Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KEGIATAN INTERNSIP

F.5 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit


Menular dan Tidak Menular

Disusun oleh :
dr. Fieka Amelia

Pendamping :
dr. M. Wahib Hasyim

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PERIODE MARET – JULI 2020

UPTD PUSKESMAS GABUS I

KABUPATEN PATI

JAWA TENGAH

2020
LAPORAN KEGIATAN INTERNSIP

F.5 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit


Menular dan Tidak Menular

“Pendekatan Klinis Kasus Skabies pada Sdr. A 17 Tahun di


Wilayah Kerja Puskesmas Gabus I Pati”

Disusun oleh :
dr. Fieka Amelia

Pendamping :
dr. M. Wahib Hasyim

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PERIODE MARET – JULI 2020

UPTD PUSKESMAS GABUS I

KABUPATEN PATI

JAWA TENGAH

2020
HALAMAN PENGESAHAN

F.6 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit


Menular dan Tidak Menular

“Pendekatan Klinis Kasus Skabies pada Sdr. A 17 Tahun di Wilayah Kerja


Puskesmas Gabus I Pati”

Kecamatan Gabus Kabupaten Pati


Jawa Tengah

Pati, 15 Juni 2020

Pembimbing Dokter Internsip

dr. M. Wahib Hasyim dr. Fieka Amelia

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Tujuan ........................................................................................................... 2
1.3. Manfaat ......................................................................................................... 3
BAB II PERMASALAHAN DAN KASUS ........................................................... 4
1.1. Identitas Pasien ......................................................................................... 4
1.2. Anamnesis ................................................................................................ 4
1.3. Pemeriksaan Fisik..................................................................................... 5
2.4. Resume ..................................................................................................... 7
2.5. Diagnosis .................................................................................................. 7
2.6. Tatalaksana ............................................................................................... 8
1.7. Prognosis .................................................................................................. 8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 9
3.1. Definisi Skabies ........................................................................................ 9
3.2. Epidemiologi Skabies ............................................................................... 9
3.3. Etiologi Skabies ...................................................................................... 10
3.4. Siklus Hidup dan Patogenesis Skabies ................................................... 10
3.5. Cara Penularan Skabies .......................................................................... 12
3.6. Klasifikasi Skabies ................................................................................. 13
3.7. Gejala Klinis Skabies ............................................................................. 14
3.8. Diagnosis Skabies ................................................................................... 15
3.9. Penatalaksanaan Skabies ........................................................................ 15
3.10. Pencegahan dan Penanganan Skabies .................................................... 15
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 18
4.1. KESIMPULAN ...................................................................................... 18
4.2. SARAN .................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19
LAMPIRAN .......................................................................................................... 21
FORM BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO .................................. 21

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei dan produknya sehingga menyebabkan
sulit tidur, akibat gatal tersebut penderita sering menggaruk dan
menyebabkan infeksi sekunder (Djuanda, 2010). Sinonim atau nama lain
skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Skabies
terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua daerah, semua
kelompok usia, ras, dan kelas sosial. Skabies ditularkan melalui kontak fisik
langsung. (skin-to-skin) ataupun tak langsung (pakaian, tempat tidur yang
dipakai bersama) (Handoko, 2016). Pemeliharaan personal hygiene sangat
menentukan status kesehatan, dimana individu secara sadar dan atas inisiatif
pribadi menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit
(Notoatmodjo, 2003). Salah satu upaya personal hygiene adalah merawat
kebersihan kulit karena kulit berfungsi untuk melindungi permukaan tubuh,
dan sebagai pelindung organ-organ tubuh, maka kulit perlu dijaga
kesehatannya (Suci et al., 2013).
Distribusi, prevalensi, dan insiden penyakit infeksi parasit pada kulit
ini tergantung dari area dan populasi yang diteliti. Indonesia mempunyai
prevalensi skabies yang cukup tinggi dan cenderung tinggi pada anak-anak
sampai dewasa (Asra et al., 2010). Angka kejadian skabies di seluruh dunia
dilaporkan 300 juta kasus per tahun dimana kasus skabies sebagian besar
terjadi di negara berkembang. Menurut Departemen Kesehatan RI
prevalensi skabies di Indonesia tahun 2008 sebesar 5,6 % - 12,96 %,
prevalensi tahun 2009 sebesar 4,9 % - 12,95 % dan datavterakhir yang
didapat tercatat preavlensi skabies di indonesia tahun 2013 yaitu 3,9 % - 6
%. Walaupun terjadi penurunan prevalensi namun dapat dikatakan bahwa
indonesia belum terbebas dari penyakit skabies dan masih menjadi salah
satu masalah penyakit menular di indonesia. Insiden kasus skabies
ditemukan pada tempat dan populasi yang padat.

1
Faktor yang berperan terhadap tingginya prevalensi skabies di
negara berkembang terkait kemiskinan yang diasosiasikan dengan
rendahnya tingkat kebersihan, kesulitan akses air, dan kepadatan hunian.
Tingginya kepadatan hunian dan interaksi atau kontak fisik antar individu
memudahkan transmisi dan infestasi tungau skabies. Pengetahuan tentang
kebersihan perorangan diperlukan dalam bentuk sikap menuju yang lebih
baik (Siregar, 2005).
Apabila skabies tidak segera mendapat pengobatan dalam beberapa
minggu maka akan timbul adanya dermatitis yang diakibatkan karena
garukan. Rasa gatal yang timbul pada malam hari secara tidak langsung
akan menganggu kelangsungan hidup terutama tersitanya waktu untuk
istirahat, selain itu setelah sembuh akibat garukan akan meninggalkan
bercak hitam yang nantinya akan mempengaruhi harga diri seperti malu,
cemas, takut dijauhi teman dan sebagainya (Kenneth, 2008).

1.2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit Skabies dan penularannya.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan pasien tentang skabies
b. Meningkatkan pengetahuan pasien tentang cara penularan,
pengobatan dan pencegahan skabies
c. Memberikan edukasi untuk memperbaiki kualitas hidup pasien
secara berkelompok

2
1.3. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan tambahan informasi mengenai penyakit skabies.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Puskesmas
Membantu dalam pengembangan program upaya peningkatan
pengetahuan pemberantasan penyakit menular dan tidak menular serta
hubungannya dengan pencegahan skabies.
b. Bagi Masyarakat
i. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit skabies
khususnya bagi pasien.
ii. Membantu masyarakat dan pasien mengenali lebih dalam
terhadap pencegahan dan pengendalian skabies.
iii. Masyarakat mengetahui mengenai kesehatan perorangan dan
perilaku higienis terhadap penyakit skabies.

3
BAB II
PERMASALAHAN DAN KASUS

1.1. Identitas Pasien


Nama : Sdr. A
Usia : 17 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Gabus 1/5
Tanggal Periksa : 02 Mei 2020

1.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 02 Mei 2020 pukul
09.00 WIB di Puskesmas Gabus 1.
1. Keluhan Utama
Gatal di sela jari
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke balai pengobatan Puskesmas Gabus 1 mengeluh gatal di
sela-sela jari tangan dan kaki. Gatal berlangsung sejak lima hari yang lalu.
Gatal dirasakan sepanjang hari terutama pada malam hari dan berkurang
bila digaruk. Awalnya muncul bintil-bintil kemerahan yang gatal di sela
jari tangan kemudian menyebar ke telapak tangan. Pasien belum berobat
ke dokter sebelumnya, hanya diberi minyak telon pada sela jari.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat alergi disangkal.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adik pasien menderita sakit yang sama dengan pasien sejak 2 minggu
yang lalu.

4
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang pelajar tingkat sekolah menengah atas.
Seprei dan alas bantal diganti (4bulan sekali) terakhir kali diganti 2 bulan
yang lalu. Pasien memakai alat mandi (handuk) bersama dengan adiknya.
Pasien tidur satu tempat tidur dengan adiknya. Pasien mandi dua kali
sehari. Pasien mengganti bajunya 2 kali sehari. Tidak ada teman-teman
pasien yang menderita penyakit yang sama seperti pasien. Biaya
pengobatan ditanggung oleh BPJS. Kesan ekonomi cukup.

1.3. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 02 Mei 2020 pukul 09.00 WIB di
Puskesmas Gabus 1.
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis
 Berat badan : 58 kg
 Tinggi badan : 170 cm
 Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,8o C
1. Status generalis
 Kepala : Normocephal, rambut tampak putih, tidak mudah dicabut
 Mata : CA (-/-), SI (-/-), edema palpebra (-/-), reflek cahaya (+/+),
isokor (+ /+) 3mm, mata cowong (-/-), air mata sedikit (-)
 Hidung : Sekret (-) warna putih, epistaksis (-), nafas cuping hidung (- /-)
 Telinga : Sekret (-), hiperemis (-)
 Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah (+), perdarahan gusi (-),
faring hiperemis (+), tonsil T2-T2, perdarahan bibir ( -), sianosis(-)
 Leher : Pembesaran limfonodi leher (-), massa abnormal (-),
dan peningkatan vena jugularis (-)

5
 Thoraks : Simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)
 Jantung :
- Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
- Palpasi : Tidak kuat angkat
- Perkusi :
 Kanan atas : SIC II LPS dekstra
 Kanan bawah : SIC IV LPS dekstra
 Kiri atas : SIC II LPS sinistra
 Kiri bawah : SIC V LMC sinistra
- Auskultasi : Suara jantung I-II interval reguler, bising jantung (-).
 Pulmo :
Kanan DEPAN Kiri
Simetris (+), retraksi (-) Inspeksi Simetris (+), retraksi (-)
Ketinggalan gerak (-), Palpasi Ketinggalan gerak (-),
fremitus kanan kiri sama fremitus kanan kiri
(+) sama (+)
Sonor Perkusi Sonor
SDV (+) tidak menurun, Auskultasi SDV (+) tidak menurun,
Ronkhi (-), wheezing (-) Ronkhi (-), wheezing (-)
Kanan BELAKANG Kiri
Simetris (+) Inspeksi Simetris (+)
Ketinggalan gerak (-), Palpasi Ketinggalan gerak (-),
fremitus kanan kiri sama fremitus kanan kiri
(+) sama (+)
Sonor Perkusi Sonor
SDV (+) tidak menurun, Auskultasi SDV (+) tidak menurun,
Ronkhi (-), wheezing (-) Ronkhi (-), wheezing (-)

6
 Abdomen
- Inspeksi : Distensi (-), sikatrik (-), purpura (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) normal
- Perkusi : Timpani (+), meteorismus (-), pekak beralih (-), asites (-)
- Palpasi : Supel, massa abnormal (-), nyeri tekan (-) regio lumbar
sinistra, turgor kulit menurun (-), tes undulasi (- ), nyeri tekan regio
lumal sinistra (-)
 Ekstremitas
Edema (-/-), Sianosis (-/-), akral lembab (-/-), petekie (-), a. dorsalis pedis
teraba kuat, capillary refill time < 2 detik.
2. Status Lokalis
Sela jari tangan dan kaki, punggung tangan : tampak papul, pustula menyebar
diatas permukaan eritema, ekskoriasi (+), Skuama (+).

2.4. Resume
Sdr. A usia 17 tahun datang ke BP Puskesmas Gabus 1 dengan
keluhan gatal di sela-sela jari tangan dan kaki. Gatal berlangsung sejak lima
hari yang lalu. Gatal dirasakan sepanjang hari terutama pada malam hari dan
berkurang bila digaruk. Adik pasien menderita sakit yang sama. Seprei dan
alas bantal diganti (4 bulan sekali) terakhir kali diganti 2 bulan yang lalu.
Pasien memakai alat mandi (handuk) bersama dengan adiknya. Pasien tidur
satu tempat tidur dengan adiknya. Hasil pemeriksaan status dermatologis
tampak papul, pustula menyebar diatas permukaan eritema, ekskoriasi (+),
Skuama (+) di sela-sela jari tangan dan kaki.

2.5. Diagnosis
Skabies dengan sekunder infeksi.

7
2.6. Tatalaksana
1. Medikamentosa
 Salep 2-4 (sulfur)
 CTM 2 mg 3x1 tablet
 Dexamethason 3x1
 Amoxicillin 3x500 mg
2. Planning Edukasi
 Meminta anggota keluarga yang mengalami bintik-bintik kemerahan
yang gatal di tubuh turut berobat.
 Menjaga kebersihan rumah (pakaian, handuk, seprei, alas bantal yang
terkontaminasi dicuci dengan air panas, dijemur di terik matahari
sampai kering dan diseterika).
 Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara
teratur minimal 2 kali dalam seminggu dan menjemur kasur dan bantal
minimal 2 minggu sekali.
 Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
 Memberikan edukasi kepada pasien tentang penyakitnya serta upaya-
upaya pencegahan yang harus dilakukan terutama pengobatan
terhadap penyakitnya.
 Edukasi pasien terutama mengenai terapi terhadap penyakitnya
(terutama mengenai cara penggunaan salap dengan cara yang benar)

1.7. Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan Sarcoptes scabiei tungau
(mite) berukuran kecil yang hidup didalam kulit penderita. Tungau yang
tersebar luas diseluruh dunia ini dapat ditularkan dari hewan kemanusia dan
sebaliknya. Tungau ini berukuran 200-450 mikron, berbentuk lonjong, bagian
dorsal konveks sedangkan bagian ventral pipih (Soedarto, 2009). Penyakit
skabies disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian itch, gudikan, gudig,
gatal agogo, budukan dan penyakit ampera.


3.2. Epidemiologi
Skabies merupakan penyakit epidemik pada banyak masyarakat. 
Penyakit
ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat juga
mengenai semua umur. Insidensi sama pada pria dan wanita. Beberapa faktor
yang dapat membantu penyebarannya adalah kemiskinan, hygiene yang jelek,
seksual promiskuitas, diagnosis yang 
salah, demografi, ekologi dan derajat
sensitasi individual. Insidensinya di Indonesia masih cukup tinggi, terendah
di Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat. Selain itu faktor penularannya
bisa melalui tidur bersama dalam satu tempat tidur, lewat pakaian,
perlengkapan tidur atau benda - benda lainnya. Seperti yang terjadi di pondok
pesantren. Sebagian besar santri mempunyai kebiasaan untuk bertukar
pakaian, alat sholat ataupun alat mandi dengan teman sehingga penyebaran
penyakit skabies menjadi sangat mudah mengingat salah satu penyebab
penularan skabies adalah hygiene yang jelek.

9
3.3. Etiologi
Skabies (Scabies, bahasa latin = keropeng, kudis, gatal) disebabkan
oleh tungau kecil berkaki delapan (Sarcoptes scabiei) dan didapatkan melalui
kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit ini.
Penularan penyakit ini seringkali terjadi saat berpegangan tangan dalam
waktu yang lama dan dapat di katakan penyebab umum terjadinya
penyebaran penyakit ini.

3.4. Siklus Hidup dan Patogenesis


Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya disebabkan oleh tungau
skabies, tetapi juga dapat disebabkan oleh penderita sendiri akibat garukan
yang mereka lakukan. Garukan tersebut dilakukan karena adanya rasa gatal.
Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta
tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat
itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan di temukannya papul,
vesikel, urtika dan lain-lain, dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi,
krusta dan infeksi sekunder.
Skabies ditularkan dari seseorang penderita pada orang lain melalui
kontak langsung yang erat, misalnya antara anggota keluarga, antara anak-
anak penghuni panti asuhan yang tidur bersama-sama di satu tempat tidur.
Penularan biasanya melalui Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau
kadang-kadang oleh larva (Soedarto, 2009). Anjing dan kucing penderita
skabies yang hidup didalam rumah dapat menjadi sumber penularan yang
penting bagi keluarga yang memeliharanya.

Gambar 1. Tungau Sarcoptes scabiei,
A. Betina tampak dorsal, B. Jantan


tampak ventral

10
Gambar 2. Siklus Hidup Sarcoptes scabiei
Perkawinan tungau Sarcoptes ini terjadi di permukaan kulit atau
terowongan kulit, mengikuti jalan terowongan kulit yang dibuat oleh tungau
betina. Tungau menggali dan makan epitel-epitel kulit maupun cairan yang
berasal dari sel-sel kulit yang digalinya di sepanjang stratum corneum.
Kecepatan menggali tungau ini mencapai 0,5 mm perhari, sedangkan
kecepatan berjalan seekor tungau sekitar 2,5 cm permenit. Disepanjang
terowongan yang dihuni tungau terlihat seperti garis-garis dibawah kulit,
mulai beberapa mm sampai cm. Dalam siklus hidup Sarcoptes scabiei
mengalami empat tahapan stadium dimulai dari telur, larva, nimfa dan
dewasa. Tungau dewasa meletakkan telur 1-3 butir perhari didalam
terowongan kulit yang dibuatnya. Masa subur seekor tungau betina berkisar
sekitar dua bulan.
Dalam kurun waktu 3-5 hari telur akan menetas jadi larva yang
memiliki 6 buah kaki, bentuknya sudah menyerupai tungau dewasa. Larva
akan segera keluar dari terowongan kulit menuju permukaan kulit. Pada
waktu berada dipermukaan kulit banyak larva yang tidak bertahan hidup,
beberapa yang masih hidup akan masuk kembali ke stratum corneum atau
folikel rambut untuk membuat kantung-kantung tempat larva berganti kulit.

11
Setelah 2-3 hari larva berubah menjadi protonimfa. Protonimfa
kemudian berganti kulit jadi deutonimfa, setelah beberapa hari nimfa berganti
kulit dan menjadi tungau dewasa. Beberapa tungau dewasa kawin dikantung-
kantung yang dibuat pada masa stadium larva atau pindah dari permukaan
kulit dan kawin ditempat tersebut. Betina yang telah kawin dan mengandung
telur segera menggali terowongan kulit untuk meletakkan telur disana.
Lamanya daur hidup dari telur hingga dewasa sekitar 10-19 hari. Tungau
betina dapat hidup satu bulan pada kulit manusia, tetapi bila tidak berada
dikulit maka tungau hanya bertahan 2-4 hari (Greenberg, 2007).

3.5. Cara Penularan


Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun
tidak langsung, adapun cara penularanya adalah :
1. Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat
tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa
hubungan seksual merupakan cara tersering, sedangkan pada anak-anak
penularan didapat dari orang tua atau temannya.
2. Kontak tak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan
tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada
penularan. Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal
tersebut memegang peranan penting dalam penularan skabies dan
dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut, pakaian
dalam (Djuanda, 2006).

12
3.6. Klasifikasi
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk
tersebut antara lain :
1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated).
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.
2. Skabies incognito.
Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid
sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan
penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan
gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit
lain.
3. Skabies nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki,
inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas
terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan
tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa
bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan
kortikosteroid.
4. Skabies yang ditularkan melalui hewan.
Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda
dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang
sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana
orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut,
dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah.
Kelainan ini bersifat sementara (4 – 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri
karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya
pada manusia.

13
5. Skabies Norwegia.
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas
dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal.
Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong,
siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku.
Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia
tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau
yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi
akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi
proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah.
6. Skabies pada bayi dan anak.
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi
sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan.
Pada bayi, lesi di muka (Harahap, 2000).
7. Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden).
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal
ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

3.7. Gejala Klinis


Gejala seseorang terkena skabies adalah kulit penderita gatal-gatal
penuh bintik-bintik kecil sampai besar, berwarna kemerahan yang disebabkan
garukan keras. Bintik-bintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi
(Djuanda, 2006).
a. Gejala utama
Gejala utama adalah rasa gatal pada malam hari. Rasa gatal karena
pembuatan terowongan oleh Sarcoptes Scabies di Startum Korneum,
yang pada malam hari temperatur tubuh lebih tinggi sehingga
aktivitas kutu meningkat. Gatal merupakan gejala utama sebelum
gejala klinis lainnya muncul. Rasa gatal hanya pada lesi, tetapi pada
skabies kronis gatal dapat terasa pada seluruh tubuh.

14
b. Erupsi kulit
Erupsi kulit tergantung pada derajat sensitasi, lama infestasi, hygiene
perorangan, dan pengobatan sebelumnya, erupsi kulit Batognomatik
berupa terowongan halu dengan ukuran 0,3-0,5 milimeter, sedikit
meninggi, berkelok-kelok, putih keabuan dengan panjang 10
milimeter sampai 3 centimeter dan bergelombang.
c. Lesi kulit
Lokasi lesi kulit terdapat pada sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan bagian dalam, lipatan aksila bagian depan, perut sekitar
umbilikus dan pantat. Pada wanita juga terdapat pada areola mamae
dan bagian bawah mamae, sedangkan pada laki-laki lesi kulit
ditemukan sekitar genetalia eksterna. Pada bayi distribusinya sampai
mengenai seluruh tubuh termasuk punggung, kepala, leher bahkan
sampai wajah, orang dewasa tidak sampai mengenai wajah.

3.8. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Terdapat 4 tanda kardinal untuk diagnosis skabies, yaitu:
a. Pruritus nokturna. 

b. Penyakit menyerang manusia secara berkelompok. 

c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna 
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok-
kelok, rata-rata 
panjang 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul
atau vesikel. 

d. Ditemukannya tungau dengan pemeriksaan mikroskopis. 

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda tersebut.
Diagnosis Banding
Skabies adalah penyakit kulit yang disebut dengan the
great imitator dari kelainan kulit dengan keluhan gatal. Diagnosis
bandingnya adalah Pioderma, Impetigo, Dermatitis, Pedikulosis korporis,

15
3.9. Penatalaksanaan
Parasit dapat diberantas dengan emulsi benzoat bensiklus 25%,
gamma bensen heksakloria 1% atau monosulfiram 25%. Antibiotika
diberikan jika terjadi infeksi sekunder oleh kuman, dan antihistamin diberikan
untuk mengatasi gatal-gatal hebat yang dikeluhkan penderita (Soedarto,
2009). Ada bermacam-macam pengobatan antiskabies sebagai berikut:
1. Benzeneheksaklorida (lindane)

Obat ini membunuh kutu dan nimfa. Lindane digunakan dengan cara
menyapukan keseluruh tubuh dari leher ke bawah dan setelah 12-24 jam
dicuci sampai bersih. Pengobatan ini diulang selama 3 hari. Penggunaan
lindane yang berlebih dapat menimbulkan efek pada sistem saraf pusat.
2. Sulfur
Sulfur 10% dalam bentuk parafin lunak lebih efektif dan aman. Obat ini
digunakan pada malam hari selama 3 malam.
3. Benzilbenzoat (crotamiton)
Benzilbenzoal dalam bentuk lotion 25% digunakan selama 24 jam dengan
frekuensi 1 minggu sekali. Cara penggunaan dengan disapukan ke badan
dari leher kebawah. Penggunaan berlebihan dapat menyebabkan iritasi.
4. Monosulfiran

Monosulfiran dalam bentuk lotion 25% yang sebelum digunakan harus
ditambah 2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.
5. Permethrin

Permethrin dalam bentuk krim 5% sebagai dosis tunggal, digunakan
selama 8-12 jam kemudian cuci sampai bersih.

3.10. Pencegahan dan Penanganan Skabies



Pencegahan skabies dengan cara mengobati penderita dengan
sempurna sebagai sumber infeksi. Selain itu selalu menjaga kebersihan
badan dengan mandi dua kali sehari dengan sabun secara teratur serta
menjaga kebersihan, mencuci dan merendam dalam air mendidih alas tidur
dan alas bantal yang digunakan penderita (Soedarto, 2009). Menurut
(Tarigan, 2004), sasaran perilaku hidup bersih dan sehat pada santri yang

16
dapat menimbulkan penyakit kulit harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Kebersihan kulit

Memelihara kebersihan kulitm harus memperhatikan kebiasaan
berikut:
a. Mandi dua kali sehari 

b. Mandi pakai sabun 

c. Menjaga kebersihan pakaian 

d. Menjaga kebersihan lingkungan 

2. Kebersihan tangan, kaki dan kuku

Kebersihan tangan berhubungan dengan penggunaan sabun
dan cuci tangan dengan menggunakan air mengalir. Pencucian tangan
dengan sabun yang benar dan disaat yang tepat merupakan peranan
penting dalam mengurangi adanya bakteri penyebab penyakit melekat
pada tangan. Sama halnya dengan kebersihan kaki dalam
membersihkannya harus menggunakan sabun sehingga kulit kaki
bersih dan bebas dari penyakit khususnya penyakit kulit.
Penanganan yang dapat dilakukan yaitu, setiap orang di dalam
keluarga atau yang tinggal bersama harus diobati pada waktu yang
bersamaan. Tiap-tiap orang/individu harus :
1. Membersihkan semua bagian tubuh dengan memakai sabun dan air
hangat

2. Mengolesi seluruh tubuh dengan benzil benzoat

3. Memakai baju yang bersih serta mencuci semua pakaian dengan
bersih.
4. Setelah satu minggu ulangi pengobatan sekali lagi.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
1. Sdr. A usia 17 tahun datang ke BP Puskesmas Gabus 1 dengan keluhan
gatal di sela-sela jari tangan dan kaki. Gatal berlangsung sejak lima hari
yang lalu. Gatal dirasakan sepanjang hari terutama pada malam hari dan
berkurang bila digaruk. Adik pasien menderita sakit yang sama. Seprei
dan alas bantal diganti (4 bulan sekali) terakhir kali diganti 2 bulan yang
lalu. Pasien memakai alat mandi (handuk) bersama dengan adiknya.
Pasien tidur satu tempat tidur dengan adiknya
2. Skabies secara sederhana didefinisikan sebagai infeksi kulit yang
disebabkan Sarcoptes scabiei tungau (mite) berukuran kecil yang hidup
didalam kulit penderita
3. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.

4.2. SARAN
1. Tenaga kesehatan proaktif untuk melakukan edukasi kepada masyarakat
tentang penyakit skabies dan cara pencegahannya
2. Untuk pasien dan keluarga hendaknya mengikuti saran dari dokter untuk
meminum obat yang telah di berikan dan mengikuti saran yang telah
diberikan dokter supaya tidak memperburuk penyakit pasien.

18
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, dkk, 2005, Infeksi Kulit pada Bayi dan Anak. Jakarta: FakultasKedokteran
Universitas Indonesia.
Akmal, S.C., Semiarty, R., Gayatri., 2013. Hubungan Personal Hygiene Dengan
Kejadian Skabies Di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik Air
Pacah Kecamatan Koto Tangah Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan
Andalas tahun 2013 Hal 164-167.
Asra, Hajrin Pajri, 2010. Pengaruh Pengetahuan dan Tindakan Higinie Pribadi
Terhadap Kejadian Penyakit Skabies di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul
hasanah Medan. Fakultas Kedokteran. Skripsi, Universitas Sumatera Utara,
Medan
Budioro, 2007, Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang, 67.
Djuanda, A., 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta.
Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. 2016, Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7
ed. Jakarta: FKUI, p. 137-40.
Harahap, M, 2008, Ilmu Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta.
Hayuningtyas, D., dan Ahmad, R. Z, 2007, Efek Volume Serum, Temperatur dan
Kelembapan terhadap Daya Hidup Sarcoptes scabiei secara In Vitro.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007.
James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of the Skin:
th
Clinical Dermatology. 10 Ed. Canada. Saunders Elsevier.
Keman, Soedjajadi, 2005, Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman,
Journal Kesehatan Lingkungan , Vol. 2, No. 1
Muin, 2009, Hubungan Umur, Pendidikan, Jenis Kelamin dan Kepadatan
HunianRuang Tidur Terhadap Kejadian Penyakit Skabies. Fakultas
KesehatanMasyarakat, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Mc Carthy, J S., Kemp, D J., Walton, S F., Currie, S F., 2004, Scabies: more than
just an irritation, Postgrad Med J, 80, 382-387
Muin., 2009. Hubungan Umur, Pendidikan, Jenis Kelamin dan Kepadatan Hunian
Ruang Tidur Terhadap Kejadian Penyakit Skabies. Fakultas Kesehatan

19
Masyarakat, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo., 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta:
Rineka Cipta.
Ronny, P.H, 2007, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Bagian Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. FKUI. Jakarta
Siregar, UC, 2011, Hubungan Tindakan Dalam Pemanfaatan Sanitasi Dasar Dan
Kebersihan Perorangan Penghuni Rumah Tahanan Dengan Keluhan
Gangguan Kulit Di Rumah Tahanan Kelas 1 Medan, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.
Suci, C, A., Rima, S., gayatri, 2013, Hubungan Personal Hygine Dengan Kejadian
Skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah,
kecamatan Koto Tangah Padang Tahun 2013, Jurnal Kesehatan Andalas,
2(3).

20
LAMPIRAN

21
FORM BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Hari, Tanggal : Senin, 15 Juni 2020


Pukul : 12.30 WIB – selesai
Tempat : Puskesmas Gabus I
Presentan : dr. Fieka Amelia
Judul : F.5 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak
Menular
“Pendekatan Klinis Kasus Skabies pada Sdr. A 17 tahun di
Wilayah Kerja Puskesmas Gabus I Pati”

No Nama Peserta Tanda Tangan


1 dr. Alnia Rindang
2 dr. Farah Fauziah
3 dr. Intan Rahmawati
4 dr. Niken Tri Utami
5 dr. Sushanti Nuraini
6 dr. M Wahib Hasyim

Mengetahui
Pembimbing

dr. M Wahib Hasyim

22

Anda mungkin juga menyukai