Anda di halaman 1dari 22

PEREKONOMIAN INDONESIA

Paper RPS ke-10

KEBIJAKAN FISKAL INDONESIA

Kelompok 3

Nama Anggota :

1. I Made Yudhi Saputra (1707512018)


2. Ni Wayan Dithania Kresta Dewi (1707512020)
3. Nyoman Doni Satria Aswin (1707512021)
4. Nyoman Deni Aditya Aswin (1707512025)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM NON REGULER

UNIVERSITAS UDAYANA

2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Penerimaan dan pengeluaran suatu negara akan dikelola sedemikan rupa
oleh negara tersebut mengikuti pola yang telah ditetapkan guna menganalisis
permasalahan yang ada sehingga pemerintah dapat mengambil tindakan
yang tepat. Dalam penerimaan Negara dapat bersumber dari penerimaan
dalam negeri dan hibah sedangkan pengeluaran Negara dapat dibagai
bersadarkan organisasi dan berdasarkan sifatnya.
Dari sudut fiscal, pajak adalah instrument yang amat penting yang dapat
mempengaruhi penerimaan dan pengeluaran Negara tersebut. Pajak yang
tinggi akan memberikan penerimaan yang besar bagi Negara namn disisi
lain pajak yang tinggi akan dapat menimbulkan masalah ekonomi seperti
meningkatnya harga barang yang nantinya bila tidak diimbangi dengan
peningkatan per kapita masyarakat dapat menciptakan pengangguran dan
meningkatkan kemiskinan di Negara tersebut. Pajak yang rendah tentunya
akan mengurangi penerimaan Negara yang akan memberikan masalah pada
penyelesaian persoalan ketatanegaraan dan mempersulit pembanguna
Negara. Dalam mengambil kebijakan mengenai pajak perlulah ada
koordinasi antara Pemerintah, Bank Sentral, dan lembaga-lembaga terkait
sehigga hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.
1.2 Tujuan Penyusunan Paper
Tujuan penyusunan paper ini untuk mengetahui:
1. Bagaimana pola-pola penerimaan Pemerintah Indonesia?
2. Analisa mengenai pola Penerimaan Negara.
3. Bagaimana pola-pola pengeluaran Pemerintah Indonesia?
4. Analisa mengenai pola pengeluaran Negara.
5. Bagaimana kebijakan perpajakan dan pengeluaran pemerintah sebagai
bagian dari kebijakan moneter ?
6. Analisa mengenai kebijakan perpajakan dan pengeluaran pemerintah.

2
BAB II

KEBIJAKAN FISKAL INDONESIA

2.1 Pembahasan 1 Pola-pola penerimaan Pemerintah Indonesia


Dalam menerapkan kebijakan anggaran baik anggaran defisit maupun
anggaran surplus, tidak terlepas dari peran pajak sebagai sumber pendapatan
utama. Dalam penerapan anggaran surplus, pemerintah dapat meningkatkan
pajak khususnya pajak penghasilan atau pajak tidak dinaikkan tetapi
pengeluaran pemerintah dikurangi. Begitu juga dalam penerapan anggaran
defisit, pemerintah dapat menurunkan tingkat pajak sehingga konsumsi
masyarakat dapat meningkat dan gairah usaha juga meningkat.
Dalam struktur pendapatan negara, penerimaan negara bukan pajak
(PNBP) didominasi oleh penerimaan dari sumber daya alam migas.
Perkembangan dan kontribusi PNBP terhadap pendapatan negara dipengaruhi
oleh perkembangan harga minyak mentah di pasar internasional dan
perubahan nilai tukar (kurs) yang keduanya sangat rentan terhadap perubahan
kondisi berbagai faktor eksternal.
2.2 Pembahasan 2 Pola Penerimaan Negara
Kebijakan fiscal pada umunya terdiri dari kebijaksanaan pemerintah dan
pengeluaran Negara/pemerintah. Penerimaan Indonesia dapat dibedakan
menjadi, sebagai beriku :
1. Penerimaan dalam negeri, seluruh penerimaan baik yang berupa pajak
ataupun penerimaan bukan pajak, dan
2. Hibah, yang merupakan bantuan pihak ketiga (yang tidak mengikat)
kepada pemerintah baik yang datang dari dalam negeri maupun yang dari
luar negeri.
Data mengenai penerimaan dalam negeri dan hibah dapat dilihat pada
tabel 1, dimana jumlah penerimaan Negara dari tahun 2002 selalu mengalami
kenaikan dari Rp. 298.605,- miliar menjadi Rp. 694.088,- miliar pada ahun
2007, atau telah menjadi dua kali lipat dalam enam tahun atau rata-rata

3
kenaikan sebesar 50 persen. Dari jumlah ini hanya sebagian kecil yang
merupakan hibah yang mengalami kenaikan pada tiga tahun pertama untuk
selanjutnya mengalami penurunan pada dua periode terakhir.
Tabel 1. Anggaran Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah, 2002-2007

Sumber : BPS seperti pada BI. LPI 2007


Penerimaan dalam negeri dapat dibedakan menjadi, yaitu :
1. Penerimaan dari perpajakan (baik pajak langsung maupun tidak langsung,
baik di dalam negeri maupaun padak dari perdagangan internasional), dan
2. Penerimaan bukan pajak (PNBP), semua penerimaan Negara yang bukan
pajakseperti halnya uang sekolah (SPP), penerimaan dari penjualan bibit
oleh departemen yang membuat pembibitan untuk rakyat, asset milik
pemerintah yang dijual kepada rakyat seperti misalnya rumah dinas, mobil
dinas dan sebagainya.
Tabel 2. Anggaran Penerimaan Dari Pajak dan Bukan Pajak, 2002-2007

Dari tabel di atas, penerimaan Negara dari pajak maupaun bukan pajak
telah mengalami kenaikan lebih dari dua kali lipat dalam kurun waktu enam

4
tahun dari 2002 sampai 2007, yakni untuk penerimaan Negara dari perpajakan
telah menjadi 2,34 kali dari jumlah tahun 2002, sedangkan dari sumber bukan
pajak telah menjadi 2,24 dari jumlah tahun 2002. Hal ini berarti upaya
intesifikasi dan ekstensifikasi penagihan pajak dan bukan pajak telah
membubuhkan hasil, meskipun tidak tertutup kemungkinan perbaikan di masa
akan datang.
Penerimaan Negara dari pajak dapat dibedakan menjadi, yakni :
1. Pajak Dalam Negeri, Yang Terdiri Dari : Pajak Penghasilan (Pph) dari
Migas Dan Non Migas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pejak Bumi dan
Bangunan (PBB), Bea Perolehan Ha Katas Tanah dan Bangunan, Cukai,
Dan Pajak Lainnya,
2. Pajak dari perdagangan internasional, pajak impor dan pengutan
administrasi ekspor.
Penerimaan paja kdalam negeri dan pajak perdagangan internasional dapat
dilihat pada tabel 3, dimana lebih dari 95 persen merupakan pajak dari dalam
negeri dan sisanya kurang dari 5 persen berasal dari pajak perdagangan
internasional.
Tabel 3. Anggaran Penerimaan Dari Pajak , 2002-2007 (miliar Rp)

Anggaran pendapatan dari perpajakan dari dalam negeri ditunjukkan oleh


tabel 4, dimana sekitar 50 persen dari pajak dalam negeri datang dari pajak
penghasilan perorangan dan perusahaan, dari jumlah mana sebagian bersar
berasar dari pajak atas migas. Pajak pertambahan nilai juga memberikan

5
kontribusi sebesar 33 persen dari jumlah penerimaan pajak dalam negeri,
kemudian diikuti oleh cukai sebesar 12 persen. Seisanya sekitar 5 persen
merupakan kontribusi dari pajak bumi dan bangunan (3 persen) dan bea
perolehan atas tanah dan bangunan dan pajak lainnya.

Tabel 4. Anggaran Pendapatan Dari Perpajakan Dalam Negeri, 2002-2007


(miliar Rp)

Pajak dari perdagangan internasional dapat dilihat pada tabel 5, dimana


sebagian besar karena bea masuk untuk impor, sedangkan pajak ekspornya
hanyalah sekedar administrasi ekspor.
Tabel 5, Anggaran Pendapatan Dari Pajak Perdagangan Internasional, 2002-
2007 (miliar Rp)

Penerimaan Negara dari bukan pajak dapat dilihat pada tabel 6, dimana
penerimaan Negara bukan pajak paling besar adalah sumber daya alam,
dimana minyak bumi mempunyai pangsa lebih dari 60 persen, kemudian
diikuti oleh gas alam sekitar 20 persen dari total sumbengan sumber daya
alam. Selain SDM penerimaan Negara bukan pajak juga berasal dari bagian
laba BUMN, Surplul Bank Indonesia, dan PNBP lainnya.

6
Tabel 6. Anggaran Pendapatan Dari Bukan Pajak (miliar Rp), 2002-2007

2.3 Pembahasan 3 Pola-pola pengeluaran Pemerintah Indonesia


Pengeluaran rutin digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan
pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga
utang, subsidi, dan pengeluaran rutin lainnya. Selain itu, pengeluaran
pembangunan digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi,
sosial, dan umum baik pembangunan secara fisik maupun non fisik.
2.4 Pembahasan 4 Pola Pengeluaran Negara
Pengeluaran negara adalah pengeluaran pemerintah menyangkut
pengeluaran untuk membiayai program-program dimana pengeluaran itu
ditujukan untuk pencapaian kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Pengeluaran negara dibedakan menjadi 2, yaitu menurut organisasi dan
menurut sifat.
1) Menurut organisasi, pengeluaran negara digolongkan menjadi 3, yakni :
a) Pemerintah Pusat
Dalam pemerintah pusat, terdapat Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yaitu dana yang digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam APBN, pengeluaran
Pemerintah Pusat dibedakan menjadi 2 yang meliputi pengeluaran
untuk belanja dan pengeluaran untuk pembiayaan. Pengeluaran untuk
belanja antara lain digunakan untuk belanja pemerintah pusat seperti,
belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga
utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dll. Juga untuk

7
dialokasikan ke daerah untuk dana perimbangan serta dana otonomi
khusus dan penyesuaian. Sedangkan pengeluaran untuk pembiayaan
meliputi pengeluaran untuk obligasi pemerintah, pembayaran pokok
pinjaman luar negeri, dll.
b) Pemerintah Provinsi
Jika pada pemerintah pusat terdapat APBN, maka di pemerintah
propinsi terdapat APBD yang merupakan hasil dari dana alokasi
APBN dari pemerintah pusat dan hasil dari pungutan pajak dari
masyarakat. Dana APBN digunakan untuk pengeluaran untuk belanja
meliputi belanja operasi dan belanja modal. Belanja operasi berupa
belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan,
belanja perjalanan dinas, belanja pinjaman, belanja subsidi, belanja
hibah, belanja bantuan sosial, dan belanja operasi lainnya. Sedangkan
belanja modal seperti belanja aset tetap, belanja aset lain-lain, dan
belanja tak terduga.
c) Pemerintah Kabupaten/Kota
APBD dalam Kabupaten/Kota digunakan antara lain untuk
pengeluaran untuk belanja, bagi hasil pendapatan ke Desa/Kelurahan,
Bagi hasil pendapatan ke desa/kelurahan, terdiri dari bagi hasil pajak
ke Desa/Kelurahan, bagi hasil retribusi ke Desa/Kelurahan, bagi hasil
pendapatan lainnya ke Desa/Kelurahan, pengeluaran untuk
Pembiayaan, terdiri dari, pembayaran Pokok Pinjaman, penyertaan
modal pemerintah, pemberian pinjaman kepada
BUMD/BUMN/Pemerintah Pusat/Kepala Daerah otonom lainnya.
2) Menurut sifatnya, pengeluaran negara dibedakan menjadi 5, antara lain:
a. Pengeluaran Investasi
Pengeluaran investasi adalah pengeluaran yang ditujukan untuk
menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa datang.
Misalnya, pengeluaran untuk pembangunan jalan tol, pelabuhan,
bandara, satelit, peningkatan kapasitas SDM, dll.
b. Pengeluaran Penciptaan Lapangan Kerja

8
Pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta memicu
peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat.
c. Pengeluaran Kesejahteraan Rakyat
Pengeluaran Kesejahteraan Rakyat adalah pengeluaran yang
mempunyai pengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat,
atau pengeluaran yang dan membuat masyarakat menjadi bergembira.
Misalnya pengeluaran untuk pembangunan tempat rekreasi, subsidi,
bantuan langsung tunai, bantuan korban bencana, dll.
d. Pengeluaran Penghematan Masa Depan
Pengeluaran penghematan masa depan adalah pendapatan yang tidak
memberikan manfaat langsung bagi negara, namun bila dikeluarkan
saat ini akan mengurangi pengeluaran pemerintah yang lebih besar di
masa yang akan datang.Pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan
masyarakat, pengeluaran untuk anak-anak yatim, dll.
e. Pengeluaran Yang Tidak Produktif
Pengeluaran yang tidak produktif adalah pengeluaran yang tidak
memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat, namun
diperlukan oleh pemerintah. Misalnya pengeluaran untuk biaya perang.
3) Pengaruh Pengeluaran Negara Terhadap Perekonomian
Dalam pengeluaran negara, dapat menimbulkan dampak atau pengaruh
terhadap perekonomian. Ada beberapa sektor perekonomian yang
umumnya terpengaruh oleh besar atau kecilnya pengeluaran negara, antara
lain :
a. Sektor Produksi
Pengeluaran negara secara langsung atau tidak langsung
berpengaruh terhadap sektor produksi barang dan jasa. Dilihat secara
agregat pengeluaran negara merupakan faktor produksi (money),
melengkapi faktor-faktor produksi yang lain (man, machine, material,
method, management).
Pengeluaran pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa akan
berpengaruh secara langsung terhadap produksi barang dan jasa yang

9
dibutuhkan pemerintah.. Pengeluaran pemerintah untuk sektor
pendidikan akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap
perekonomian, karena pendidikan akan menghasilkan SDM yang lebih
berkualitas. Dengan SDM yang berkualitas produksi akan meningkat.
b. Sektor Distribusi
Pengeluaran negara secara langsung atau tidak langsung
berpengaruh terhadap sektor distribusi barang dan jasa. Misalnya,
subsidi yang diberikan oleh masyarakat menyebabkan masyarakat
yang kurang mampu dapat menikmati barang/jasa yang dibutuhkan,
misalnya subsidi listrik, pupuk, BBM, dll.
Pengeluaran pemerintah untuk biaya pendidikan SD-SLTA
membuat masyarakat kurang mampu dapat menikmati pendidikan
yang lebih baik (paling tidak sampai tingkat SLTA). Dengan
pendidikan yang lebih baik, diharapkan masyarakat tersebut dapat
meningkatkan taraf hidupnya di masa yang akan datang. Apabila
pemerintah tidak mengeluarkan dana untuk keperluan tersebut, maka
distribusi pendapatan, barang, dan jasa akan berbeda. Hanya
masyarakat mampu saja yang akan menikmati tingkat kehidupan yang
lebih baik, sementara masyarakat kurang mampu tidak memperoleh
kesempatan untuk meningkatkan taraf hidupnya.
c. Sektor Konsumsi Masyarakat
Pengeluaran negara secara langsung atau tidak langsung
berpengaruh terhadap sektor konsumsi masyarakat atas barang dan
jasa. Dengan adanya pengeluaran pemerintah untuk subsidi, tidak
hanya menyebabkan masyarakat yang kurang mampu dapat menikmati
suatu barang/jasa, namun juga menyebabkan masyarakat yang sudah
mampu akan mengkonsumsi produk/jasa lebih banyak lagi.
Kebijakan pengurangan subsidi, misalnya BBM, akan
menyebabkan harga BBM naik, dan kenaikan harga BBM akan
menyebabkan konsumsi masyarakat terhadap BBM turun.

10
d. Sektor Keseimbangan Perekonomian
Untuk mencapai target-target peningkatan PDB, pemerintah dapat
mengatur alokasi dan tingkat pengeluaran negara. Misalnya dengan
mengatur tingkat pengeluaran negara yang tinggi (untuk sektor-sektor
tertentu), pemerintah dapat mengatur tingkat employment (menuju full
employment). Apabila target penerimaan tidak memadai untuk
membiayai pengeluaran tersebut, pemerintah dapat membiayainya
dengan pola defisit anggaran.
Anggaran belanja negara/pemerintah terdiri dari anggaran untuk
Pemerintah Pusat dan anggaran untuk Pemerintah Daerah, dimana anggaran
unutk Pemerintah Pusat sekitar dua kali dari anggaran untuk Pemerintah
Daerah. Dalam kurun waktu 6 tahun pemerintah telah mampu meningkatkan
anggaran belanjanya lebih dari dua kali lipat dari sebesar Rp 322 trliliun pada
tahun 2002 menjadi lebih dari Rp 752 triliun pada tahun 2007. Kelipatan ini
juga berlaku baik untuk Pemerintah Pusat maupu untuk Pmerintah Daerah.
Tabel 7. Anggaran Belanja Pemerintah, 2002-2007 (Mliar Rupiah)
2002 2003 2004 2005 2006 2007
Belanja Negara 322.180 376.505 374.351 565.070 699.099 752.373
-Pemerintah Pusat 223.976 265.191 255.309 411.667 478.250 498.172
-Pemerintah Daerah 98.204 120.314 199.042 153.402 220.850 254.201
Sumber : BPS seperti pada BI.LPI2007

Anggaran belanja untuk pemerintah pusat, demikian juga keadaannya


untuk pemerintah daerah, dibedakan menjadi untuk pengeluaran rutin
(administrasi pemerintah) dan utntuk pengeluaran pembangunan. Anggara
rutin pemerintah pusat relative tetap untuk tahun 2002,2003, dan 2004, sekitar
180an triliun rupian kemudian melonjak tajam ke tahun 2005-P (perubahan
yang telah disetujui DPR) menjadi di atas 325 triliun rpiah pada anggaran
2007-P menjadi di atas 426 triliun rupiah. Perubahan dengan kecepatan yang
hamper sama juga terjadi pada anggaran belanja untuk pembangunannya.

Tabel 8. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat, 2002-2007 (Miliar Rupiah)

11
2002 2003 2004 2005 2006 2007
Anggaran Belanja Pusat 233.976 256.191 255.309 411.667 478.250 498.172
-Rutin 186.651 186.944 184.438 326.924 408.470 426.488
-Pembangunan 37.325 69.247 70,871 84.743 69.780 71.684
Sumber : BPS seperti pada BI.LPI2007

Rincian anggaran belanja rutin pemerintah pusat ditunjukkan oleh tabel 7.


Hal yag perlu mendapat perhatian adalah anggaran rutin untuk pembayaran
bunga hutang dalam dan luar negeri. Jumlah pembayaran bunga hutan ini
sekitar 90 triliun rupian dari anggaran rutin sejumlah 186 triliun rupiah tahun
2002, mengalami penurunan untuk tiga tahun berturut-turut (2003,2004, dan
2005) menjadi sekitar 60an triliun rupian dari anggaran rutin 2005-P sekitar
326 triliun rupiah untuk kemudian meningkat ke level semula untuk tahun
2007-P, menjadi lebih dari 83 triliun rupiah. Terjadi pembayaran bunga hutan
dari unutuk hutang luar negeri (makin menurun) diganti dengan untuk hutang
dalam nengeri (makin meningkat).
Komponen lain yang perlu mendapat perhatia nyaitu untuk pembayaran
subsidi (BBM dan Non BBM) yang selalu mengalami peningkatan dari sekitar
44 triliun rupiah pada 2002 menjadi sekitar 120 triliun rupiah untuk tahun
2005-P dan terus berada di kisaran 100 triliun sampai 2007-P.

Tabel 9. Anggaran Belanja Pengeluaran Rutin (miliar Rp)


      2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-P

12
Pengeluaran Rutin 186,651 186,944 184,438 326,924 408,470 426,488
  Belanja Pegawai 39,480 47,662 56,738 61,167 79,075 97.983
  Belanja Barang 12,777 14,992 17,280 42,312 55,992 61,824
  Pembayaran Bunga 87,667 65,351 65,651 60,982 82,495 83,555
  Utang Luar Negeri 25,406 46,356 41,276 42,307 58,155 58,803
  Utang Dlam Negeri 62,621 18,995 24,375 18,675 24,340 24,752
  Subsidi 43,628 43,899 26,362 119,089 107,628 105,073
  BBM 31,162 30,038 14,527 89,194 80,609 55,604
  Non BBM 12,466 9,901 10,995 23,643 21,367 49,469
Pajak Ditanggung
  - 3,960 840 6,253 5,651 0
Pemerintah
  Bantuan Sosial - - - - 41,018 52,272
Pengeluaran Rutin
  3,099 15,042 18,407 43,374 42,262 25,781
Lainnya
Sumber : BPS seperti pada BI.LPI 2007

Anggaran pembanguna untuk pemerintah pusat yang terdiri dari


pembiayaan rupiah dan pembiayaan proyek (dana luar negeri) ditunjukkan
dalam tabel 8.
Tabel 10. Anggaran Belanja Pengeluaran Pembangunan, 2002-2007 (miliar Rp)
    2002 2003 2004 2005 2006 2007
Pengeluaran Pembangunan 37,325 69,247 70,871 84,743 69,780 71,684
  Pembiayaan Rupiah 25,608 47,510 50,500 54,747 55,258 70,826
  Pembiayaan Proyek 11,717 21,737 20,371 29,997 25,475 23,205
Angka pengeluaran pembangunan , pembiayaan rupiah dan proyrk untuk 2006 dan 2007
sudah sesuai dengan aslinya (kalau dijumlahkan tidak cocok).
Sumber : BPS seperti pada BI.LPI 2007
Anggaran belanja Negara untuk pembiayaan Pemerintah Daerah teridiri
dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus (+ penyeimbang). Dana
Perimbangan teridiri dari dana bagi hasil, dan alokasi umum dan dana alokasi
khusus. Anggaran untuk Pemerintah Daerah untuk tahun 2002-2007 dapat
dilihat pada tabel 9.

Tabel 11. Anggaran Belanja untuk Pemerintah Daerah (miliar Rp)


  2002 2003 2004 2005 2006 2007
Anggaran Belanja Negara 98,204 120,314 119,042 153,402 220,850 254,201

13
  Dana Pembangunan 94,657 111,070 112,187 146,160 216,798 244,608
  Dana Bagi Hasil 24,884 31,370 26,928 52,567 59,564 62,726
  Dana Alokasi Umum 69,159 76,978 82,131 88,766 145,664 164,787
  Dana Alokasi Khusus 613 1,713 3,128 4,828 11,570 17,094
Dana Otonomi Khusus dan
3,548 9,244 6,855 7,243 4,052 9,593
Penyeimbang
Sumber : BPS seperti pada BI.LPI2007

Anggaran belanja Negara unutk Pembiayaan Pemerintah Daerah diatur


dalam UU RI No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Pembiayaan in idibicarakan dengan rinci pada
pasar 10 samapi pasal 42, yang pada perinsipnya menjelaskan bahwa dana
perimbangan terdiri dari dana bagi hasil, dan dana alokasi umum, dan dana
alokasi khusus.
2.5 Pembahasan 5 Kebijakan perpajakan dan pengeluaran pemerintah
sebagai bagian dari kebijakan moneter
Sebagaimana kita ketahui bahwa anggaran belanja pemerintah (dan
anggaran untuk lembaga sosial) berbeda dengan anggaran belanja rumah
tangga pribadi. Kalau dalam anggaran untuk rumah tangga pribadi pertama-
tama ditentukan penerimaan rumah tangga tersebut sebagai dasar untuk
menentukan anggran pengeluarannya, maka keadaan sebaliknya berlaku untuk
anggaran rumah tangga pemerintah dan lembaga sosial. di mana pertama-
tamavditentukan jumlah pengeluaran yang diperlukan sebagai dasar  untuk
menentukan berapa besar dan dari mana saja beban belanja tersebut
bersumber. Dari sejak awal. katakanlah pada jaman raja-raja dahulu, setelah
menentukan (kalau dibuat anggaran) jumlah pengeluaran pemerintah. sumber
pertama yang terbayang adalah dari pajak. Hanya setelah pemerintahan
modern, baru terpikirkan sumber dana lain, seperti dari mencetak uang, dari
pinjaman dalam negeri, dari pinjaman luar negeri dan sebagainya. Dalam
tulisan ini, sebagaimana biasa dijumpai dalam literatur ekonomi makro,
diumpamakan bahwa dana yang bersumber dari pajak cukup, den hanya
cukup, tidak lebih dan tidak kurang, untuk beban pengeluaran pemerintah.

14
Dengan kata lain diumpamakan terjadi anggaran belanja seimbang. Baik
pengeluaran pemerintah maupun pajak, keduanya mempunyai pengaruh
terhadap penghasilan nasional. 
2.6 Pembahasan 6 Kebijakan Perpajakan dan Pengeluaran Pemerintah
Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Penghasilan nasional.
Pengeluaran pemerintah rutin dan pembangunan dibayarkan kepada
masyarakat (pegawai dan pelaksana pembangunan). Mereka menerima
tambahan pendapatan. Dari tambahan pendapatan tersebut mereka cenderung
untuk melakukan tambahan konsumsi dan tambahan tabungan.
Kecenderungan  tambahan konsumsinya disebut MPC (marginal propensity to
consume) dan kecenderungan tambahan untuk menabung disebut MPS
(marginal propnsity) MPC biasanya dinyatakan dalam proporsi terhadap
penghasilan (Y), demikian juga MPS dinyatakan dalam proporsi terhadap
penghasilan (Y), sehingga MPC+ MPS =1 kali besarnya penghasilan.
Tambahan konsumsi yang dilakukan oleh orang pertama tadi diterima oleh
orang lain kepada siapa konsumsi tersebut dilakukan
(orang ke dua). Orang ke dua ini, karena menerima tambahan pendapatan,
juga cenderung melakukan tambahan konsumsi dan tambahan tabungan.
Tambahan konsumsinya merupakan tambahan pendapatan bagi yang
menerimanya (orang ke tiga), yang karena ada tambahan pendapatan, juga
cenderung untuk melakukan tambahan konsumsi dan tambahan tabungan.
Begitu selanjutnya proses berjalan sampai jumlah yang tidak terhingga.
Jumlah kenaikan Penghasilan masyarakat sebagai akibat dari adanya
pengeluaran pemerintah adalah jumlah pengeluaran pemerintah itu dikalikan
dengan faktor pengganda. Dengan mengumpamakan bahwa MPC dan MPS
untuk setiap orang yang dikatakan di atas sama (orang ke l, 2, 3,....), maka
dengan memakai manipulasi aljabar dasar diperoleh faktor pengganda sebesar
k = 1/MPS. Kalau setiap orang yang menerima tambahan penghasilan
mempunyai kecenderungan untuk menabung sebesar 20 persen dari tambahan
penghasilannya, maka k = 1/0,20 = 5. 

15
Pengaruh Pajak terhadap Penghasilan nasional. Untuk membiayai
pengeluarannya, pemerintah menarik pajak dari rakyat. Pajak ini mempunyai
sifat mengurangi pendapatan dari mereka yang membayar pajak itu (orang 1).
Karena pendapatannya berkurang, mereka cenderung mengurangi konsumsi
(sebesar MPC kali berkurangnya penghasilan), dan mereka cenderung untuk
mengurangi menabung (sebesar MPS kali berkurangnya penghasilan), yang
mempunyai akibat lanjutan terhadap mereka yang terkena pengurangan
penghasilan. Demikian prosesnya berjalan, sama seperti logika
pada'pengeluaran pemerintah, sampai pada orang yang ke tidak terhingga,
jumlah penghasilan masyarakat berkurang karena ada pajak adalah sebesar
pajak itu dikalikan dengan faktor pengganda. Dengan perumpamaan yang
sama seperti pada pengeluaran pemerintah, faktor penggandanya dapat
diperoleh dengan manipulasi aljabar dasar sebesar k = -(1/MPS -1). Kalau
setiap orang yang penghasilan berkurang sebesar tambahan pajak, mempunyai
kecenderungan untuk mengurangi menabung sebesar 20 persen dari jumlah
pengurangan penghasilannya, maka k untuk pajak -( 1/0,20 1) = -4. 
Pengganda untuk Anggaran Berimbang. Oleh karena dalam anggaran
berimbang, contoh kita di atas, jumlah pengeluaran pemerintah sama dengan
jumlah pajak, maka akibat dari anggaran belanja yang seimbang terhadap
penghasilan nasional adalah: (Jumlah kenaikan penghasilan nasional karena
pengeluaran pemerintah) dikurangi (jumlah pengurangan penghasilan nasional
kanena adanya pajak). Karena yang pertama adalah sebesar (1/MPS) kali
jumlah pengeluaran pemerintah, dan yang disebut belakangan adalah -(1/MPS
1), maka tambahan penghasilan neto karena anggaran seimbang adalah
(1/MPS)-(1/MPS 1) = 1 kali anggaran berimbang tersebut. Dengan kata lain
faktor pengganda untuk anggaran berimbang adalah (+1). 
Tabungan Pemerintah dan Pembangunan ekonomi. Pembangunan
ekonomi satu negara dapat dibiayai oleh sumber-sumber dari dalam negeri dan
dari luar negeri. Sumber pembiayaan pembangunan ekonomi dari dalam
negeri dapat berupa tabungan perseorangan, tabungan perusahaan, dan
tabungan pemerintah, sedangkan yang bersumber dari luar negeri bisa berupa

16
bantuan dan pinjaman luar negeri, penanaman modal langsung dari luar negeri
atau penanaman modal tidak langsung dari luar negeri. 
Yang dimaksud dengan tabungan pemerintah adalah semua penerimaan
dari dalam negeri dikurangi dengan semua pengeluaran rutin. Namun untuk
Indonesia masih dikurangi lagi dengan anggaran belanja untuk daerah yang
harus dikeluarkan oleh pemerintah Pusat tiap tahun (bersifat rutin). Tabungan
pemerintah untuk tahun 2002-2007 disajikan pada Tabel 3. yang temyata terus
mengalami peningkatan dari hanya 13,6 triliun rupiah pada tahun 2002 sampai
mencapai 52,3 triliun rupiah pada tahun 2005 dan kembali mengalami
penurunan menjadi hanya 25,6 triliun pada tahun 2006 dan pada tahun 2007
hanya menjadi 9,6 triliun. Jadi pemerintah telah menyisakan penerimaan
dalam negerinya untuk sebagian ditabung. Dalam persentase jumlah tabungan
pemerintah ini berldsar dari sedikit di bawah 5 persen pada tahun 2002, terus
mengalami peningkatan sampai menjadi 13 persen pada tahun 2004, lalu
mengalami penumnan menjadi hanya 1,3 persen dari total penerimaan dalam
negerinya. Kalau kita bandingkan jumlah tabungan pemerintah ini dengan
iumlah pembiayaan rupiah dalam rencana pembangunan tahunannya, ternyata,
seperti terlihat pada Tabel 3. jumlah tabungan pemerintah ini selalu lebih
kecil. Ini  berarti bahwa tiap tahun (dari 2002 sampai 2007) pemerintah  harus
menggali sumber-sumber pembiayaan dalam negeri untuk menalangi
pembiayaan rupiah dari rencana pembangunannya, yang mungkin berupa
pinjaman dari Bank Indonesia atau pinjaman jangka pendek yang biasa
disebut Treasury Bill.

Tabeli 12. Tabungan pemerintah Indonesia, 2002-2007 (miliar Rp)

17
Sumber : Diolah dari Tabel Anggaran Oendapatan dan Belanja Negra, 2002-2007 (miliar rupiah),
(Ketut Nehen ; 377)

 Kasus

Instrumen Stimulus Fiskal: Pilihan Kebijakan dan Pengaruhnya


terhadap Perekonomian

Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak dari pilihan instrumen


stimulus fiskal terhadap perekonomian, dan merumuskan pilihan kebijakan
stimulus fiskal yang tepat dalam mendorong perekonomian khususnya
terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan pendapatan rumah
tangga. Alat analisis yang digunakan adalah model Applied General
Equilibrium for Fiscal Policy Analysis (AGEFIS) dengan menggunakan basis
data Social Accounting Matrix (SAM) Indonesia tahun 2005. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa (i) kebijakan stimulus fiskal mampu memberikan
dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan pendapatan
rumah tangga namun di sisi lain diperkirakan berpotensi menyebabkan
peningkatan harga-harga, (ii) instrumen pengeluaran pemerintah dan
pemotongan pajak atas barang komoditas merupakan pilihan instrumen
kebijakan stimulus yang memberikan dampak pengganda paling besar dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan pendapatan rumah
tangga.

18
Studi Pendahuluan Pengaruh Penerimaan dan Pengeluaran Negara
Terhadap Imbal Hasil Mismatch Treasury Bills

Tujuan studi pendahuluan ini untuk membantu pemerintah Indonesia dan


investor dalam memprediksi pengaruh perubahan penerimaan dan
pengeluaran negara terhadap imbal hasil (yield) surat utang yang akan
diterbitkan dengan nama “mismatch treasury bills”. Imbal hasil surat utang
mismatch treasury bills diproksikan dengan indikator 3-Month Indonesian
Bond Yield. Dengan menggunakan analisis regresi linear, variabel
penerimaan dan pengeluaran negara tidak menunjukan pengaruh yang
signifikan (α 5%) terhadap indikator 3-Month Indonesian Bond Yield.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan paper ini adalah :


1. Penerimaan negara dapat dikatakan sebagai pendaptan suatu Negara
yang dapat diperolah melalui penerimaan dalam negeri dan hibah baik
yang datang dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pengeluaran
Negara adalah semua pendaptan yang dikeluarkan Negara yang
digunakan untuk pembanguna bangsa. Dalam hal ini pengeluaran
Negara dapat dibedakan berdasarkan organisasi dan berdasarkan
sifatnya. Penerimaan dan pengeluaran Negara harus di atur sedemikian
rupa sehingga tidak menimbulkan permasalahan bagi Negara tersebut.
2. Dalam peran fiscal sendiri, pajak merupakan instrument yang
berkontribusi pada penerimaan suatu Negara. Tingginya pajak akan
meningkatkan penerimaan Negara tersebut, begitu pula sebaliknya,
rendahnya pajak akan mengurangi penerimaan Negara tersebut. Dalm
hal ini , ketika pemangku kebijakan berniat mengambil kebijakn terkait
pajak haruslah melihat dari banyak sudut pandang dan tujuan yang
ingin dicapai.
3.2 Saran
Saran yang diberikan berdasarkan pembahasan dan jurnal yang digunakan
adalah:
1. Terdapat banyak factor yang dapat mempengaruhi penerimaan dan
pengeluaran Negara mulai dari kondisi ekonomi, ekspor-impor,
kondisi dunia, produktivitas masyarakat, dan masih banyak lagi fakto
rlainnya. Hal ini perlu ditinjau secara seksama sehingga penerimaan
dan pengeluaran Negara dapat stabil dan memberikan hasil yang baik.

20
2. Perlu adanya system perpajakan yang cepat, tepat, dan trasparan
mengenai pajak untuk penerimaan Negara sehingga bukan saja hasil
melainkan proses dapat dicermati bersama oleh segenap masyarakat.

21
Daftar Pustaka

Nehen, Ketut. 2018. Perekonomian Indonesia. Udayana University Press.


Denpasar.

Wardhana, Wisynu. 2012. Instrumen Stimulus Fiskal: Pilihan Kebijakan dan


Pengaruhnya terhadap Perekonomian. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan
Indonesia Vol. 12 No. 2, Januari 2012: 107-115.

Sumantri, Joko. 2017. Studi Pendahuluan Pengaruh Penerimaan dan Pengeluaran


Negara Terhadap Imbal Hasil Mismatch Treasury Bills. Jurnal Pajak
Indonesia Vol.1, No.1, (2017), Hal.52-64. Politeknik Keuangan Negara-
STAN.

http://ferryfebub.lecture.ub.ac.id/files/2013/01/Bagian-V-Teori-Pengeluaran-
Pemerintah.pdf

http://jurnalmepaekonomi.blogspot.com/2010/05/analisis-kausalitas-antara-
penerimaan.html

http://journals.ums.ac.id/index.php/JEP/article/download/3982/2553

22

Anda mungkin juga menyukai