Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PRAKTIKUM PROSEDUR ANALISIS UDARA AMBIEN DENGAN

PARAMETER NO2, SO2, H2S, NH3, O3, DAN TSP

Disusun Oleh :

MONICA YOLANDA
(1913451004)
PRODI DIII SANITASI
REGULER 1 SEMESTER 3

POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN TANJUNG KARANG


TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT , Tuhan yang maha esa karena atas rahmat nya
telah terselesaikan” Laporan Pratikum Penyehatan Udara”.

Laporan pratikum ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Penyehatan
Udara .kami menyadari bahwa laporan pratikum ini masi jauh dari kata sempurna
,untuk itu kami minta kepada bapak/ibu yang membaca nya bias memberi kritik dan
saran yang bersifat membangun

,sangat kami harapkan . Semoga laporan pratikum ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, 17 november 2020

MONICA YOLANDA
LAPORAN PRAKTIKUM PENYEHATAN UDARA

Judul : ANALISIS UDARA AMBIEN DENGAN PARAMETER NO2, SO2, H2S,

NH3, O3, DAN TSP

Hari/Tanggal : Selasa, 17 November 2020

Tempat : Pabrik farmasi di daerah Gunung Sari.

Tujuan :

 1. Menganalisis udara ambien dengan parameter NO2, SO2,


H2S,NH3, O3, serta TSP (debu) pada pabrik farmasi di
daerah Gunung Sari.
 2. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang aspek–
aspek dalam lapangan kerja, seperti struktur organisasi,
jenjang karier, dan manajemen usaha.

I. TinjauanPustaka

A. DefinisiUdara

Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang
mengelilingi bumi. Kommposisi campuran gas tersebut tidak selalu
konstan. Komponen yang konsentrasinya paling berfariasi adalah air
dalam bentuk uap H2O dan carbon diokside (CO2). Jumlah uap air
yang terdapat diudara bervariasitergantung dari
cuacadansuhu.Udaraterdiridarikonsentrasigasdinyatakandalampres
egiselain gas-gas yang tercantum tabel 2.1 masih lagi ada gas-gas
lain yang mungkin terdapat di udara tetapi jumlahnya sangat kecil
yaitu kurang dari1ppm2
Udara dalam tidak pernah ditemukan bersih tanpa puluhan sama
sekali. Beberapa gas sepertisulfur diokside (SO2) , hidrogen sulfide
(H2S), dan karbon monokside (CO) selalu dibebaskan ke udara
sebagai produk sampingan dari proses proses alami seperti aktivitas
vulkanik, pembusukansampah tanaman, kebakaran hutan, dan
sebagainya. Selain itu partikel-partikel padatan abucairan berukuran
kecil dapat tersebar diudara oleh angin, letusan vulkanik atau
gangguan alam lainya. Selaindisebabkanpolutanalami,polusiudara
jugadapatdisebabkanolehaktivitas manusia.

B.udara ambien

Udara ambien adalah udara bebas dipertemukan bumi pada lapisan


toposfir yangberada didalam wilayah yuridiksi RI yang dibutuhkan
dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur
lingkungan hidup lainnya, status mutu udara ambien adalah
keadaan mutu udara di suatu tempat pada saat dilakukan
inventarisasi. Baku utu udara ambien adalah ukuran batasan atau
kadar zat, energi dan atau komponen yang ada atau yang
seharusnya ada.3Adanya kegiatan makhluk hidup menyebabkan
udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya, maka udara
tersebut dikatakan telah tercemar. Dalam upaya menjaga mutu
udara dapat memberikan daya dukung bagi makhluk hidup secara
optimal, maka dilakukan penanggunglangan pencemaran udara
serta pemulihan suhu udara.
C.Pencemaranudara

Pencemaran udara dapat diartikan sebagai adanya bahan bahan


atau zat-zatasing didalam udara yang menyebabkan perubahan
susunan (komposisi) udara dan keadaan normalnya. Menurut
peraturan pemerintah RI no. 41 tahun 1999 menyebutkan bahwa
yang dinamakan pencemaran udara yaitu masuknya atau
dimasukkanya zat energi atau komponen lain dalam udara ambien
oleh kegiatan manusia sehingga mutu udara ambien turun sampai
tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya. Pencemaran udara
akandipancarkanolehsumbernyadankemudianmengalamitransporta
si,dispersi, atau pengumpulan karena kondisi metereologi
maupungrafik.

Berikut parameter pencemar udara :

1.TPS (Total Suspended)

Total Suspended Particulate (TSP) TSP adalah partikulat yang


memiliki diameter antara 0,1 mm hingga 30mm. Secara alamiah
partikulat dihasilkan dari debu, tanah kering, yang terbawa angin
proses vulkanis yang berasal dari
letusangunungberapi,uapairlaut.Partikulatjugadihasilkandaripemba
karan yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung
senyawa karbon murnni atau tercampur dengan gas-gas organik,
seperti halnya penggunaan mesin diesel yang tidak terpelihara
dengan baik dan pembakaran batu bara yang tidak sempurna
sehingga terbentuk gerusol kompleks dari butir-butiran
tar,jikadibandingkandenganpembakaranbatubara,pembakaranminy
akdan
gas pada umumnya menghasilkan pratikulat dalam jumlah yang
lebih sedikit. Emisi pratikulat tergantung pada aktivitas manusia
terutama dari pembakaran bahan bakar fosil. Sumber-sumber non
industri seperti pembakaran sampah domestik atau komersial.

Sumber TSP Partikulat di udara tidak hanya dihasilkan dari emisi


langsung berupa partikulat , tetapi juga dari emisi gas –gas tertentu
yang mengalami kondensasi dan membentuk partikulat sehingga
ada partikulat primer dan sekunder. Suber partikulat adalah:

1. Sumberalami,antaralainerasaldariabuvulk
anik,kebakaranhutan,sertabunga yang
diterbangkan angin, angin yang membawa
partikel tanah, dan serpihan batuan ,
penguapan garam airlaut.

2. Sumber antropogenik berasal dari


kegiatanindustri.

2.SOx (Sulfur dioksida)

SOxmerupakansalahsatukomponenpolutandiatmosfer
yangdihasilkandari proses pembakaran minyak bumi dan batubara
serta pross lainyang mengandung sulfat .Berikut sifat-sifatSO2

 SO2 mempunyai karakteristik bau yang tajam dan


tidak terbakar di
udara,tidakberwarna.KonsentrasiSO2diudaraakanm
ulaiterdeteksi oleh indra penciuman manusia ketika
konsentrasi berkisar antara 0,3- 1ppm.

 SO2 tersusun dari satu asam sulfur dan dua atom


oksigen yang dihasilkan terutama dari letusan
gunung berapi dan beberapa proses industri.

 Sulfur dapat bergabung denan oksigen bereaksi


di udara menjadi senyawa SOX dengan reaksi yag
bersifat sangatisotermik.

 SebagianpencemarSO2diperkirakanmemilikiwakt
utinggaldiudara selama 2-4 hari dan dalam waktu
tinggal tersebut dapat
ditransportasikansejauh100km,sehinggakeadaannya
relatifstabildi atmosfer.

 Asam sulfat sangat reaktif, mudah bereaksi dengan


benda-benda lain yang menimbulkan kerusakan,
seperti proses perkaratan (korosi) dan proses
kimiawilain.

SumberSO2Sulfurdioksidaberasaldariduasumberyaitusumberalamia
hdan buatan.6 Sumber alami SO2 berasal dari letusan vulkanik ,
algamemproduksi dimetil sulfida, dan proses dekomposisi pada
tanah dan tumbuhan.7 Sumber SO2 buatan adalah pembakaran
bahan bakar minyak , gas dan batu bara yang mengandung
sulfurtinggi.
3.Nox (NitrogenDioksida)

(NO2)adalahsalahsatudarikelompokpolutanNOXbersamadenganNO,
HNO2 dan HNO3. 7 Nitrogen dioksida adalah gas toksik,
kelarutannya dalam air rendah, tetapi mudah larut dalam kelarutan
Alkali, Karbon disulfida dan kloroform. Gas ini berwarna cokelat
kemerahan pada suhu dibawah 21,20C akan berubah menjadi
cairan berwarna kuning. Baunya khas dan menganggu bahkan dapat
mengiritasi saluran napas pada konsentrasi 1-3 ppm.8 Waktu
tinggal NO2 di atmosfer adalah 3 hari.9 Di
atomosfer,gasiniakanmengalamisilusfotolitikNO2bersamadenganN
O
danO2denganbantuansinarmatahari.Siklusfotolitikinidapattergangg
u
jikaterdapathidrokarbon(HC).HCakanberinteraksidenganatomoksige
n membentuk radikal bebas HC yang sangat reaktif. Radikal bebas
HC akan cepat bereaksi dengan NO sehingga konsentrasi NO2
semakin mengingkat.

Sumber NO2 mayoritas berasal dari pembakaran bahan fosil seperti


batubara, minyak, dan gas. Di daerah perkotaan, nitrogen dioksida
80% diproduksi dari kendaraan bermotor. Sumber lainnya adalah
penyulingan gasoline dan logam, pembangkit listrik yang berbahan
bakar batubara, proses industri, dan pemasakan makanan pada
rumah tangga.
4.Ammonia(NH3)

Amonia merupakan senyawa nitrogen yang terpenting dan paling


banyak diproduksi. Antara pada tahun 1908 sampai 1913, Fritz
Haber (1868- 1934)seorang

IlmuawandariJerman berhasil mensintesis amonia langsung dari


unsurnya, ya itu dari gas nitrogen (N2)dan gas hidrogen (H2).
Amoniak terdapat dalam atmosfer bahkan dalam kondisi tidak
tercemar. Berbagai sumber, antara lain

:mikroorganisme,perombakkanlimbahbinatang,pengolahanlimbah,i
ndustry
amoniak,dandarisystempendingindenganbahanamoniak.Konsentras
iyang tinggi dari amoniak dalam atmosfer secara umum
menunjukkan adanya pelepasan secara eksidental dari gas tersebut.
Amoniak dihilangkan dari atmosfer dengan affinitasnya terhadap air
dan aksinya sebagai basa. Ini merupakan sebuah kunci dalam
pembentukan dan netralisasi dari nitrat dan aerosol sulfat dalam
atmosfer yang tercemar. Amoniak bereaksi dengan aerosol asamini
untuk membentuk garamammonium.

Reaksi :

NH3+ HNO3→ NH4NO3NH3+ H2SO4→ NH4HSO4

5.Hidrogen sulfida,H2S

adalah gas yang tidak berwarna, beracun, mudah terbakar dan


berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas
biologis ketika bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan
tanpa oksigen (aktivitas anaerobik), seperti di rawa, dan saluran
pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul pada gas yang timbul
dari aktivitas gunung berapi dan gas alam.

Hidrogen sulfida juga dikenal dengan nama sulfana, sulfur hidrida,


gas asam (sour gas), sulfurated hydrogen, asam hidrosulfurik, dan
gas limbah
(sewergas).IUPACmenerimapenamaan"hidrogensulfida"dan"sulfana
"; kata terakhir digunakan lebih eksklusif ketika menamakan
campuran yang lebihkompleks.

6.CO KARBON DIOKSIDA

Karbon monoksida (CO) adalah gas yang dihasilkan dari beragam


proses, termasuk pembakaran batu bara, kayu, dan penggunaan
bahan bakar pada kendaraan bermotor. Gas ini tidak berbau,
berwarna, dan tidak bisa dirasakan.

Karbon monoksida adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau,


tidak mempunyai rasa, titik didih -192º C, tidak larut dalam air dan
beratnya
96,5%dariberatudara.Pencemarankarbonmonoksidaberasaldarisum
ber
alamiseperti:kebakaranhutan,oksidasidariterpeneyangdiemisikanhu
tan ke atmosfer, produksi CO oleh vegetasi dan kehidupan di laut.
SumberCO lainnya berasal dari sumber antropogenik yaitu hasil
pembakaran bahan bakar fosil yang memberikan sumbangan 78,5%
dari emisi total. Pencemaran dari sumber antropogenik 55,3%
berasal dari pembakaran bensin padaotomotif

7.TIMAH HITAM (pb)

Timah hitam ( Pb ) merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-


biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5°C dan
titik didih 1.740°C pada tekanan atmosfer. Senyawa Pb-organik
seperti Pb-tetraetil dan Pb-tetrametil merupakan senyawa yang
penting karena banyak digunakan sebagai zat aditif pada bahan
bakar bensin dalam upaya meningkatkan angka oktan secara
ekonomi. PB-tetraetil dan Pb tetrametil berbentuk larutan dengan
titik didih masing-masing 110°C dan 200°C.
Karenadayapenguapankeduasenyawatersebutlebihrendahdibandin
gkan dengan daya penguapan unsur-unsur lain dalam bensin, maka
penguapan bensin akan cenderung memekatkan kadar P-tetraetil
dan Pb-tetrametil. Kedua senyawa ini akan terdekomposisi pada
titik didihnya denganadanya sinar matahari dan senyawa kimia lain
diudara seperti senyawa holegen asam atauoksidator
B. Alat

1) Peralatan pengambilan contoh uji NO2, SO2, H2S, NH3, O3, dan TSP

2) Labu ukur 50 mL, 100 mL, 250 mL, 500 mL, dan 1000 mL

3) Pipet mikro atau buret mikro 0,1 mL, 0,2 mL, 1 mL

4) Gelas ukur 100 mL

5) Gelas piala 100 mL, 250 mL, 500 mL, 1000 mL, dan 2000 mL

6) Tabung uji 25 mL dan 10 mL

7) Spektrofotometer UV/VIS dilengkapi cuvet

8) Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg

9) Oven

10) Botol pyrex berwarna gelap

11) Desikator

12) Alat destilasi

13) Kaca arloji

14) Pipet volumetrik 0,5 mL, 1 mL, 2 mL, 5 mL, 20 mL,25 mL, dan 50 mL

15) Termometer

16) Barometer

17) Pengaduk

18) Botol pereaksi

19) Absorber dari bahan gelas ukuran normal

20) Pompa udara untuk mengalirkan udara dengan kecepatan alir sampai dengan
0,2 liter/menit, ketelitian 0,01 liter/ menit.

21) Alat pengukur debit udara (0 - 5) liter/menit

22) Anemometer

23) Tabung kecil terbuat dari gelas berdiameter 20 mm


24) Tabung buret : 50 mL, 100 mL, dengan ketelitian 1 mL

25) Botol gelas : 1 liter, 500 mL, dan 250 mL 26) Prefilter.
27) Labu Erlenmeyer 250 mL

28) Penangas air

29) Low Volume Air Sampler atau High Volume Air Sampler

30) Filter fibre glass Ø 55 nm atau Ø 110 nm

B. Bahan

1) Hablur asam sulfanilat (H2NC6H4SO3H)

2) Larutan asam asetat glasial (CH3COOH pekat) 96 %

3) Air suling bebas nitrit

4) Serbuk Neda

5) Aseton

6) Serbuk asam sulfanilat (H2NC6H4SO3H)

7) Serbuk natrium nitrit (NaNO2)

8) Larutan HCl pekat

9) Serbuk natrium tiosulfat pentahidrat (Na2S2O3.5H2O)

10) Serbuk natrium karbonat (Na2CO3)

11) Serbuk kanji

12) Serbuk merkuri (II) iodida (HgI2)

13) Serbuk kalium iodat (KIO3)

14) Serbuk kalium iodida (KI)

15) Serbuk natrium metabisulfit (Na2S2O5)

16) Serbuk iod (I2)


17) Serbuk merkuri (II) klorida (HgCl2)

18) Serbuk kalium klorida (KCl)

19) Serbuk EDTA

20) Serbuk asam sulfamat (NH2SO3H)

21) Larutan formaldehid (HCHO) 36% - 38% v/v

22) Larutan asam fosfat (H3PO4)

23) Serbuk pararosanilin hidroklorida

24) Serbuk asetat trihidrat (NaC2H5O2.3H2O)

25) Serbuk N–N dimetil–P–fenil diamin dihidro klorida

26) Larutan asam sulfurik

27) Serbuk diamino fosfat

28) Serbuk ferri klorida

29) Serbuk CdSO4.8H2O

30) Serbuk sodium hidroksida

31) Serbuk stractan 10

32) Serbuk potasium iodida

33) Serbuk iodin

34) Serbuk Na2S.9H2O

35) Larutan H2SO4 97%


36) Serbuk natrium nitroprusida dihidrat
(Na2Fe(CN)5NO.2H2O)

37) NAOH

38) Larutan NaOCl 5%

39) Serbuk fenol

40) Larutan natrium nitroporusid 2%

41) Serbuk Na3PO4.12H2O

42) Serbuk NH4Cl

43) Larutan CHCl3

44) Larutan HCl 12 M

45) Serbuk dinatrium hidrogen fosfat dodekahidrat


(Na2HPO4.12H2O)

46) Serbuk kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4)

b
47) Larutan NaOH 1% ( /v)

b
48) Larutan H3PO4 1% ( /v)

49) Serbuk natrium tiosulfat pentahidrat (Na2S2O3.5H2O)


A. Penyiapan reagen yang diperlukan:

1) Larutan asam klorida (HCl) (1 : 10).Sebanyak 10 mL HCl pekat


diencerkan dengan 100 mL air suling ke dalam gelas piala 250
mL.

2) Larutan induk natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N.

Sebanyak 24,82 g Na2S2O3.5H2O dilarutkan dengan air suling

panas ke dalam gelas piala 250 mL dan kemudian ditambahkan

0,1 g natrium karbonat (Na2CO3).

3) Larutan indikator kanji.

Ke dalam gelas piala 250 ml dimasukkan berturut–turut 0,4g

kanji dan 0,002 g merkuri (II) iodida (HgI2). Secara hati-hati

larutan tersebut dilarutkan dengan air mendidih sampai volume

larutan mencapai 200 mL. Larutan tersebut dipanaskan sampai

jernih, lalu didinginkan dan dipindahkan ke dalam botol

pereaksi.
A. Standarisasi larutan Na2S2O3 0,01 N

a) Kalium iodat (KIO3) dipanaskan pada suhu 180°C selama

2 jam dan didinginkan dalam desikator.

b) Sebanyak 0,09 gr kalium iodat (KIO3) dilarutkan ke dalam

labu ukur 250 mL dan air suling ditambahkan sampai

tanda tera, lalu dihomogenkan.

c) Sebanyak 25 mL larutan kalium iodat (KIO3) dipipetkan ke

dalam labu erlenmeyer asah 250 mL.

d) Sebanyak 1 gr KI dan 10 mL HCl (1:10) ditambahkan ke

dalam labu erlenmeyer tersebut.

e) Labu erlenmeyer ditutup dan ditunggu 5 menit, larutan

dititrasi dalam erlenmeyer dengan natrium tiosulfat 0,1 N

sampai warna larutan kuning muda.

f) Sebanyak 5 mL indikator kanji ditambahkan, dan titrasi

dilanjutkan sampai titik akhir (warna biru tepat hilang),

volume larutan penitran dicatat yang diperlukan.

g) Normalitas larutan natrium tiosulfat dihitung.


B.Pembuatan larutan standar SO2 dalam larutan induk Na2S2O5

1) Larutan induk natrium metabisulfit (Na2S2O5).

Sebanyak 0,3 g Na2S2O5 dilarutkan dengan air suling ke dalam

gelas piala 100 mL. Kemudian larutan Na2S2O5 tersebut

dipindahkan ke dalam labu ukur 500 mL dan dengan air suling

diencerkan sampai tanda tera.

2) Larutan induk iod (I2) 0,1 N.

Ke dalam gelas piala dimasukkan berturut–turut 12,7 g iod dan

40 g kalium iodida (KI). Campuran dilarutkan dengan 25 mL air

suling dan secara kuantitatif dipindahkan ke dalam labu ukur

1000 mL, diencerkan sampai tanda tera dengan air suling, lalu

dihomogenkan.

3) Larutan iod 0,01 N.

Sebanyak 50 mL larutan iod 0,1 N dilarutkan ke dalam labu ukur

500 mL dengan air suling dan diencerkan sampai tanda batas.

4) Larutan Na2S2O3 0,01 N.

Sebanyak 50 mL larutan induk Na2S2O3 dimasukkan ke dalam

labu ukur 500 mL, diencerkan dengan air suling sampai tanda

batas, lalu dihomogenkan.


C. Pembuatan larutan standar SO2 dalam larutan induk Na2S2O5

1) Larutan induk natrium metabisulfit (Na2S2O5).

Sebanyak 0,3 g Na2S2O5 dilarutkan dengan air suling ke dalam

gelas piala 100 mL. Kemudian larutan Na2S2O5 tersebut

dipindahkan ke dalam labu ukur 500 mL dan dengan air suling

diencerkan sampai tanda tera.

2) Larutan induk iod (I2) 0,1 N.

Ke dalam gelas piala dimasukkan berturut–turut 12,7 g iod dan

40 g kalium iodida (KI). Campuran dilarutkan dengan 25 mL air

suling dan secara kuantitatif dipindahkan ke dalam labu ukur

1000 mL, diencerkan sampai tanda tera dengan air suling, lalu

dihomogenkan.

3) Larutan iod 0,01 N.

Sebanyak 50 mL larutan iod 0,1 N dilarutkan ke dalam labu ukur

500 mL dengan air suling dan diencerkan sampai tanda batas.

4) Larutan Na2S2O3 0,01 N.


Sebanyak 50 mL larutan induk Na2S2O3 dimasukkan ke dalam

labu ukur 500 mL, diencerkan dengan air suling sampai tanda

batas, lalu dihomogenkan.

D. Penentuan konsentrasi SO2 dalam larutan induk Na2S2O5

a) Sebanyak 25 mL larutan induk Na2S2O5 dipipet ke dalam

labu erlenmeyer asah dan sebanyak 50 mL larutan iod 0,01

N dipipet ke dalam labu dan dalam ruang tertutup

disimpan selama 5 menit.

b) Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan tio


0,01 N

sampai warna larutan kuning muda.


c) Sebanyak 5 mL indikator kanji dan titrasi dilanjutkan
sampai

titik akhir (warna biru tepat hilang) volume larutan

penitran dicatat yang diperlukan.

d) Sebanyak 25 mL air suling dipipet sebagai balanko ke


dalam

erlenmeyer asah.

e) Konsentrasi SO2 dalam larutan induk tersebut dihitung.


E. Pembuatan larutan kurva kalibrasi

1) Larutan penyerap tetrakloromerkurat (TCM) 0,04 M.

Sebanyak 10,86 g merkuri (II) klorida (HgCl2) dilarutkan dengan

800 mL air suling dimasukkan ke dalam gelas piala 1000 mL.

Kemudian sebanyak 5,96 g Kalium Klorida dan 0,066 g EDTA

ditambahkan yang kemudian diaduk sampai homogen. Larutan

dipindahkan ke labu ukur 1000 mL dan diencerkan sampai tanda

tera.

2) Larutan asam sulfamat (NH2SO3H) 0,6 % b/v.

Sebanyak 0,6 g asam sulfamat dilarutkan dalam labu ukur

100 mL. Larutan tersebut diencerkan dengan air suling sampai

tanda batas, lalu dihomogenkan

3) Larutan formaldehid (HCHO) 0,2 % v/v

Sebanyak 5 mL 36 % - 38 % (v/v) dipipet dan dimasukkan ke

dalam labu ukur 1000 mL dan diencerkan dengan air suling

sampai tanda batas, kemudian dihomogenkan.

4) Larutan asam fosfat (H3PO4) 3 M.

Sebanyak 205 mL H3PO4 85 % dilarutkan dalam labu ukur 1000

mL yang berisi kurang lebih 300 mL air suling, diencerkan

sampai tanda batas, lalu dihomogenkan.


5) Larutan asam klorida (HCl) 1 M.

Sebanyak 83 mL HCl 37 % dimasukkan ke dalam labu ukur 1000


mL yang berisi kurang lebih 300 mL air suling. Kemudian

diencerkan sampai tanda batas, lalu dihomogenkan.

6) Larutan induk pararosanilin hidroklorida (C19H17N3.HCl) 0,2%.

Sebanyak 0,1 g pararosanilin hidroklorida dilarutkan ke dalam

labu ukur 50 mL dan larutan HCl 1 M diencerkan sampai tanda

batas, lalu dihomogenkan.

7) Penentuan kemurnian pararosanilin.

Sebanyak 1 mL larutan induk pararosanilin dipipet, dimasukkan

ke dalam labu ukur 100 mL, diencerkan dengan air suling

sampai tanda batas, lalu dihomogenkan. Sebanyak 5 mL larutan

yang telah diencerkan, ditambahkan dengan 5 mL larutan

penyangga asetat dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan

diencerkan dengan air suling sampai tanda batas lalu

dihomogenkan. Setelah 1 jam larutan tersebut diukur

serapannya pada panjang gelombang 540 nm dengan

spektrofotometer.

8) Larutan kerja pararosanilin

Sebanyak 40 mL larutan induk pararosanilin dimasukkan ke

dalam labu ukur 500 mL (apabila kemurniaan larutan induk


pararosanilin lebih kecil dari 100 %, maka setiap 1 % perbedaan

ditambahkan dengan 0,4 mL larutan induk pararosanilin). 50 mL

larutan asam fosfat 3 M ditambahkan dan diencerkan dengan

air suling sampai tanda batas, lalu dihomogenkan.


F Pembuatan kurva kalibrasi

a) Alat spektrofotometer dioptimalkan sesuai petunjuk


penggunaan

alat.

b) Masing–masing 0 mL; 1 mL; 2 mL; 3 mL; dan 4 mL

diamasukkan larutan standar Na2S2O5 ke dalam tabung

uji 25 mL dengan menggunakan pipet volume atau buret

mikro.

c) Larutan penyerap ditambahkan sampai volume 10 mL.

d) Sebanyak 1 mL larutan asam sulfamat 0,6 % ditambahkan

tabung uji 25 mL tersebut dan ditunggu selama 10 menit.

e) Sebanyak 2 mL larutan formaldehid 0,2 % dan 2 mL

larutan pararosanilin ditambahkan ke dalam tabung uji 25

mL tersebut.

f) Dengan air suling ditepatkan sampai volume

25 mL, lalu dihomogenkan dan ditunggu

sampai 30 menit.

g) Serapan masing–masing larutan standar

diukur dengan spekrofotometer pada panjang

gelombang 550 nm.


h) Dibuat kurva kalibrasi antara serapan dengan

jumlah SO2

G. Prosedur pengukuan contoh uji

a) Larutan contoh uji dipindahkan ke dalam

labu ukur 25 mL dan ditambahkan 5 mL air

suling unuk membilas.

b) Sebanyak 1 ml larutan asam sulfamat 0,6 %

ditambahkan ke dalam labu ukur 25 mL dan

ditunggu sampai 10 menit.

c) Sebanyak 2 ml larutan formaldehid 0,2 %

dan 2 ml larutan pararosanilin

ditambahkan ke dalam labu ukur 25

mL tersebut.

d) Dengan air suling ditepatkan sampai volume

25 mL, lalu dihomogenkan dan

ditunggu sampai 30 menit.

e) Serapan masing–masing larutan standar

diukur dengan spekrofotometer

pada panjang gelombang

550 nm.
f) Serapan contoh uji dibaca kemudian

konsentrasi dihitung dengan

melakukan kurva kalibrasi.

g) Langkah–langkah di atas dilakukan untuk

pengujian blanko dengan menggunakan 10

mL larutan

penyerap.

Pemeriksaan dan penentuan kadar gas hidrogen sulfida (H2S)

(SNI 19–4844–1998)

Metode : methylen blue

Prinsip

Ion sulfida bereaksi dengan N–N Dimetil 1,4 fenilin Diamin dan FeCl3,

membentuk methylene Blue yang kemudian diperiksa dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 670 nm.


Cara Kerja

A. Mencari faktor (f) larutan natrium tio sulfat 0,1 N

1) Larutan asam klorida (HCl) (1 : 10)

Lihat pada parameter SO2 pada cara kerja 3.11.2.2

2) Larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O) 0,1 N Lihat pada parameter

SO2 pada cara kerja 3.11.2.2

3) Larutan kanji (amilum)

Lihat pada parameter SO2 pada cara kerja 3.11.2.2

Selanjutnya :

a) Sebanyak 0,89 g kalium iodat dilarutkan yang telah dipanaskan

pada suhu 180°C selama 2 jam dengan air suling ke dalam labu

ukur 250 mL, diencerkan hingga tanda tera, kemudian

dihomogenkan.

b) Sebanyak 25 mL larutan standar KIO3 dipipet dan dimasukkan ke

dalam labu erlenmeyer bertutup, air suling ditambahkan hingga

100 mL.

c) Sebanyak 2 gr KI dan 10 mL HCl (1:10) dimasukkan ke dalam labu

erlenmeyer.

d) Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan tio sampai

warna larutan kuning muda.

e) Sebanyak 5 mL indikator kanji, dan dilanjutkan titrasi sampai

dengan titik akhir (warna biru tepat hilang), volume larutan

penitran dicatat.
B. Penentuan volum larutan induk H2S

1) Larutan induk asam sulfida

Sebanyak 3,077 g Na2S.9H2O dimasukkan dalam labu ukur 100 mL

dengan air suling dan ditepatkan sampai tanda batas, lalu dihomogenkan.

2) Larutan iodin (0,10 N)

Sebanyak 40 g potasium iodida dilarutkan dalam 25 mL aquades

dan 13 g Iodin dilarutkan, dan kemudian dicampur menjadi

satu dan ditepatkan menjadi 1 liter. Sebanyak 3 tetes asam

hidroklorida ditambahkan larutan tersebut.

3) Larutan induk iod 0,1 N

Lihat pada parameter SO2 pada cara kerja 3.11.2.2

Selanjutnya :

a) Sebanyak 10 mL larutan induk H2S dan 10 mL larutan air

suling sebagai blanko ke dalam masing-masing

erlenmeyer 100 mL.

b) Sebanyak 25 mL larutan iod (I2) ke dalam erlenmeyer

tersebut dan 1 mL asam klorida (HCl p) ditambahkan

melalui dinding

erlenmeyer.

c) Selama 10 menit didiamkan di dalam ruang gelap, larutan

dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan natrium


tiosulfat (Na2S2O3) sampai larutan berubah warna

kuning muda.

d) Sebanyak 5 mL indikator kanji ditambahkan, dan titrasi

dilanjutkan sampai titik akhir (warna biru tepat hilang),

volume larutan penitran dicatat.

e) Volume larutan induk H2S yang harus dipipet dihitung

untuk membuat larutan standar H2S.


C. Pembuatan kurva kalibrasi

1) Larutan standar asam sulfida

Sejumlah tertentu dari hasil titrasi larutan induk H2S yaitu

sebanyak 3,4 mL larutan induk H2S dilarutkan dan dimasukkan

ke dalam labu ukur 100 mL . Diencerkan dengan air suling

sampai tanda batas, lalu dihomogenkan.

2) Larutan kerja asam sulfida 0,5 μL/mL

Sebanyak 0,5 mL larutan standar H2S diambil dan dimasukkan

ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian diencerkan dengan

larutan penyerap.

3) Larutan ammonium fosfat

Sebanyak 400 g diamino fosfat dilarutkan dalam 1 liter


aquadest.

4) Larutan ferri klorida (FeCl3.6H2O)

Sebanyak 100 gram ferri klorida dilarutkan dalam 1 Liter

aquadest.
Selanjutnya :

a) Sebanyak 5 buah tabung uji disiapkan. Sebanyak 25 mL

larutan kerja H2S : 0 mL; 2 mL; 5 mL; 8 mL; 10 mL

dipipetkan ke dalam labu ukur masing-masing.


b) Dalam masing-masing labu ukur ditambahkan berturut-

turut secara berhati-hati : 2 mL larutan ammonium

fosfat, 1 mL larutan FeCl3. kemudian dihomogenkan

secara perlahan- lahan.

c) Diencerkan dengan air suling sampai tanda tera, lalu

dihomogenkan dan diamkan selama 30 menit

d) Masing-masing serapan larutan diukur dengan

menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 670 nm.

e) Kurva kalibrasi dibuat antara serapan dengan jumlah H2S


(μL).

D. Pengambilan contoh uji

1) Larutan penyerap H2S

Sebanyak 4,3 g CdSO4.8H2O dan 0,3 g NaOH ditimbang.

Masing–masing dilarutkan dengan aquadest secara terpisah,

dan kemudian dijadikan satu. stractan 10 ditambahkan dan

ditambahkan dengan aquadest hingga 1 liter.

Selanjutnya :

a) Tabung penyerap dibersihkan dengan aquadest

kemudian dikeringkan.
b) Sebanyak 10 mL larutan penyerap H2S dimasukkan dan

ditambahkan 5 mL etanol 95 % ke dalam tabung

penyerap.

c) Suhu dan laju aliran angin diukur setiap 15 menit.

d) Selama 1-2 jam kemudian akan diperoleh sampel uji

berwarna biru kemerah–merahan.

e) Benda uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditutup

dengan aluminium foil.


E. Pengujian sampel

1) Larutan tes amino

Sebanyak 25 mL larutan bibit asam amino diencerkan dalam 1 liter

sulfurik 1:1.

Selanjutnya :

a) Larutan contoh dan larutan penyerap dimasukkan ke

dalam tabung uji 25 mL.

b) Sebanyak 1-3 tetes larutan ferri klorida, 1,5 ml larutan

tes amino, 1-3 tetes larutan ammonium fosfat

ditambahkan pada tabung uji 25 mL dan larutan

penyerap hingga 25 ml

c) Serapan contoh uji dibaca kemudian konsentrasi dihitung

dengan menggunakan kurva kalibrasi.

Pemeriksaan dan penentuan kadar gas amoniak (NH3) (SNI 19–7119. 1–


2005)

Metode : indophenol blue

Prinsip

NH3 dengan reagen nessler akan menghasilkan larutan

berwarna kuning sampai kuning coklat dan warna ini diserap oleh

spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm.


Cara Kerja

f. Pembuatan kurva kalibrasi

1) Larutan induk amoniak 1000 μg

Sebanyak 3,18 g NH4Cl (yang telah dikeringkan pada suhu 105°C

selama 1 jam) dilarutkan dengan air suling ke dalam labu ukur

1000 mL, kemudian diencerkan sampai tanda batas, serta

dihomogenkan, kemudian ditambahkan 1 tetes CHCl3 sebagai

pengawet.

2) Larutan standar amoniak 10 μg

Sebanyak 1 mL larutan induk amoniak dipipet ke dalam labu

ukur 100 mL kemudian diencerkan dengan larutan penyerap

sampai tanda batas, kemudian dihomogenkan.

3) Larutan HCl 1,2 M

Sebanyak 10 mL HCl 12 M dimasukkan ke dalam gelas piala 100

mL dan ditambahkan air suling sampai dengan 100 mL.

4) Larutan penyangga

Sebanyak 50 g Na3PO4.12H2O dan 74 mL larutan HCl 1,2 M

diamsukkan ke dalam piala gelas 2000 mL, kemudian

diencerkan dengan air suling hingga 1000 mL dan

dihomogenkan.

5) Larutan fenol (C6H5OH) 45%v/v


Sebanyak 30 mL NaOH 6,75 M dan 30 mL larutan

NaOCl 3,75 % dimasukkan ke dalam labu ukur 100

mL.

6) Larutan natrium nitroprusida (Na2Fe(CN)5NO. 2H2O) 2%

Sebanyak 2 g natrium nitroprusida dilarutkan ke dalam labu

ukur 100 mL dengan air suling dan diencerkan hingga tanda

tera, kemudian dihomogenkan.

7) Larutan pereaksi fenol

Sebanyak 20 mL larutan induk fenol 45 % dan 1 mL larutan

natrium nitroprusid 2%, kemudian dimasukkan ke dalam labu

ukur 100 mL, dan diencerkan larutan tersebut dengan air suling

sampai tanda batas, kemudian dihomogenkan.

8) Larutan natrium hipoklorit (NaOCl) 3,7%

Sebanyak 37 mL NaOCl 5% dimasukkan ke dalam labu ukur 50


ml

kemudian dilarutkan dengan air suling dan ditepatkan hingga

tanda batas, kemudian dihomogenkan.

Selanjutnya :

a) Sebanyak 6 buah tabung uji 25 ml disiapkan lalu

dimasukkan ke dalam larutan standar ammonia masing–

masing : 0 mL; 0,2 mL;

0,4 mL; 0,6 mL; 1 mL; dan 1,5 mL, yang mengandung 0 μg NH3;
2 μg NH3; 4 μg NH3; 6 μg NH3; 10 μg NH3 dan 15 μg

NH3. Selanjutnya ditambahkan larutan penyerap sampai

volumenya 10 mL.

b) Ke dalam masing–masing tabung uji ditambahkan secara

berturutturut : 2 mL larutan penyangga, 5 mL larutan

pereaksi fenol dan 2,5 mL larutan pereaksi natrium

hipoklorit lalu dihomogenkan.

c) Serapan masing–masing larutan diukur pada panjang


gelombang

630 nm.

d) Kurva kalibrasi dibuat antara serapan dengan jumlah NH3


(μg).

G. Pengambilan contoh uji

a) Sebanyak 6 buah tabung uji 25 ml disiapkan lalu

dimasukkan ke dalam larutan standar ammonia masing–

masing : 0 mL; 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 1 mL; dan 1,5 mL,

yang mengandung 0 μg NH3;

2 μg NH3; 4 μg NH3; 6 μg NH3; 10 μg NH3 dan 15 μg

NH3. Selanjutnya ditambahkan larutan penyerap sampai

volumenya 10 mL.

a) Ke dalam masing–masing tabung uji ditambahkan

secara berturut-turut : 2 mL larutan penyangga, 5 mL


larutan pereaksi fenol dan 2,5 mL larutan pereaksi

natrium hipoklorit lalu dihomogenkan.

b) Serapan masing–masing larutan diukur pada panjang

gelombang 630 nm.

c) Kurva kalibrasi dibuat antara serapan dengan jumlah


NH3 (μg).

h. Pengujian Contoh Uji

a) Larutan contoh uji dan larutan penyerap dipindahkan ke

dalam tabung uji 25 mL

b) Ke dalam masing–masing tabung uji ditambahkan secara

berturutturut 2 mL larutan penyangga, 5 mL larutan

pereaksi fenol, dan 2,5 mL larutan pereaksi natrium

hipoklorit lalu dihomogenkan.

c) Serapan masing–masing larutan diukur pada panjang

gelombang 630 nm.

d) Serapan contoh uji dibaca kemudian dihitung jumlah NH3

yang diperoleh dari kurva kalibrasi.

Pemeriksaan dan penentuan kadar gas oksidan (O3) (SNI 19– 7119. 8–

2005)

Metode : Neutral buffer kalium iodide (NBKI)

Prinsip
Oksidan dari udara ambien yang telah diterapkan oleh larutan

NBKI dan bereaksi dengan ion iodida membebaskan iod (I2) yang

berwarna kuning muda. Konsentrasi larutan ditentukan secara

spektrofotometer pada panjang gelombang 352 nm.

3.11.2.2 Cara Kerja

A. Standarisasi larutan natrium tiosulfat 0,1 N

1) Larutan asam klorida (HCl) (1:10)

Lihat pada parameter SO2 pada cara kerja 3.11.2.2

2) Larutan natrium tio sulfat (Na2S2O3) 0,1 N

Lihat pada parameter SO2 pada cara kerja 3.11.2.2

3) Larutan indikator kanji

Lihat pada parameter SO2 pada cara kerja 3.11.2.2

Selanjutnya :

a) Sebanyak 0,35 g kalium iodat dilarutkan yang telah

dipanaskan dalam labu ukur 100 mL dan air suling

ditambahkan sampai tanda

tera.

b) Sebanyak 25 mL larutan KIO3 dipipet ke dalam labu


erlenmeyer.

c) Sebanyak 1 gr KI dan 10 mL HCl (1:10) ditambahkan ke


dalam

erlenmeyer tersebut.
d) Dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai dengan warna

larutan kuning muda.

e) Sebanyak 5 mL indikator kanji ditambahkan dan titrasi

dilanjutkan sampai titik akhir (warna biru tepat hilang).

Volume larutan penitran yang diperlukan dicatat.

B. Standarisasi larutan iod 0,05 N

1) Larutan induk iod (I2) 0,05 N

Sebanyak 16 g KI dan 3,173 g kristal I2 ke dalam labu ukur 500

mL dan dilarutkan dengan air suling dan ditepatkan sampai

tanda batas, lalu homogenkan. Disimpan pada suhu ruang

selama 1 hari. Dipindahkan ke dalam botol gelap dan disimpan

di lemari pendingin

Selanjutnya :

a) Sebanyak 25 mL larutan induk iod dipipet ke dalam

labu erlenmeyer 100 mL.

b) Sebanyak 1 mL asam klorida pekat ditambahkan dan

didiamkan di tempat gelap selama10 menit.

C. Pembuatan kurva kalibrasi

1) Pembuatan larutan standar iod (I2)

Sebanyak 5 mL larutan induk iod 0,05 N dipipet ke

dalam labu ukur 100 mL, diencerkan dengan air suling

sampai tanda tera, lalu dihomogenkan. Sebanyak 4 mL


larutan tersebut dipipet ke dalam labu ukur 100 mL

dan ditepatkan dengan larutan penyerap sampai tanda

batas.

Selanjutnya :

a) Sebanyak tabung uji 10 mL disiapkan , lalu 0 mL; 0,5

mL; 1 mL; 1,5 mL; 2 mL; dan 3 mL dimasukkan

larutan standar iod ke dalam masing–masing

tabung uji.

b) Larutan penyerap ditambahkan sampai volume

larutan 10 mL dan dihomogenkan.

c) Masing–masing larutan standar diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 352 nm.

d) Kurva kalibrasi dibuat antara serapan depan jumlah


oksidan

(μg)

D. Pengambilan contoh uji

1) Larutan Penyerap Oksidan

Sebanyak 10 g Kalium Iodida (KI) dilarutkan ke dalam 200

mL air suling. Pada tempat yang lain sebanyak 35,82 g

dinatrium hidrogen fosfat dodekahidrat


(Na2HPO4.12H2O) dan 13,6 g kalium dihidrogen fosfat

(KH2PO4) dilarutkan dengan 500 mL air aquadest dalam

gelas piala. Larutan kalium iodida ditambahkan sambil

diaduk sampai homogen. Larutan ini diencerkan sampai

volume 1000 mL dalam labu ukur dan didiamkan selama

1 hari. Kemudian diatur pH pada 6,8+0,2 dengan

digunakan larutan natrium hidroksida (NaOH) 1% (b/v)

atau asam fosfat (H3PO4) 1% (b/v) Selanjutnya :

a) Larutan penyerap dimasukkan sebanyak 10 mL ke

dalam botol penyerap. Botol penyerap diatur sedemikian

rupa sehingga terhalang dari hujan dan terik matahari

langsung.

b) Pompa penghisap udara dihidupkan dan laju alir 0,2

L/menit diatur setelah stabil laju alir awal (F1) dicatat.

c) Pengambilan contoh uji diambil selama 30 menit

dan dicatat temperatur dan tekanan udara.

d) Setelah 30 menit dicatat sebagai laju alir akhir (F2)

dan kemudian pom E. Pengujian contoh uji

a) Dalam jangka waktu 30 menit–60 menit setelah

pengambilan contoh uji, larutan contoh uji dimasukkan

ke dalam kuvet pada alat spektofotometer, lalu intensitas

warna kuning yang terbentuk diukur pada panjang

gelombang 352 nm.


b) Serapan contoh uji dibaca kemudian jumlah oksidan

(μg) dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi.

3.11.6 Pemeriksaan dan penentuan kadar total suspensi


partikel

(TSP) (SNI 19–7119.3–2005)

Metode : Gravimetri

Prinsip

Partikel debu ditangkap dengan filter fiber glass kering

yang sudah diketahui beratnya serta volume udara yang

dipompa dengan alat Low Volume Air Sampler atau Hight

Volume Sampler. Kemudian setelah dipompa filter

ditimbang lagi, selisih beratnya dapat dihitung sebagai

konsentrasi partikel debu.

Cara Kerja

a. Filter dikeringkan dalam oven pada suhu 110 °C selama

15 menit lalu selama 15 menit didinginkan dalam

desikator dan ditimbang.pa penghisap dimatikan.

a. Filter dipasang dalam HVS

b. Udara dihisap melalui HVS selama 24 jam.

c. Filter dikeluarkan dari HVS, kemudian

dikeringkan dalam oven pada suhu 110°C

selama 15 menit, didinginkan dalam desikator

15 menit, lalu ditimbang.


Hasil dan pembahasan

Hasil analisis

A. Parameter Gas Nitrogen Oksida (NO2) (ASTM Standard D 1607– 91

(1995))

Sampel yang digunakan pada tiga tempat yaitu halaman

parkir, pos satpam, dan ruang produksi. Sebagai contoh

pengolahan data adalah sampel dari halaman parkir yang berada di

depan ruang produksi yaitu:

1) Konsentrasi NO2 dalam larutan standar

2) Volume contoh uji udara yang diambil

3) Konsentrasi NO2 di udara

4) Pembuatan Kurva Kalibrasi

B. Parameter Gas Sulfur Oksida (SO2) (ASTM

Standard D 2914–95) Sampel yang digunakan

pada tiga tempat yaitu halaman parkir, pos satpam, dan ruang

produksi. Sebagai contoh pengolahan data adalah sampel dari

halaman parkir yang berada di depan ruang produksi yaitu:

1) Penentuan kemurnian pararosanilin

A
M
W
=
M=
0,0944

M = 99,50%

Keterangan :

M = Kemurniaan pararosanilin (%) A

= Serapan larutan pararosanilin

W = Berat pararosanilin yang digunakan untuk membuat 50 mL

larutan induk pararosanilin (g)

21,3 = Tetapan untuk mengubah serapan ke berat

2) Standarisasi larutan natrium tiosulfat 0,01 N

b V1
N=
V2

N=

N = 0,01404 N

Keterangan :

N = Konsentrasi larutan Natrium Tiosufat dalam dalam grek/L


(N) b =

Bobot KIO3 dalam 250 ml air suling (g)

V1 = Volume KIO3 yang digunakan dalam titrasi (mL) V2

= Volume larutan Natrium Tio Sulfat hasil titrasi (mL) 35,67

= Bobot ekuivalen KIO3 (BM KIO3/6)


250 = Volum larutan KIO3 yang dibuat dalam labu ukur 250 mL
1000

= Konversi Liter (L) ke mL

3) Penentuan konsentrasi SO2 dalam larutan induk (Na2S2O5)


C=

Vb Vc N
32,03 1000 Va
C=
25

C = 465,89 μg/mL

Keterangan :

C = Konsentrasi SO2 dalam larutan induk Na2S2O5 (μg/mL)

Vb = Volume Natrium Tiosulfat hasil titrasi blanko


(mL)

Vc = Volume Natrium Tiosulfat hasil titrasi larutan induk


Na2S2O5

(mL)

N = Normalitas larutan Natrium Tiosulfat 0,01 N


(N) Va

= Volume larutan induk NaS2O5 yang dipipet (mL)


1000

= Konversi gram ke μg

32,03 = berat ekuivalen SO2 (BM SO2/2)

Volume contoh uji udara yang diambil

4) Volume contoh uji udara yang diambil

5) Konsentrasi sulfur dioksida (SO2) di udara ambien

6) Pembuatan kurva kalibrasi


Parameter gas hidrogen sulfida (H2S) (SNI 19–4844–1998) Sampel yang

digunakan pada tiga tempat yaitu halaman parkir, pos satpam, dan ruang produksi.

Sebagai contoh pengolahan data adalah sampel dari halaman parkir yang berada di

depan ruang produksi yaitu:

1) Faktor larutan natrium tio sulfat 0,1 N

2) Volume larutan induk H2S

3) Volume Contoh Uji Udara yang diambil

4) Konsentrasi H2S di udara ambien

5) Pembuatan kurva kalibrasi

Parameter gas amoniak (NH3) (SNI 19–7119.1–2005)

Sampel yang digunakan pada tiga titik yaitu halaman

parkir, pos satpam dan ruang produksi. Sebagai

contoh pengolahan data adalah sampel dari halaman

parkir yang berada di depan ruang produksi yaitu:

1) Volume contoh uji udara yang diambil

V = F1 F2 t Pa 298
2 Ta 760
1,2 1,2 760 298
V= 60
2 305 760

V = 70,3475 liter

Keterangan :

V = Volume udara yang dihisap dikoreksi pada

kondisi normal 25°C, 760 mmHg F1 = Laju alir

awal

(L/menit) F2

= Laju alir

akhir

(L/menit)

t = Waktu pengambilan contoh uji (menit)

Pa = Tekanan barometer rata–rata selama

pengambilan contoh uji (mmHg)

Ta = Temperatur rata–rata selama

pengambilan contoh uji (°K) 298 = temperatur

pada kondisi normal 25°C (°K)


760 = tekanan pada kondisi normal 1 atm
(mmHg)

2) Konsentrasi NH3 di udara ambien


3) Pembuatan kurva kalibrasi

E. Parameter gas oksidan (O3) (SNI 19–7119.8–2005)

Sampel yang digunakan pada tiga tempat yaitu halaman parkir, pos satpam dan
ruang produksi. Sebagai contoh pengolahan data adalah sampel dari halaman
parkir yang berada di depan ruang produksi yaitu:

1) Standarisasi larutan natrium tiosulfat 0,1 N

Standarisasi larutan iod 0,05 N

N 2 = N1 V1
V2

N2=
25

N 2 = 0,06953

Keterangan :

N 1 = Konsentrasi larutan natrium tiosulfat (N) N 2 = Konsentrasi


larutan iod (N)

V 1 = Volum larutan natrium tiosulfat (N)


V 2 = Volum larutan Iod yang dititrasi (mL)
Pembuatan kurva kalibrasi

Tabel 3.9 Hasil pembacaan konsentrasi O3 pada spektrofotometer

Volum Konsentrasi Absorbansi


e (μg/mL)
(mL)
0 0,00 0
1 2,40 0,09
2 4,80 0,21
3 7,21 0,31
4 9,61 0,46
5 12,01 0,58

Jumlah oksidan dalam larutan

standar iod O3 N2

O3 0,06953

O3 = 1,11242 μg

Keterangan :

O3 = Jumlah oksidan (μg)

N2 = Normalitas Iod 0,05 N hasil standarisasi

16 = Jumlah ekuivalen O3 (0,8 μg/mL) dibagi dengan Normalitas Iod


0,05 N

5) Volume contoh uji udara yang diambil


6) Konsentrasi oksidan di udara ambien
Parameter Total Suspensi Partikel (TSP) (19–7119.3–2005) Sampel yang digunakan

pada tiga tempat yaitu halaman parkir, pos satpam dan ruang produksi. Sebagai

contoh pengolahan data adalah sampel dari halaman parkir yang berada di depan

ruang produksi yaitu dilakukan hanya satu kali tanpa pengulangan. Hasil

pengolahan data dapat dilihat pada tabel 3.11.

Wakhir Wawal
TSP = Q T
2
2
20 60 TSP =

TSP = 108,31 μg/Nm3

Keterangan :

W akhir = Berat filter akhir W awal = Berat filter awal Q = Laju Alir

T = Waktu pengambilan contoh


Kesimpulan

Dari hasil penentuan kadar polutan gas NO2, SO2, H2S, NH3, O3, dan TSP yang

dilakukan pada pabrik farmasi di gunung sari dapat disimpulkan bahwa :

1. Kualitas udara ambien di pabrik farmasi tersebut untuk parameter nitrogen

oksida (NO2), masih memenuhi baku mutu udara yang telah ditetapkan yaitu

di bawah 900 μg/Nm3. Parameter sulfur oksida (SO2), masih memenuhi baku

mutu udara yang telah ditetapkan yaitu di bawah 30.000 μg/Nm3. Parameter

hidrogen sulfida (H2S), masih memenuhi baku mutu udara yang telah

ditetapkan yaitu di bawah 0,12 ppm. Parameter amonia (NH3), masih

memenuhi baku mutu udara yang telah ditetapkan yaitu di bawah 2 ppm.

Parameter oksidan (O3), masih memenuhi baku mutu udara yang telah

ditetapkan yaitu di bawah 235 μg/Nm3. Parameter total partikel tersuspensi

(TSP), masih memenuhi baku mutu udara

yang telah ditetapkan yaitu di bawah 230 μg/Nm3.

2. Kualitas udara dilingkungan pabrik masih cukup baik karena kadar polutan

yang diukur masih berada di bawah baku mutu udara yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

BAPEDAL. 1996. Keputusan Kepala Badan Pengendaliaan Lingkungan No. 205/

BAPEDAL/07/1996 tentang Pedoman Teknis

Pengendaliaan Pencemaran Udara. Jakarta.


M. Crawford. 1980. Air Pollution theory. Mc Graw Hill Publishing Co. Ltd.
New delhi.
D. Valentinus.1992. Pengantar Ilmu Lingkungan. Universitas Atmajaya, Yogyakarta.
F. Srikandi.1992. Polusi air dan Udara. Percetakan Kanisius. Yogyakarta.

Pandia, Santiaty. dkk. 1995. Kimia Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta.

Riyadi, Slamet A. 1982. Pencemaran Udara. Usaha Nasional: Surabaya. Soeriaatmaja R.E.1981.

Ilmu Lingkungan. Penerbit ITB: Bandung.

BPLHD. http : bplhd.jakarta.go.id/PPU.php. 15 Desember 2006. pukul 20.37.

Sabah.http:www.sabah.org.my/bm/kenali_sabah/as_pencemaran_udara.1
5 Desember 2006: pukul 20.37.

Walhi.http : www.walhi.or.id/kampanye/cemar/udara/. 15 Desember 2006 :

pukul 20.37.

ASTM Standard D 1607–91 (1995)

ASTM Standard D 2914–95

SNI 19–4844–1998

SNI 19–7119.1–2005
SNI 19–7119.8–2005

SNI 19–7119.3–2005

Anda mungkin juga menyukai