Ilaha Illallah”
Sekilas Tentang Makna Laa ilaaha ilallah Makna Laa ilaaha ilallah ُآلإِلَهَ إِالَّ هللا
yang benar adalah tidak ada sesembahan yang benar dan berhak disembah
kecuali Allah …
Makna Laa ilaaha ilallah [ ُ ] آلإِلَهَ إِالَّ هللاyang benar adalah tidak ada sesembahan yang benar dan
berhak disembah kecuali Allah semata. Pada kalimat Laa ilaaha ilallah terdapat empat kata
yaitu:
1. Kata Laa ( ُ ) آلberarti menafikan, yakni meniadakan semua jenis sesembahan yang benar
kecuali Allah.
2. Kata ilah ( َ إِلَه ) berarti sesuatu yang disembah
3. Kata illa ( َ َّ) إِال berarti pengecualian
4. Kata Allah ( ) هللاberarti ilah/sesembahan yang benar.
Dengan demikian makna [ ُ ] آلإِلَهَ إِالَّ هللاadalah menafikan segala sesembahan selain Allah dan
hanya menetapkan Allah saja sebagai sesembahan yang benar .[1]
}62{ ق َوأَ َّن َمايَ ْد ُعونَ ِمن دُونِ ِه هُ َو ْالبَا ِط ُل َوأَ َّن هللاَ هُ َو ْال َعلِ ُّي ْال َكبِي ُر
ُّ ك بِأ َ َّن هللاَ هُ َو ْال َح
َ َِذل
“Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang
Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan
sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al Hajj:62)
Demikianlah makna Laa ilaaha ilallah yang benar. Pada bahasan selanjutnya akan kami
nukilkan sebagian ayat-ayat yang menjelaskan tentang tafsiran makna Laa ilaaha ilallah beserta
penjelasan para ulama.
Ayat Pertama
Firman Allah Ta’ala,
َ ِأُوْ لَئ
َ ك الَّ ِذينَ يَ ْد ُعونَ يَ ْبتَ ُغونَ إِلَى َربِّ ِه ُم ْال َو ِسيلَةَ أَيُّهُ ْم أَ ْق َربُ َويَرْ جُونَ َرحْ َمتَهُ َويَخَافُونَ َع َذابَهُ إِ َّن َع َذ
}57{ اب َربِّكَ َكانَ َمحْ ُذورًا
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa
di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut
akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al
Israa’:57)
Dalam ayat di atas, Allah mengkhabarkan bahwa sesembahan selain Allah yang diseru oleh
kaum musyrikin baik berupa para malaikat, nabi, dan orang-orang sholih, mereka sendiri
bersegera mencari kedekatan kepada Allah dan mengharap rahmat Allah serta takut terhadap
adzab-Nya. Jika demikian kondisi sesembahan mereka yang juga merupakan makhluk, maka
bagaimana bisa mereka dijadikan sesembahan selain Allah? Bahkan mereka juga
mengkhawatirkan diri mereka sendiri dengan menyembah Allah dan mendekatkan diri kepada-
Nya dengan beribadah. Hal ini menunjukkan bahwa makna tauhid syahadat Laa ilaaha
ilallah yaitu dengan meninggalkan perbuatan kaum musyrikin berupa menyembah orang-orang
sholih dan meminta syafaat kepada mereka untuk menghilangkan kemudharatan karena hal itu
termasuk syirik akbar. [2]
Firman Allah Ta’ala,
zَ َوإِ ْذ قَا َل إِ ْب َرا ِهي ُم ألَبِي ِه َوقَوْ ِم ِه إِنَّنِى بَ َرآ ٌء ِّم َّمأ تَ ْعبُد
}27{ } إِالَّ الَّ ِذي فَطَ َرنِي فَإِنَّهُ َسيَه ِدي ِن26{ ُون
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Sesungguhnya aku
tidak bertanggung jawab (berlepas diri) terhadap apa yang kamu sembah (26). tetapi (aku
menyembah) Tuhan Yang menciptakanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah
kepadaku“.”(QS. Az Zukhruf:26-27)
Dalam ayat di atas terdapat perpaduan antara penafian dan penetapan. Penafiannya adalah firman
Allah [ َبَ َرآ ٌء ِّم َّمأ تَ ْعبُ ُدون ] (berlepas diri dari yang kalian sembah), sedangkan penetapannya adalah
[ إِالَّ الَّ ِذي فَطَ َرنِي ] (tetapi (aku menyembah) Tuhan Yang menciptakanku). Hal ini menunjukkan
bahwa tauhid tidak akan sempurna kecuali dengan mengingkari sesembahan selain Allah dan
beriman kepada Allah semata. Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,
َ ِت َوي ُْؤ ِمن بِاهللِ فَقَ ِد ا ْستَ ْم َسكَ بِ ْالعُرْ َو ِة ْال ُو ْثقَى الَ ا ْنف
ِ }256{ صا َم لَهَا َوهللاُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم ِ فَ َمن يَ ْكفُرْ بِالطَّا ُغو
“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al Baqarah:256)
Ibrahim ‘alaihis sallam mengatakan [ ] إِالَّ الَّ ِذي فَطَ َرنِيdan tidak mengatakan[ ُ] إِالَّ هللا. Ada dua
faedah dalam perkataan ini :
Ayat Ketiga
Firman Allah Ta’ala,
ارهُ ْم َو ُر ْهبَانَهُ ْم أَرْ بَابًا ِم ْن ُدوْ ِن هللاِ َو ْال َم ِس ْي َح ا ْبنَ َمرْ يَ َم َو َمآأُ ِمرُوْ ا إِالَّ لِيَ ْعبُ ُدوْ ا إِلَهًا َوا ِحدًا آلإِلَهَ إِالَّ ه َُو ُسب َْحانَهُ َع َّما
َ َاِتَّخَ ُذوْ ا أَحْ ب
}31{ َيُ ْش ِر ُكوْ ن
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah
dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh
menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci
Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At Taubah:31)
Firman Allah Ta’ala,
اب أَ َّن
َ ظلَ ُموا إِ ْذ يَ َروْ نَ ْال َع َذ
َ َُون هللاِ أَندَادًا يُ ِحبُّونَهُ ْم َكحُبِّ هللاِ َوالَّ ِذينَ َءا َمنُوا أَ َش ُّد ُحبًّا هللِ َولَوْ يَ َرى الَّ ِذين
ِ اس َمن يَتَّ ِخ ُذ ِمن د
ِ ََّو ِمنَ الن
}165{ ب ِ ْالقُ َّوةَ هللِ َج ِميعًا َوأَ َّن هللاَ َش ِدي ُد ْال َع َذا
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah;
mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman
amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan
Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).”(QS. Al
Baqarah:165)
Dalam ayat yang mulia ini Allah menceritakan kepada kita tentang sebgain manusia yang
menyembah berhala. Mereka mencintai berhala itu sebagiamana mereka mencintai Allah.
Kemudian Allah menerangkan bahwa kaum mukminin lebih mencintai Allah daripada kaum
musyrikin. Hal ini karena kaum mukminin mencintai Allah secara murni, sementara kaum
musyrikin cinta mereka terbagi kepada Allah dan kepada berhala. Barangsiapa yang mencintai
Allah secara murni, tentu saja cintanya kepada Allah lebih kuat daripada orang-orang yang
menyekutukan cintanya kepada Allah.
Lalu Allah mengancam kaum musyrikin dan menjelaskan kepada mereka bahwa pada hari
kiamat nanti tatkala mereka melihat azab Allah siap menerkam, mereka akan berangan-angan
sekiranya dahulu mereka tidak menyekutukan cinta dan ibadah mereka kepada Allah. Mereka
kelak di akhirat akan mengetahui dengan seyakin-yakinnya bahwa kekuatan itu hanyalah milik
Allah semata. Dan Allah Maha Keras siksanya.
Artikel www.muslim.or.id
Catatan kaki :
[1]. Lihat pembahasan selengkapnya dalam At Tamhiid li Syarhi Kitaabi at Tauhiid hal 72-78,
Syaikh Shalih Alu Syaikh, cet. Daarut Tauhid
[2]. Al Mulakhos fii Syarhi Kitaabi at Tauhiid hal 62, Syaikh Sholih al Fauzan, cet. Daarul
‘Aashomah
[3]. Diringkas dari Al Qoulul Mufiid ‘alaa Kitabi at Tauhiid I/ 96-97, Syaikh ‘Utsaimin, cet.
Daarul ‘Aqidah)
[4]. Al Mulakhos fii Syarhi Kitaabi at Tauhiid hal 64-65, Syaikh Sholih al Fauzan, cet. Daarul
‘Aashomah).
[5]. Al Jadiid fii Syarhi Kitaabi at Tauhiid hal 76-77, Syaikh Muhammad al Qor’awi, cet.
Maktabah as Sawadi li taudzii’
Sumber: http://muslim.or.id/3396-ayat-ayat-tentang-tafsiran-kalimat-laa-ilaha-
illallah.html
Inilah 7 Syarat “Laa ilaaha illallah”
Kalimat "Laa ilaaha illallah" tidaklah diterima dari orang yang
mengucapkannya kecuali ia menunaikan haknya dan kewajibannya serta
memenuhi syarat-syarat yang dijelaskan dalam Al Qur'an dan As Sunnah.
Yaitu 7 syarat yang penting untuk diketahui oleh setiap Muslim.
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi anda petunjuk kepada ketaatan
dan taufiq untuk mencintai Allah, bahwa kalimat yang paling agung dan paling
bermanfaat adalah kalimat tauhid “Laa ilaaha illallah”. Ia adalah sebuah ikatan yang
kuat dan ia juga merupakan kalimat taqwa. Ia juga merupakan rukun agama dan
cabang keimanan yang paling utama. Ia juga merupakan jalan kesuksesan meraih
surga dan keselamatan dari api neraka. Karena kalimat inilah, Allah menciptakan para
makhluk dan menurunkan Al Kitab serta mengutus para Rasul. Ia juga merupakan
kalimat syahadat dan kunci dari pintu kebahagiaan. Ia juga merupakan landasan dan
pondasi agama dan pokok semua urusan.
ِ [ } َش ِه َد هَّللا ُ أَنَّهُ اَل إِلَهَ إِاَّل هُ َو َو ْال َماَل ئِ َكةُ َوأُولُو ْال ِع ْل ِم قَائِ ًما بِ ْالقِس18:]آل عمران
{ ْط اَل إِلَهَ إِاَّل هُ َو ْال َع ِزي ُز ْال َح ِكي ُم
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang
berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang
berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al Imran: 18)
من الدين فوق ما يصفه الواصفون ويعرفه العارفون وهي رأس األمر كلهzوفضائل هذه الكلمة وحقائقها وموقعها
Ketahuilah saudaraku, semoga Allah memberi anda taufiq dalam ketaatan, bahwa
kalimat “Laa ilaaha illallah” tidaklah diterima dari orang yang mengucapkannya
kecuali ia menunaikan haknya dan kewajibannya serta memenuhi syarat-syarat yang
dijelaskan dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Yaitu 7 syarat yang penting untuk
diketahui oleh setiap Muslim dan penting untuk mengamalkannya. Betapa banyak
orang awam yang jika mereka berkumpul lalu ditanya mengenai syarat-syarat ini,
mereka tidak mengetahuinya. Dan betapa banyak juga orang yang sudah menghafal
syarat-syarat ini, namun ia lepaskan seperti lepasnya anak panah, ia terjerumus dalam
hal-hal yang bertentangan dengan syarat-syarat tersebut. Maka yang diharapkan
adalah ilmu dan amal secara bersamaan, agar seseorang menjadi pengucap “Laa ilaaha
illallah” yang sejati dan jujur dalam mengucapkannya. Dan menjadi seorang ahli
tauhid yang sejati pula. Dan sungguh taufiq itu hanya di tangan Allah semata.
“barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallah, lalu menunaikan hak dan
kewajibannya (konsekuensinya), pasti akan masuk surga“
“apa yang engkau persiapkan untuk hari ini (hari kematianmu kelak)? Al
Farazdaq berkata: syahadat Laa ilaaha illallah sejak 70 tahun yang lalu. Lalu
Al Hasan berkata: iya benar, itulah bekal. Namun Laa ilaaha illallah memiliki
syarat-syarat. Maka hendaknya engkau jauhi perbuatan menuduh zina wanita
yang baik-baik“
Wahab bin Munabbih ditanya, “bukanlah kunci surga itu adalah Laa ilaaha
illallah?”, ia menjawab:
يشير، ” وإال لم يُفتح لك، فإن أتيت بمفتاح له أسنان فُتح لك، بلى ؛ ولكن ما من مفتاح إال له أسنان
باألسنان إلى شروط «ال إله إال هللا» الواجب التزامها على كل مكلف
“iya benar, namun setiap kunci itu pasti ada giginya. Jika engkau datang
membawa kunci yang memiliki gigi, maka akan terbuka. Namun jika tidak ada
giginya, maka tidak akan terbuka“.
ٌ عل ٌم
يقين وإخالص وصدقك مع محبة وانقياد والقبول لها
“ilmu, yakin, ikhlas, jujurmu disertai dengan cinta, patuh dan menerima”
dan sebagian ulama yang lain juga membuat bait
dengan tujuh syarat yang telah dibuat, yang diambil dengan benar dari nash-nash wahyu
maka tidaklah bermanfaat orang yang mengatakannya (Laa ilaaha illallah) dengan lisan,
kecuali menyempurnakannya
ilmu, yakin, menerima, patuh, pahamilah apa yang saya katakan ini
jujur, ikhlas, cinta, semoga Allah memberimu taufiq pada apa-apa yang Ia cintai
Kemudian, kami akan jelaskan kepada anda penjelasan dari masing-masing syarat
tersebut dengan menyebutkan dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah:
1. Al Ilmu (ilmu)
Al ilmu di sini makna yang dimaksudkan adalah ilmu dalam menafikan dan
menetapkan. Hal ini karena anda menafikan semua jenis ibadah kepada seleuruh
sesembahan selain Allah, dan menetapkan semua ibadah hanya kepada Allah semata.
Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala :
“hanya kepada-Mu lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah kami memohon
pertolongan” (QS. Al Fatihah: 5)
Maksudnya, kami menyembah-Mu semata yaa Allah, dan tidak menyembah selain-
Mu, kami meminta pertolongan kepada-Mu yaa Allah dan tidak meminta pertolongan
kepada selain-Mu. Maka orang yang mengucapkan “Laa ilaaha illallah” wajib
mengilmui makna dari “Laa ilaaha illallah” itu sendiri. Allah Ta’ala berfirman:
َ ِ[ } فَا ْعلَ ْم أَنَّهُ اَل إِلَهَ إِاَّل هَّللا ُ َوا ْستَ ْغفِرْ لِ َذ ْنب19:]محمد
{ك
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang hak selain
Allah” (QS. Muhammad: 19)
Ia juga berfirman:
“kecuali mereka mengetahui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya)” (QS. Az
Zukhruf: 86)
Para ahli tafsir menjelaskan, maksud dari “illa man syahida” adalah ‘kecuali mereka
yang mengetahui’ apa yang mereka syahadatkan tersebut oleh lisan dan hari mereka”.
Dari Utsman bin ‘Affan radhiallahu’anhu beliau berkata, bahwa
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ََم ْن َماتَ َوهُ َو يَ ْعلَ ُم أَنَّهُ اَل ِإلَهَ إِاَّل هَّللا ُ َد َخ َل ْال َجنَّة
“barangsiapa yang mati dan ia mengetahui bahwa tiada sesembahan yang berhak
disembah selain Allah, akan masuk surga”
2. Al Yaqin (meyakini)
َ اَل يَ ْلقَى هللاَ بِ ِه َما َع ْب ٌد َغ ْي َر شَاكٍّ فِي ِه َما إِاَّل َد َخ َل ْال َجنَّة،ِ َوأَنِّي َرسُو ُل هللا،ُأَ ْشهَ ُد أَ ْن اَل إِلَهَ إِاَّل هللا
“syahadat bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan
bahwasanya aku adalah utusan Allah, seorang hamba yang tidak meragukannya dan
membawa keduanya ketika bertemu dengan Allah, akan masuk surga”
َم ْن لَقِيتَ ِم ْن َو َرا ِء هَ َذا ْال َحائِ ِط يَ ْشهَ ُد أَ ْن اَل إِلَهَ إِاَّل هَّللا ُ ُم ْستَ ْيقِنًا بِهَا قَ ْلبُهُ فَبَ ِّشرْ هُ بِ ْال َجنَّ ِة
“barangsiapa yang engkau temui di balik penghalang ini, yang bersyahadat laa
ilaaha illallah, dan hatinya yakin terhadap hal itu, maka berilah kabar gembiranya
baginya berupa surga”
3. Al Ikhlas (ikhlas)
Al Ikhlas menafikan syirik dan riya’. Yaitu dengan membersihkan amal dari semua
cabang kesyirikan yang zhahir maupun yang samar, dengan mengikhlaskan niat untuk
Allah semata dalam seluruh ibadah. Allah Ta’ala berfirman:
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang ikhlas (bersih dari syirik)” (QS.
Az Zumar: 3)
Ia juga berfirman:
“Orang yang paling bahagia dengan syafa’atku di hari kiamat kelak adalah orang
yang mengatakan laa ilaaha illallah dengan ikhlas dari hatinya”
{ َك لَ َرسُولُهُ َوهَّللا ُ يَ ْشهَ ُد ِإ َّن ْال ُمنَافِقِينَ َل َكا ِذبُون َ َّك ْال ُمنَافِقُونَ قَالُوا نَ ْشهَ ُد إِن
َ َّك لَ َرسُو ُل هَّللا ِ َوهَّللا ُ يَ ْعلَ ُم إِن َ [ } إِ َذا َجا َء
1:]المنافقون
Karena orang-orang munafik mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” namun tidak
secara jujur. Allah Ta’ala berfirman:
{ َ) َولَقَ ْد فَتَنَّا الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم فَلَيَ ْعلَ َم َّن هَّللا ُ الَّ ِذين2( َب النَّاسُ أَ ْن يُ ْت َر ُكوا أَ ْن يَقُولُوا آ َمنَّا َوهُ ْم اَل يُ ْفتَنُون
َ ) أَ َح ِس1( الم
َص َدقُوا َولَيَ ْعلَ َم َّن ْال َكا ِذبِين َ } [3-1:]العنكبوت
“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan
sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta” (QS. Al Ankabut: 1-3).
ِ َّ إِاَّل َح َّر َمهُ هَّللا ُ َعلَى الن،ص ْدقًا ِم ْن قَ ْلبِ ِه
ار ِ ،ِ َما ِم ْن أَ َح ٍد يَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِاَّل هَّللا ُ َوأَ َّن ُم َح َّمدًا َرسُو ُل هَّللا
“tidak ada seorang pun yang bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang hak selain
Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, dengan jujur dari hatinya,
kecuali ia pasti diharamkan oleh Allah untuk masuk neraka”
5. Al Mahabbah (cinta)
“ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah”
{ِ ُون هَّللا ِ أَ ْندَادًا ي ُِحبُّونَهُ ْم َكحُبِّ هَّللا ِ َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا أَ َش ُّد ُحبًّا هَّلِل
ِ اس َم ْن يَتَّ ِخ ُذ ِم ْن د
ِ َّ[ } َو ِمنَ الن165:]البقرة
َوأَ ْن ي ُِحبَّ ْال َمرْ َء اَل ي ُِحبُّهُ إِاَّل، أَ ْن يَ ُكونَ هَّللا ُ َو َرسُولُهُ أَ َحبَّ إِلَ ْي ِه ِم َّما ِس َواهُ َما: ان ٌ ثَاَل
ِ ث َم ْن ُك َّن فِي ِه َو َج َد َحاَل َوةَ اإْل ِ ي َم
ِ َّ َوأَ ْن يَ ْك َرهَ أَ ْن يَعُو َد فِي ْال ُك ْف ِر َك َما يَ ْك َرهُ أَ ْن يُ ْق َذفَ فِي الن، ِ هَّلِل
ار
“Ada 3 hal yang jika ada pada diri seseorang ia akan merasakan manisnya iman: (1)
Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selainnya, (2) ia mencintai seseorang karena
Allah, (3) ia benci untuk kembali pada kekufuran sebagaimana ia benci untuk
dilemparkan ke dalam neraka”
6. Al Inqiyad (patuh)
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum
datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)” (QS. Az Zumar:
54)
{[ } َو َم ْن أَحْ َسنُ ِدينًا ِم َّم ْن أَ ْسلَ َم َوجْ هَهُ هَّلِل ِ َوهُ َو ُمحْ ِس ٌن125:]النساء
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan
dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama
Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya” (QS.
An Nisaa’: 125)
dan makna dari aslimuu dan aslama dalam dua ayat di atas dalah patuh dan taat.
7. Al Qabul (menerima)
{ َج ْال ُم ْؤ ِمنِين ً َ ِ[ }ثُ َّم نُنَجِّ ي ُر ُسلَنَا َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا َك َذل103:]يونس
ِ ك َحقّا َعلَ ْينَا نُ ْن
“Kemudian Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman,
demikianlah menjadi kewajiban atas Kami menyelamatkan orang-orang yang
beriman” (QS. Yunus: 103).
Ia juga berfirman:
Demikian. Hanya kepada Allah lah kita semua memohon taufiq agar dapat
menegakkan kalimat “Laa ilaaha illallah” sebenar-benarnya baik dalam perkataan,
perbuatan dan keyakinan. Sungguh Allah lah semata yang memberi taufiq dan
petunjuk kepada jalan yang lurus.
وصلى هللا وسلم وبارك وأنعم على عبد هللا ورسوله نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Sumber: http://al-badr.net/muqolat/2575
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
Keutamaan “Kalimat Laa Ilaha Illallah”
Nov 13, 2009Muhammad Abduh Tuasikal, MScAqidah20
Ibnu Rajab dalam Kalimatul Ikhlas mengatakan,”Kalimat Tauhid (yaitu Laa Ilaha Illallah, pen) memiliki
keutamaan yang sangat agung yang tidak mungkin bisa dihitung.” Lalu beliau rahimahullah menyebutkan
beberapa keutamaan kalimat yang mulia ini. Di antara yang beliau sebutkan :
Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ merupakan harga surga
Suatu saat Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mendengar muadzin mengucapkan ’Asyhadu alla ilaha illallah’.
Lalu beliau mengatakan pada muadzin tadi,
ِ َّ« َخ َرجْ تَ ِمنَ الن
» ار
”Engkau terbebas dari neraka.” (HR. Muslim no. 873)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
َ َم ْن َكانَ آ ِخ ُر كَاَل ِم ِه اَل إِلَهَ إِاَّل هللاُ َد َخ َل
َالجنَّة
”Barangsiapa yang akhir perkataannya sebelum meninggal dunia adalah ‘lailaha illallah’, maka dia akan
masuk surga” (HR. Abu Daud. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih no. 1621)
Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ adalah kebaikan yang paling utama
Abu Dzar berkata,
ال إِذاَ َع َم ْلتَ َسيِّئَةً فَا ْع َملْ َح َسنَةً فَإِنَّهَا ِ َت يا َ َرسُوْ َل هللاِ َكلِّ ْمنِي بِ َع َم ٍل يُقَ ِّربُنِي ِمنَ ال َجنَّ ِة َويُب
ِ َّاع ُدنِي ِمنَ الن
َ َ ق،ار ُ قُ ْل
َ ْالذنُو
ب ُّ ْت َو ِه َي تَ ْمحُو َ ُ قَا َل ِه َي أَحْ َسن، ت
ِ الح َسنَا ِ ت يَا َرسُوْ َل هللاِ اَل إِلَهَ إِاَّل هللاُ ِمنَ ْال َح َسنَا ُ قُ ْل،َع ْش َر أَ ْمثَالِهَا
َو ْال َخطَايَا
”Katakanlah padaku wahai Rasulullah, ajarilah aku amalan yang dapat mendekatkanku pada surga dan
menjauhkanku dari neraka.” Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,”Apabila engkau melakukan
kejelekan (dosa), maka lakukanlah kebaikan karena dengan melakukan kebaikan itu engkau akan
mendapatkan sepuluh yang semisal.” Lalu Abu Dzar berkata lagi,”Wahai Rasulullah, apakah ’laa ilaha
illallah’ merupakan kebaikan?” Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,”Kalimat itu (laa ilaha illallah,
pen) merupakan kebaikan yang paling utama. Kalimat itu dapat menghapuskan berbagai dosa dan
kesalahan.” (Dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani dalam tahqiq beliau terhadap Kalimatul Ikhlas, 55)
Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ adalah dzikir yang paling utama
Hal ini sebagaimana terdapat pada hadits yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam (hadits marfu’),
َ أَ ْف
ُض ُل ال ِّذ ْك ِر اَل إِلَهَ إِاَّل هللا
”Dzikir yang paling utama adalah bacaan ’laa ilaha illallah’.” (Dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani dalam
tahqiq beliau terhadap Kalimatul Ikhlas, 62)
Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ adalah amal yang paling utama, paling banyak ganjarannya, menyamai
pahala memerdekakan budak dan merupakan pelindung dari gangguan setan
Sebagaimana terdapat dalam shohihain (Bukhari-Muslim) dari Abu Hurairoh radhiyallahu ’anhu, dari
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, beliau bersabda,
فِى يَوْ ٍم ِمائَةَ َم َّر ٍة. َوه َُو َعلَى ُكلِّ َش ْى ٍء قَ ِدي ٌر، َولَهُ ْال َح ْم ُد، ك ُ لَهُ ْال ُم ْل، ُ« َم ْن قَا َل الَ إِلَهَ إِالَّ هَّللا ُ َوحْ َدهُ الَ َش ِريكَ لَه
َت لَهُ ِحرْ ًزا ِمنَ ال َّش ْيطَا ِن ْ َو َكان، ت َع ْنهُ ِمائَةُ َسيِّئَ ٍة ْ َ َو ُم ِحي، ت لَهُ ِمائَةُ َح َسنَ ٍة ٍ َت لَهُ َع ْد َل َع ْش ِر ِرقَا
ْ َ َو ُكتِب، ب ْ َكان،
.»ك َ ِ إِالَّ أَ َح ٌد َع ِم َل أَ ْكثَ َر ِم ْن َذل، ض َل ِم َّما َجا َء بِ ِه
َ ت أَ َح ٌد بِأ َ ْفِ ْ َولَ ْم يَأ، ك َحتَّى يُ ْم ِس َى َ ِيَوْ َمهُ َذل
”Barangsiapa mengucapkan ’laa il aha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa
huwa ’ala kulli syay-in qodiir’ [tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah,
tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kerajaan dan segala pujian. Dia-lah yang Maha Kuasa atas segala
sesuatu] dalam sehari sebanyak 100 kali, maka baginya sama dengan sepuluh budak (yang dimerdekakan,
pen), dicatat baginya 100 kebaikan, dihapus darinya 100 kejelekan, dan dia akan terlindung dari setan pada
siang hingga sore harinya, serta tidak ada yang lebih utama darinya kecuali orang yang membacanya lebih
banyak dari itu.” (HR. Bukhari no. 3293 dan HR. Muslim no. 7018)
Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ adalah Kunci 8 Pintu Surga, orang yang mengucapkannya bisa masuk
lewat pintu mana saja yang dia sukai
Dari ’Ubadah bin Shomit radhiyallahu ’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
ك لَهُ َوأَ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُولُهُ َوأَ َّن ِعي َسى َع ْب ُد هَّللا ِ َوابْنُ أَ َمتِ ِه َ ال أَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ هَّللا ُ َوحْ َدهُ الَ َش ِري
َ ََم ْن ق
ب ْال َجنَّ ِة الثَّ َمانِيَ ِة َشا َء ِ ق أَدْخَ لَهُ هَّللا ُ ِم ْن أَىِّ أَب َْوا َ َّق َوأَ َّن الن
ٌّ ار َح ٌّ َو َكلِ َمتُهُ أَ ْلقَاهَا إِلَى َمرْ يَ َم َورُو ٌح ِم ْنهُ َوأَ َّن ْال َجنَّةَ َح
”Barangsiapa mengucapkan ’saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan
benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, dan
(bersaksi) bahwa ’Isa adalah hamba Allah dan anak dari hamba-Nya, dan kalimat-Nya yang disampaikan
kepada Maryam serta Ruh dari-Nya, dan (bersaksi pula) bahwa surga adalah benar adanya dan neraka pun
benar adanya, maka Allah pasti akan memasukkannya ke dalam surga dari delapan pintu surga yang mana
saja yang dia kehendaki.” (HR. Muslim no. 149)
(Lihat Kalimatul Ikhlas, 52-66. Sebagian dalil yang ada sengaja ditakhrij sendiri semampu kami)
Inilah sebagian di antara keutamaan kalimat syahadat laa ilaha illallah dan masih banyak keutamaan yang
lain. Namun, penjelasan ini bukanlah inti dari pembahasan kami kali ini. Setelah ini kami akan membahas
mengenai syarat-syarat dari laa ilaha illallah. Karena kalimat tidaklah akan berguna melainkan dengan
terpenuhi syarat-syaratnya. Nantikan artikel selanjutnya.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel https://rumaysho.com
Sumber : https://rumaysho.com/643-keutamaan-qkalimat-laa-ilaha-illallahq.html
Bilakah Pohon Iman Berbuah Manis? (1)
Pohon iman di hati berbuah manis? Bagaimana mungkin itu terjadi dan seperti
apa rasanya? Untuk menjawab pertanyaan di atas, marilah kita renungkan
makna beberapa hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini
Pohon iman di hati berbuah manis? Bagaimana mungkin itu terjadi dan seperti apa
rasanya? Untuk menjawab pertanyaan di atas, marilah kita renungkan makna beberapa
hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini.
Ketiga hadits di atas, paling tidak, memberikan gambaran jelas bahwa pohon iman di
hati orang yang beriman, jika pertumbuhannya benar dan sempurna, maka pohon itu
akan menghasilkan buah yang indah dengan rasa yang manis dan lezat, dan ini dapat
dirasakan oleh orang-orang yang beriman secara nyata.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
ٍ تُ ْؤتِي أُ ُكلَهَا ُك َّل ِح .ت َوفَرْ ُعهَا فِي ال َّس َما ِء
ين بِإِ ْذ ِن ٌ ِب هَّللا ُ َمثَال َكلِ َمةً طَيِّبَةً َك َش َج َر ٍة طَيِّبَ ٍة أَصْ لُهَا ثَاب َ َأَلَ ْم تَ َر َك ْيف
َ ض َر
َاس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُون
ِ ََّربِّهَا َويَضْ ِربُ هَّللا ُ األ ْمثَا َل لِلن
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata, “(Dalam ayat ini) Allah menganalogikan
kalimat iman, yang merupakan sebaik-baik kalimat dengan pohon yang merupakan
sebaik-baik pohon, yang mempunyai ciri-ciri mulia; akarnya (menancap) kokoh dan
kuat (ke dalam tanah), pertumbuhannya berkesinambungan dan buah-buahnya (yang
manis) senantiasa ada di setiap waktu dan musim untuk memberikan berbagai macam
manfaat dan hasil yang baik bagi pemiliknya maupun orang lain.
Pohon iman ini di hati orang-orang yang beriman berbeda-beda (pertumbuhan dan
kesuburannya), sesuai dengan perbedaan/banyak-sedikitnya sifat-sifat mulia yang
Allah terangkan tentang pohon ini. Maka seorang hamba yang mendapatkan taufik
(dari Allah subhanau wa Ta’ala) akan selalu berusaha mengetahui tentang pohon
iman ini, ciri-ciri agungnya, akar dan cabang-cabangnya, serta berusaha untuk
merealisasikannya dalam ilmu dan amal. Karena sesungguhnya bagian kebaikan,
keberuntungan dan kebahagiaan dunia-akhirat bagi seorang hamba adalah sesuai
dengan perhatiannya terhadap (pertumbuhan) pohon iman ini” 5.
ََاب تِ ْبيَانًا لِ ُكلِّ َش ْي ٍء َوهُدًى َو َرحْ َمةً َوبُ ْش َرى لِ ْل ُم ْسلِ ِمين
َ ك ْال ِكت
َ َونَ َّز ْلنَا َعلَ ْي
Dan Kami turunkan kepadamu kitab ini (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri (QS an-Nahl:
89).
َولَقَ ْد يَسَّرْ نَا ْالقُرْ آنَ لِل ِّذ ْك ِر فَهَلْ ِم ْن ُم َّد ِك ٍر
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah
orang yang mau mengambil pelajaran? (QS al-Qamar: 17).
Adapun penjelasan yang lebih rinci tentang makna perumpamaan dalam ayat ini,
Imam Ibnul Qayyim berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengumpamakan
kalimat thayyibah (kalimat yang baik/iman dan tauhid) dengan pohon yang baik,
karena kalimat yang baik akan membuahkan amal salih sebagaimana pohon yang baik
menghasilkan buah yang bermanfaat.
Makna ini jelas sekali berdasarkan pendapat mayoritas Ahli tafsir yang mengatakan
bahwa (makna) kalimat yang baik adalah (kalimat) syahadat laa ilaaha illallah (tidak
ada sembahan yang benar selain Allah). Sesungguhnya kalimat tauhid ini akan
membuahkan semua amal salih lahir dan batin. Maka semua amal salih yang diridhai
oleh Allah adalah buah dari kalimat ini.
Dalam penafsiran (riwayat) ‘Ali bin Abi Thalhah dari ‘Abdullah bin
‘Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata, “Kalimat yang baik” adalah (kalimat)
syahadat laa ilaaha illallah (tidak ada sembahan yang benar selain Allah). “Seperti
pohon yang baik” yaitu seorang yang beriman. “Akarnya menancap kuat (ke dalam
tanah)” yaitu kalimat laa ilaaha illallah di dalam hati orang yang beriman. “Dan
cabangnya (menjulang) ke langit”, (yaitu) dengan kalimat laa ilaaha illallah amal
seorang mukmin akan diangkat ke langit (diterima oleh Allah Ta’ala).
Ar-Rabi’ bin Anas berkata, “Kalimat yang baik adalah peumpamaan (bagi) keimanan,
karena keimanan adalah pohon yang baik, akarnya yang kuat dan tidak rapuh adalah
keikhlasan di dalamnya, dan cabangnya (menjulang) ke langit adalah rasa takut
kepada Allah”.
Berdasarkan penafsiran ini, maka perumpamaan dalam ayat ini lebih jelas, tepat dan
sesuai. Sesungguhnya Allah Ta’ala menganalogikan pohon tauhid (iman) di hati
dengan pohon baik yang akarnya kuat dan cabangnya menjulang tinggi ke langit, serta
selalu menghasilkan buah setiap saat.
Tatkala anda memperhatikan perumpamaan ini, maka anda akan melihatnya sangat
sesuai dengan pohon tauhid (iman) yang menancap kuat di dalam hati dan cabang-
cabangnya yang berupa amal-amal salih selalu naik ke langit. Pohon ini senantiasa
membuahkan amal-amal salih setiap saat sesuai dengan keteguhannya di dalam hati,
kecintaan hati kepadanya, keikhlasannya, pengetahuan tentang hakikatnya, selalu
memperhatikan dan menjaga hak-haknya”7.
Lebih lanjut, Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani menukil ucapan Syaikh Abu Muhammad
bin Abi Jamrah yang menjelaskan makna perumpamaan ini, beliau berkata, “Kalimat
yang baik adalah kalimat ikhlas (tauhid), akar pohonnya adalah iman, ranting-
rantingnya adalah (selalu) mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya,
daun-daunnya adalah kebaikan yang selalu menjadi perhatian seorang mukmin, dan
buahnya adalah amal-amal ketaatan” 8.
Hikmah agung diserupakannya iman di hati dengan pohon yang tumbuh di muka bumi
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu (QS al-‘Ankabut, 43).
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata, “Firman Allah ini merupakan pujian
terhadap perumpamaan-perumpamaan yang dibuat Allah (dalam al-Qur’an), sekaligus
motivasi untuk merenungkan dan memahaminya, serta pujian bagi orang yang
memahaminya dan pertanda bahwa sesungguhnya dia termasuk orang yang berilmu
(dengan sebenarnya), maka (dengan ini) diketahui bahwa orang yang tidak memahami
perumpamaan-perumpamaan tersebut berarti dia bukan termasuk orang-orang yang
berilmu.
Hal ini disebabkan karena perumpamaan-perumpamaan yang dibuat oleh Allah dalam
al-Qur’an hanyalah untuk (menjelaskan) perkara-perkara yang sangat penting,
tuntutan-tuntutan (dalam Islam) yang tinggi dan masalah-masalah yang agung. Maka
orang-orang yang berilmu mengetahui bahwa perumpamaan-perumpamaan ini lebih
penting daripada yang lain, karena Allah memberikan perhatian besar terhadap
masalah-masalah tersebut dan memotivasi hamba-hamba-Nya untuk memahami dan
merenungkannya, sehingga orang-orang yang berilmu mencurahkan segenap
kesungguhan mereka untuk memahaminya.
Bahkan Imam Ibnu Katsir menukil dari seorang ulama Salaf yang mengomentari ayat
di atas, beliau berkata, “Tatkala aku mendengar sebuah permisalan dalam al-Qur’an
lalu aku tidak memahaminya, maka aku akan menangisi diriku sendiri (karena sedih),
karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan perumpamaan-perumpamaan ini
Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang
yang berilmu” (QS al-‘Ankabut, 43).”10
Adapun secara khusus yang berhubungan dengan perumpamaan iman di hati dengan
pohon, hikmahnya telah dijelaskan oleh sebagian dari para ulama Ahlus sunnah, di
antaranya Imam Ibnul Qayyim, beliau berkata, “Di antara hikmah-hikmah tersebut
adalah,
Maka hal-hal inilah yang dijadikan sebagai bukti bahwa pohon iman telah tumbuh dan
tertancap kuat di dalam hati. Jika ilmu (yang dimiliki oleh seorang hamba) benar dan
sesuai dengan petunjuk yang diturunkan oleh Allah dalam al-Qur’an, keyakinannya
sesuai dengan (aqidah yang benar) seperti yang diterangkan oleh Allah dan para
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala (nama-
nama dan sifat-sifat-Nya yang maha tinggi), ada keikhlasan dalam hati, amal-amal
(salih) yang sesuai dengan perintah (Allah Subhanahu wa Ta’ala), serta petunjuk dan
tingkah laku yang selaras dengan prinsip-prinsip dasar ini, maka (dengan semua ini)
diketahui bahwa pohon iman di hati hamba tersebut akarnya menancap kuat dan
cabangnya (menjulang) ke langit.
Adapun jika keadaannya berlawanan dengan semua itu maka diketahui bahwa yang
ada di hatinya tidak lain adalah pohon buruk yang mengambang di permukaan bumi
(akarnya tidak menancap) dan tidak ada ketetapan baginya.
2- Sesungguhnya setiap pohon tidak bisa bertahan hidup kecuali dengan (adanya)
sesuatu yang mengairi dan menumbuhkannya, sehingga jika pengairan tersebut
dihentikan maka tak lama lagi pohon tersebut akan kering (layu). Demikian pula
pohon iman di hati seorang hamba, jika dia tidak menjaganya dengan mengairinya
setiap waktu dengan ilmu yang bermanfaat dan amal salih, serta tidak membiasakan
diri untuk berdzikir (mengingat dan menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan
memikirkan (kemahaagungan dan luasnya limpahan nikmat-Nya), maka pohon iman
di hatinya tak lama lagi akan layu.
Kesimpulannya, tanaman pohon iman jika tidak diperhatikan dan dijaga maka tidak
lama lagi akan hancur.
Barangsiapa yang tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman (yang benar) dalam
masalah ini, maka sungguh akan luput darinya keuntungan yang besar tanpa
disadarinya. Seorang mukmin senantiasa mengusahakan dua hal; mengairi pohon
iman (dalam hatinya) dan membersihkan (tumbuhan asing) yang ada di sekitarnya.
Maka dengan mengairinya, pohon tersebut akan tetap hidup dan tumbuh, dan dengan
membersihkan (tumbuhan asing) yang ada di sekitarnya, akan sempurna
(pertumbuhan) pohon tersebut dan semakin banyak (hasilnya). Hanya Allah tempat
memohon pertolongan dan berserah diri.”12
ٍ يَوْ َم ال يَ ْنفَ ُع َما ٌل َوال بَنُونَ إِال َم ْن أَتَى هَّللا َ بِقَ ْل
ب َسلِ ٍيم
(Yaitu) di hari (kiamat yang ketika itu) harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (QS asy-
Syu’araa’, 88-89).
Makna ayat ini, pada hari kiamat nanti tidak ada yang bisa menyelamatkan dirinya
dari azab Allah Subhanahu wa Ta’ala, meskipun ditebus dengan emas sepenuh bumi
atau dengan semua orang yang ada di permukaan bumi. Tidak ada yang bermanfaat
pada hari itu kecuali orang yang datang menghadap-Nya dengan membawa iman yang
benar di dalam hati dan keikhlasan kepada-Nya, serta hatinya bersih dari segala
bentuk kesyirikan, keragu-raguan dan segala keburukan yang merusak iman. 13
Sehubungan dengan hal ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menegaskan, “Jika kamu
tidak merasakan manisnya (iman) dan kelapangan (di dalam hati) ketika beramal
salih, maka tuduhlah (curigailah) imanmu! Karena sesungguhnya Allah Subhanahu
wa Ta’ala adalah asy-Syakur (Maha Mesyukuri/ Membalas perbuatan baik hamba-
Nya dengan balasan yang sempurna), artinya, Dia pasti memberikan balasan bagi
seorang hamba yang mengerjakan amal salih di dunia (dengan belasan) yang berupa
kemanisan iman yang dirasakannya di dalam hati, keteguhan dan kelapangan dada,
serta kesejukan dalam jiwa, maka ketika hamba tersebut tidak merasakan hal ini,
berarti amalnya (imannya) disusupi (keburukan sehingga rusak).” 14
Para ulama ahlus sunnah telah memaparkan dengan rinci manfaat dan faidah dari
keimanan yang benar beserta buah-buahnya yang manis. Syaikh ‘Abdur Rahman as-
Sa’di berkata, “Betapa banyak faidah dan buah dari keimanan yang benar, untuk
kebahagiaan dan kebaikan hidup bagi jiwa dan raga seorang hamba, di dunia dan
akhirat. Betapa banyak yang dihasilkan oleh pohon iman ini berupa buah-buah yang
ranum, lezat dan terus ada. Faidahnya pun tidak terbatas dan kebaikannya tidak
terhingga.
Kesimpulannya, semua kebaikan di dunia dan akhirat, serta penjagaan dari segala
keburukan adalah termasuk buah-buah manis dari pohon iman.” 15 Berikut ini
pemaparan tentang buah-buah manis pohon iman dengan lebih rinci, sebagaimana
yang diterangkan oleh para ulama ahlus sunnah, di antaranya,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Maka setiap orang yang beriman dengan keimanan yang benar dan bertakwa, dia
adalah wali Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kewalian yang khusus dari-
Nya.16 Makna kewalian yang khusus dari Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah seperti
yang disebutkan dalam hadit shahih berikut;
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan orang yang menjadi wali
Allah Subhanahu wa Ta’ala (kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala) yang khusus, yaitu
orang yang memiliki keimanan yang benar, serta selalu taat dan bertakwa kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahkan
kepadanya kebersamaan-Nya yang khusus18 yang mengandung arti pertolongan-
Nya, taufik-Nya, penjagaan-Nya, dan perlindungan-Nya pada pendengaran,
penglihatan, ucapan lisan, langkah kaki, dan perbuatan semua anggota badannya lahir
dan batin.19 Oleh karena itu, mereka selalu berada di atas keridhaan-Nya dan terhindar
dari segala keburukan20.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
ِ ت تَجْ ِري ِم ْن تَحْ تِهَا األ ْنهَا ُر خَالِ ِدينَ فِيهَا َو َم َسا ِكنَ طَيِّبَةً فِي َجنَّا
ٌ ت َع ْد ٍن َو ِرضْ َو
ان ِ َو َع َد هَّللا ُ ْال ُم ْؤ ِمنِينَ َو ْال ُم ْؤ ِمنَا
ٍ ت َجنَّا
ك هُ َو ْالفَوْ ُز ْال َع ِظي ُم
َ ِِمنَ هَّللا ِ أَ ْكبَ ُر َذل
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan, (akan
mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat tinggal yang indah di surga ‘Adn (yang
kekal abadi) . Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; Itu adalah keberuntungan
yang besar (QS at-Taubah, 72).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Dan Allah adalah Pelindung orang-orang yang beriman (QS Ali ‘Imran: 68).
4- Membuahkan kehidupan yang indah dan penuh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Hal ini dikarenakan iman yang benar memiliki beberapa keistimewaan besar, di
antaranya menjadikan hati tenang, damai, qana’ah (menerima) pembagian rezki yang
Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan dan tidak bergantung kepada selain-Nya. Inilah
kehidupan indah yang hakiki, karena sesungguhnya asal kehidupan bahagia adalah
kedamaian dan ketenangan dalam hati, serta terhindarnya hati dari semua yang
menjadikannya galau dan gundah.23
Oleh karena itu, Para ulama salaf menafsirkan makna “kehidupan yang baik (di
dunia)” dalam ayat di atas dengan “kebahagiaan (hidup)” atau “rezki yang halal dan
baik” dan kebaikan-kebaikan lainnya yang mencakup semua kesenangan hidup yang
hakiki.24
Allah Ta’ala berfirman,
Beliau berkata, “Khusyu’ dalam shalat hanyalah diraih oleh orang yang hatinya
tercurah sepenuhnya kepada shalat (yang sedang dikerjakannya), dia hanya
menyibukkan diri dan lebih mengutamakan shalat tersebut dari hal-hal lainnya. Ketika
itulah shalat akan menjadi (sebab) kelapangan (jiwanya) dan kesejukan (hatinya),
sebagamana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits riwayat
imam Ahmad dan an-Nasa-i, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah menjadikan qurratul
‘ain (penyejuk/penghibur hati) bagiku pada (waktu aku melaksana-kan) shalat.” 25
Allah Ta’ala berfirman,
ُ َوهَّللا ُ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِي ٌم، َو َم ْن ي ُْؤ ِم ْن بِاهَّلل ِ يَ ْه ِد قَ ْلبَه،ِ صيبَ ٍة إِال بِإِ ْذ ِن هَّللا
ِ اب ِم ْن ُم
َ صَ ََما أ
Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali denga izin Allah.
Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk
kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS at-Taghaabun: 11).
Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman (QS al-Baqarah: 223
dan ash-Shaff, 13).
Bagi mereka (orang-orang yang beriman dan bertakwa) kabar gembira di dalam
kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi
kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang
besar (QS Yunus: 64).
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang beriman dan beramal salih,
bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya
(QS al-Baqarah: 25).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Barangsiapa yang beriman dan memperbaiki (dirinya), maka tak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (QS al-An’aam: 48).
8- Menolak keragu-raguan dan ketidakyakinan yang menimpa banyak manusia dan
merusak agama mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Ayat ini menunjukkan bahwa iman yang benar akan menghilangkan secara
keseluruhan keraguan dan kebimbangan yang merusak iman, serta menolak semua
kerancuan yang dilontarkan oleh para setan dari kalangan jin maupun manusia dan
dari nafsu yang selalu menyuruh kepada kejelekan. Maka tidak ada obat yang bisa
menangkal penyakit parah yang membinasakan ini kecuali merealisasikan iman yang
benar.28
9- Kemudahan untuk menerima nasehat dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat al-
Qur’an.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
َت َعلَ ْي ِه ْم آيَاتُهُ زَا َد ْتهُ ْم إِي َمانًا َو َعلَى َربِّ ِه ْم يَتَ َو َّكلُون ْ َإِنَّ َما ْال ُم ْؤ ِمنُونَ الَّ ِذينَ إِ َذا ُذ ِك َر هَّللا ُ َو ِجل
ْ َت قُلُوبُهُ ْم َوإِ َذا تُلِي
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-
ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan hanya kepada Allah mereka
bertawakkal (QS al-Anfaal: 2).
Hal ini dikarenakan keimanan yang benar akan membawa seorang hamba untuk
berpegang teguh dan selalu mengikuti kebenaran, dalam ilmu dan amal, maka dalam
dirinya ada kesiapan untuk selalu menerima peringatan-peringatan yang bermanfaat
dan ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menunjukkan kebenaran. Dalam
dirinya tidak penghalang untuk menerima kebenaran dan mengamalkannya.
Sebagaimana keimanan yang benar juga akan menjadikan fitrah manusia bersih dan
selamat dari penyimpangan, serta menjadikan niatnya lurus, sehingga dengan ini dia
mudah mengambil manfaat dari nasehat dan peringatan. 30
Sifat syukur dan sabar adalah penghimpun segala kebaikan, maka orang yang beriman
selalu meraih kebaikan di setiap waktu dan memperoleh keberuntungan di semua
keadaannya. Orang yang beriman ketika mendapatkan kesenangan terhimpun pada
dirinya dua kebaikan sekaligus, yaitu nikmat memperoleh kesenangan tersebut dan
taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam mensyukuri nikmat tersebut, yang ini
lebih mulia daripada kesenangan itu sendiri, dan dengan ini sempurnalah nikmat
kebaikan bagi hamba tersebut.
Adapun ketika ditimpa kesusahan, maka kesenangan terhimpun pada dirinya tiga
kebaikan sekaligus, yaitu dihapuskannya dosa-dosa, mendapat taufik dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk meraih kedudukan sabar yang lebih mulia daripada
penghapusan dosa-dosa, dan diringankannya kesusahan tersebut dengan dia
memperhitungkan pahala dan keutamaan di sisi-Nya. 32
***
Artikel Muslim.or.id
Anda sedang membaca: " Bilakah Pohon Iman Berbuah Manis? ", baca lebih
lanjut dari artikel berseri ini:
3 HR Imam Ahmad (4/264), an-Nasa-i (3/54 dan 3/55), Ibnu Hibban dan al-Hakim (no. 1900),
dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Hakim, disepakati oleh adz-Dzahabi dan Syaikh Al
Albani dalam kitab “Zhilaalul jannah fii takhriijis sunnah” (no. 424).
11 HR al-Hakim (1/45), dinyatakan shahih oleh Imam al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-
Dzahabi, serta dinyatakan hasan oleh Imam al-Haitsami dan Syaikh al-Albani (lihat “Silsilatul
ahaadiitsish shahiihah” no. 1585).
12 Kitab “I’laamul muwaqqi’iin ‘an Rabbil ‘alamin” (1/173-175).
13 Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/451) dan “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hlmn 593).
14 Dinukil oleh murid beliau yaitu Imam Ibnul Qayyim dalam kitab “Madaarijus saalikiin”
(2/68).
18 Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam kitab “al-Jawaabul kaafi” (hal. 131).
19 Lihat kitab “Syarhu shahih Muslim” (15/151) dan “Faidhul Qadiir” (2/240).
22 Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hlmn 539) dan “at-Taudhiihu wal bayaanu li
syajaratil iimaan” (hlmn 74).
25 HR Ahmad (3/128) dan an-Nasa-i (7/61), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani.
26 Lihat kitab “ Fathul Qadiir” (2/618) dan “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hlmn 358).