Anda di halaman 1dari 11

2013

ATRIBUT INOVASI DAN


TINGKAT KECEPATAN ADOPSI
DIFUSI INOVASI PENDIDIKAN
KELOMPOK 10
1. Idham Art
2. Djatmiko
3. Rizky Fajrina
4. Riski Khoirunnisa

KELOMPOK 10
DIFUSI INOVASI PENDIDIKAN
5/7/2013
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan mengucapkan rasa syukur segala puji bagi Allah,


penguasa alam dan seisinya yang telah memberikan hidayah-Nya kepada penulis
sehingga makalah dengan judul “Atribut Inovasi dan tingkat kecepatan adopsi
inovasi” ini dapat terselesaikan dengan baik, dan tidak lupa shalawat dan salam
semoga tercurahkan atas utusan Allah sebagai rahmat bagi alam semesta,
junjungkan kita nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya dan
para pengikut sekiranya sampai akhir zaman. Adapun tujuan pembuatan dari
makalah ini adalah dijadikan sebagai penambah pengetahuan dan pengalaman.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada dosen Dr.
Eveline Siregar, M.Pd. yang telah memberikan begitu banyak dukungan dan
kesempatan kepada saya untuk membuat naskah kajian ini. Serta tidak lupa pula
saya mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan rekan-rekan yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari didalam penulisan ini terdapat kekurangan, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak,
agar kita mampu belajar menyempurnakan pemikiran kita.

Demikian sedikit yang dapat penulis sampaikan, mudah-mudahan makalah


ini bermanfaat untuk kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Jakarta, 6 MEI 2013

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Atribut Inovasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
• Relative Advantage . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
• Compatibility . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
• Complexity . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
• Trialability . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
• Observebelity . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
2.2 Proses Adopsi Inovasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
• Awareness . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
• Interest . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
• Evaluation . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
• Trial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
• Adoption . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Kecepatan Adopsi Inovasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
3.2 Efek Difusi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
3.3 Over Adopsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
4.2 Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11

3
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Berkaitan dengan perubahan sosial, Zaltman dan Duncan (1973:7) berpendapat


bahwa semua inovasi adalah termasuk perubahan sosial, tetapi perubahan sosial belum tentu
inovasi. Inovasi merupakan perubahan sosial yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu
dan diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat).
Dengan demikian, inovasi adalah bagian dari perubahan sosial.
Beragam definisi inovasi dikemukakan oleh beberapa ahli dengan susunan kalimat dan
penekanan maksud yang berbeda namun pada dasarnya mengandung pengertian yang sama.
Di antaranya dikemukakan oleh Ibrahim (1988: 40) mendefinisikan inovasi sebagai: Suatu ide,
barang, kejadian, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi
seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil invensi maupun diskoveri.
Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu.
Definisi tersebut menyatakan bahwa inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis,
metode, cara, barang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan sebagai sesuatu yang baru
bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Hal yang baru tersebut dapat berupa
hasil invensi maupun diskoveri yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau
memecahkan masalah.
Invensi (Invention) adalah suatu penemuan sesuatu yang benar-benar baru. Dalam
arti, hasil kreasi manusia, benda atau hal lain yang ditemukan tersebut benar-benar belum ada
sebelumnya, kemudian diadakan kreasi baru. Misalnya penemuan teori belajar, teknik
pembuatan barang dari plastik, dan lain-lain. Sedangkan diskoveri (discovery) adalah suatu
penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang ditemukan itu sudah ada, tetapi
belum diketahui orang. Misalnya penemuan hukum gravitasi oleh Newton, dan lain-lain
(Ibrahim, 1988:40).
Adapun inovasi pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi
untuk memecahkan masalah pendidikan. Dengan kata lain, inovasi pendidikan adalah suatu
ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi
seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil invensi maupun diskoveri
untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah pendidikan (Ibrahim, 1988:
51).
Sejalan dengan semakin berkembangnya inovasi pendidikan untuk pembangunan di
Indonesia, studi-studi tentang adopsi inovasi kian menarik untuk terus dikaji, terutama
kaitannya dengan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan. Semakin pentingnya kajian
tentang adopsi inovasi tersebut, antara lain disebabkan karena pemusatan nya pada dunia
pendidikan guna peningkatan mutu yang diupayakan melalui penerapan inovasi-inovasi, baik
yang berupa inovasi-teknis maupun inovasi-sosial, tergantung kepada proses perubahan
perilaku yang diupayakan, proses pencapaian tahapan adopsi dapat berlangsung secara cepat
ataupun lambat.
Jika proses tersebut melalui “pemaksaan” (coersion), biasanya dapat berlangsung
secara cepat, tetapi jika melalui “bujukan” (persuasive) atau “pendidikan” (learning), proses
adopsi tersebut dapat berlangsung lebih lambat (Soewardi, 1987). Tetapi, ditinjau dari
pemantapan perubahan perilaku yang terjadi, adopsi yang berlangsung melalui proses
bujukan dan atau pendidikan biasanya lebih sulit berubah lagi. Sedang adopsi yang terjadi
melalui pemaksaan, biasanya lebih cepat berubah kembali, segera setelah unsur atau kegiatan
pemak-saan tersebut tidak dilanjutakan lagi.
Berdasarkan uraian diatas, makalah ini akan mencoba membahas secara lebih
mendalam mengenai apa saja yang menjadi atribusi dari inovasi dan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi cepat lambatnya suatu inovasi serta tingkat kecepatan adopsi.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
ATRIBUT INOVASI
Cepat lambatnya penerimaan inovasi oleh masyarakat luas dipengaruhi oleh
karakteristik inovasi itu sendiri . Misalnya penyebarluasan penggunaan kalkulator dan “blue
jean”, dalam waktu kurang dari 1 sampai 5 tahun sudah merata keseluruh Amerika Serikat ,
sedangkan penggunaan tali pengaman bagi pengendara mobil baru tersebar merata setelah
memakan waktu beberapa puluh tahun. Everett M. Rogers (1993:14-16) mengemukakan
karakteristik inovasi yang dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya penerimaan inovasi,
sebagai berikut .
1. Keuntungan Relatif (Relative Advantage), yaitu sejauh mana inovasi dianggap
menguntungkan bagi penerimanya. Tingkat keuntungan atau kemanfaatan suatu inovasi
dapat diukur berdasarkan nilai ekonominya, atau mungkin dari faktor status sosial
(gengsi), kesenangan, kepuasan, atau karena mempunyai komponen yang sangat penting.
Makin menguntungkan bagi penerima, makin cepat tersebarnya inovasi.
2. Kompatibel (Compatibility) adalah tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai atau (values),
pengalaman lalu, dan kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan nilai
atau norma yang diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang sesuai
dengan norma yang ada. Misalnya penyebarluasan penggunaan alat KB dimasyarakat
yang keyakinan agamanya melarang penggunaan alat tersebut, maka tentu saja
penyebaran inovasi akan terhambat.
3. Kompleksitas (Complexity) adalah tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan
inovasi bagi penerima. Suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh
penerima akan cepat tersebar, sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar
digunakan oleh penerima akan lambat proses penyebaranya. Misalnya masyarakat
pedesaan yang tidak mengetahui tentang teori penyebaran bibit penyakit melalui kuman,
diberitahu oleh penyuluh kesehatan agar membiasakan memasak air yang akan diminum,
karena air yang tidak dimasak jika diminum dapat menyebabkan sakit perut. Tentu saja
ajakan itu sukar diterima. Makin mudah dimengerti suatu inovasi akan makin cepat
diterima oleh masyarakat.
4. Trialabilitas (Trialability) adalah dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima.
Suatu inovasi yang dapat dicoba akan cepat diterima oleh masyarakat dari pada inovasi
yang tidak dapat dicoba terlebih dahulu. Misalnya penyebarluasan bibit unggul padi gogo
akan cepat diterima oleh masyarakat jika masyarakat dapat mencoba dulu menanam dan
dapat melihat hasilnya.
5. Dapat diamati (Observebelity) adalah mudah tidaknya diamati suatu hasil inovasi. Suatu
inovasi yang hasinya mudah diamati akan makin cepat diterima oleh masyarakat, dan
sebaliknya inovasi yang sukar diamati hasilnya, akan lama diterima oleh masyarakat.
Misalnya penyebarluasan bibit unggul padi, karena petani dapat dengan mudah melihat
hasil padi yang menggunakan bibit unggul tersebut, maka mudah untuk memutuskan mau
menggunakan bibit unggul yang diperkenalkan. Tetapi mengajak petani yang buta huruf
untuk mau belajar membaca dan menulis tidak dapat segera dibuktikan karena para
petani sukar untuk melihat hasil yang nyata, menguntungkan setelah orang tidak buta
huruf lagi.

PROSES ADOPSI INOVASI


Dalam proses adopsi atau penerimaan, kita dapat melihat adanya lima tahap, yaitu :
1. Tahap kesadaran atau penghayatan (awareness stage).[ Pertama kali mendengar tentang
inovasi ]
Pada tahap ini sasaran sudah maklum atau menghayati sesuatu hal yang baru yang aneh
tidak biasa (kebiasaan atau cara yang mereka lakukan kurang baik atau mengandung
kekeliruan, cara baru dapat meningkatkan hasil usaha dan pendapatannya, cara baru
5
dapat mengatasi kesulitan yang sering dihadapi). Hal ini diketahuinya karena hasil
berkomunikasi dengan penyuluh. Tahapan mengetahui adanya inovasi dapat diperoleh
seseorang dari mendengar, membaca atau melihat, tetapi pengertian seseorang tersebut
belum mendalam.
2. Tahap Minat atau tertarik (interest stage). [ Mencari informasi lebih lanjut ]
Pada tahap ini sasaran mulai ingin mengetahui lebih banyak perihal yang baru
tersebut. Ia menginginkan keterangan-keterangan yang lebih terinci lagi. Sasaran mulai
bertanya-tanya. Hanya keberhasilan dan penjelasan petani golongan early adopterlah
yang dapat menghilangkan kebimbangan petani yang telah menaruh minat.
3. Tahap Penilaian (Evaluation stage). [ Menimbang manfaat dan kekurangan penggunaan
inovasi ]
Pada tahap ini sasaran mulai berpikir-pikir dan menilai keterangan-keterangan perihal
yang baru itu. Juga ia menghubungkan hal baru itu dengan keadaan sendiri
(kesanggupan, resiko, modal, dll.). Pertimbangan- pertimbangan atau penilaian terhadap
inovasi dapat dilakukan dari tiga segi, yaitu teknis, ekonomis dan sosiologis. Misalkan
inovasi yang diperkenalkan adalah jenis padi baru, segi-segi teknis yang dinilai adalah
tingkat produktivitasnya, pemeliharaannya mudah atau tidak, umurnya lebig pendek
daripada lokal atau tidak, mudah terserang hama dan penyakit atau tidak dsb. Penilaian
berikutnya dilakukan terhadap segi ekonominya; penilaian segi ini dilakukan terhadap
semua biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi untuk satuan luas tertentu
pada suatu periode kegiatan berproduksi dan nilai yang diperoleh dari hasil penjualan
hasil produksinya. Selisih antara nilai penjualan dari nilai pengorbanan yang diperlukan
dihitung dalam nilai uang, merupakan keuntungan yang dapat diperoleh dari usaha tani
tersebut. Keuntungan inilah yang akan diperbandingkan dengan keuntungan yang
diperoleh jika seseorang menanam padi jenis unggul lokal. Pertimbangan dari segi sosial
ini antara lain manfaat penerapan inovasi tersebut bagi masyarakat di sekitar usaha
taninya, apakah penerapan inovasi ini dapat memberikan lapangan kerja baru bagi
keluarganya atau masyarakat disekitarnya. Jika penilaian telah dilakukan dan kesimpulan
yang dapat ditarik adalah bahwa penerapan inovasi tersebut menguntungkan, maka
seseorang akan melangkah ke tahap berikutnya.
4. Tahap Percobaan ( Trial stage) [ Menguji sendiri inovasi pada skala kecil ]
Sasaran sudah mulai mencoba-coba dalam luas dan jumlah yang sedikit saja. Sering juga
terjadi bahwa usaha mencoba ini tidak dilakukan sendiri, tetapi sasaran mengikuti (dalam
pikiran dan percakapan-percakapan), sepak terjang tetangga atau instansi mencoba hal
baru itu (dalam pertanaman percobaan atau demosntrasi). Kalau ia sudah yakin tentang
apa yang dianjurkan, maka ia kan mengetrapkannya secara lebih luas. Bila gagal dalam
percobaan ini, maka petani yang biasa akan berhenti dan tidak akan percaya lagi. Tapi
petani naju yang ulet akan mengulangi percoabaannya lagi, sampai ia mendapat
keyakinannya.
5. Tahap Penerimaan (Adoption) [ Menerapkan inovasi pada skala besar setelah
membandingkannya dengan metoda lama]
Sasaran sudah yakin akan kebenaran atau keunggulan hal baru itu, maka ia
mengetrapkan anjuran secara luas dan kontinu. Ia juga akan mengajurkannya kepada
tetangga atau teman-temannya. Dalam prakteknya pentahapan tadi tidak perlu secara
berurutan dilaluinya. Dapat saja sesuatu tahap dilampaui, karena tahap tersebut
dilaluinya secara mental. Tidak semua orang mempunyai waktu, kesempatan, ketekunan,
kesanggupan dan keuletan yang sama untuk menjalani, kadang-kadang mengulangi
proses adopsi sampai sakhir dan mendapat sukses.
6
BAB III
PEMBAHASAN
TINGKAT KECEPATAN ADOPSI INOVASI
Tingkat adopsi adalah kecepatan yang relatif di mana sebuah inovasi diadopsi oleh
anggota dari sistem sosial. Hal ini secara umum diukur dengan banyaknya jumlah individu
yang mengadopsi suatu ide baru dalam rentang waktu tertentu.
Menurut Rogers (1983), tingkat adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor, yaitu : atribut/karakteristik inovasi (keuntungan relatif, kompatibilitas,
kompleksitas, trialabilitas, observabilitas/dapat diamati), Jenis keputusan inovasi, saluran
komunikasi (media massa atau interpersonal), sifat dasar sistem sosial (norma, sifat saling
keterhubungan individu), upaya promosi agen perubahan.

Skema variable tingkat adopsi inovasi

Variabel terikat yang dijelaskan Variable tingkat adopsi inovasi

•Keuntungan relatif
•Kompatibilitas
ATRIBUT
•Kompleksitas
INOVASI
•Trialibilitas
•Observabilitas

•Opsional
TIPE
•Kolektif
KEPUTUSAN
•Otoritas

KECEPATAN SALURAN •Media Massa


ADOPSI KOMUNIKASI •Interpersonal

INOVASI

•Norma
SISTEM
SOSIAL •Tingkat jaringan hubungan
sosial

UPAYA
•Agen-Agen Perubahan
PROMOSI

7
ATRIBUT ATAU KARAKTERISTIK INOVASI
Cepat lambatnya penerimaan inovasi oleh masyarakat luas dipengaruhi oleh
karakteristik inovasi itu sendiri. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Zaltman,
Duncan, dan Holbek bahwa cepat lambatnya suatu inovasi diterima dan diikuti oleh
masyarkat tergantung pada atribut atau karakteristik inovasi tersebut.
Atribut atau karakteristik inovasi adalah salah satu hal yang penting dalam
menjelaskan tingkat adopsi suatu inovasi. Dari 49 hingga 87 persen dari variasi dalam tingkat
adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh lima atribut/karakteristik inovasi, yaitu keuntungan
relatif, kompatibilitas, kompleksitas, trialabilitas, observabilitas.
TIPE KEPUTUSAN INOVASI
Suatu inovasi yang diadopsi secara individual secara umum diadopsi lebih cepat dari
pada suatu inovasi yang diadopsi oleh suatu kelompok. Semakin banyak orang yang terlibat
dalam pembuatan keputusan nuntuk mengadopsi suatu inovasi maka tingkat adopsi akan
semakin lambat. Artinya, kecepatan tingkat adopsi inovasi dalam rangka untuk membuat
sebuah keputusan inovasi tergantung semakin sedikitnya individu yang terlibat.
SALURAN-SALURAN KOMUNIKASI
Saluran komunikasi merupakan suatu ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi
dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu
memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika
komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak
dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media
massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima
secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
Saluran-saluran Komunikasi biasanya digunakan untuk mendifusikan suatu inovasi,
juga dapat mempengaruhi tingkat adopsi inovasi. Contohnya jika saluran interpersonal
(dibandingkan saluran media massa) menciptakan kesadaran ilmu pengetahuan, sebagaimana
seringkali terjadi pada pengadopsi selanjutnya, tingkat adopsi mereka terjadi secara lambat.
Jika sebuah saluran komunikasi yang tidak pantas digunakan, melalui seperti media
massa untuk ide-ide baru yang rumit/kompleks/sulit dipahami, hal ini akan mengakibatkan
tingkat adopsi yang rendah.
KONDISI SISTEM SOSIAL
Sistem sosial merupakan berbagai unit yang saling berhubungan satu sama lain dalam
tatanan masyarakat, dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Beberapa hal yang
dikelompokkan sebagai bagian atau unit dalam sistem sosial kemasyarakatan antara lain
meliputi : individu anggota masyarakat, tokoh masyarakat, pemimpin formal, kiai, kelompok
tertentu dalam masyarakat. Kesemuanya secara nyata, baik langsung ataupun tak langsung
mempengaruhi dalam proses difusi inovasi yang dilakukan.
Skema variable tingkat adopsi inovasi di atas menunjukkan sifat dasar sistem sosial,
seperti norma-norma masyarakat atau suatu sistem dan tingkat di mana struktur jaringan
komunikasi saling berhubungan erat, juga mempengaruhi tingkat adopsi inovasi.
Peran Norma dalam Difusi Inovasi
Norma merupakan hal yang penting dalam proses difusi inovasi. Lebih jauh dalam
kaitannya dengan sistem sosial, norma yang dianut oleh masyarakat dapat dipandang sebagai
pengikat dan pengukuh pola prilaku masyarakat yang bersangkutan sesuai dengan kaidah
sistem sosial yang berlaku.
Dalam kadar tertentu norma yang dianut juga dapat dipandang sebagai standar dari
suatu tatanan prilaku masyarakat yang diianut. Norma itu sendiri bisa bercirian budaya lokal,
bernafas keagamaan, ataupun ciri khusus suatu masyartakat tertentu, yang memberi warna
tersendiri terhadap sosial budaya masyarakat yang bersengkutan. Namun demikian, di sisi lain
norma suatu sistem juga bisa berperan sebagai pengahalang atau barrirers suatu perubahan.
Banyak contoh kasus inovasi yang terganggu atau mengalami daya tolak masyarakat
(resistensi) karena faktor norma sosial yang dianut oleh masyarakat. Misal, di beberapa
8
provinsi di India, banyak sapi peliharaan yang dianaggap suci sehingga tabu bagi masyarakat
untuk menyembelihnya, padahal masyarakat yang bersangkutan umumnya rawan gizi daan
rawan protein hewani. Inovasi yang dilakukan termasuk perubahan di bidang pendidikan,
direncanakan dan diorganisasikan sedemikian rupa sesuai dengan
social system yang dianut. Yang dimaksud dengan sistem sosial dalam pendidikan misalnya :
lembaga sekolah (dasar, menengah, dan pendidikan tinggi), masyarakat pendidikan, malahan
mungkin menjamah sistem organisasi yang lebih luas lagi yang berkaitan langsung dengan
layanan pendidikan seperti : Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota, dewan sekolah,
organisasi profesi guru PGRI, dan sebagainya.
UPAYA PROMOSI PERLUASAN AGEN-AGEN PERUBAHAN
Dalam sistem sosial, salah satu komponen penting adalah pemimpin pendapat (opinion
leaders) dan agen perubahan. Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa difusi inovasi yang
pada dasarnya sebagai penyebarluasan dari gagasan inovasi tersebut melalui suatu proses
komunikasi yang dilakukan dengan mengunakan saluran tertentu dalam suatu rentang waktu
tertentu di antara anggota sistem sosial masyarakat. Oleh karena sistem sosial merupakan
salah satu aspek yang mempengaruhi, maka proses difusi inovasi tak senantiasa berjalan
mulus, karena perbedaan latar belakang dan sistem sosial yang berlaku. Sering peran pemimpi
pendapat (opinion leaders) sangat berpengaruh pada prilaku individu.
Pemimpin pendapat adalah suatu tingkat dimana seorang individu dapat
mempengaruhi individu yang lainnya atau mengatur prilaku individu lainnya secara tidak
formal ke arah kondisi yang diharapkan, sesuai dengan norma yang berlaku. Sedangkan agen
perubahan (change agent)merupakan individu yang bisa mempengaruhi pengambilan inovasi
klien ke arah yang diharapkan para agent perubahan.
Tingkat adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh upaya promosi agen-agen perubahan.
Hubungan antara tingkat adopsi dan upaya agen-agen perubahan mungkin tidak terjadi
secara langsung dan linear. Hasil yang lebih besar dari jumlah yang diberikan aktivitas agen
perubahan terjadipada tahap tertentu dalam difusi inovasi. Respon terbesar terhadap upaya
agen-agen perubahan terjadi ketika pendapat/opini dari pemimpin diadopsi. Inovasi
kemudian berlanjut menyebar dengan sedikit promosi dari agen-agen perubahan, setelah
kritik ataupun tanggapan masyarakat diterima.
Selain itu, ditemukan bahwa (a) sampai tingkat kesadaran inovasi mencapai 20-30%
tingkat adopsi rendah, sedangkan setelah ambang tersebut tingkat kesadaran dan tingkat
adopsi meninggi dan (b) overadopsi adalah fenomena inovasi diadopsi padahal menurut para
ahli sebaiknya tidak diadopsi.

EFEK DIFUSI
Tidak hanya usaha agen pembaru yang punya efek berbeda pada titik yang berbeda
dalam urutan kecepatan adopsi suatu inovasi, tetapi tekanan-tekanan sistem terhadap
pengadopsian juga berubah begitu proporsi anggota sistem yang mengadopsi meningkat.
Kami menyebut peningkatan tekanan jaringan antar pribadi ini sebagai “efek difusi” (diffusion
effect).
Efek difusi adalah peningkatan kumulatif kekuatan pengaruh terhadap seseorang untuk
mengadopsi inovasi atau menolak suatu inovasi dikarenakan pergerakan jaringan kawan-
sebaya berkenaan dengan inovasi dalam suatu sistem sosial. Misalnya, ketika hanya 5 persen
orang dalam suatu sistem sosial yang mengetahui suatu ide baru, tingkat pengaruh terhadap
seseorang untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi itu sangat berbeda ketika 95%
anggota sistem itu telah mengadopsi. Dengan kata lain, norma-norma sistem mengenai
inovasi itu berubah seiring dengan berjalannya waktu, ketika proses difusi itu berlangsung,
dan ide baru itu sedikit demi sedikit menyatu dengan arus kehidupan sistem itu. Lingkungan
komunikasi sistem itu berkenaan dengan inovasi iti berubah begitu jumlah orang yang
mengadopsi bertambah. Ada antar hubungan yang kompleks tetapi penting antara
menyebarnya pengetahuan me-ngenai suatu inovasi di dalam suatu sistem dan kecepatan
adopsinya. Dalam satu hal, tingkat pengetahuan pada suatu waktu tertentu merupakan
indikasi keseluruhan informasi mengenai inovasi yang ada pada rata-rata orang di dalam
9
sistem itu. Bila level informasi seperti itu (bergabung dengan pengaruh jaring-an) sangat
rendah, pengadopsian inovasi tidak mungkin bagi setiap orang. Bila level informasi penilaian
inovasi meningkat melampaui ambang batas tertentu, pengadopsian sangat mungkin terjadi
tekanan-tekanan jaringan sosial terhadap adopsi meningkat. Hubungan ini positif tetapi tidak
linier dan langsung. Begitu tingkat pengetahuan-kesadaran tentang inovasi meningkat sampai
2-30 persen, sangat sedikit terjadi adopsi. Kemudian, begitu titik ambang ini terlampaui setiap
tambahan persentase pengetahuan-kesadaran dalam sistem itu biasanya disosiasikan dengan
beberapa persentase yang meningkat dalam kecepatan adopsi. Efek difusi berarti bahwa
sampai orang memiliki suatu level pengetahuan tertentu dan pengaruh teman sebayanya
dalam sistem sosial itu berada pada level minimum, dia tidak mungkin mengadopsi. Tetapi
begitu ambang ini terlampaui (titik ambang yang pasti untuk setiap inovasi dan setiap sistem
adalah berbeda), pengadopsian ide itu selanjutnya ditingkatkan oleh setiap masukan
tambahan pengetahuan dan pengaruh terhadap lingkungan komunikasi sistem. Suatu ambang
agaknya terjadi sekitar titik dimana para pemuka pendapat dalam suatu sistem mulai
berkenan terhadap inovasi.
Suatu penyelidikan kecepatan adopsi lima inovasi makanan di kalangan 1.028 ibu
rumah tangga di lima desa Guatemala memberi beberapa bukti lebih lanjut tentang
pentingnya efek difusi dalam menjelaskan kecepatan adopsi (Mendez, 1968). Semakin cepat
kecepatan adopsi diketemukan pada desa-desa yang sangat padu dimana lebih banyak dari
mereka yang terjangkau oleh jaringan-jaringan antar-pribadi. Bukti yang mendukung
diberikan oleh Guy Mares (1968), Yadav (1967), Coughenour (1964), dan Colleman et al
(1966). Di semua kasus tampak bahwa sistem-sistem sosial yang anggotanya lebih erat
dikaitkan jejaring komunikasi (guyub), punya efek difusi yang lebih kuat dan suatu kecepatan
adopsi inovasi yang lebih cepat. Kami menyimpulkan pembahasan ini dalam rampatan 6-6:
tingkat saling keterkaitan dalam suatu sistem sosial berhubungan positif dengan kecepatan
adopsi inovasi.
Di seluruh buku ini, kita melihat betapa penilaian subyektif terhadap suatu inovasi
menggerakkan proses difusi, melalui jaring-jaring antar pribadi.

ADOPSI BERLEBIH (OVERADOPTION)


Overadopsi adalah pengadopsian inovasi oleh seseorang ketika para ahli menganggap
bahwa sebetulnya dia seharusnya menolak. Ada beberapa kemungkinan alasan overadopsi,
termasuk tidak lengkapnya pengetahuan si pengguna tentang inovasi itu, ketidak-mampuan
memperkirakan akibat-akibat penggunaannya, atau aspek-aspek yang menyangkut status dari
ide baru. Yang umum adalah bahwa ada orang-orang tertentu punya semacam kegemaran
untuk sesuatu yang baru (maniak inovasi) sehingga sepintas mereka tampak sebagai pelahap
perubahan.
Seringkali sulit menentukan apakah seseorang harus mengadopsi suatu inovasi atau
tidak. Rasionalitas, yang diartikan sebagai penggunaan cara-cara yang paling efektif untuk
mencapai tujuan, tidak gampang diukur. Klasifikasi kadang-kadang dapat dibuat oleh para ahli
mengenai inovasi yang sedang dikaji. Dalam satu hal, kebanyakan orang memandang
dirinya/tindakannya rasional. Karena ketiadaan pengetahuan atau kekurangtepatan persepsi,
penilaian seseorang tentang suatu inovasi mungkin tidak sesuai dengan penilaian para pakar.
Perhatian utama kami adalah pada rasional obyektif pada kasus yang ada, dan bukan pada
rasional subyektif seseorang (yang mengadopsi inovasi).

10
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Cepat lambatnya penerimaan inovasi oleh masyarakat luas dipengaruhi oleh
karakteristik inovasi itu sendiri, yaitu: keuntungan relatif (relative advantage), kompatibel
(compatibility), kompleksitas (complexity), trialibilitas (trialibility) dan dapat diamati
(observability).
Tingkat adopsi adalah kecepatan yang relatif di mana sebuah inovasi diadopsi oleh
anggota dari sistem sosial. Hal ini secara umum diukur dengan banyaknya jumlah individu
yang mengadopsi suatu ide baru dalam rentang waktu tertentu. Tingkat adopsi suatu inovasi
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, yaitu : atribut/karakteristik inovasi, jenis keputusan
inovasi, saluran komunikasi (media massa atau interpersonal), sifat dasar sistem sosial (norma,
sifat saling keterhubungan individu), upaya promosi agen perubahan.

DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim. (1988). Inovasi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud.
Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber tentang
Metode-metode Baru. Edisi Indonesia. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Rogers, E. M. (1995). Diffusion of Innovations. New York: The Free Press.
Syaefudin, Udin. (2010). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
http://rivaarifin.blogspot.com/2012/03/proses-adopsi-dan-difusi-dalam.html
http://mayasitayahya.blogspot.com/2013/03/v-behaviorurldefaultvmlo_27.html

11

Anda mungkin juga menyukai