Nim: 170204075
a. Anamnesa
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain:
hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi
disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria.
b. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada
keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta
urosepsis sampai syok - septik.
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya
hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan
menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi.
Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.
Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu
uretra, karsinoma maupun fimosis.
Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim
persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui
derajat dari BPH, yaitu : 20 gram.1. Derajat I = beratnya 2. Derajat II = beratnya antara
20 – 40 gram. 40 gram.3. Derajat III = beratnya
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk
memperoleh data dasar keadaan umum klien.
Pemeriksaan urin lengkap dan kultur
PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya
keganasan.
d. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin
dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
1) BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.
2) USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga
keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal,
transuretral dan supra pubik.
3) IVP (Pyelografi Intravena) Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya
hidronefrosis.
Penatalaksanaan
a. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung
keadaan klien
b. Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai
penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa
repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen
c. Pembedahan