Anda di halaman 1dari 6

Judul : Rendezvous

Tema : Persahabatan

Hari-hari telah aku jalani tanpa dia. Aku hanya bisa tersenyum sendu ketika kenangan demi
kenangan datang mengusik pikiranku. Duduk di bawah rindangnya pohon dengan segelintir angin
yang menerpa lembut wajahku. Empat tahun sudah berlalu, tapi kejadiannya masih teringat jelas
dalam benakku. Kejadiannya begitu cepat, aku  hanya terpaku melihat tubuhnya terkulai lemas
dengan darah yang mengalir karena kerasnya  benturan besi panas yang melaju. Kecelakaan itu
membuatku tak dapat melihatnya lagi. Bunga-bunga disini menjadi saksi bisu dari perpisahan
kami. Aku menyesal telah membuatnya kecewa. Cairan bening perlahan keluar dari mata, jatuh
secara bersusulan membasahi pipi.

Aku berjalan tak tentu arah, mengikuti kemana kakiku melangkah. Akhirnya aku
memutuskan untuk mengunjungi taman yang letaknya tak jauh dari tempat kejadian. Seakan ada
yang memanggil, aku mengalihkan pandangan dan tertangkap olehku seorang laki- laki yang tak
asing lagi. Duduk sendiri di bangku taman. Ia menundukkan kepalanya seolah tak ingin orang lain
tahu siapa dirinya. Tak tahu apa yang merasukiku tiba-tiba saja aku berjalan dan berdiri di
depannya. Merasa ada yang menghampiri, ia mendongakkan kepala menatap tepat di manik
mataku. Dia kembali. Dia kembali dengan senyuman yang biasa terukir di wajah tampan miliknya.
Ia terlihat bahagia. Terpancar jelas kebahagiaan itu dari matanya tetapi yang ku lihat hanya ada
rasa rindu. Ku kucekan mata untuk memastikan bahwa ia benar- benar telah kembali. Namun saat
membuka mata sudah tidak ada siapa- siapa selain diriku.

“Langi!”  aku menoleh kebelakang untuk melihat siapa yang memanggilku. Ternyata Bulan,
lengkapnya Indah Sinar Rembulan sahabatku dari kecil sama seperti dia.

“Apa yang kamu lakukan?” tanya Bulan.                                                                              

“Tadi aku melihatnya disini,” jawabku.

“Jangan bohong. Mana ada orang yang telah tiada bisa kembali,” sanggah Bulan tak percaya.

“Aku tidak bohong,” ucapku penuh penekanan setiap kata.

“Sudahlah lupakan saja.”

Sejenak aku dan Bulan terdiam,memikirkan apa yang telah terjadi.

”Lebih baik kita pikirkan ini besok saja. Hari telah menjelang sore, Aku harus segera pulang
nanti ibu mencariku,” ucap pelangi memecah keheningan.
Sepulang mengantar Bulan, aku menyempatkan diri untuk mengunjungi tempat
peristirahatan Laskar. Dulu hampir setiap hari aku datang untuk membersihkan dan menaburkan
bunga diatas makam itu. Aku menaruh bunga edelweis yang tadi kubeli tepat diatas pusara
makam.

“Hai Laskar,”sapaku sambil berjongkok di samping makamnya. Ku usap batu nisan berukir
nama orang yang ku sayang ‘LASKAR LANGIT BIRU’. Satu-satunya orang yang mengerti aku
dan selalu menemani dimanapun dan kapan pun. Jujur, aku benci menangis ketika mengunjungi
makamnya. Karena saat itu ribuan  kenangan kembali hadir dalam ingatanku.

“Empat tahun sama sekali nggak cukup buat aku melupakan kamu,” ucapku. Ketika berada
di tempat ini, aku akan menceritakan segala hal yang terjadi di kehidupanku.

“Seharusnya sekarang kamu berada disampingku. Seharusnya kamu juga bisa masuk di
sekolah impianmu,” mataku mulai berkaca-kaca.

“Tapi karena menyelamatkan aku, kamu harus pergi selama-lamanya.” Tangisku pecah, aku
tak mampu menahan tangisan ini hingga aku membekap mulut agar tidak ada yang mendengar
isak tangisku.

“Maafin aku Kar, seharusnya yang didalam sana itu aku bukan kamu,” ucapku sendu saat
mengingat apa yang menyebabkan diriku kehilangannya lagi dan lagi aku menangis sejadi-
jadinya. Padahal aku telah berjanji untuk tidak larut dalam kesedihan. Suara petir menggema,
langit menjadi kelam dengan kilatan yang saling bersahut- sahutan. Sepertinya langit tahu jika aku
sedang bersedih hati. Sebentar lagi akan turun hujan, tapi aku sama sekali tak berniat untuk
beranjak dari tempat ini.

Esok hari, sepulang sekolah aku berjalan di sekitaran taman. Di Dekat taman aku melihat
sepasang kupu-kupu terbang saling melingkar. Mereka terlihat cantik. Aku mengejarnya hingga
kupu-kupu itu masuk kedalam taman yang kemarin kudatangi dan aku terus saja mengikutinya.
Ternyata kedua kupu-kupu itu menghampiri seseorang yang duduk terpisah dari bangku-bangku
taman lainnya. Aku mendatangi orang itu. Seketika aku terkejut, untuk kedua kalinya kami
dipertemukan. Dia tersenyum menatapku dan berdiri. Tangannya bergerak menyelipkan beberapa
helai rambut yang menutupi wajahku ke belakang telinga.

“La-laskar?” ucapku terbata-bata.


“Hai, Pelangi Angkasa Raya” sebuah kalimat itu meluncur dengan bebas dari mulutnya. Aku
hanya bisa diam membeku. Perasaan bahagia, takut, marah dan bingung bercampur aduk di dalam
hati.

“Masih ingat padaku?”

“Iya, ini aku. Benar-benar aku. Orang yang selama ini kamu tunggu kehadirannya,”
jawabnya sendiri. Tanpa sadar aku menangis, merindukan sosok yang kini berdiri di hadapanku.

“Kenapa menangis? Aku telah kembali walau tidak bisa selamanya. Kamu sendiri tahu
bukan? Aku paling tidak suka melihatmu menangis apalagi aku yang menjadi penyebabnya,”
ucapnya seraya menghapus jejak air mata yang menempel di pipiku menggunakan ibu jarinya.

“Atau kamu menangis karena tidak menginginkan kedatanganku?” tanyanya. Tanpa berkata-
kata aku langsung memeluk tubuhnya erat.

“Aku merindukanmu,” ucapku dengan suara parau.

“Aku juga merindukanmu,” dia membalas pelukku tak kalah erat lalu mengecup lembut
keningku.

 “Apa takdirmu indah?” tanyaku.

“Sangat indah.” Setelah mengatakan itu perlahan-lahan tubuhnya menghilang.

 “Jangan tinggalkan aku,” ucapku mencegahnya pergi.

“Aku harus pergi Pelangi. Simpan gelang dariku ini. Maaf bila aku tak bisa leluasa
menjagamu seperti dulu sebab kita telah berbeda. Ingatlah satu hal, karena setelah Laskar pasti ada
Pelangi,” ucapnya sambil memberiku satu buah gelang. Aku terus menggapainya berharap ia akan
tetap bersamaku, tapi semua usahaku sia-sia. Kini ia telah meninggalkanku untuk kesekian
kalinya. Aku terbangun dari tidurku. Mimpi itu terasa nyata. Kurasakan tanganku seperti
memegang sesuatu. Ketika dilihat aku mendapatkan gelang pemberian darinya. ‘Berarti itu bukan
mimpi, tapi kenapa aku di kamar?’ banti Pelangi. Segera Ku pakai gelang itu di pergelangan
tangan kananku.

Mengungkap kasus kecelakaan yang terjadi empat tahun lalu bukanlah hal yang
mudah.Karena terlalu memaksakan diri, akhirnya aku terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
Berkali-kali aku mencoba mengikhlaskan kasus itu, tetapi tetap saja perasaan bersalah selalu
menghujamku. Bosan berdiam diri di kamar rumah sakit. Aku memutuskan untuk menyegarkan
pikiranku dengan berjalan-jalan di sekitaran taman rumah sakit. Pandanganku tertuju pada
sepasang anak kecil yang asik bermain. Kugoreskan pensil pada kertas kosong dan menjadikan
kedua anak kecil itu sebagai objeknya. Melihat mereka tertawa membuat perasaanku menjadi
lebih tenang.

“Kakak lagi sedih ya?’” Tanya seorang anak perempuan menghampiriku.

“Kakak nggak sedih kok,” jawabku sambil tersenyum tipis

“Kakak jangan sedih dong, mendingan main sama kita aja,” ajak anak laki-laki menarik
tangan Pelangi. Puas bermain bersama mereka, Pelangi kembali ke kamarnya. Ia membaringkan
tubuhnya yang terasa lelah sehabis bermain. Ini adalah kebahagian baru yang kembali
didapatkannya. Tak lama Pelangi memasuki alam bawah sadarnya dengan senyuman yang masih
tercetak jelas di wajah cantiknya. Tanpa Pelangi ketahui, dari awal ia keluar dari kamar hingga
bermain dengan anak kecil ada yang memperhatikannya. Laskar ikut tersenyum ketika Pelangi
telah menemukan kebahagiaan barunya. Seminggu setelah itu keadaanku membaik, aku sudah
diperbolehkan untuk pulang kerumah.

Pagi harinya aku memulai aktivitasku kembali saat ingin memasuki gerbang sekolah, aku
melihat seseorang yang tak asing berlari menyebrangi jalan. Bertepatan dengan itu sebuah mobil
berjalan laju kearahnya. Mata ku terbelalak menyadari siapa orang tersebut secepat mungkin aku
berlari mencegahnya menyebrangi jalan.

“BINTANG” pekikku. Dari arah samping mobil melaju dan menghantam keras tubuhku, aku
tak mengingat apa-apa lagi seketika pandanganku menjadi gelap.

“Pelangi, akhirnya kamu sadar juga,” ucap ibu membekap mulut menahan tangis. Kakak
perempuanku yang tadinya hanya berdiri di samping langsung memberiku segelas air putih.

“Dimana aku sekarang?” tanyaku setelah meminum segelas air yang diberikan kakakku.

“Kamu di rumah sakit sayang,” ujar ibu lembut.

“Tapi kak, apa yang terjadi?”

”Kamu mengalami kecelakaan bersama Bulan,” ucap ibu.

“Bagaimana keadaan Bulan dan dimana dia sekarang?” tanyaku tanpa mau berbasa basi.
“Bulan telah berpulang sehari sebelum anda sadar dari koma.” Jawaban dokter yang baru
masuk keruangan Pelangi seakan membuat pasokan oksigen berkurang. Nafasku terasa sesak, aku
tak mampu berkata kata. Suaraku tercekat, aku menangis ‘bagaimana ini bisa terjadi’ aku hanya
bisa membatin. Sehari setelah pernyataan mengejutkan itu, kesehatanku kembali menurun. Aku
tetap memaksakan untuk berziarah ke makam sahabatku meskipun sudah berkali kali dilarang.
Kenapa aku harus kehilangan sahabatku? Kenapa tidak aku saja yang pergi. Tempat peristirahatan
terakhir Bulan masih dihiasi berbagai macam bunga. Kini tidak ada lagi tawa dan candaannya,
semua itu sudah menjadi kenangan. Kupanjatkan doa untuknya agar semua kesalahan yang pernah
ia lakukan diampuni oleh yang Maha Kuasa.

Selama seminggu yang kulakukan di rumah sakit hanya merenung, memandang keluar
jendela. Melihat kabut menyelimuti pemandangan di depanku. Aku masih memikirkan  Bulan
tidak ada lagi canda tawa miliknya, kini semuanya telah menjadi kenangan. Sementara bintang
sudah dalam kondisi pemulihan. Tiba-tiba Bintang datang menghampiriku, ia datang bersama
seorang laki-laki. Aku merasa seperti pernah bertemu dengannya.

“Langi, bagaimana keadaanmu?” Tanya Bintang

“Sudah mendingan dari yang kemarin. Dia siapa?”

“Oh… kenalin, dia sepupu Bulan. Aku telah menceritakan apa yang terjadi dan dia ingin
menjengukmu.”

“Laskar, salam kenal.” Ucapnya sambil mengulurkan tangan dihadapanku        

“Aku Pelangi,” ucapku menjabat uluran tangannya. Sekilas aku melirik sebuah gelang yang
melingkar di tangan Laskar. Aku terdiam memperhatikan gelang itu. Seketika aku teringat, gelang
itu sama persis dengan gelang yang ada di mimpiku. Refleks aku memegang saku dan menemukan
sebuah gelang yang warna dan motifnya sama dengan punya Laskar. Aku mengangkatnya, Laskar
tampak terkejut melihat itu. Kemudian Laskar menatapku lekat dan tersenyum seraya
memasangkan gelang itu ke pergelangan tanganku. Detik itu juga, aku seperti terlempar ke masa
kecil. Masa dimana aku berjumpa dengan sang dewa pelindung. Ya, Dewa Pelindung itu adalah
Laskar Langit Biru. Tuhan terima kasih karena kamu mengirimkan seseorang yang mampu
mengembalikan senyumku. Meskipun aku menyadari bahwa tidak ada yang abadi aku akan tetap
bersyukur dan berterima kasih kepada-Mu. Setidaknya aku pernah merasakan kebahagiaan saat
bersama Bulan. Hingga takdir memisahkan kami.
 Identitas penulis :

1.  Nama lengkap : Dila Putri sartika

2.  ID instagram   : @dla.pakgerl

3.  No WA      : 089524436524

4.  Email              : dillasrtk15@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai