Anda di halaman 1dari 27

perpustakaan.uns.ac.

id 5
digilib.uns.ac.id

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Menurut Riman (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Koefisien
Pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi Daerah Aliran
Sungai (DAS) dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Kondisi dan
karakteristik yang dimaksud adalah keadaan hujan, luas, dan bentuk daerah aliran,
kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai, daya infiltrasi dan perkolasi
tanah, kebasahan tanah, suhu udara dan angin serta evaporasi, tata guna lahan.

Seyhan (1997) mengemukakan bahwa di dalam sistem DAS terdapat sifat khas
yang menunjukkan sifat tanggapan (respon) DAS terhadap suatu masukan (hujan)
tertentu. Tanggapan ini diandaikan tetap untuk masukan hujan dengan besaran dan
penyebaran tertentu. Tanggapan ini dikenal dengan hidrograf satuan (unit
hydrograph). Hidrograf satuan merupakan hidrograf limpasan langsung (direct
runoff hydrograph) yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi secara merata di
seluruh DAS dan dengan intensitas tetap dalam satuan waktu yang ditetapkan.
Harto (1993) mengemukakan suatu metode untuk mendapatkan hidrograf satuan
sintetik dari suatu DAS yang tidak mempunyai alat ukur hidrometri, metode ini
dikenal dengan Model Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama 1.

Sucipto (2011) telah melakukan penelitian mengenai evaluasi fungsi jaringan


Irigasi Sungkur di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Dalam penelitiannya evaluasi
dilakukan dalam jangka waktu tiga tahun yakni tahun 2007 hingga 2009,
berdaasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa nilai
kondisi jaringan Irigasi Sungkur mengalami penurunan fungsi pada tiap tahunnya.
Untuk meningkatkan kondisi jaringan irigasi Sungkur direkomendasikan adanya
pemeliharaan yang maksimal dengan cara menginventarisasi semua komponen
bangunan yang rusak dan secepatnya diperbaiki dengan harapan kondisi jaringan
irigasi Sungkur yang telah mengalami penurunan kondisi dari tahun ke tahun dapat
dikembalikan fungsinya.
commit to user

5
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

Vadlon (2011) yang mengangkat topik Tesis mengenai penyusunan kriteria


penilaian sistem jaringan drainase di Kota Parigi menyatakan bahwa komponen-
komponen penting pada jaringan drainase adalah bangunan outlet/muara, bangunan
pelengkap, bangunan fasilitas dan saluran drainase. Desain kriteria penilaian
meliputi komponen-komponen tersebut dan diberikan bobot berdasarkan seberapa
besar pengaruh komponen terhadap terjaminnya pembuangan air. Hasil penilaian
menunjukkan bahwa tingkat kerusakan pada alur 6 termasuk kategori Cukup, alur
5 termasuk kategori Rusak dan alur 4 dikategorikan Rusak.

Istiarto (2014) mengemukakan bahwa HEC-RAS merupakan program aplikasi


yang dibuat oleh Hydrologic Engineering Center (HEC). HEC merupakan satu
divisi dalam Institute for Water Resources (IWR) di bawah US Army Corps of
Engineers (USACE). HEC-RAS digunakan untuk memodelkan aliran satu dimensi
suatu sungai. HEC-RAS memiliki empat komponen hitungan hidrolika, yaitu:
profil muka air aliran permanen, simulasi aliran tak permanen, transpor sedimen,
serta hitungan kualitas air.

Monitoring adalah proses pengamatan data dan fakta yang pelaksanaannya


dilakukan secara periodik dan terus menerus terhadap masalah : jalannya kegiatan,
penggunaan input, hasil akibat kegiatan yang dilaksanakan (output), dan faktor luar
atau kendala yang mempengaruhinya (Anonim, 2009). Penilaian kinerja sungai
merupakan sebuah usaha yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
kerusakan dan pencemaran sungai yang dilakukan dengan pengamatan langsung di
lapangan khususnya pada komponen-komponen penyusun sungai yang selanjutnya
di analisis dengan menggunakan suatu kriteria tertentu dan kemudian dihitung dan
ditetapkan berdasarkan bobot fungsi dari masing-masing komponen penyusun
sungai yang telah ditetapkan.

Saat ini penilaian terhadap kinerja sungai belum banyak dilakukan, padahal
penilaian ini sangat penting digunakan sebagai usaha preventif untuk mencegah
terjadinya kerusakan sungai yang parah, sehingga dapat menghemat biaya
commit
perbaikan sungai. Pada penelitian ini, to user
dilakukan analisis dengan menetapkan
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

komponen-komponen yang menjadi bagian penyusun sungai, yang kemudian


dilakukan desain kriteria sesuai dengan komponen-komonen yang telah ditetapkan
tersebut yang berdasarkan analisis tingkat bobot fungsi untuk masing-masing
komponen penyusun sungai. Desain kriteria untuk penilaian sungai ini merupakan
sebuah metode yang belum pernah digunakan sebagai analisis tingkat kinerja
sungai, khususnya bagi para peneliti di bidang Teknik Sipil.

2.2 Dasar Teori


2.2.1 Sungai

Menurut Nontji (1986) sungai merupakan perairan terbuka yang mengalir (lotik)
yang mendapat masukan dari semua buangan pelbagai kegiatan manusia di daerah
pemukiman, pertanian, dan industri di daerah sekitarnya. Masukan buangan ke
dalam sungai akan mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan
biologi di dalam perairan. Perubahan ini dapat menghabiskan bahan-bahan yang
essensial dalam perairan sehingga dapat mengganggu lingkungan perairan.

Sungai pada umumnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu daerah hulu, tengah, dan
hilir. Bagian hulu sungai (upstream) merupakan daerah mata air dari aliran sungai
itu sendiri. Hulu sungai biasanya merupakan daerah dataran tinggi yang rawan akan
erosi, substrat yang ada pada bagian hulu umumnya berupa pasir bebatuan. Sungai
bagian tengah (middle stream) merupakan daerah peralihan antara hulu dan hilir
sungai. Sudut kemiringan yang dibentuk di daerah tengah cenderung lebih kecil
sehingga kecepatan aliran sungai bila dibandingkan dengan bagian hulu relative
lebih lambat (Louhi et.al., 2010 : 1315). Hilir sungai (downstream) merupakan
aliran terakhir dari aliran sungai menuju muara hingga laut. Ciri-ciri bagian hilir
adalah substratnya yang berlumpur serta kedalaman sungainya yang bervariasi dan
membentuk alur-alur sungai yang bervariasi (Soewarno, 1991 : 28).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

2.2.2 Bangunan Sungai

2.2.2.1. Tanggul

Tanggul di sepanjang sungai adalah suatu bangunan yang paling utama dan paling
penting dalam usaha melindungi kehidupan dan harta benda masyarakat terhadap
genangan-genangan yang disebabkan oleh banjir dan badai (gelombang pasang).
Tanggul dibangun terutama dengan konstruksi urugan tanah, karena tanggul
merupakan bangunan menerus yang sangat panjang serta membutuhkan bahan
urugan yang volumenya sangat besar. Kecuali tanah, kiranya amatlah sukar untuk
memperoleh bahan urugan untuk pembangunan tanggul dan bahan tanah dapat
diperoleh dari hasil galian di kanan-kiri trase rencana tanggul atau bahkan dapat
diperoleh dari hasil pekerjaan normalisasi sungai, berupa galian pelebaran alur
sungai yang biasanya dilaksanakan bersamaan dengan pembangunan tanggul.

Tanggul merupakan bangunan penahan air yang dibangun pada jarak tertentu dari
sungai. Tujuannya adalah meningkatkan kapasitas pengaliran penampang sungai
pada arah vertikal tanpa perlu mengeruk dasar sungai. Jika tanggul yang dibangun
dilengkapi bantaran banjir yang cukup luas, maka meningkatkan kapasitas
pengaliran sungai selain terjadi dalam vertikal ke atas, juga terjadi dalam arah
horizontal (Adi Widyanto, 2007).

Berdasarkan fungsi dan dimensi tempat serta bahan yang dipakai dan kondisi
topografi setempat tanggul dapat dibedakan menjadi 12 (Suyono, 1985), yaitu
tanggul utama, tanggul sekunder, tanggul terbuka, tanggul pemisah, tanggul
melingkar, tanggul sirip (tanggul melintang), tanggul pengarah, tanggul keliling
dan tanggul sekat, penyadap banjir, tanggul tepi danau dan tanggul pasang tanggul
khusus, dan tanggul belakang.

2.2.2.2. Perkuatan Lereng

Perkuatan lereng (revetments) adalah bangunan yang ditempatkan pada permukaan


suatu lereng guna melindungi suatu tebing alur sungai atau permukaan lereng
tanggul dan secara keseluruhan berperan meningkatkan stabilitas alur sungai atau
tubuh tanggul yang dilindunginya (Suyono, 1985).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

Telah terjadi pengembangan yang sangat lanjut terhadap konstruksi salah satu
bangunan persungaian yang sangat vital ini dan pada saat ini telah dimungkinkan
memilih salah satu konstruksi, bahan dan cara pelaksanaan yang paling cocok
disesuaikan dengan berbagai kondisi setempat. Walaupun demikian konstruksi
perkuatan lereng secara terus menerus dikembangkan dan disempurnakan.

Gambar 2.1 Perkuatan lereng / talud

2.2.2.3. Krib

Krib adalah bangunan yang dibuat mulai dari tebing sungai ke arah tengah guna
mengatur arus sungai dan tujuan utamanya adalah (Suyono, 1985) :
1) Mengatur arah arus sungai
2) Mengurangi kecepatan arus sungai sepanjang tebing, mempercepat
sedimentasi dan menjamin keamanan tanggul atau tebing sungai terhadap
gerusan
3) Mempertahankan lebar dan kedalaman air pada alur sungai
4) Mengkonsentrasikan arus sungai dan memudahkan penyadapan

Guna memperoleh hasil-hasil yang optimal dari rencana pembuatan krib tersebut
sesuai dengan tujuan seperti yang tertera pada butir-butir di atas, maka heruslah
dipelajari dengan seksama, terutama hal-hal yang menyangkut pemilihan tipe krib,
yaitu panjang, arah, tinggi, dan jarak antara krib-krib yang berdekatan sesuai
dengan kondisi sungai. Selain itu krib haruslah mempunyai kekuatan yang memadai
commit to user
untuk menghadapi gaya-gaya yang cukup besar yang terdapat pada sungai.
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

Krib adalah bangunan air yang secara aktif mengatur arah arus sungai dan
mempunyai efek positif yang besar jika dibangun secara benar. Sebaliknya apabila
krib dibangun secara kurang semestinya, maka tebing di seberangnya dan bagian
sungai di sebelah hilir dari krib tersebut akan mengalami pengaruhnya yang rusak,
seperti terjadinya kerusakan-kerusakan tebing dan menjangkau jauh ke sebelah hilir
dari bagian sungai tersebut dan selanjutnya akan diperlukan usaha-usaha perbaikan
dengan biaya tambahan yang cukup besar pula. Karena haruslah dilakukan
penelaahan dan penelitian yang sangat sesama, sebelum penetapan tipe suatu krib
yang akan dibangun.

Secara garis besarnya terdapat 3 tipe konstruksi krib yaitu : tipe permeabel
(permeable type) dimana air sungai dapat mengalir melalui krib tersebut, tipe
impermeabel (impermeable type) dimana air sungai tidak dapat mengalir melalui
krib tersebut, dan tipe semi-permeabel (combined of both the permeable type).
Berdasarkan formasinya, krib dapat diklasifikasikan ke dalam 2 tipe, yaitu tipe
silang (transversal type) dan tipe memanjang (longitudinal type) (Suyono, 1985).

2.2.2.4. Ambang (Ground Sill)

Ambang pada sungai direncanakan berupa lantai dan berfungsi untuk


mengendalikan ketinggian dan kemiringan dasar sungai, agar dapat mengurangi
atau menghentikan degradasi sungai. Bangunan ini dibangun secara menyilang
sungai untuk menjaga agar dasar sungai tidak turun terlalu berlebihan.

Penurunan yang terlalu berlebihan pada bangunan ambang tersebut antara lain
disebabkan oleh kurangnya suplai sedimen dari sebelah hulu karena dibangunnya
suatu bendungan atau check dam atau oleh penambangan bahan-bahanpasir/batu
yang berlebihan dari sungai yang bersangkutan dan hal-hal tersebut di waktu banjir
akan membahayakan atau menyebabkan rusaknya/hancurnya pondasi perkuatan
lereng atau pilar-pilar jembatan dan bahkan tergerusnya dasar sungai serta
hancurnya tanggul-tanggul pada lokasi tersebut.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Penurunan pada dasar sungai dapat pula disebabkan oleh pembuatan sudetan di
hilirnya yang karena panjang ruas sungai pada lokasi tersebut berkurang dan
kemiringannya menjadi lebih besar Dengan demikian gaya tarik (tractive force)
aliran sungai meningkat serta keseimbangan dasar sungai terganggu dan terjadilah
pergeseran-pergeseran dasar sungai untuk mencari keseimbangannya yang baru.
Proses pergeseran-pergeserannya antara lain akan terjadi pergeseran ke arah
vertikal yang berupa penurunan dasar sungai. Selanjutnya haruslah diingat dengan
terjadinya penurunan dasar sungai tersebut, kadang-kadang dapat mengakibatkan
terganggunya fungsi berbagai bangunan sadap utama yang terdapat di sebelah hulu
dari sudetan tersebut (Suyono, 1985).

Dalam keadaan seperti hal-hal tersebut di atas, maka kemungkinan diperlukan


adanya ambang guna menstabilkan dasar sungai agar tidak menurun secara
berlebihan. Pada umumnya pergeseran dasar sungai dapat diperkirakan dari bahan
dasar sungai serta daya angkut aliran air sungai dan kemiringan dasar sungai yang
stabil dapat dimantabkan dengan adanya pembangunan ambang.

Gambar 2.2 Bangunan Ambang pada sungai

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

2.2.2.5. Bendung

Bendung adalah suatu bangunan yang melintang pada aliran sungai (palung sungai),
yang terbuat dari pasangan batu kali atau bronjong, atau beton, yang berfungsi
untuk meninggikan muka air agar dapat dialirkan ke tempat yang diperlukan. Pada
dasarnya bendung ditempatkan secara melintang pada sungai, guna mengatur aliran
air sungai yang melalui bendung tersebut.

Bendung merupakan pembatas yang dibangun melintasi sungai yang dibangun


untuk mengubah karakteristik aliran sungai. Dalam banyak kasus, bendung
merupakan sebuah kontruksi yang jauh lebih kecil dari bendungan yang
menyebabkan air menggenang membentuk kolam tetapi mampu melewati bagian
atas bendung. Bendung mengizinkan air meluap melewati bagian atasnya sehingga
aliran air tetap ada dan dalam debit yang sama bahkan sebelum sungai dibendung.
Bendung bermanfaat untuk mencegah banjir, mengukur debit sungai, dan
memperlambat aliran sungai sehingga menjadikan sungai lebih mudah dilalui.
Kementerian Pekerjaan Umum Indonesia membagi bendung menjadi dua, yaitu
bendung tetap dan bendung gerak :
1. Bendung tetap adalah bangunan yang dipergunakan untuk meninggikan muka
air di sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan
ke saluran irigasi dan petak tersier.
2. Bendung gerak dalah bangunan yang sebagian besar konstruksinya terdiri dari
pintu yang dapat digerakan untuk mengatur ketinggian muka air di sungai
(Anonim, 2013).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.1 Klasifikasi Bendung


Klasifikasi Macam Keterangan
Bendung ini didirikan pada percabangan
a) Bendung sungai untuk mengatur muka air,
Pembagi sehingga terjadi pemisahan antara debit
Banjir banjir dan debit rendah sesuai dengan
kapasitas yang telah ditetapkan
Bendung ini dibangun di bagian sungai
b) Bendung
yang dipengaruhi pasang-surut air laut
Penahan
Fungsi untuk mencegah masuknya air asin dan
Air
untuk menjamin, agar aliran air sungai
Pasang
senantiasa dalam keadaan normal
Bendung ini digunakan untuk mengatur
muka air di dalam sungai guna
c) Bendung
memudahkan penyadapan airnya untuk
Penyadap
keperluan air minum, air perkotaan,
irigasi dan pembangkit tenaga listrik
a) Bendung Bendung ini tidak dapat mengatur tinggi
Tetap dan debit air sungai
Bendung ini dapat dipergunakan untuk
b) Bendung mengatur tinggi dan debit air sungai
Tipe
Konstruksi Gerak dengan pembukaan pintu-pintu yang
terdapat pada bendung tersebut
c) Bendung Bendung ini berfungi ganda, yaitu sebagai
Kombinasi bendung tetap dan bendung gerak
Sumber : Suyono, 1985

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.3 Bendung pada sungai

2.2.2.6. Pintu Air

Pintu air (gate, sluice) yang biasanya dibangun memotong tanggul sungai berfungsi
sebagai pengatur aliran air untuk pembuang (drainase), penyadap dan pengatur lalu
lintas air.

Ditinjau dari segi konstruksinya, secara garis besarnya pintu air dapat dibedakan
dalam dua tipe yaitu pintu air tipe saluran terbuka atau disebut pintu air saluran
(gate) dan pintu air tipe saluran tertutup atau disebut pintu air terowongan (sluice),
Pintu air saluran pada umumnya dibangun pada sistem saluran air yang besar-besar,
sedangkan pintu air terowongan dibangun pada sitem saluran air yang relatif kecil.
Walaupun demikian kadang-kadang dibangun pula pintu air terowongan yang
ukurannya cukup besar pula (Suyono, 1985).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Fungsi utama dari pintu air adalah mengatur aliran air untuk pembuang, penyadap,
dan pengatur lalu lintas air. Sebagai pembuang yang dibangun di muara sistem
drainase biasanya senantiasa dalam keadaan terbuka dan penutupannya dilakukan,
manakala elevasi muka air di dalam sungai induk lebih tinggi dari elevasi air yang
terdapat di dalam saluran drainase. Dengan demikian dapat dicegah masuknya air
sungai ke dataran yang dilindungi. Sebagai penyadap untuk mengatur besarnya
debit air yang dialirkan ke dalam sistem saluran air yang ada di belakangnya. Oleh
sebab itu daun pintunya senantiasa diatur disesuaikan debit yang diinginkan.
Sebagai pengatur lalu lintas air, maka pintu air selalu dibuka dan ditutup secara
periodik untuk memindahkan elevasi pelayaran kapal-kapal di kanal-kanal atau di
sungai-sungai. Selain itu, bangunan pintu air harus dapat pula berfungsi sebagai
tanggul banjir, sebagai pengganti tanggul banjir yang dipotongnya. Karenanya
bidang kontak antara bangunan pintu air yang terdiri dari beton dan tubuh tanggul
yang terdiri dari urugan tanah haruslah benar-benar rapat air, agar tidak terjadi
kebocoran melalui bidang kontak tersebut yang dapat menjebolkan tanggul di
sekitar bangunan pintu tersebut (Suyono, 1985).

2.2.2.7. Stasiun Pompa

Dataran rendah di kanan kiri sungai, kadang-kadang lebih rendah dari muka air
banjirnya dan dapat terendam apabila terjadi luapan dari air banjir sungai tersebut.
Pengaliran air genangan keluar dari dataran semacam ini akan lambat dan genangan
akan cukup lama.

Untuk mencegah terjadinya genangan yang lama, maka pada dataran rendah
tersebut dibangun pompa air drainase. Sebagai pompa pengangkut air dari elevasi
yang lebih rendah ke elevasi yang lebih tinggi. Pompa semacam ini digunakan pula
untuk menaikkan air dari alur sungai yang dalam untuk berbagai keperluan di
dataran kanan kiri sungai-sungai tersebut.

Pembangunan pompa ini biasanya memerlukan biaya yang relatif mahal dan biaya
eksploitasi dan pemeliharaan yang cukup mahal pula. Karenanya keuntungan yang
diharapkan tidak hanya ditentukan berdasarkan kondisi saat pembangunannya,
tetapi juga harus memperhatikan kemungkinan perkembangan dan perubahan-
commit to user
perubahan keadaan di masa yang akan datang.
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

Khusus untuk pembangunan pompa drainase, maka diadakan perhitungan


keuntungan yang diperoleh dari pengurangan kemungkinan kerusakan oleh
pembangunan pompa drainase tersebut (expected cost of damage reduction).
Suyono (1985) menyatakan bahwa dalam perhitungan biaya dan keuntungan (cost
of benefit), maka komponen yang harus diperhatikan adalah :
1) Biaya pembangunan
2) Biaya eksploitasi dan pemeliharaan
3) Keuntungan yang diperoleh dari pengurangan kemungkinan kerusakan

Stasiun pompa drainase terdiri dari bagian-bagian utama yaitu pompa dan rumah
pompa. Pompa akan berfungsi dengan baik, apabila kedua bagian tersebut dapat
menjamin stabilitas kedudukan pompa dan melindungi pompa dari pengaruh udara
luar. Pompa drainase umumnya beroperasi pada saat terjadi banjir dan tinggi
tekanan serta debitnya berubah-ubah sepanjang waktu.

2.2.3 Analisis Hidrologi

2.2.3.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas
topografi secara alami sedemikian rupa sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam
DAS tersebut akan mengalir melalui titik tertentu (titik pengukuran di sungai)
dalam DAS tersebut. Pengertian DAS sering diidentikkan dengan watershed,
catchment area atau river basin (Deddi Kurnia, 2014).

2.2.3.2. Karakteristik Hujan

Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi
hanya pada satu tempat atau titik saja (point rainfall). Mengingat hujan yang
sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan yang luas, satu
alat penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam
hal ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan
beberapa stasiun penakar hujan yang ada didalam dan/atau di sekitar kawasn
tersebut (Suripin, 2004).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

Data dari stasiun hujan terpilih selanjutnya diuji untuk mengetahui kepanggahan
data yang tercatat. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi adanya data yang tidak
valid akibat pencatatan maupun hal lainnya. Stasiun hujan dengan data yang
dianggap panggah dapat digunakan datanya untuk perhitungan hidrologi. Dalam
perncanaan, data hujan dari stasiun hujan ditransformasi menjadi hujan wilayah.
Chow, dkk (1998) menyebutkan bahwa rerata hujan wilayah dapat diperoleh
dengan tiga cara, yakni: 1) rerata aritmatik, 2) poligon Tiessen, 3) cara Isohyet.
Hujan wilayah diperlukan untuk menentukan besarnya debit yang dihasilkan akibat
hujan yang jatuh pada luasan tertentu berdasarkan stasiun hujan yang dianggap
mewakili luasan tersebut.

Suripin (2004) menyebutkan bahwa analisis frekuensi diperlukan seri data hujan
yang diperoleh dari pos penakar hujan baik yang manual maupun yang otomatis.
Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu
untuk memperoleh probabilitas besaran hujan dimasa yang akan datang. Dengan
anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama
dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu. Dalam ilmu statistik dikenal
beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang banyak
digunakan dalam bidang hidrologi adalah:
1. Distribusi normal
2. Distribusi Log Normal
3. Distribusi Log Pearson III dan
4. Distribusi Gumbel

2.2.3.3. Hujan Wilayah

Hujan wilayah adalah rata-rata curah hujan diseluruh daerah pengamatan, bukan
curah hujan dari 1 titik pengamatan. Satu titik pengukuran curah hujan tidak dapat
mewakili volume curah hujan yang jatuh pada suatu tempat. Cara perhitungan curah
hujan wilayah dari pengamatan hujan dibeberapa titik dibagi menjadi 5 yaitu cara
rata-rata Aljabar, cara poligon Thiessen, cara garis isohiet, cara garis potongan
antara dan cara dalam elevasi (M. Fajar Angga, 2014).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

Metode Thiessen digunakan untuk menghitung hujan wilayah dari masing-masing


stasiun yang mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan didalam DAS
dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat,
sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Poligon
didapat denagn cara menarik garis hubung antara masing-masing stasiun, sehingga
membentuk segitiga. Kemudian menarik garis-garis sumbu masing-masing
segitiga.

Pembentukan poligon Thiessen adalah sebagai berikut.


a. Stasiun pencatat hujan digambarkan pada peta DAS yang ditinjau, termasuk
stasiun hujan di luar DAS yang berdekatan.
b. Stasiun-stasiun tersebut dihubungkan dengan garis lurus (garis tipis) sehingga
membentuk segitiga-segitiga, yang sebaiknya mempunyai sisi dengan panjang
yang kira-kira sama.
c. Dibuat garis tegak lurus pada titik berat garis penghubung antar stasiun.
d. Garis-garis tersebut membentuk poligon mengelilingi tiap stasiun. Tiap stasiun
mewakili luasan yang dibentuk oleh poligon. Untuk stasiun yang berada di
dekat batas DAS, garis batas DAS membentuk batas penutup dari poligon.
e. Luas tiap poligon diukur dan kemudian dikalikan dengan kedalaman hujan
stasiun yang berada di dalam poligon.
f. Jumlah dari hitungan pada butir e untuk semua stasiun dibagi dengan luas
daerah yang ditinjau menghasilkan hujan rerata daerah tersebut.

A1 P1 + A2 P2 + ⋯ + An Pn
p̅ = ……………………………………………… (2.1)
∑A
dengan
p̅ Hujan rerata kawasan
p1,p2,…,pn Hujan pada stasiun 1,2,3,…,n
A1,A2,...,An Hujan daerah yang mewakili stasiun 1,2,3,...,n

2.2.3.4. Uji Kepanggahan

Uji konsistensi dapat dilakukan dengan lengkung masa ganda (double mass curve)
untuk stasiun hujan ≥3 (tiga), dan untuk individual stasiun (stand alone station)
commit to user
dengan cara RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums), Deddi Kurnia (2014). Bila
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

Q/√n yang didapat lebih kecil dari nilai kritik untuk tahun dan confidence level
yang sesuai, maka dapat dinyatakan panggah. Uji kepanggahan dapat dilakukan
dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut :
Sk ∗ = ∑ki=1(Yi − ̅
Y), dengan k = 1, 2, 3, …, n ……………………………….. (2.2)
S0 ∗ =0 …………………………………………………………………………. (2.3)
Sk ∗
Sk ∗∗ = Dy
, dengan k = 0, 1, 2, 3, …, n ………………………………………. (2.4)

k
̅) 2
(Yi − Y
2
Dy = ∑ …………………………………………………….… (2.5)
n
i=1

dengan :
Yi = data hujan ke-i,
̅ = data hujan rerata-i,
Y
Dy = deviasi standar,
n = jumlah data.

Untuk uji kepanggahan digunakan cara statistik :


Q = maks | Sk** |, 0 ≤ k ≤ n, atau ....................................................................... (2.6)
R = maksimum Sk** - minimum Sk**, dengan 0 ≤ k ≤ n ................................... (2.7)

Nilai kritik Q dan R ditunjukkan dalam Tabel 2.2

Tabel 2.2 Nilai kritik Q dan R


𝐐 𝐑
N √𝐧 √𝐧
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.28 1.38
20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.60
30 1.12 1,24 1.46 1.40 1.50 1.70
40 1.13 1.26 1.50 1.42 1.53 1.74
50 1.14 1.27 1.52 1.44 1.55 1.78
100 1.17 1.29 1.55 1.50 1.62 1.86
∞ 1.22 1.36 1.63 1.62 1.75 2.00
Sumber : Bambang Triatmodjo, 2008

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

2.2.3.5. Pola Agihan Hujan

Secara teoritis, penentuan agihan hujan dapat dilakukan dengan menggunakan


pola agihan Tadashi Tanimoto, Alternating Block Method (ABM), Triangular
Hyetograph.

ph Method (THM), Instantaneous Intensity Method (IIM), atau seragam. Dalam


penentuan agihan hujan diperlukan data lama hujan yang biasanya didekati
dengan menghitung waktu konsentrasinya atau dari hasil analisis yang didasarkan
pada kejadian hujan (Deddi Kurnia, 2014).

Tabel 2.3 Rasio Hujan Jam-Jaman


Waktu (t) 1 2 3 4
% Hujan 40,50 31,25 14,75 13,50
Sumber : Sobriyah, 2003

2.2.3.6. Hidrograf Satuan Sintetik

Hidrograf satuan perlu tersedia data yang baik, yaitu data AWLR, data ARR, data
curah hujan harian, dan data hujan jam-jaman. Masalahnya adalah data ini sangat
sulit diperoleh atau tidak tersedia. Hidrograf satuan sintetik dikembangkan untuk
mengatasi masalah tersebut (M. Fajar Angga, 2014). Alternatif metode perhitungan
yang dapat digunakan dalam analisis hidrograf satuan sintetik pada penelitian ini
adalah hidrograf satuan sintetik Nakayasu.

Hidrograf satuan sintetik metode Nakayasu telah berulang kali diterapkan di Jawa
Timur terutama pada DAS Kali Brantas. Hingga saat ini hasilnya cukup
memuaskan (M. Fajar Angga, 2014). Skematisasi unit hidrograf Nakyasu disajikan
dalam Gambar 2.4. Penggunaan metode ini memerlukan beberapa karakteristik
parameter daerah alirannya sebagai berikut:
a. tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (time of peak),
b. tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time lag),
c. tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph),
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

d. luas daerah tangkapan air,


e. panjang alur sungai utama terpanjang (length of the longest channel),
f. koefisien pengaliran.

Rumus dari hidrograf satuan Nakayasu adalah :


C. A. R
Qp = ……………………………………………….... (2.8)
3,6. (0,3. TP + T03 )

dengan :
Qp = debit puncak banjir (m3/dt/mm),
R = curah hujan satuan (1 mm),
TP = waktu naik sampai puncak banjir (jam),
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak sampai 30%
dari debit puncak (jam),
A = luas DAS (km2),
C = koefisien pengaliran (1)

Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan rumus sebagai berikut :


Tp = Tg + 0,8 tr v ........................................................................................ (2.9)
T0,3 = α Tg ................................................................................................. (2.10)
tr = 0,5 Tg sampai 1 Tg ......................................................................... (2.11)

Tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (jam). Tg
dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
- Sungai dengan panjang alur L > 15 km :
Tg = 0,4 + 0,058 L ................................................................................... (2.12)
- Sungai dengan panjang alur L < 15 km :
Tg = 0,21 L0,7 .......................................................................................... (2.13)
dengan :
Tr = satuan waktu hujan (jam),
α => 2 = pada daerah pengaliran biasa,
α =>1,5 = pada bagian naik hidrograf lambat, dan turun cepat,
α=3 = pada bagian naik hidrograf cepat, turun lambat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

Sumber : M. Fajar Angga, 2014


Gambar 2.4 Hidrograf Nakayasu

1. Pada waktu naik : 0<t<Tp


t 2,4
Qp = (Tp) Qp ..................................................................................... (2.14)

dengan :
Q(t) = limpasan sebelum mencari debit puncak (m3)
t = waktu (jam)

2. Pada kurva turun (decreasing limb)


a. Selang nilai : 0 ≤ t ≤ (Tp + T0,3)
(t−Tp)
T0,3
Q(t) = Qp 0,3 .......................................................................... (2.15)
b. Selang nilai : (Tp + T0,3) ≤ t ≤ (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)
(t−Tp+0,5 𝑇0,3 )
1,5 T0,3
Q(t) = Qp 0,3 ................................................................ (2.16)
c. Selang nilai : t > (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)
(t−Tp+1,5 𝑇0,3 )
2,0 T0,3
Q(t) = Qp 0,3 ................................................................ (2.17)

Rumus tersebut diatas merupakan rumus empiris, maka penerapannya terhadap


suatu daerah aliran harus didahului dengan suatu pemilihan parameter-parameter
yang sesuai yaitu Tp dan α, dan pola distribusi hujan agar didapatkan suatu pola
hidrograf yang sesuai dengan hidrograf banjir yang diamati.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

Hidrograf banjir dihitung dengan persamaan sebagai berikut :


𝑄𝑘 = ∑𝑛𝑖=1 𝑈𝑖 . 𝑃𝑛−(𝑖−1) .................................................................................. (2.18)

dengan :
Qk = debit Banjir pada jam ke – k, (m3/dt/mm)
Ui = ordinat hidrograf satuan (I = 1, 2, 3, ......, n)
Pn = hujan pada daerah pengaliran biasa (n = 1, 2, ..., n)
Bf = aliran dasar (base flow)

2.2.4 Perhitungan Profil Muka Air

Kedalaman aliran di sepanjang saluran dapat dihitung dengan menyelesaikan


persamaan diferensial untuk aliran berubah beraturan. Hitungan biasanya dimulai
dari suatu tampang dimana hubungan antara elevasi muka air (kedalaman) dan debit
diketahui. Tampang tersebut dikenal dengan tampang (titik) kontrol. Hitungan
profil muka air biasanya dilakukan secara bertahap dari suatu tampang ke tampang
berikutnya yang berjarak cukup kecil sehingga permukaan air diantara kedua
tampang dapat didekati dengan garis lurus. Apabila aliran adalah subkritis hitungan
dimulai dari titik paling hilir dan maju ke arah hulu, sedang jika aliran alah
superkritis hitungan dilakukan dari hulu ke hilir (Bambang Triatmodjo,2003).

Sumber : Bambang Triatmodjo, 2003


Gambar 2.5 Titik-titik kontrol di saluran terbuka

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung profil muka
air, diantaranya adalah :
a. Metode integrasi numerik
Dengan menggunakan rumus Manning untuk kecepatan rata-rata,
1 2⁄ 1
V=n R 3 If ⁄2 ...................................................................................... (2.24)

Maka dapat dicari debit aliran,


1 2⁄ 1
Q=A R 3 If ⁄2 .................................................................................. (2.25)
n

atau
n2 Q2
If = 2⁄ …………………………………………………………. (2.26)
A2 R 3

Berdasarkan penurunan rumus-rumus dasar tersebut maka diperoleh suatu


kombinasi persamaan untuk menghitung profil muka air,
n2 Q2
I0 − 2
f= A2 R ⁄3 ……………………………………………………… (2.27)
Q2 T
1−
g A3

Persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan langkah berikut :


1. Berdasarkan nilai yi awal yang diketahui dihitung nilai fi
2. Pertama kali dianggap fi+1 = fi
3. Menghitung nilai yi+1 dengan menggunakan nilai fi+1 yang diperoleh dari
langkah 2 atau nilai fi+1 yang diperoleh berdasarkan langkah 4
4. Menghitung nilai baru yi+1 dengan menggunakan nilai fi+1 yang dihitung dari
nilai yi+1 dari langkah 3
5. Apabila nilai yi+1 yang diperoleh dari langkah 3 dan 4 masih berbeda jauh,
maka langkah 3 dan 4 diulang lagi
6. Setelah nilai yi+1 yang benar diperoleh, dihitung nilai yi+2 yang berjarak
∆x dari yi+1
7. Prosedur diatas diulang kembali sampai diperoleh nilai y di sepanjang
saluran (Bambang Triatmodjo, 2003)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

Sumber : Bambang Triatmodjo, 2003


Gambar 2.6 Metode integrasi numerik

b. Metode langkah langsung (direct step method)


Metode langkah langsung dilakukan dengan membagi saluran menjadi
sejumlah pias dengan panjang ∆x. Mulai dari ujung batas hilir dimana
karakteristik hidraulis di tampang tersebut diketahui, dihitung kedalaman air
pada tampang di sebelah hulu. Prosedur hitungan tersebut diteruskan untuk
tampang di hulu berikutnya, sampai akhirnya didapat kedalaman air di
sepanjang saluran. Ketelitian hitungan tergantung pada panjang pias, semakin
kecil ∆x semakin teliti hasil yang diperoleh (Bambang Triatmodjo).

Sumber : Bambang Triatmodjo, 2003


Gambar 2.7 Metode langkah langsung

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.7 menunjukkan pias saluran antara tampang 1 dan 2 yang berjarak
∆x . Dengan menganggap bahwa distribusi kecepatan adalah seragam pada
tampang lintang dan koefisien Coriolis satu, maka :
V2 V2
z1 + y1 + 2g = z2 + y2 + 2g + hf .......................................................... (2.28)
mengingat z1 – z2 = I0 ∆x dan hf = If ∆x, maka :
V1 2 V2 2
I0 ∆x + y1 + = y2 + + If ∆x ...................................................... (2.29)
2g 2g
V 2 V 2
(y2 + 2 )−(y1 + 1 )
2g 2g
∆x = atau
I0 −If
Es2 − Es1
∆x = ……………………………………………………….. (2.30)
I0 − If
Dengan mengetahui karakteristik aliran dan kekasaran pada satu tampang maka
kecepatan dan kedalaman aliran di tampang yang lain dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan di atas. Kemiringan garis energi If adalah nilai rerata
di tampang 1 dan 2, yang dapat didasarkan pada persamaan Manning atau
Chezy. Apabila karakteristik aliran di kedua tampang diketahui maka jarak
antara tampang dapat dihitung dengan persamaan diatas (Bambang Triatmodjo,
2003).

2.2.5 Metode Analytical Hierarki Process (AHP)

2.2.5.1. Pembobotan

Saaty (1983) menjelaskan bahwa prosedur AHP mengandalkan teknik pembobotan


untuk menghasilkan faktor bobot. Faktor bobot ini menggambarkan ukuran relatif
tentang pentingnya suatu elemen dibandingkan dengan elemen yang lainnya.
Standar pembobotan didasarkan dengan skala berkisar dari 1 (dua aktivitas sama
pentingnya) hingga 9 (satu aktivitas sangat jauh lebih penting dari yang lain) untuk
digunakan dalam matriks dengan perbandingan berpasangan (pairwise comparison
matrix). Suatu contoh evaluasi yang terdiri dari n elemen, matriks dengan
perbandingan berpasangan ditulis sebagai berikut :

commit to user
.................................................................... (2.31)
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

Perbandingan agar konsisten maka nilai kebalikan dari dua elemen yang
dibandingkan diletakkan pada posisi yang sesuai pada arah yang berlawanan.
Contoh, jika satu elemen diberi bobot atau derajat kepentingan 3 ( atau 3 kali lebih
penting ) terhadap elemen lain, w1/w2, maka pada baris pertama dan kolom kedua
dari matrik tersebut diberi skor 3, dengan demikian angka 1/3 ditempatkan pada
posisi w2/w1. Jika dua elemen memiliki derajat kepentingan yang sama, maka diberi
nilai perbandingan 1, ini berlaku untuk diagonal utama, karena disini setiap elemen
dibandingkan dengan elemen yang bersangkutan.

2.2.5.2. Penentuan Prioritas Alternatif

Penentuan prioritas pilihan dalam AHP dilakukan dengan menghitung eigenvector


dan eigenvalue melalui operasi matrik. Eigenvector menentukan ranking dari
alternatif yang dipilih, sedangkan eigenvalue memberikan ukuran konsistensi dari
proses perbandingan. Ranking pada dasarnya diwakili oleh vektor prioritas, sebagai
hasil normalisasi eigenvector utama (principal eigenvector), ini didapat dari
perhitungan vektor kolom (Vj) dengan persamaan berikut :
Vj = Kij x Wi ................................................................................................. (2.32)
Dimana Kij adalah matrik dengan bentuk sebagai berikut :
w11 w12 … w1p
w21 w22 … w2p
[ … … … … ] ........................................................................................ (2.33)
wn1 wn2 … wnp
dengan tujuan (objective) i = (1,2,3..., p), dan w adalah bobot alternatif 1 untuk
tujuan 1, p mewakili jumlah alternatif, dan n adalah jumlah tujuan. Vektor kolom,
Vj, menyatakan ranking akhir dari sekian alternatif yang diuji dalam analisis
(Habib, 2011).

2.2.5.3. Konsistensi

Pengukuran konsistensi dari suatu matrik didasarkan atas suatu eigenvalue


maksimum (λmaks). Makin dekat λmaks dengan n, makin konsisten hasil yang
dicapai. CI adalah ukuran simpangan atau deviasi yang dinyatakan sebagai
berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

(λmaks − n)
CI = ………………………………………………………… (2.34)
(n − 1)

dengan :
CI = indeks konsistensi,
λmaks = eigenvalue maksimum,
N = banyaknya elemen yang digunakan,

eigenvalue suatu matrik tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin
ada nilai CI yang negatif.

Tabel 2.4 Nilai Indeks Random


Ukuran Indeks Random
Matrik (inkonsistensi)
1 dan 2 0,00
3 0,58
4 0,90
5 1,12
6 1,24
7 1,32
8 1,41
9 1,45
10 1,49
11 1,51
12 1,48
13 1,56
14 1,57
15 1,59
Sumber : Kadarsyah Suryadi dan M. Ali Ramdhani dalam Habib Ismail (2011)

RI merupakan nilai rata-rata indeks yang dihasilkan secara random yang diperoleh
dari percobaan yang menggunakan sampel dengan jumlah besar untuk matrik
dengan orde 1 sampai 15 (Tabel 2.4) (Saaty, 1983). Perbandingan antara CI dan RI
commit to user
untuk suatu matrik didefinisikan sebagai rasio konsisten (CR).
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

CI
CR = RI ……………………………………………………………………... (2.35)

dengan :
CR = rasio konsistensi.
CI = indeks konsistensi.
RI = indeks random.

Menurut Saaty (1983), matriks perbandingan dapat diterima jika nilai rasio
konsistensi < 0,1. Batasan diterima tidaknya konsistensi suatu matrik sebenarnya
tidak ada yang baku hanya menurut beberapa eksperimen dan pengalaman tingkat
konsistensinya sebesar 10% kebawah adalah tingkat inkonsistensi yang masih bisa
diterima. Lebih dari itu harus ada revisi penilaian karena tingkat inkonsistensi yang
terlalu besar dapat menjurus pada suatu kesalahan.

2.2.6 Evaluasi Kinerja Sungai

Dasar yang dipakai untuk melakukan evaluasi kinerja sungai adalah komponen
bangunan penyusunnya. Sungai tersusun atas komponen bangunan yang terdiri dari
bangunan pelindung sungai, bangunan pengaturan sungai, dan bangunan
pendukung sungai. Komponen penyusun sungai terbagi menjadi sub-sub
komponen penyusunnya. Setiap komponen memberikan kontribusi terhadap fungsi
secara keseluruhan. Bobot setiap komponen disusun atas besarnya pengaruh
terhadap terjaminnya pengaliran air (pedoman penilaian sungai). Pada penelitian
ini diambil rujukan dari desain penilaian jaringan drainase yang dihasilkan pada
penelitian Vadlon (2011), seperti ditunjukkan pada Tabel 2.5.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.5 Desain penilaian jaringan drainase

Sumber : Vadlon (2011)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

Penilaian kinerja sungai keseluruhan dilakukan dengan menghitung kinerja fungsi


bangunan pelindung, bangunan pengaturan sungai, dan bangunan pendukung
sungai. Seperti ditunjukkan pada rumus sebagai berikut :
Kinerja sistem sungai pada sub sistem, dihitung dengan rumus :
S = Bpl + Bpt + Bpd .……….…….………………………………………... (2.36)
dengan :
S = Kinerja sungai (%),
Bpl = Kinerja bangunan pelindung sungai (%),
Bpt = Kinerja bangunan pengaturan sungai (%),
Bpd = Kinerja bangunan pendukung (%).

commit to user

Anda mungkin juga menyukai