2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak
terstruktur
3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective)
4. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan
kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang
baru dalam belajar
5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama
6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi
sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM,
7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif
8. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemcahan masalah sama pentingnya dengan
penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan
9. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses
belajar, dan
10. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

e. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)


Pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pembangunan suatu
negara. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam memperbaiki kualitas sumber daya
manusia yang dimiliki. Upaya peningkatan kualitas pendidikan yang sesuai dengan
perkembangan jaman dan teknologi dapat meningkatkan martabat Indonesia di mata dunia.

13
Melta Hadju : Modul

Peningkatan dan pembaharuan di dalam bidang pendidikan harus terus dilakukan agar tujuan
utama dari pendidikan nasional Indonesia dapat tercapai. Peningkatan tersebut dapat
dilakukan dalam bidang pembaharuan model pembelajaran maupun pembaharuan dalam
bidang teknologi media pembelajaran yang digunakan.
Proses pembelajaran sampai saat ini masih memiliki banyak permasalahan. Banyak
faktor yang mempengaruhi keaktifan dan hasil belajar siswa di kelas. Ketidaktertarikan pada
mata pelajaran, siswa yang merasa cepat bosan karena metode pembelajaran yang kurang
menarik, partisipasi siswa yang kurang dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran dan tidak
adanya variasi dalam penyampaian materi pembelajaran. Untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut guru dapat menggunakan metode dan model pembelajaran yang dapat dipadukan
dengan media pembelajaran inovatif untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran  Problem Based Instruction berbantuan
media moviemendorong siswa untuk menganalisis masalah, mencari informasi, menyusun
hipotesis, serta memecahkan masalah dengan bantuan tayangan video maupun film dalam
mengidentifikasi suatu permasalahan.
Kelebihan model pembelajaran PBI berbantuan media movie yang diadaptasi dari
Ibrahim dan Nur yaitu mampu meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran,
mendorong kerjasama dalam menyelesaikan masalah, mendorong siswa melakukan
pengamatan dan dialog dengan orang lain, melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan
sendiri. Hal ini memungkinkan siswa untuk menjelaskan serta membangun pemahamannya
sendiri mengenai fenomena tersebut. Selain itu, kelebihan model pembelajaran PBI
berbantuan media movie adalah membantu siswa untuk pembelajaran mandiri. Bimbingan
guru kepada siswa secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk
mengajukan pertanyaan dan mencari penyelesaian masalah mereka sendiri. Dengan begitu
siswa belajar menyelesaikan tugas-tugas mereka secara mandiri dalam kehidupan kelak
(Daryanto, 2012)

14
Melta Hadju : Modul

Modul 4

Metode Pembelajaran

4.1. Definisi Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran adalah cara-cara atau teknik penyajian bahan pelajaran yang
akan digunakan oleh guru pada saat menyajikan bahan pelajaran, baik secara individual atau
secara kelompok. Agar tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, seseorang
guru harus mengetahui berbagai metode. Dengan memiliki pengetahuan mengenai sifat
berbagai metode, maka seorang guru akan lebih mudah menetapkan metode yang paling
sesuai dengan situasi dan kondisi. Penggunaan metode mengajar sangat bergantung pada
tujuan pembelajaran.

Menurut Ahmad adapun syarat-syarat yang harus diperhatikan oleh seorang guru
dalam penggunaan metode pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Metode yang dipergunakan harus dapat membangkitkan motif, minat, atau gairah
belajar siswa.
2. Metode yang digunakan dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut.
3. Metode yang digunakan harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mewujudkan hasil karya.
4. Metode yang digunakan harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian
siswa.
5. Metode yang digunakan harus dapat mendidik murid dalam teknik belajar sendiri dan
cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi.
6. Metode yang digunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai
dan sikap siswa dalam kehidupan sehari-hari

4.2. Macam-Macam Metode Pembelajaran


Memilih berbagai metode yang tepat untuk menciptakan proses belajar mengajar yang
menarik. Ketepatan penggunaan metode mengajar tersebut sangat tergantung kepada tujuan,
isi, proses belajar mengajar. Ditinjau dari segi penerapannya, metode-metode ada yang tepat
digunakan untuk siswa dalam jumlah besar dan ada yang tepat untuk siswa dalam jumlah
kecil. Ada juga yang tepat digunakan dalam kelas atau diluar kelas. Dibawah ini akan
diuraikan secara singkat beberapa metode mengajar
1. Metode Ceramah

15
Melta Hadju : Modul

Sudah sejak lama ceramah digunakan oleh para guru dengan alasan keterbatasan
waktu dan buku teks. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan menganggap metode
ceramah sebagai metode belajar-mengajar yang mudah digunakan. Kecenderungan ini
bertentangan dengan kenyataan bahwa tidak setiap guru dapat menggunakan metode ceramah
dengan benar. Metode ceramah bergantung kepada kualitas personalities guru, yakni suara,
gaya bahasa, sikap, prosedur, kelancaran, kemudahan bahasa, dan keteraturan guru dalam
memberi penjelasan: yang tidak dapat dimiliki secara mudah oleh setiap guru (Hafni, 2005).

Metode ceramah adalah suatu cara mengajar atau penyajian materi melalui penuturan
dan penerapan lisan oleh guru kepada siswa. agar siswa efektif dalam proses belajar mengajar
yang menggunakan metode ceramah, maka siswa perlu dilatih mengembangkan keterampilan
berpikir untuk memahami suatu proses dengan cara mengajukan pertanyaan, memberikan
tanggapan dan mencatat penalarannya secara sistematis (Hafni, 2005).

2. Metode Diskusi

Diskusi merupakan istilah yang sudah biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Diskusi adalah suatu kegiatan kelompok untuk memecahkan suatu masalah dengan maksud
untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu, atau
untuk merampungkan keputusan bersama. Dalam diskusi tiap orang diharapkan memberikan
sumbangan sehingga seluruh kelompok kembali dengan pemahaman yang sama dalam suatu
keputusan atau kesimpulan (Ahmad, 2005).
Gage dan Berliner (1984: 486) mengemukakan bahwa metode diskusi sungguh-
sungguh terbuka atau bervariasi pengertiannya. Ini merupakan suatu indikasi betapa sulitnya
mendefinisikan metode diskusi secara tepat. Girlstrap dan Martin (1975: 15) mengutarakan
bawah metode diskusi merupakan suatu kegiatan dimana sejumlah orang membicarakan
secara bersama-sama melalui tukar pendapat tentang suatu topik atau masalah, atau untuk
mencari jawaban dari suatu masalah berdasarkan semua fakta memungkinkan untuk itu.
Secara terperinci tujuan pemakaian metode diskusi adalah :
a. Mengembangkan keterampilan bertanya, berkomunikasi, menafsirkan, dan
menyimpulkan pada diri siswa.
b. Mengembangkan sikap positif terhadap sekolah, para guru, dan bidang studi yang
dipelajari,
c. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan konsep diri (self-concepts) yang
lebih positif.
d. Meningkatkan keberhasilan siswa dalam menemukan pendapat.

16
Melta Hadju : Modul

e. Mengembangkan sikap terhadap isu-isu kontroversial.  


Dari tujuan pemakaian metode diskusi, maka dikemukakan bahwa pemakaian metode
diskusi tidak hanya sekedar untuk menyampaikan informasi kepada para siswa. Hal yang
penting dari penyampaian informasi adalah terbentuknya kondisi yang menguntungkan bagi
siswa untuk mengelola perolehan belajarnya.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Diskusi


1. Kelebihan Metode Diskusi
Ada beberapa kelebihan metode diskusi, manakala diterapkan kegiatan belajar
mengajar.
a. Metode diskusi data merangsang siswa untuk lebih kreatif khususnya dalam
memberikan gagasan dan ide-ide.
b. Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap
permasalahan.
c. Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara
verbal. Disamping itu, diskusi juga bias melatih siswa untuk menghargai pendapat
orang lain.
2. Kelemahan Metode Diskusi
Selain beberapa kelebihan, diskusi juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya:
a. Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang
memiliki keterampilan berbicara
b. Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi
kabur.
c. Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan
yang direncanakan.
d. Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak
terkontrol. Akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa tersinggung, sehingga
dapat mengganggu iklim pembelajaran

3. Metode Kelompok
Istilah kelompok dapat diartikan sebagai bekerjanya sejumlah siswa, baik sebagai
anggota kelas secara keseluruhan atau sudah terbagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih
kecil, untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara bersama-sama. Selain itu, kerja kelompok
juga ditandai oleh:
1)      Adanya tugas bersama,

17
Melta Hadju : Modul

2)      Pembagian tugas dalam kelompok, dan


3)      Adanya kerja sama antara anggota kelompok dalam penyelesaian tugas kelompok.
Berpijak pada pengertian kerja kelompok diatas, maka metode kerja kelompok dapat
diartikan sebagai format belajar-mengajar yang menitikberatkan kepada interaksi antara
anggota yang satu dengan anggota yang lain dalam suatu kelompok guna menyelesaikan
tugas-tugas belajar secara bersama-sama.
Pengertian metode kerja kelompok yang demikian membawa konsekuensi kepada
setiap guru yang akan menggunakannya. Konsekuensi tersebut adalah guru harus benar-benar
yakin bahwa topik yang dibicarakan layak untuk digunakan dalam kerja kelompok. Tugas
yang diberikan kepada kelompok hendaknya dirumuskan secara jelas. Dalam pemakaian
metoda kerja kelompok, tugas yang diberikan dapat sama untuk setiap kelompok (tugas
paralel) atau berbeda-beda tetapi saling mengisi untuk setiap kelompok (tugas
komplementer).

Tujuan Pemakaian Metode Kelompok


Metode Kerja Kelompok digunakan dalam proses belajar-mengajar dengan tujuan:
a. Memupuk kemauan dan kemampuan kerjasama diantara para siswa,
b. Meningkatkan keterlibatan sosio-emosional dan intelektual para siswa dalam proses
belajar-mengajar yang diselenggarakan, dan
3)      Meningkatkan perhatian terhadap proses dan hasil dari proses belajar-mengajar secara
berimbang.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Kelompok


1)      Segi Kelebihan
a. Ditinjau dari segi pendidikan, kegiatan kelompok murid-murid akan meningkatkan
kualitas kepribadian, seperti: kerjasama, toleransi, kritis, disiplin dan sebagainya.
b. Ditinjau dari segi ilmu jiwa akan timbul persaingan yang positif, karena anak-anak
lebih giat bekerja dalam kelompok masing-masing.
c.  Ditinjau dari segi didaktik, bahwa anak-anak yang pandai dalam kelompoknya dapat
membantu teman-temannya yang kurang pandai, terutama dalam rangka
memenangkan “Kompetisi” antara kelompok.
2)      Segi Negatif.
a. Metode kelompok memerlukan persiapan-persiapan yang agak rumit apabila
dibandingkan dengan metode yang lain; misalnya metode ceramah.
b. Apabila terjadi persaingan yang negatif, hasil pekerjaan akan lebih memburuk.

18
Melta Hadju : Modul

c. Bagi anak-anak yang malas ada kesempatan untuk tetap pasif dalam kelompok itu
dan kemungkinan besar akan mempengaruhi kelompok itu, sehingga usaha kelompok
itu akan gagal.

Jenis-Jenis Pengelompokkan
Dalam penerapan metode Kelompok, guru dituntut untuk memiliki keterampilan
melakukan pengelompokkan terhadap para siswanya. Ada berbagai jenis cara
pengelompokkan yang dapat dilaksanakan oleh guru, cara-cara tersebut adalah:
a. Pengelompokkan didasarkan atas ketersediaan fasilitas
Suatu pengelompokan yang dilakukan karena fasilitas belajar yang tersedia tidak
sebanding dengan jumlah yang membutuhkan. Untuk kepentingan praktis, kelompok
dibagi berdasarkan jumlah fasilitas yang tersedia.
b. Pengelompokan atas dasar perbedaan individual dalam minat belajar
Pengelompokan ini dilaksanakan apabila untuk kepentingan perkembangan setiap
siswa, dianggap perlu untuk lebih banyak memberikan kesempatan mengembangkan
minat masing-masing.
c. Pengelompokan didasarkan atas perbedaan individual dalam kemampuan belajar.
Pengelompokan ini dilaksanakan apabila untuk kepentingan lancarnya kegiatan
dibutuhkan
-          Penjajagan terhadap tugas atau topik yang diberikan oleh guru,
-          Pemahaman terhadap tugas atau topik kelompok, dan
-          Penunaian atau penyelesaian tugas.
Sedangkan guru pada tahapan ini melakukan pengamatan, memberikan saran bila
diperlukan, dan melaksanakan penilaian kelompok yang sedang bekerja.
 Pelaporan hasil Kerja Kelompok
Sedangkan semua kelompok menyelesaikan tugasnya, maka mereka berkewajiban
untuk melaporkan hasil kerja mereka. Laporan hasil kerja kelompok, dapat dilakukan secara
lisan atau secara tertulis.

Penilaian pemakaian metode Kerja Kelompok


Berdasarkan hasil Kelompok serta pelaksanaan penyelesaian hasil Kelompok serta
pelaksanaan penyelesaian tugas (proses Kelompok), guru melakukan penilaian keberhasilan
pemakaian metode Kelompok.
Prosedur pemakaian metode Kelompok, sekali lagi dapat ditegaskan bahwa variabel-
variabel penentu keberhasilan metode Kelompok dan peran guru dalam pelaksanaan

19
Melta Hadju : Modul

Kelompok merupakan hal penting yang perlu disadari oleh guru. Persiapan dan kesiapan guru
dalam memakai metode Kerja Kelompok, akan menentukan keberhasilannya

4. Metode Campuran
Metode Campuran atau Electic Methods dapat diartikan campuran, kombinasi atau
gado-gado dalam bahasa Indonesia (metode-metode pilihan).
Metode electic yaitu cara menyajikan bahan pelajaran di depan kelas dengan melalui
macam-macam kombinasi beberapa metode, misalnya; metode ceramah dengan metode
diskusi bahkan dengan metode demonstrasi sekaligus dipakai/diterapkan dalam suatu kondisi
pengajaran.
Oleh karena itu, metode ini campuran dari unsure-unsure yang terdapat dalam
metode-metode. Dalam praktiknya, metode campuran ini dapat diterapkan seorang guru
dalam suatu situasi pengajaran di depan kelas, dengan persiapan yang baik dan sungguh-
sungguh dalam mempraktikkan metode ini.
Hal ini dikarenakan, kemampuan guru dalam menguasai bahan itu sendiri perlu
latihan-latihan praktik terus agar mampu menguasai berbagai metode. Suatu keharusan
seorang guru menguasai berbagai macam metode-metode dan menerapkan secara bervariasi
di kelas secara bersungguh sungguh.

20
Melta Hadju : Modul

Modul 5
Pendekatan Pembelajaran

5.1. Definisi Pendekatan Pembelajaran


Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa
dalam mencapai tujuan intruksional untuk suatu satuan intruksional tertentu. Pendekatan
pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran. Pendekatan
pembelajaran ini sebagai penjelas untuk mempermudah bagi para guru memberikan
pelayanan belajar dan juga mempermudah bagi siswa untuk memahami materi ajar yang
disamapikan guru dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Pada pokoknya pendekatan pembelajaran dilakukan oleh guru untuk menjelaskan
materi pelajaran dari bagian-bagian yang satu dengan bagian lainnya berorientasi pada
pengalaman-pengalaman yang dimiliki siswa untuk mempelajari konsep, prinsip atau teori
yang baru tentang suatu bidang ilmu
.System dan pendekatan pembelajaran dibuat karena adanya kebutuhan akan system
dan pendekatan tersebut untuk menyakinkan :
1. Ada alasan untuk belajar;
2.  Siswa belum mengetahui apa yang akan diajarkan, oleh karena itu guru menetapkan
hasil- hasil belajar atau tujuan apa yang diharapkan akan dicapai.

Pada prinsipnya ada dua macam tujuan pembelajaran yaitu:


a. Tujuan jangka panjang atau yang dinamakan tujuan terminal, tujuan ini biasanya
merupakan jawaban atas masalah atau kebutuhan yabg telah diketahui berdasarkan
analisis sebelumnya
b. Tujuan jangka pendek atau biasa disebut tujuan intruksional khusus, tujuan ini
merupakan hasil pemecahan atas operasionalisasi dari tujuan terminal yang disusun
secara hierarkis dalam upaya pencapaian tujuan terminal.
Tujuan intruksional yang dinyatakan dengan baik dalam satuan pelajaran dapat
mengkomunikasikan suatu usaha intruksional agar tingkah laku tertentu dapat dicapai. Dalam
upaya tujuan tersebut akan menghasilkan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, hal ini akan memberikan dampak tertentu terhadap system pembelajaran, sehingga
pengajaran beralih pendekatannya dari cara lama ke cara baru yang lebih menyakinkan.
Beberapa perubahan dalam pendekatan tersebut antara lain adalah:
1. Penerapan prinsip-prinsip belajar yang lugas dan terencana

21
Melta Hadju : Modul

2.  Mengacu pada aspek-aspek perkembangan sesuai tingkatan peserta didik


3. Dalam proses pembelajaran betul-betul menghormati individu peserta didik
4. Memperhatikan kondisi objektif individu bertitik tolak pada perkembangan pribadi
peserta didik
5. Menggunakan teknik dan metode mengajar yang sesuai dengan kebutuhan materi
pelajaran
6. Memaparkan konsep masalah dengan penuh disiplin
7. Menggunakan pengukuran dan evaluasi hasil belajar yang standar untuk
mengukur   kemajuan belajar
8. Penggunaan alat-alat visual dengan memanfaatkan fasilitas maupun perlengkapan
yang tersedia secara optimal
Perubahan ini betul-betul mempertimbangkan pendekatan ilmiah yaitu menggunakan
fakta-fakta dan informasi sebagai dasar melakukan tindakan-tindakan dalam melaksanaka
proses pembelajaran. Situasi pembelajaran yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar
mengajar yang optimal, akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru menciptakan situasi
belajar (learning situation) sehingga peserta didik dapat berinteraksi dengan guru secara
intensif berdasarkan agenda yang telah diprogramkan guru.
Kegiatan belajar melibatkan beberapa komponen atau unsure yaitu peserta didik,
pendidik atau guru, tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar yang digunakan,
media pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dan evaluasi kemajuan belajar siswa
menggunakan tes yang standar.
Pendekatan belajar (approach to learning) dan strategi atau kiat melaksanakan
pendekatan serta metode belajar dalam proses pembelajaran termasuk factor-faktor yang turut
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Pendekatan tersebut bertitik tolak pada aspek
psikologis dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan anak, kemampuan intelektual, dan
kemampuan lainnya yang mendukung kemampuan belajar. Pendekatan ini dilakukan sebagai
strategi yang dipandang tepat untuk memudahkan siswa memahami pelajaran dan juga
belajar yang menyenangkan.
5.2. Jenis-jenis Pendekatandalam Pembelajaran
1.   Pendekatan Individualistic
Pendekatan individualistic dalam proses pembelajaran, adalah sebuah pendekatan yang
bertolak pada asumsi bahwa peserta didik memiliki latar belakang perbedaan dari segi
kecerdasan, bakat, kecenderungan, motivasi, dan sebagainya. Perbedaan individualistis
peserta didik tersebut memberikan wawasan kepada guru bahwa strategi pembelajaran harus
22
Melta Hadju : Modul

memerhatikan perbedaan peserta didik pada aspek individual ini. Dengan kata lain, guru
harus melakukan pendekatan individual dalam strategi belajar mengajarnya. Bila hal ini tidak
dilakukan, makastrategi belajar tuntas (mastery learning) yang menuntut penguasaan penuh
kepada peserta didik tidak pernah menjadi kenyataan. Dengan pendekatan individual ini
kepada peserta didik dapat diharapkan memiliki tingkat penguasaan materi yang optimal.
Pendekatan belajar individualistis ini berguna untuk mengatasi peserta didik yang suka
benyak bicara atau membuat keributan dalam kelas. Caranya antara lain dengan
memindahkan salah satu peserta didik tersebut pada tempat yang terpisah dengan jarak yang
cukuup jauh dengan peserta didik lainnya. Peserta didik yang suka berbicara ditempatkan
pada anak didik yang pendiam (Abuddin, 2009).
Melalui pendekatan ini, kesulitan peserta didik dalam belajar segera dapat dipecahkan.
Pendekatan individualistic juga adalah pendekatan uang demokratis, karena memperlakukan
setiap peserta didik sesuai dengan keinginannya. Dan dengan pendekatan ini, penghargaan
terhadap kecakapan peserta didik yang berbeda-beda dapat dilakukan. Bagi peserta didik
yang mau belajar sungguh-sungguh dan cerdas, memiliki kesempatan dan peluang untuk
belajar lebih cepat. Sebaliknya, peserta didik yang kurang cerdas dan kurang sungguh-
sungguh dapat menyelesaikan pelajarannya sesuai dengan kesanggupannya.
Namun demikian, pendekatan ini selain memiliki manfaat dan keuntungan, juga tidak
terlepas dari kekurangan. Pendekatan individualistis mengharuskan seorang guru
memberikan perlakuan yang berbeda-beda pada setiap peserta didik. Keadaan ini amat
menyulitkan, jika jumlah peserta didiknya cukup banyak, karena akan memakan waktu yang
cukup banyak pula, dan karenanya kurang efisien. Selain itu, pendekatan ini juga
mengharuskan adanya desain kelas yang kecil-kecil (small class) yang jumlahnya cukup
banyak. kelas kecil yang jumlahnya cukup banyak ini tidak dapat ditangani hanya oleh satu
orang guru, melainkan oleh sebuah team teacher. Pendekatan ini menyebabkan peserta didik
kurang memiliki kesempatan untuk bersosialisasi, dan pada gilirannya dapat menimbulkan
sikap individualistis pada peserta didik.
2.   Pendekatan Kelompok
Pendekatan kelompok adalah sebuah pendekatan yang didasarkan pada pandangan,
bahwa pada setiap peserta didik terdapat perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan
antara satu dan lainnya. perbedaan yang peserta didik yang satu dengan yang lainnya ini,
bukanlah untuk dipertentangkan atau dipisahkan, melainkan harus diintegrasikan. Seorang
peserta didik yang cerdas misalnya, dapat disatukan dengan peserta didik yang kurang cerdas,
sehingga peserta didik yang kurang cerdas itu dapat ditolong oleh peserta didik yang cerdas.
23
Melta Hadju : Modul

Demikian pula, persamaan yang dimiliki antara peserta didik yang satu dengan peserta didik
yang lainnya dapat disinergikan sehingga dapat saling menunjang secara optimal.
Selain itu, pendekatan kelompok ini juga didasarkan pada asumsi, bahwa setiap anak
didik memiliki kecenderungan untuk berteman dan berkelompok dalam rangka memperoleh
pengalaman hidup dan bersosialisasi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan
pendekatan kelompok ini, diharapkan dapat ditumbuhkan rasa sosial yang tinggi pada setiap
peserta didik, dan sekaligus untuk mengendalikan rasa egoism yang ada dalam diri mereka
masing-masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial di dalam kelas.
   Dengan pendekatan kelompok ini, mereka diharapkan memiliki kesadaran bahwa
hidup ini ternyata hidup ini saling membutuhkan dan saling tergantung antara satu dengan
yang lainnya. tidak ada makhluk hidup yang terus menerus dapat mencukupi dirinya tanpa
bantuan orang lain.
Sehubungan dengan penggunaan pendekatan kelompok sebagaimana tersebut di atas,
terdapat sejumlah factor yang perlu dipertimbangkan, seperti factor tujuan, peralatan dan
sumber belajar, metode yang akan dipergunakan, lingkungan tempat belajar, serta keadaan
peserta didik itu sendiri. Dengan demikian, penggunaan pendekatan kelompok ini tidak dapat
dilakukan secara sembrono atau tanpa perhitungan yang matang (Saiful,2010)
3.   Pendekatan Campuran
Pada bagian terdahulu telah dikemukakan, bahwa seorang anak didik di samping
memiliki latar belakang perbedaan secara individual, juga memiliki persamaan sebagai
makhluk yang berkelompok. Dengan demikian, setiappeserta didik sesungguhnya dapat
didekati secara individual dan kelompok. Pada bagian terdahulu juga sudah dikemukakan,
bahwa pada pendekatan individual dan kelompok masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan.
Keadaan sebagaimana tersebut di atas, member petunjuk tentang kemungkinan dapat
dilakukan pendekatan yang ketiga, yaitu pendekatan campuran, yaitu sebuah pendekatan
yang bertumpu pada upaya menyinergikan keunggulan yang terdapat pada pendekatan
individual dan keunggulan yang terdapat pada pendekatan kelompok. Namun dalam
praktiknya, pendekatan campuran ini akan jauh lebih banyak masalahnya dibandingkan
dengan dua pendekatan sebagaimana tersebut di atas. Ketika guru dihadapkan kepada
permasalahan peserta didik yang bermasalah, maka guru akan berhadapan dengan
permaslahan peserta didikyang bervariasi. Setiap masalah yang dihadapi peserta didik tidak
selalu sama, terkadang ada perbedaan.

24
Melta Hadju : Modul

   Uraian tersebut di atas telah menjelaskan, bahwa setiap peserta didik memiliki motivasi
yang berbeda-beda dalam belajar.dari atu sisi terdapat peserta didik yang memiliki motivasi
yang tinggi untuk belajar, namun pada sisi lain terdapat peserta didik yang motivsi belajarnya
sedang-sedang saja, atau rendah. Keadaan ini swlanjutnya menimbulkan keadaan peserta
didik yang satu bergairah dalam dalam belajar, sedangkan peserta didik yang lainnya biasa-
biasa saja, bahkan tidak bergairah sama sekali, dan tidak mau ikut belajar. Ia malah asyik
bersenda gurau, bermain-main, atau melakukan pekerjaan yang tidak ada hubungannya
dengan kegiatan belajar. Mereka duduk dan berbicara, berbincang-bincang satu sama lain
tentang hal-hal yang terlepas dari masalah pelajaran (Zakiah, 1996).

Pendekatan Edukatif
Apapun yang guru lakukan dalam pendidikan dan pengajaran dengan tujuan untuk
mendidik, bukan karena motif-motif1ain, seperti dendam, gengsi, ingin ditakuti, dan
sebagainya.Anak didik yang telah melakukan kesalahan, yakni membuat keributan di kelas
ketika guru sedang memberikan pelajaran, misalnya, tidak tepat diberikan sanksi hukum
dengan cara memukul badannya hingga luka atau cidera. Ini adalah tindakan sanksi hukum
yang tidak bernilai pendidikan. Guru telah melakukan pendekatan yang salah. Guru telah
menggunakan teori power, yakni teori kekuasaan untuk menundukkan orang lain. Dalam
pendidikan, guru akan kurang arif dan bijaksana bila menggunakan kekuasaan, karena hal itu
bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak didik. Pendekatan yang
benar bagi guru adalah dengan melakukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap, dan
perbuatan yang guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak
didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, noram sosial, dan norma
agama.
Cukup banyak sikap dan perbuatan yang harus guru lakukan untuk menanamkan nilai-
nilai kebaikan kepada anak didik. Salah satu contohnya, misalnya, ketika lonceng tanda
masuk kelas telah berbunyi, anak-anak jangan dibiarkan masuk dulu, tetapi suruhlah mereka
bebaris di depan pintu masuk dan perintahkanlah ketua kelas untuk mengatur barisan. Semua
anak perempuan berbaris dalam kelompok jenisnya. Demikian juga semua anak laki-laki,
berbaris dalam kelompok sejenisnya. Jadi, barisan dibentuk menjadi dua dengan pandangan
terarah ke pintu masuk. Di sisi pintu masuk guru berdiri sambi! mengontrol bagaimana anak-
anak berbaris di depan pintu masuk kelas. Semua anak dipersilakan masuk oleh ketua kelas.
Mereka pun satu per satu masuk kelas, mereka satu per satu menyalami guru dan mencium
tangan guru sebelum dilepas. Akhirnya, semua anak masuk dan pelajaran pun dimulai.
25
Melta Hadju : Modul

Contoh di atas menggambarkan pendekatan edukatif yang telah dilakukan oleh guru
dengan menyuruh anak didik berbaris di depan pintu masuk kelas. Guru telah meletakkan
tujuan untuk membina watak anak didik dengan pendidikan akhlak yang mulia. Guru telah
membimbing anak didik, bagaimana cara memimpin kawan-kawannya dan anak-anak
lainnya, membina bagaimana cara menghargai orang lain dengan cara mematuhi semua
perintahnya yang bernilai kebaikan. Betapa baiknya jika semua sekolah (TK, SO atau SLTP)
melakukan hal yang demikian itu. Mungkin kewibawaan guru yang dirasakan mulai
memudar sekarang ini dapat dimunculkan kembali dan tetap melekat pada pribadi guru.
Sekaranglah saatnya mengedepankan pendidikan kepribadian kepada anak didik dan jangan
hanya pendidikan intelektual serta keterampilan semata, karena akan menyebabkan anak
tumbuh sebagai seorang intelektual atau ilmuwan yang berpribadi kering.
Guru yang hanya mengajar di kelas, belum dapat menjamin terbentuknya kepribadian
anak didik yang berakhlak mulia. Demikian juga halnya dengan guru yang mengambil jarak
dengan anak didik. Kerawanan hubungan guru dengan anak didik disebabkan komunikasi
antara guru dengan anak didik kurang berjalan harmonis. Kerawanan hubungan ini menjadi
kendala bagi guru untuk melakukan pendekatan edukatif kepada anak didik yang bermasalah.
Guru yang jarang bergaul dengan anak didik dan tidak mau tahu dengan masalah yang
dirasakan anak didik, membuat anak didik apatis dan tertutup atas apa yang dirasakannya.
Sikap guru yang demikian kurang dibenarkan dalam pendidikan, karena menyebabkan anak
didik menjadi orang yang introver (tertutup).

26
Melta Hadju : Modul

Modul 6
Media Pembelajaran

6.1. Definisi Media Pembelajaran


Kata media merupakan bentuk jamak dari ‘Medium’, yang secara harfiah berarti
perantara atau pengantar. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran.

Schramm mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan


yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.  Secara khusus, kata tersebut dapat
diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa informasi dari satu
sumber kepada penerima (Sundayana, 2013)
Menurut Gerlach dan Ely (1971), media apabila dipahami secara garis besar adalah
manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Sehingga guru, buku teks dan lingkungan
sekolah marupakan media.
Media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang
bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran. Media pembelajaran
meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang
terdiri dari buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar),
foto, gambar, grafik, televisi dan computer.
Kesimpulannya, media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan dari pengirim ke penerima. Sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian
dan minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Azhar, 2003)

6.2. Manfaat Media Pembelajaran

Manfaat media pembelajaran diantaranya adalah


1. Menjelaskan materi pembelajaran atau obyek yang abstrak (tidak nyata) menjadi konkret
(nyata).
2. Memberikan pengalaman nyata dan langsung karena siswa dapat berkomunikasi dan
berinteraksi dengan lingkungan tempat belajarnya.
3. Mempelajari materi pembelajaran secara berulang-ulangMemungkinkan adanya
persamaan
4. pendapat dan persepsi yang benar terhadap suatu materi pembelajaran atau obyek.

27
Melta Hadju : Modul

5. Menarik perhatian siswa, sehingga membangkitkan minat, motivasi, aktivitas, dan


kreativitas belajar siswa.
6. Membantu siswa belajar secara individual, kelmpok, atau klasikal.
7. Materi pembelajaran lebih lama diingat dan mudah untuk diungkapkan kembali dengan
cepat dan tepat.
8. Mempermudah dan mempercepat guru menyajikan materi pembelajaran sehingga siswa
mudah mengerti.
9. Mengatasi ruang, waktu dan indera (Asnawir, 2002)

6.3. Fungsi Media Pembelajaran


Ada dua fungsi utama media pembelajaran yang perlu kita ketahui. Fungsi pertama
media adalah sebagai alat bantu pembelajaran, dan fungsi kedua adalah sebagai media
sumber belajar. Kedua fungsi utama tersebut dapat ditelaah dalam ulasan di bawah ini.
1.      Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam pembelajaran
Tentunya kita tahu bahwa setiap materi ajar memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi.
Pada satu sisi ada materi ajar yang tidak memerlukan alat bantu, tetapi di lain pihak ada
materi ajar yang sangat memerlukan alat bantu berupa media pembelajaran. Media
pembelajaran yang dimaksud antara lain berupa globe, grafik, gambar, dan sebagainya.
Materi ajar dengan tingkat kesukaran yang tinggi tentu sukar dipahami oleh siswa. Tanpa
bantuan media, maka materi ajar menjadi sukar dicerna dan dipahami oleh setiap siswa. Hal
ini akan semakin terasa apabila materi ajar tersebut abstrak dan rumit/kompleks.
Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan
pembelajaran. Hal ini dilandasi keyakinan bahwa kegiatan pembelajaran dengan bantuan
media mempertinggi kualitas kegiatan belajar siswa dalam tenggang waktu yang cukup lama.
Itu berarti, kegiatan belajar siswa dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil
belajar yang lebih baik daripada tanpa bantuan media.
2.      Media pembelajaran sebagai sumber belajar
Sekarang Anda menelaah media sebagai sumber belajar. Sumber belajar adalah segala
sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat bahan pembelajaran untuk belajar peserta
didik tersebut berasal. Sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu
manusia, buku perpustakaan, media massa, alam lingkungan, dan media pendidikan. Media
pendidikan, sebagai salah satu sumber belajar, ikut membantu guru dalam memudahkan
tercapainya pemahaman materi ajar oleh siswa, serta dapat memperkaya wawasan peserta
didik (Danim, 1995).

28
Melta Hadju : Modul

Menurut Levie dan Lentz (1982), itu karena media pembelajaran khususnya media visual
memiliki empat fungsi yaitu:
a. Fungsi atensi, yaitu dapat menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk
berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang
ditampilkan atau menyertai teks materi dan pelajaran.
b. Fungsi afektif, yaitu dapat menggugah emosi dan sikap siswa.
c. Fungsi kognitif, yaitu memperlancar tujuan untuk memahami dan mengingat
informasi/pesan yang terkandung dalam gambar (Wina, 2010).
d. Fungsi compensations, yaitu dapat mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat
menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau secara verbal.
[5])

6.4. Ciri-ciri Media Pendidikan


Untuk mengenali beberapa ciri media pembelajaran berikut akan tersajikan beberapa ciri
menurut  Gerlach & Ely (1971) yang mengemukakan tiga ciri-ciri media yang merupakan
alasan mengapa media digunakan. Yaitu :
1. Ciri fiksatif (fixative property).
Ciri ini menggambarkan kemampuan merekam, menyimpulkan, melestarikan, dan
mengkonstruksi suatu peristiwa atau obyek. Cara ini amat penting bagi guru karena kejadian-
kejadian atau objek yang telah direkam atau disimpan dengan format media yang ada dapat
digunakan setiap saat. Media yang dikembangkan seperti photography, video tape, audio
tape, disket komputer, dan film. Maka media ini memungkinkan suatu rekaman kejadian
yang terjadi pada satu waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu. 
2.      Ciri manipulatif (manipulatif property).
Suatu kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada peserta didik
dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar atau time-lapse
recording. Kemampuan media dari ciri manipulatif memerlukan perhatian sungguh-sungguh
karena apabila terjadi kesalahan dalam pengaturan kembali urutan kejadian atau potongan
bagian-bagian yang salah, maka akan terjadi pula kesalahan penafsiran yang tertentu saja
akan membingungkan dan bahkan menyesatkan sehingga dapat mengubah sikap mereka
kearah yang tidak diinginkan.
Praktiknya seperti  bagaimana proses larva menjadi kepompong kemudian menjadi
kupu-kupu dapat dipercepat dengan teknik rekaman fotografer di samping itu juga dapat
diperlambat menayangkan kembali hasil rekaman video. Selain itu juga bisa diputar mundur.

29
Melta Hadju : Modul

Misalnya pula, proses loncat galah atau reaksi kimia dapat diamati melalui bantuan
kemampuan manipulatifdari media. Demikian pula, suatu aksi gerakan dapat direkam dengan
foto kamera untuk foto. Pada rekaman gambar hidup(video, motion film) kejadian dapat
diputar mundur.
3.      Ciri disributif (distributive property).
Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditrasnspormasikan
melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada peserta didik dengan
stimulas pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian ini. Sekali informasi direkam
dalam format media apa saja, ia dapat direproduksi seberapa kali pun dan siap digunakan
secara bersamaan di berbagai tempat atau digunakan secara berulang-ulang di suatu tempat.
Konsistensi informasi yang telah direkam akan terjamin sama atau hampir sama dengan
aslinya.[6])

6.5.  Fungsi dan Peranan Media Pembelajaran


Kehadiran media pembelajaran sebagai media antara guru sebagai pengirim informasi
dan penerima informasi harus komunikatif, khususnya untuk obyek secara visualisasi. Dalam
pembelajaran ilmu pengetahuan alam, khusunya konsep yang berkaitan dengan alam semesta
lebih banyak menonjol  visualnya, sehingga apabila seseorang hanya mengetahui kata yang
mewakili suatu obyek, tetapi tidak mengetahui obyeknya disebut verbalisme. Masing-masing
media mempunyai keistimewaan menurut karakteristik siswa. Pemilihan media yang sesuai
dengan karakteristik siswa akan lebih membantu keberhasilan pengajar dalam pembelajaran.
Secara rinci fungsi media memungkinkan siswa menyaksikan obyek yang ada tetapi sulit
untuk dilihat dengan kasat mata melalui perantaraan gambar, potret, slide, dan sejenisnya
mengakibatkan siswa memperoleh gambaran yang nyata. Menurut Gerlach dan Ely, ciri
media pendidikan yang layak digunakan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
1.      Fiksatif (fixative property)
Media pembelajaran mempunyai kemampuan untuk merekam, menyimpan,
melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa/objek.
2.      Manipulatif (manipulatif property)
Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu
dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording.
3.      Distributif (distributive property)

30
Melta Hadju : Modul

Memungkinkan berbagai objek ditransportasikan melalui suatu tampilan yang


terintegrasi dan secara bersamaan objek dapat menggambarkan kondisi yang sama pada siswa
dengan stimulus pengalaman yang relatif sama tentang kejadian itu.
Dari penjelasan diatas, disimpulkan bahwa fungsi dari  media pembelajaran yaitu media
yang mampu menampilkan serangkaian peristiwa secara nyata terjadi dalam waktu lama dan
dapat disajikan dalam waktu singkat dan suatu peristiwa yang digambarkan harus mampu
mentransfer keadaan sebenarnya, sehingga tidak menimbulkan adanya verbalisme.
Proses belajar mengajar dapat berhasil dengan baik jika siswa berinteraksi dengan semua
alat inderanya. Guru berupaya menampilkan rangsangan (stimulus) yang dapat diproses
dengan berbagai indera. Semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan
mengolah informasi, semakin besar pula kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan
dapat dipertahankan dalam ingatan siswa. Siswa diharapkan akan dapat menerima dan
menyerap dengan mudah dan baik pesan-pesan dalam materi yang disajikan.
Keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena seperti yang
dikemukakan oleh Edgar Dale (dalam Sadiman, dkk,2003:7-8) dalam klasifikasi pengalaman
menurut tingkat dari yang paling konkrit ke yang paling abstrak, dimana partisipasi,
observasi, dan pengalaman langsung memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap
pengalaman belajar yang diterima siswa.
Penyampaian suatu konsep pada siswa akan tersampaikan dengan baik jika konsep
tersebut mengharuskan siswa terlibat langsung didalamnya bila dibandingkan dengan konsep
yang hanya melibatkan siswa untuk mengamati saja.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dengan penggunaan media pembelajaran
diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret kepada siswa, dan
dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran sebagai contoh yaitu media
pembelajaran komputer interaktif (Arief, 1984).

31
Melta Hadju : Modul

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin nata. 2009, hlm: 147-151 Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta :
Prenada media group

Abuddin Nata. 2009, hlm. 153 Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta:
Kencana,

Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, Jakarta : Quantum teaching, 2005

Danim, Sudarbuan. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 1995. Hlm.103

Dr. Arief S.Sadiman, M.Sc, dkk, Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan


pemanfaatannya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1984. Hlm.197

Drs. Syaiful Bahri Djamarah dan Drs. Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta:
Rineka Cipta, 2006. Hlm. 121-124

Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, Quantum


Teaching, 2005

Sundayana, Rustina. 2013. Media Pembelajaran Matematika Bandung : Alfabeta

Prof. Dr. Azhar Arsyad, M.A. Media Pembelajara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Hlm.3

Prof. Dr. H. Asnawir dan Drs. M. Basyiruddin Usman, M.Pd. 2002. Hlm.11 Media
Pembelajaran, Jakarta: Ciputat Pers,

Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd. 2010. Hlm. 204 Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Zakiah Daradjat, dkk, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta : Bumi Aksara,1996,


h.261-265

32

Anda mungkin juga menyukai