Anda di halaman 1dari 6

SOCA

SKENARIO 1 :
Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke dokter gigi karena ingin mencabutkan gigi geraham
bawahnya yang tinggal akar tetapi tidak goyah. Dari anamnesa diketahui bahwa ia mempunyai
riwayat hipertensi. Saat diperiksa, tekanan darah 150/90. Dokter gigi memilih memakai bahan
anestesi Lidokain murni yang untuk menghindari terjadinya komplikasi. Dokter gigi memilih
melakukan anestesi lokal infiltrasi sebelum melakukan pencabutan gigi pasien tersebut.
1. Macam larutan anestesi lokal
o Esther :
 Prokain  potensi rendah, onset rendah, toksisitas rendah
 benzokain lebih sering terjadi alergi karena memiliki derivat ester yaitu
asam paminobenzoic yang dapat menginduksi reaksi alergi.
 tetrakain
o amida :
 lidokain  potensi vasodilatasi (toksisitas sistemik rendah, jarang
menimbulkan reaksi alergi, metabolisme di hepar dengan bantuan enzim
dalam hepar
 artikain
 mepivakain  potensi vasodilatasi yang lebih rendah dari lidokain
potensi vasodilatasi : mempunyai fungsi yang menyeimbangkan. Ada kandungan
yang mengakibatkan vasokonstriksi dan ada yang vasodilatasi. contoh epinefrin
2. Anestesi yg lazim digunakan di indonesia :
- ester : prokain
- amida : lidokain (durasinya lama) dan bupivakain
3. Mekanisme kerja anestesi lokal
Mencegah transmisi impuls saraf dengan menghambat pengiriman ion natrium  memblokade
gerbang ion natrium yg membuat penyumbatan  mengakibatkan kegagalan permeablitias ion
natrium sehingga tidak bisa menghantarkan rangsang atau mengirimkan informasi ke saraf pusat
4. Durasi kerja anesthesia
a. prokain : 30-45 menit, mula kerja 2 menit
b. lidokain : 45-90 menit, mula kerja 5 menit
c. bupivakain: 2-4 jam, mula kerja 15 menit
d. bupivakain+epinefrin = 90 menit
e. etidokain tanpa vasokontriktor = 30 menit, jika ditambah epinefrin + 60 menit
f. mepivakain tanpa vasokonstriktor = 30-60 menit, jika ditampah levonordefrin = 60
menit
g. prilokain jika dengan epinefrin = 90 menit, tanpa vasokonstriktor = 30 menit

5. Teknik anestesi local: infiltasi, blok, topical

6. jenis anestesi: umum, local, regional

 Klasifikasi hipertensi pasien


o ASA I = < 140/90
o ASA II = 140/90 - 159/99 (masi bisa dilakukan perawatan)
o ASA III = 160/100-179/109
o ASA IV = >200/115
 Vasokonstriktor dihindari karena mengandung adrenalin bersifat merangsang kerja jantung 
detak jantung meningkat  jantung bekerja lebih berat, yang dapat meningkatkan resiko
perdarahan hebat pada pasien hipertensi.
Dosis aman anestesi u/ hipertensi
o mepivacain 3% tanpa vasokonstrikso
o prilocian 4% 1:100000
o silokain 2% adrenaline 1:100000 (pada penderita kardiovaskular, diberikan secara
perlahan-lahan, menambahkan adrenalin endogenik yang lebih tinggi)
o Adrenalin aman digunakan konsentrasi 1:80000 – 1:200000  tidak meningkatkan
tekanan darah secara dramatis
 Efek vasokonstriktir mengurangi kecepatan absorpsi anestetikum lokal sehingga akan
mengurangi juga toksisitas sistemiknya. Sebagian vasokonstriktor mungkin akan diserap dan
bila jumlahnya cukup banyak akan menimbulkan efek samping misalnya gelisah, takikardi,
palpitasi dan nyeri di dada

 Indikasi anestesi local: Pencabutan gigi, Insisi abses, Pengambilan impaksi, Prosedur
odontektomi, Trismus, Gingivektomi, Gingivoplasty, Pulpektomi, pulpotomi.
 Kontraindikasi anestesi local: gigi dengan infeksi akut, alergi komponen anestesi, gangguan
darah, major surgery, pasien kurang kooperatif. VASOKONSTRIKTOR [Unstabil angina,
Infark (< 6 bulan), Caronary artery bypass (< 6 bulan), Dysritmia, Hipertensi tak terkontrol (>
200/115), Decompensasi kondisi tak terkontrol, Diabetes tak terkontrol, Alergi sufite]

 Fisiologi konduksi saraf:


Membran potensi istirahat  kation ekstraseluler=Na, kation intraseluler=K,
dalam:luar 30:1, dengan potensi pada membran sel saraf adalah -50
sampai70millivolts. Eksitasi saraf potensial ambang tercapi, gerbang K terbuka 
Na masuk dalam sel  perubahan potensial membrane bag dalam sel mjd positif
tjd polaritas (depolarisasi) dan tjd peningkatan aksi potensial disebarkan sepanjang
saraf depolarisasi max terjadi  Na menurun, ion K kembali ke saraf dan gerbang
menutup (repolarisasi) istirahat kembali

 Anestesi bekerja dengan mengikat Na atau sodium shg terjadi blockade kanal yang
menghambat gerakan ion, dan tidak terdapat perubahan voltase dan gerbang K akan tetap
menutup. Anestesi local juga meningkatkan ambang rangsang membrane, penurunan
kecepatan potensi aksi, mengurangi permiabilitas Kalium.

 Komplikasi anestesi: Trismus, Infeksi, Parestesia, Bizarre simtom, Edema, Paralisis, Sakit
(saat injeksi/setelah injeksi), Ulcus mucosa, Hematoma.
1. Paralisis disebabkan Trauma Nervus (elektrik shock) Larutan injeksi
terkontaminasi oleh alkohol, cairan steril Hemoragi sekitar nervus. Penanganan 
obat untuk regenerasi saraf
2. Edema disebabkan Trauma injeksi, Infeksi, Hemoragi → hematoma, Alergi →
angioedema.
Penanganan  Penyebab Mengganggu pernafasan
• P : posisi suspine
• A – B – C : basic life support
• D : Definitive treatment Pemberian : Adrenalin (0,3 – 0,5; larutan: 1: 1000)
Antihistamim Kosrticosteroid
3. Rasa sakit Penyebab : pH cairan, Teknik injeksi, Trauma pada nervus, Faktor
pasien
Tambahan : hipersesitivitas yg terjadi karena anestesi
- Anestesi lokal yang sering menyebabkan terjadinya alergi (Hipersensitivitas)adalah golongan ester.
Ester memiliki derivat ester yaitu asam paminobenzoic yang dapat menginduksi reaksi alergi. Tanda-
tanda reaksi alergi adalah terjadi gangguan pernafasan yang dapat menyebabkan syok.
- Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah
dipajankan atau dikenal sebelumnya.
- Reaksi Tipe I (reaksi hipersensitivitas cepat ) melibatkan imunoglobulin E (IgE) merilis histamin
dan mediator lain dari sel mast dan basofil.
jika gejala ringan  diberi injeksi antialergi deksamethason
gejala berat  pemasangan monitor, pemberian infus tetesan cepat, injeksi epinefrin
SKENARIO 2 :
Seorang laki-laki usia 35 tahun datang ke dokter gigi dengan keluhan gigi bawah kiri berlubang besar
dan ingin dicabutkan. Dari anamnesa diketahui pasien baru pertamakali ke dokter gigi, saat ini gigi
tersebut diak ada keluhan sakit. Pemeriksaan sbuyektif Nampak gigi 46 berlubang besar dan
kehitaman diagnose nekrose pulpa, pasien tampak berkeringat dingin dan mengaku masih takut.
Dokter gigi melakukan anastesi untuk persiapan pencabutan dengan metode blok alveolaris inverior.
Sesaat setelah disuntik pasien mengeluh mulai berkunang-kunang, mual, keringat dingin serta
berdebar-debar. Dokter gigi kemunian menghentikan tindakan anastesi dan mengevaluasi pasien.
Syncope (penurunan suplai darah pada otak scr mendadak yg menyebabkan hipoksiacerebral 
kekurangan O2 diotak)
 Pre-syncope: kehilangan kesadaran tiba-tiba, muka pucat, nausea (mual), diaphoresis
(keringat dingin), menguap, takikardi diikuti hipotensi dan bradikardi
 Syncope: ventilasi irregular, menghilang/tidak ada ventilasi, Kejang, hipotensi
 Post syncope: pasien sudah mulai mendapatkan kesadaran, Kembali normal, gejala pre
syncope mulai hilang
- Penanganan :
1. Cek respon pasien dengan memanggil nama atau menepuk bagian tubuh
pasien
2. Posisikan kepala lebih rendah dari jantung/kaki (trendelenburg - aliran darah
akan ke otak)
3. Melonggarkan pakaian yg ketat (agar tidak mengganggu jalannya
pernapasan)
4. Bantu pasien agar tetap sadar (ditepuk2, ampul amonia, minyak kayu putih,
bau2an)
5. Beri oksigen 4-6L/mnt (agar aliran darah akan meningkat)
6. Observasi (tgg 1/2 jam, tiap 15 mnt di cek vital sign nya): suhu, denyut nadi,
tekanan darah, pernapasan.
7. Beri larutan gula kalau sudah sadar (menambah energi)
8. Kalau sudah sadar, dipulangkan. Kalau masih syncope, bw ke rs terdekat.
- Pencegahan :
1. Meminimalkan kecemasan pasien
2. Memastikan makanan yang cukup
3. Terlentangkan pasien disaat yang memungkinkan
4. injeksi secara perlahan
5. Memperhatikan wajah pasien
6. Menggunakan jarum tajam
7. Konsentrasi epinefrin yang rendah
8. Sikap operator simpatik, percaya diri

SKENARIO 3 :
Seorang  laki-laki berusia 17 tahun datang ke praktek dokter gigi dengan keluhan terdapat
pembengkakan di gusi sekitar gigi geraham kanan bawah, sejak 1 minggu yang lalu. Diketahui
terdapat demam ringan dan pasien tidak nafsu makan. Pemeriksaan intra oral terlihat gigi 46 karies
mencapai pulpa dengan diagnosis nekrosis pulpa, terdapat pembengkaan pada vestibulum regio gigi
46, konsistensi lunak, fluktuasi (+). Telah diberikan medikasi sebelumnya.
1. Kondisi pasien
Pasien mengalami pembengkakan, demam ringan dan tidak nafsu makan

2. Jelaskan kondisi trsbt


Secara klinis terdapat pembesaran mukosa dg fluktuasi yg jelas, sensitive thdp palpasi, serta
hilangnya lipatan mukobukal pd area infeksi = abses submucosa

3. Patofisiologi
Disebabkan oleh 2 bakteri (s aureus dan s mutans) –> menghasilkan enzim yg berbeda (s
mutan – enzim bersifat destruktif: enzim streptokinase, streptodernase, hyaluronidase:
merusak jembatan antar sel terbuat dr jar ikat, apabila jar irusak dpt mengancam
kelangsungan hidup jar tsb) ( s aureus –> memiliki enzim koagulase: mendeposisi fibrin di
daerah kerja bakteri s mutans shg bakteri dpt membentuk jar pseudomembran atau membran
abses, membrane tsb memiliki peran dr reaksi inflamasi termasuk terapi antibiotic) –> terjadi
pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenic, salah satu bakteri nya s aureus) –> pus
terdiri dr leukosit yg mati, jar nekrotik, dan bakteri yg berjumlah banyak.

4. Tanya in faktor2 penyebaran abses


- Faktor resiko: factor utama yg memperparah abses
1. Karies gigi
2. Penyakit periodontal
3. Gigi yg erupsi sebagian atau impaksi
4. Gigi patah
5. Impaksi benda asing
6. Komplikasi Tindakan scaling
7. Perawatan gigi yg tidak tuntas

- Faktor resiko dari penyakit sistemik:


1. DM
2. Insufisiensi ginjal
3. Autoimun: lupus
4. Serosis hati
5. Infeksi herpes
6. Kelainan Mieloproliferatif
7. Kemoterapi
- Faktor local: kalkulus, plak, impaksi makanan, trauma oklusi

5. Pola penyebaran abses


- Virulensi bakteri : semakin tinggi maka penyebaran bakteri semakin luas. Dan
bergerak leluasa ke segala arah. Biasanya berkaitan dg kualitas dari bakteri seperti daya
invasi, toksisitas, enzim, dan produk lainnya.
- Ketahanan jaringan : jika sekitar tdk baik menyebabkan jaringan rapuh dan mudah
rusak.
- Perlekatan otot : mempengaruhi arah dari gerak pus. Pergerakan pus kearah korteks
tulang.

 Diagnosis : Pulpa nekrosa dengan abses submukosa.


• Abses submukosa  gusi bengkak, fluktuasi (+), mirip dengan abses Terletak di daerah
maksila dan mandibula palatal atau lingual. Liat aja diatas yaw cbl 2
 DDX: abses dentoalveolar
• Abses dentoalveolar  pemeriksaan klinis, tulang alveolus sudah destruksi, akut: sensitif
palpasi, kronik: palpasi (-) terdapat fistula pada gusi.
 Etiologic:
- bakteri (s.mutan) punya enzim hyaluronidase yg bersifat merusak jembatan antar sel, akan
berperan untuk memperluas jaringan terinflamasi
- s. Aureus(mendeposisi fibrin pd wilayah kerja s.mutans gunany untuk membentuk
pseudomembran yg terbuat dari jar ikat/membran abses untuk melindungi dari reaksi inflamasi
dan terapi antibiotik)
 Tanda gejala
Pembengkakan mukosa, fluktuasi, + palpasi, mukosa kemerahan,
Demam, nyeri saat mengunyah dan menggigit, kadang ada perubahan warna, penderita sensitif
dengan makanan panas dan dingin, penderita menjadi parah, terus-menerus, dan sakit gigi, nyeri
pada gusi yang berdenyut-denyut, testis yang buruk di mulut, nafas yang tidak enak , bengkak di
cek, pembengkakan kelenjar getah bening di bawah rahang atau leher.
 Penatalaksanan:
Pemeriksaan penunjang, untuk mengetahui letak abses, bila ada demam berikan obat antipiretik,
untuk menghentikan infeksi berikan antibiotik untuk bakteri aerob dan aerob, prosedur
pembedahan ada drainase untuk mencegah penyebaran infeksi, asepsis, sayatan untuk
mengangkat nanah. Pencabutan gigi atau terapi endodontik untuk menghilangkan sumber infeksi.

Anda mungkin juga menyukai