Anda di halaman 1dari 3

Nama : Verdalius Amazihono

Nim: 170204075

Kelas : 4.2 PSIK

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL PADA GANGGUAN SISTEM


PERKEMIHAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:

 Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran


prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk
berkontraksi secara adekuat.
 Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli-buli, distensi kandung kemih,
kolik ginjal, infeksi urinaria.
 Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis..
 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur
bedah
 Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi

Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain

a. Anamnesa

Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain:
hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi
disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria.

b. Pemeriksaan Fisik

 Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada
keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta
urosepsis sampai syok - septik.
 Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya
hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan
menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi.
Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.
 Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu
uretra, karsinoma maupun fimosis.
 Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
 Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim
persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui
derajat dari BPH, yaitu : 20 gram.1. Derajat I = beratnya 2. Derajat II = beratnya antara
20 – 40 gram. 40 gram.3. Derajat III = beratnya

c. Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk
memperoleh data dasar keadaan umum klien.
 Pemeriksaan urin lengkap dan kultur
 PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya
keganasan.

d. Pemeriksaan Uroflowmetri

Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin
dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :

1) Flow rate maksimal 15 ml / dtk = non obstruktif.

2) Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.

3) Flow rate maksimal .10 ml / dtk = obstruktif

e. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik

1) BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.

2) USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga
keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal,
transuretral dan supra pubik.

3) IVP (Pyelografi Intravena) Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya
hidronefrosis.

4) Pemeriksaan Panendoskop Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.

Penatalaksanaan

Modalitas terapi BPH adalah :

a. Observasi

Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung
keadaan klien
b. Medikamentosa

Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai
penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa
repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen

c. Pembedahan

d. Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi Ultrasonik .

Anda mungkin juga menyukai