Anda di halaman 1dari 30

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

TRAUMA ABDOMEN

DISUSUN OLEH:
1. Nurul Maghfira (2117026)
2. William Rudi Widianto (2117015)
3. Meriana Sari Kulla (2117018)
4. Anderias (2117005)
5. Wahyuni syamsuddin (2117029)
6. Maria Orintiani Murni (2117031)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dilingkupi oleh otot-otot perut

pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis disebelah dorsal.

Bagian atas abdomen berbatasan dengan tylang iga atau costae. Cavitas abdominalis

berbatasan dengan cavitas pelvis atau rongga panggul. Antara cavitas abdominalis dan

cavitas pelvis dibatasi dengan peritoneum visceralis.

Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik

akibat kegawatan di rongga abdomen yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri

sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang

sering berupa tindakan beda, misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan,

infeksu, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang

mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah

peritonitis. Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena

adanya jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait.

Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam.

Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya

menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering

menimbulkan kerusakan organ multiple.

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya

lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun teknik

diagnostic baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma

tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik.


Trauma abdomen akan ditemukan pada 25% penderita multi-trauma, gejala

dan tanda yang di timbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat

kewaspadaan yang tinggi untuk menetapkan diagnosis.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Trauma Abdomen?

2. Apa saja Etiologi dari trauma Abdomen?

3. Bagaimana Manifestasi Klinis dari Trauma Abdomen?

4. Apa saja Klasifikasi Trauma Abdomen?

5. Bagaimana Patofisiologi Trauma Abdomen?

6. Apa saja Komplikasi yang timbul dari Trauma Abdomen?

7. Bagaimana Pemeriksaan diagnostik Trauma Abdomen?

8. Bagaiamana Penatalaksanaan gawat darurat Trauma Abdomen?

9. Bagaimana Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Pengertian Trauma Abdomen

2. Untuk mengetahui Etiologi dari trauma Abdomen

3. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari Trauma Abdomen

4. Untuk mengetahui Klasifikasi Trauma Abdomen

5. Untuk mengetahui Patofisiologi Trauma Abdomen

6. Untuk mengetahui Komplikasi Trauma Abdomen

7. Untuk mengetahui Pemeriksaan diagnostik Trauma Abdomen

8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan gawat darurat Trauma Abdomen

9. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen


BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi trauma abdomen

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul

dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).

Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang

dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,

kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak

diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang

menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).

B. Etiologi

Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak

diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan,

deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma

ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang

menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,

trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk

sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.Trauma pada

abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :

1. Paksaan /benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum.

Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau
pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan,

ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50%

disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

2. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum.

Disebabkan oleh: luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar

didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga

diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan

trauma pada organ internal diabdomen.

C. Manifestasi Klinis

1. Trauma tembus abdomen (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga

peritonium):

1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

2) Respon stres simpatis

3) Perdarahan dan pembekuan darah

4) Kontaminasi bakteri

5) Kematian sel

Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar

rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara

umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan.

Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila

usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga

akan mengakibatkan peradangan atau infeksi

2. Trauma tumpul abdomen (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga

peritonium) ditandai dengan:


1) Kehilangan darah.

2) Memar/jejas pada dinding perut.

3) Kerusakan organ-organ.

4) Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding

perut.

5) Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).

Menurut Scheets (2002), secara umum seseorang dengan trauma abdomen

menunjukkan manifestasi sebagai berikut :

1) Laserasi, memar,ekimosis

2) Hipotensi

3) Tidak adanya bising usus

4) Hemoperitoneum

5) Mual dan muntah

6) Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah,

biasanya pd arteri karotis),

7) Nyeri

8) Pendarahan

9) Penurunan kesadaran

10) Sesak

11) Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh

perdarahan limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.

12) Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal

13) Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh (pinggang) pada

perdarahan retroperitoneal.
14) Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia

pada fraktur pelvis

15) Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran

kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe

D. Klasifikasi

Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Trauma tumpul (blunt injury)

Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu

mobil yang melesak ke dalam karena tabrakan, bisa menyebabkan trauma

kompresi ataupuncrush injury terhadap organ viscera. Hal ini dapat

merusak organ padat maupun organ berongga, dan bisa mengakibatkan

ruptur, terutama organ-organ yang distensi (misalnya uterus ibu hamil),

dan mengakibatkan perdarahan maupun peritornitis. Trauma tarikan

(shearing injury) terhadap organ viscera sebenarnya adalah crush

injury yang terjadi bila suatu alat pengaman (misalnya seat belt jenis lap

belt ataupun komponen pengaman bahu) tidak digunakan dengan benar.

Pasien yang cedera pada suatu tabrakan motor bisa mengalami trauma

decelerasi dimana terjadi pergerakan yang tidak sama antara suatu bagian

yang terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti rupture lien ataupun ruptur

hepar (organ yang bergerak) dibagian ligamentnya (organ yang terfiksir).

Pemakaian air-bag tidak mencegah orang mengalami trauma abdomen.

Pada pasien-pasien yang mengalami laparotomi karena trauma tumpul,

organ yang paling sering kena adalah lien (40-55%), hepar (35-45%), dan

usus (5-10%). Sebagai tambahan, 15% nya mengalami hematoma

retroperitoneal.
2. Trauma tajam (penetration injury)

Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan

kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak

dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang

lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek tambahan

berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen yang

mengakibatkan kerusakan lainnya. Luka tusuk tersering mengenai hepar

(40%), usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%). Luka tembak

menyebabkan kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh jauhnya

perjalanan peluru, dan berapa besar energy kinetiknya maupun

kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan

tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus halus (50%), colon

(40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%).

Trauma pada abdomen dibagi lagi menjadi 2 yaitu trauma pada dinding abdomen

dan trauma pada isi abdomen.

a. Trauma pada dinding abdomen

Trauma dinding abdomen dibagi menjadi kontusio dan laserasi.

1) Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi.

Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,

kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan

lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.

2) Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus

rongga abdomen harus di eksplorasi (Sjamsuhidayat, 1997). Atau terjadi

karena trauma penetrasi.

b. Trauma pada isi abdomen


Sedangkan trauma abdomen pada isi abdomen, menurut  Suddarth & Brunner

(2002) terdiri dari:

1) Perforasi organ viseral intraperitoneum

Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera

pada dinding abdomen.

2) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen

Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli

bedah.

3) Cedera thorak abdomen

Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma,

atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi (Sjamsuhidayat, 1998).

E. Patofisiologi

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat

kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari

ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor-

faktor fisik  dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang

terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk

menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan

dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga

karakteristik dari permukaan  yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma

juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas

adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya.

Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun

ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan
tersebut. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang

ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus

dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap

permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang

disebabkan beberapa mekanisme :

a) Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya

tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya

tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun

organ berongga.

b) Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan

vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.

c) Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya

robek pada organ dan pedikel vaskuler

F. Komplikasi

1. Trombosis Vena

2. Emboli Pulmonar

3. Stress ulserasi dan perdarahan

4. Pneumonia

5. Tekanan ulserasi

6. Atelektasis

7. Sepsis

G. Pemeriksaan diagnostik

1. Trauma Tumpul

a. Diagnostik Peritoneal Lavage


DPL adalah prosedur invasive yang bisa cepat dikerjakan yang

bermakna merubah rencana untuk pasien berikutnya ,dan dianggap 98 %

sensitive untuk perdarahan intraretroperitoneal. Harus dilaksanakan oleh

team bedah untuk pasien dengan trauma tumpul multiple dengan

hemodinamik yang abnormal, terutama bila dijumpai :

1) Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol,

kecanduan obat-obatan.

2) Perubahan sensasi trauma spinal

3) Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis

4) Pemeriksaan diagnostik tidak jelas

5) Diperkirakan aka nada kehilangan kontak dengan pasien dalam

waktu yang agak lama, pembiusan untuk cedera extraabdominal,

pemeriksaan X-Ray yang lama misalnya Angiografi

6) Adanya lap-belt sign (kontusio dinding perut) dengan kecurigaan

trauma usus

DPL juga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik normal nilai

dijumpai hal seperti di atas dan disini tidak memiliiki fasilitas USG

ataupun CT Scan. Salah satu kontraindikasi untuk DPL adalah adanya

indikasi yang jelas untuk laparatomi. Kontraindikasi relative antara lain

adanya operasi abdomen sebelumnya, morbid obesity, shirrosis yang

lanjut, dan adanya koagulopati sebelumnya. Bisa dipakai tekhnik terbuka

atau tertutup (Seldinger ) di infraumbilikal oleh dokter yang terlatih.

Pada pasien dengan fraktur pelvis atau ibu hamil, lebih baik dilakukan

supraumbilikal untuk mencegah kita mengenai hematoma pelvisnya

ataupun membahayakan uterus yang membesar. Adanya aspirasi darah


segar, isi gastrointestinal, serat sayuran ataupun empedu yang keluar,

melalui tube DPL pada pasien dengan henodinamik yang abnormal

menunjukkan indikasi kuat untuk laparatomi. Bila tidak ada darah segar

(>10 cc) ataupun cairan feses ,dilakukan lavase dengan 1000cc Ringer

Laktat (pada anak-anak 10cc/kg). Sesudah cairan tercampur dengan cara

menekan maupun melakukan rogg-oll, cairan ditampung kembali dan

diperiksa di laboratorium untuk melihat isi gastrointestinal ,serat maupun

empedu. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 :

149-150)Test (+) pada trauma tumpul bila 10 ml atau lebih darah

makroskopis (gross) pada aspirasi awal, eritrosit > 100.000 mm 3,

leukosit > 500/mm3 atau pengecatan gram (+) untuk bakteri, bakteri atau

serat. Sedangkan bila DPL (+) pada trauma tajam bila 10 ml atau lebih

darah makroskopis (gross) pada aspirasi awal,sel darah merah 5000/mm3

atau lebih. (Scheets, 2002 : 279-280)

b. FAST (Focused Assesment Sonography in Trauma)

Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan USG untuk

mendeteksi adanya hemoperitoneum. Dengan adanya peralatan khusus di

tangan mereka yang berpengalaman, ultrasound memliki sensifitas,

specifitas dan ketajaman untuk meneteksi adanya cairan intraabdominal

yang sebanding dengan DPL dan CT abdomen Ultrasound memberikan

cara yang tepat, noninvansive, akurat dan murah untuk mendeteksi

hemoperitorium, dan dapat diulang kapanpun. Ultrasound dapat

digunakan sebagai alat diagnostik bedside dikamar resusitasi, yang

secara bersamaan dengan pelaksanaan beberapa prosedur diagnostik


maupun terapeutik lainnya. Indikasi pemakaiannya sama dengan indikasi

DPL. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 150)

1) Computed Tomography (CT)

Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang

mengalami kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan juga bisa untuk

mendiagnosa trauma retroperineal maupun pelvis yang sulit di

diagnosa dengan pemeriksaan fisik, FAST, maupun DPL.

(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151)

2. Trauma Tajam

a. Cedera thorax bagian bawah

Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada diafragma dan

struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun

thorax foto berulang, thoracoskopi, laparoskopi maupun pemeriksaan

CT scan.

b. Eksplorasi local luka dan pemeriksaan serial dibandingkan dengan DPL

pada luka tusuk abdomen depan. Untuk pasien yang relatif asimtomatik

(kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi pemeriksaan diagnostik yang

tidak invasive adalah pemeriksaan diagnostik serial dalam 24 jam, DPL

maupun laroskopi diagnostik.

c. Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan dengan double atau

triple contrast pada cedera flank maupun punggung

Untuk pasien yang asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain

pemeriksaan fisik serial, CT dengan double atau triple contrast, maupun

DPL. Dengan pemeriksaan diagnostic serial untuk pasien yang mula-

mula asimptomatik kemudian menjadi simtomatik, kita peroleh


ketajaman terutama dalam mendeteksi cedera retroperinel maupun

intraperineal untuk luka dibelakang linea axillaries anterior. (American

College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151)

3. Pemeriksaan Radiologi

a. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul

Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP

dan pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan

multitrauma. Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang, setengah

tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas

dibawah diafragma ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum,

yang kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan

laparatomi. Hilangnya bayangan psoas menunjukkan kemungkinan

cedera retroperitoneal

b. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam

Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak

memerlukan pemeriksaan X-Ray pada pasien luka tusuk diatas

umbilicus atau dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan

hemodinamik yang abnormal, rontgen foto thorax tegak bermanfaat

untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax, ataupun

untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal. Pada pasien

yang hemodinamiknya normal, pemasangan klip pada luka masuk

maupun keluar dari suatu luka tembak dapat memperlihatkan jalannya

peluru maupun adanya udara retroperitoneal pada rontgen foto

abdomen tidur.
c. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus

1) Urethrografi

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, harus dilakukan

urethrografi sebelum pemasangan kateter urine bila kita curigai

adanya ruptur urethra. Pemeriksaan urethrografi digunakan

dengan memakai kateter no.# 8-F dengan balon dipompa 1,5-2cc

di fossa naviculare. Dimasukkan 15-20 cc kontras yang

diencerkan. Dilakukan pengambilan foto dengan projeksi oblik

dengan sedikit tarikan pada pelvis.

2) Sistografi

Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal terbaik

ditentukan dengan pemeriksaan sistografi ataupun CT-Scan

sistografi. Dipasang kateter urethra dan kemudian dipasang 300

cc kontras yang larut dalam air pada kolf setinggi 40 cm diatas

pasien dan dibiarkan kontras mengalir ke dalam bulu-bulu atau

sampai (1) aliran terhenti (2) pasien secara spontan mengedan,

atau (3) pasien merasa sakit. Diambil foto rontgen AP, oblik dan

foto post-voiding. Cara lain adalah dengan pemeriksaan CT Scan

(CT cystogram) yang terutama bermanfaat untuk mendapatkan

informasi tambahan tentang ginjal maupun tulang pelvisnya.

(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 148)

3) CT Scan/IVP

Bilamana ada fasilitas CT Scan, maka semua pasien dengan

hematuria dan hemodinamik stabil yang dicurigai mengalami

sistem urinaria bisa diperiksa dengan CT Scan dengan kontras


dan bisa ditentukan derajat cedera ginjalnya. Bilamana tidak ada

fasilitas CT Scan, alternatifnya adalah pemeriksaan Ivp.Disini

dipakai dosis 200mg J/kg bb kontras ginjal. Dilakukan injeksi

bolus 100 cc larutan Jodine 60% (standard 1,5 cc/kg, kalau

dipakai 30% 3,0 cc/kg) dengan 2 buah spuit 50 cc yang

disuntikkan dalam 30-60 detik. 20 menit sesudah injeksi bila

akan memperoleh visualisasi calyx pada X-Ray. Bilamana satu

sisi non-visualisasi, kemungkinan adalah agenesis ginjal,

thrombosis maupun tertarik putusnya a.renalis, ataupun

parenchyma yang mengalami kerusakan massif. Nonvisualisasi

keduanya memerlukan pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan +

kontras, ataupun arteriografi renal atau eksplorasi ginjal; yang

mana yang diambil tergantung fasilitas yang dimiliki.

4) Gastrointestinal

Cedera pada struktur gastrointestinal yang letaknya

retroperitoneal (duodenum, colon ascendens, colon descendens)

tidak akan menyebabkan peritonitis dan bisa tidak terdeteksi

dengan DPL. Bilamana ada kecurigaan, pemeriksaan dengan CT

Scan dengan kontras ataupun pemeriksaan RO-foto untuk upper

GI Track ataupun GI tract bagian bawah dengan kontras harus

dilakukan.(American College of Surgeon Committee of

Trauma,2004:149).

4. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri

2) Penurunan hematokrit/hemoglobin
3) Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,

4) Koagulasi : PT,PTT

5) MRI

6) Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik

7) CT Scan

8) Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan

pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X.

9) Scan limfa

10) Ultrasonogram

11) Peningkatan serum atau amylase urine

12) Peningkatan glucose serum

13) Peningkatan lipase serum

14) DPL (+) untuk amylase

15) Penigkatan WBC

16) Peningkatan amylase serum

17) Elektrolit serum

18) AGD

(ENA,2000:49-55)

H. Penatalaksanaan gawat darurat

1. Pre Hospital

Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam

nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian.

Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka

trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan
prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka

dan bersihkan jalan napas.

a. Airway

Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan

teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat

dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya

jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.

b. Breathing

Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan

menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk

memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan

pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat

tidaknya pernapasan).

c. Circulation

Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-

sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak

ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio

kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali

kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).

Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)

1.     Stop makanan dan minuman

2.    Imobilisasi

3.    Kirim kerumah sakit.

Penetrasi (trauma tajam)


1) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)

tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.

2) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan

kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga

tidak memperparah luka.

3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak

dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang

keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban

steril.

4)   Imobilisasi pasien.

5) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.

6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.

7) Kirim ke rumah sakit.     

2. Hospital

a. Trauma penetrasi

Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli

bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk

menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka

masuk dan luka keluar yang berdekatan.

1) Skrinning pemeriksaan rontgen

2) Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan

hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara

intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk

menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.

3) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning


Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.

4) Uretrografi

Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.

5) Sistografi

Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung

kencing, contohnya pada :

- fraktur pelvis

- trauma non-penetrasi

b. Penanganan pada trauma benda tumpul:

1) Pengambilan contoh darah dan urine

Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan

laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus

seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.

2) Pemeriksaan rontgen

Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis

adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan

multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal

di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang

keduanya memerlukan laparotomi segera.

3) Study kontras urologi dan gastrointestinal

Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon

ascendens atau decendens dan dubur (Hudak & Gallo, 2001).


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Primary survey

1) Airway: Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau

obstruksi,

2) Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas teratur,

tidak ada dyspnea, tidak ada napas cuping hidung, dan suara napas vesikuler,

3) Circulation: nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan darah dibawah

normal bila terjadi syok, pucat oleh karena perdarahan, sianosis, kaji jumlah

perdarahan dan lokasi, capillaryrefill>2detik apabila ada perdarahan.

Penurunan kesadaran.

4) Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil anisokor apabila

adanya diskontinuitas saraf yang berdampak pada medullaspinalis.

e) Exposure/Environment: fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada

wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut semakin menegang.

2. Secondarysurvey

a. Fokus Asesment

Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan mulut.

Temuan yang dianggap kritis:

Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya ?

Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi, terbuka/tertutup)?

Robekan/laserasi pada kulit kepala?

Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut?


Cairan serebrospinal di telinga atau di hidung?

Battle sign dan racoon eyes?

Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher bagian

belakang.. Temuan yang dianggap kritis: Distensi vena jugularis, deviasi

trakea atau tugging, emfisema kulit

Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot asesoris,

pergerakan dada, suara paru. Temuan yang dianggap kritis: Luka terbuka,

sucking chest wound, Flail chest dengan gerakan dada paradoksikal, suara

paru hilang atau melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola napas yang

tidak adekuat (disertai dengan penggunaaan otot-otot asesoris).

Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang, lakukan

auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen. Temuan yang dianggap

kritis ditekuannya penurunan bising usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi

dullness.

Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan. Temuan

yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta

pembengkakan di daerah pubik

Extremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra da luka laserasi pada

tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik, fungsi

sensorik.Temuan yang dianggap kritis: Nyeri, melemah atau menghilangnya

denyut nadi, menurun atau menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.

Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi, pernafasan dan

tekanan darah.

Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale):

terjadi penurunan kesadaran pada pasien.


b. AMPLE

Allergy : Tidak ada data

Medication : Tidak ada data

Past Medical History : Tidak ada data

Last Meal : Tidak ada data

Event : Seorang laki-laki 34 tahun di bawa ke UGD 2 jam yang lalu

karena kecelakaan, pasien terseret mobil dan terlempar dari

motornya.

Pemeriksaan fisik difokuskan pada daerah abdomen:

Inspeksi: Fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada wajah dan tangan,

memar pada abdomen, perut semakin menegang.

Auskultasi: Bising usus

Perkusi: Bunyi redup bila ada hemoperitoneum.

Palpasi: kekauan dan spasme pada perut karena akumulasi darah atau cairan.
ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1 S: Kerusakan atau robekan PK perdarahan

O : Fraktur terbuka di vaskuler akibat trauma

femur dekstra, memar

pada abdomen, perut Perdarahan

semakin menegang,

penurunan kesadaran,

riwayat jatuh dan terseret

mobil.
2 S: Spasme otot, fraktur Nyeri akut

O: Fraktur terbuka,

memar pada abdomen Pelepasan mediator

nyeri

Interpretasi nyeri
Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN RENCANA KEPERAWATAN


1 PK Perdarahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Shock prevention

berhubungan dengan selama 1 x 10-15 menit, diharapkan 1. Monitoring status sirkulasi (Tekanan darah, warna kulit,

kerusakan vaskuler perdarahan berukurang atau teratasi dengan Suhu, bunyi jantung, irama dan frekuensi jantung,

kriteria: keberadaan dan kualitas nadi perifer, CRT)

Respiratory Status: Airway Patency 2. Monitoring tanda-tanda inadekuat oksigenasi jaringan

1. RR dalam batas normal 3. Monitor perubahan status mental

2. Irama pernapasan teratur 4. Monitoring temperature dan status respiratory

3. Tidak ada benda asing atau cairan di 5. Monitoring intake dan output

dalam rongga mulut 6. Monitoring nilai laboratorium, khususnya hemoglobin dan

hematokrit, clotting profile, AGD, dan nilai elektrolit.

Circulation Status 7. Tes urin untuk darah, glukosa dan protein.

1. Nadi dalam batas normal 8. Monitoring distensi abdomen

2. Tekanan vena central normal 9. Monitor respon awal kompensasi kehilangan cairan:
3. Arteri karotis menguat peningkatan HR, penurunan TD, ortostatik hipotensi,

4. Saturasi oksigen normal penurunan urin output, penurunan CRT, pucat dan kulit

5. Urin output dalam batas normal 1-2 dingin, dan diaphoresis.

cc/24 jam 10. Tempatkan pasien pada posisi supinasi dengan kaki elevasi

untuk meningkatkan preload, sesuai kebutuhan.

11. Pertahankan kepatenan jalan napas

Blood loss severity 12. Berikan cairan intravena, berikan RBC dan atau plasma jika

1. Perdarahan yang terlihat diperlukan.

berkurang atau tidak ada. 13. Berikan oksigen

2. Tidak ada distensi abdomen

3. Tekanan darah dalam batas Bleeding Reduction

normal 1. Identifikasi penyebab perdarahan

2. Beri pekananan atau balut daerah yang

luka

3. Monitor jumlah perdarahan yang keluar

4. Pantau hemoglobin dan hematokrit


5. Monitor status keseimbangan cairan

tubuh

6. Pasang dan pertahankan akses pemberian

cairan intravena

7. Kolaborasi pemberian produk darah


2 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pain managememnt

berhubungan dengan selama 1x30 menit nyeri berkurang atau 1. Kaji nyeri secara komprehensif: lokasi, karakterristik,

terputusnya dapat terkontrol, dengan kriteria: durasi, kualitas, intensitas dan keparahan nyeri.

kontinuitas jaringan Pain level 2. Observasi ketidaknyamanan nonverbal

1. Pasien 3. Atasi factor yang dapat meninhkatkan nyeri, pasang

melaporkan nyeri berkurang bidai

2. Pasien tidak 4. Kolaborasi pemberian antinyeri.

menringis kesakitan

3. Pasien tenang

4. Tanda tanda vital dalam batas

normal
Evaluasi:

1. Tidak ada perdarahan

2. Tidak ada distensi abdomen

3. Tekanan darah dalam batas normal

4. Nadi dalam batas normal

5. Perdarahan yang terlihat berkurang atau tidak ada.

6. Tidak ada distensi abdomen

7. Tanda tanda vital dalam batas normal

8. Kesadaran baik

9. Nyeri dapat terkontrol


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul

dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja. Prioritas keperawatan

tertuju pada menghentikan pendarahan, menghilangkan/mengurangi nyeri,

menghilangkan cemas pasien, mencegah komplikasi dan memeberikan informasi

tentang penyakit dan kebutuhan pasien. Prindip prinsip pengkajian pada trauma

abdomen harus berdasarkan A (Airway), B (breathing), C (Circulation).

B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini penulis juga menyadari bahwa dalam

pembuatan mkalah masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan,

baik dalam pengonsepan maupun penulisan materi. Untuk itu penulis sanga

mengharapkan kritik dan saran yang sangat membangun agar kedepan lebih baik dan

penulis berharap kepada semua pembaca khususnya Mahasiswa, untuk lebih

ditingkatkan dalam pembuatan makalah.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Suddarth (2015). Buku Ajar KeperawatanMedikalBedah. Vol 2. Ed. 8. EGC:


Jakarta.

Docthwrman, Joanne McCloskey. (2004). Nursing Interventions Classification. St


Louis,Mossouri, Elsevier inc.

Herdman, T Heather, dkk. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi. Edisi 10.
Jakarta: EGC

Nurarif, A. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NIC
NOC Jilid 3. Jogjakarta: MediAction

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta., E. (2014). KapitaSelektaKedokteran. Edisi 4,
Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai