Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS CEDERA

KEPALA POST TREPANASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis Program studi Ilmu
Keperawatan
Dosen Pengampu : Ns. Dia Litawati., S.ST

Disusun Oleh :

Kelompok 1
1. ADETIA MARULLITA 17100035
2. CINDY SAVIRA 17100001
3. JIHAN NUR’AINI 17100018
4. MUHAMMAD KODRAT 17100034
5. NOVITRI 1910076P
6. RISKI FEBRIANTI 1910077P
7. UMMILUL MUKAROMAH 17100046

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT pencipta segala alam semesta beserta isinya. Karena
atas segala limpahan Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya, sehingga  kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan  kepada
Nabi Agung Muhammad SAW sebagai panutan dan ikutan terbaik bagi umat yang membawa
cahaya islam.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas Keperawatan Komunitas II
dengan judul “Makalah Keperawatan Kritis Cedera Kepala Post Trepanasi“.
Kami menyampaikan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Keperawatan Kritis, Ibu Ns.
Dia Litawati., S.ST yang telah membimbing Kami dalam penulisan makalah ini dan tentunya
kepada teman-teman yang banyak membantu hingga makalah ini dapat terselesaikan.
Dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, kami berharap
para pembaca agar dapat memakluminya. Karena kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT,
dan kekurangan adalah milik kita. Oleh karena itu diharapkan bagi para pembaca  dan para
pemerhati pendidikan dimohon untuk memberikan kritik dan sarannya kepada kami demi
kesempurnaan makalah ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Pangkalpinang, 28 September 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar belakang.................................................................................................................1
B. Tujuan.............................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI......................................................................................................4
A. Definisi............................................................................................................................4
B. Etiologi............................................................................................................................5
C. Manifestasi Klinis...........................................................................................................6
D. Patofisiologi....................................................................................................................7
E. Klasifikasi.......................................................................................................................8
F. Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................9
G. Penatalaksanaan Medis.................................................................................................10
BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN......................................................................11
A. Pengkajian.....................................................................................................................11
B. Data Fokus....................................................................................................................11
C. Penatalakasanaan Medis................................................................................................12
D. Komplikasi....................................................................................................................13
E. Diagnosa Keperawatan..................................................................................................13
F. Intervensi Keperawatan.................................................................................................14
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................17
A. Kesimpulan...................................................................................................................17
B. Saran..............................................................................................................................17
Jurnal Evektifitas Elevasi Kepala 300 Dalam Meningkatkan Perfusi Serebral Pada Pasien Post
Trepanasi di Rumah Sakit Mitra Surabaya..............................................................................18
ANALISA PICOT....................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara
langsung atautidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada gangguan fungsi
neurologis, fungsi fisik,kognitif, psikososial, yang dapat bersifat temporer ataupun
permanen.

Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu


kerusakan padakepala,bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran, sehinggamenimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.
Cedera kepala merupakan peristiwa yang sering terjadi dan mengakibatkan
kelainan neurologis yang serius serta telah mencapai proporsi epidemik sebagai akibat
dari kecelakaan kendaraan. Kadar alkhohol darah yang melebihi kadar aman telah
ditemukan pada lebih dari 50 % pasien cedera kepala yang ditangani di bagian
kedaruratan. Sedikitnya separuh dari pasien dengan cedera kepala berat mengalami
cedera yang signifikan pada bagian tubuh lainnya (Baughman dan Hackley, 2000).
Di Inggris, setiap tahun sekitar 100.000 kunjungan pasien ke rumah sakit
berkaitan dengan trauma kepala yang 20% di antaranya terpaksa memerlukan rawat
inap. Dua pertiga dari kasus ini berusia di bawah umur 30 tahun, dengan jumlah laki-
laki lebih banyak dari wanita. Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap

1
tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus dan dari jumlah tersebut 10%
meninggal sebelum tiba di rumah sakit serta yang sampai di rumah sakit, 80%
dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala
sedang (CKS) dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera
kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan akibat
trauma yang mencederai kepala, maka perawat perlu mengenal neuruanatomi,
neurofisiologi, neuropatofisiologi dengan baik agar kelainan dari masalah yang
dikeluhkan atau kelainan dari pengkajian fisik yang didapat bias sekomprehensif
mungkin ditanggapi perawat yang melakukan asuhan pada klien dengan cedera
kepala. Cedera kepala meliputi trauma kepala,tengkorak, dan otak. Secara anatomis
otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang dan tentorium atau
helem yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena
cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak tidak dapat
diperbaiki lagi klien cedera kepala berat mempunyai signifikan cedera terhadap
bagian tubuh lainnya.

Adanya syok hipovolemik pada klien cedera kepala biasanya karena cedera pada
bagian tubuh lainnya. Resiko utama klien yang mengalami cedera kepala adalah
kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai responds terhadap
cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial.

2
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala”
mahasiswa mampu memahami “Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera
Kepala”.
2. Tujuan khusus
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Cedera Kepala” mahasiswa
mampu :
a. Memahami dan menjelaskan Konsep Penyakit Cedera Kepala
b. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Cedera Kepala
c. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Sesuai Kasus

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhasdap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak. (Pierce
Agrace & Neil R. Borlei, 2006 hal 91). Trauma atau cedera kepala adalah di kenal
sebagai cedera otak gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba,
iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral sekitar jaringan
otak. (Batticaca Fransisca, 2008, hal 96). Cedera kepala atau cedera otak merupakan
suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai
perdarahan innterstiil dalm substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak.
(Arif Muttaqin, 2008)
Trepanasi atau craniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak
tempurung kepala dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan
otak. 8 repanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang
bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif.

 Indikasi
a. Pengangkatan jaringan abnormal
b. Mengurangi tekanan intrakarnial
c. Mengevaluasikan pembekuan darah
d. Mengontrol pembekuan darah
e. Pembenahan organ-organ intracarnial
f. Tumor otak
g. Pendarahan

4
h. Peradangan dalam otak
i. Trauma pada tengkorak
Berdasarkan Glassgow Coma Scale (GCS) cedera kepala atau otak dapat di bagi
menjadi 3 gradasi :
a. Cedera kepala ringan (CKR)= GCS 13-15
b. Cedera kepala sedang (CKS)= GCS 9-12
c. Cedera kepala berat (CKB)= GCS ≤ 8

B. Etiologi
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi
trauma oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan
atau energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (ekselerasi-
deselarasi) pada otak. Macam-macam Pendarahan pada Otak :
a. Intraserebral Hematoma (ICH)
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat sobekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.Secara
klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pemeriksaan CT scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang
diindikasi dilakukan operasi jika single, diameter lebih dari 3 cm, perifer, adanya
pergerakan garis tengah, dan secara klinis hematoma tersebut dapat menyebabkan
ganguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi
hematoma disertai dekompresi dari tulang kepala.
b. Subdural Hematoma (SDH)
Subdural hematoma adalah terkumpulnya darah antara dura mater dan jaringan
otak, dapat terjadi akut kronis. Terjadi akibat pecahan pembuluh darah
vena/jematan vena yang biasanya terdapat diantara dura mater, perdarahan lambat
dan sedikit. Pengertian lain dari subdural hematoma adalah hematoma yang
terletak dibawah lapisan dura mater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari
Bridging vein (paling sering), A/V cortical, sinus venosus duralis.
Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan maka subdural hematoma dibagi
menjadi tiga meliputi subdural hematoma akut terjadi kurang dari 3 hari dari
kejadian, subdural hematoma subakut terjadi antara 3 hari-3 minggu, dan subdural
hematoma kronis jika peardarahan terjadi lebih dari 3 minggu. Secara klinis
subdural hematoma akut ditandai dengan adanya penurunan kesadaran, disertai

5
adanya lateralisasi yanag paling sering berupa hemiparere/hemiplegia dan
pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit
(cresent). Indikasi operasi, menurut Europe Brain Injury Commition (EBIC), pada
perdarahan subdural adalah jika perdarahan lebih dari 1 cm. Jika terdapat
pergesaran garis tengah labih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi
hematoma, menghentikan sumber perdarahan. Bila ada edema serebi biasanya
tulang tidak dikemalikan (dekompresi) dan disimpan sugalea.
c. Epidural Hematoma (EDH)
Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan
tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica
media(paling sering), vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena
emmisaria sinus venosus duralis.Secara klinis ditandai dengan penurunan
kesadaran yang disertai lateralisasi (ada ketidaksamaan antara tanda-tanda
neurologis sisi kiri dan kanan tubuh) yanag dapat berupa hemiparese/hemiplegia,
pupil anisokor, adanya refleks patologis satu sisi, adanya lateralisasi dan jejas
pada kepala menunjukan lokasi dari EDH. Pupil anisokor /dilatasi dan jejas pada
kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH sedangkan hemiparese/hemiplegia
letaknya kontralateral dengan lokasi EDH.

C. Manifestasi Klinis
 Gejala klinis trauma kepala sebagai berikut:
a. Battle sign: warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga diatas os mastoid
b. Hemotipanum: perdarahan dibawah membrane timpani telinga
c. Periorbital ecchymosis: mata warna hitam tanpa trauma langsung
d. Rhinorrhe: cairan serebrospinal keluar dari hidung
e. Otorrhe : cairan serebrospinal keluar dari telinga
 Gejala klinis trauma kepala ringan, sebagai berikut :
a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian
sembuh
b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan
c. Mual atau muntah
d. Gangguan tidur dan nafus makan yang menurun
e. Perubahan kepribadiaan diri

6
f. Letargik
 Gejala klinis untuk trauma berat, seperti berikut:
a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukan perubahan di otak,
menurun atau meningkat
b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria)
c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernapasan
d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi
abnormal eksremitas

D. Patofisiologi
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses
sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan
suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar
daerah otak jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama
kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang
tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala
traumatik berat.
a. Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer
biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus). Proses ini
adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada
kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala
yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer
menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan
serabut saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.
b. Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul
kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari
berbagai gangguan sistemik, hipoksia (kekurangan o2 dlm jaringan) dan hipotensi
merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi
otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi (defisiensi darah suatu bagian)
dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai
faktor seperti kerusakan sawar darahotak, gangguan aliran darah otak metabolisme

7
otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan bahan neurotrasmiter dan radikal
bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala gejala
neurologis yang tergantung lokasi kerusakan. Kerusakan sistem saraf motorik
yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan
pada sisi lain. Gejal gejala kerusakan lobus lobus lainnya baru akan ditemui
setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan
sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan
timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis. Kelainan metabolisme
yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya kerusakan di
daerah hipotalamus. Rusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi
hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi
sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah
trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah
belakang hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis. Setelah kurang lebih 5
hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah berlebihan
sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang
timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat pusat yang mempengaruhi
metabolisme karbohidrat didalam batang otak. Batang otak dapat mengalami
kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi atau torsi akut
pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena
penekanan oleh herniasi unkus.

E. Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. cara praktis
dikenal deskripsikalsifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya cedera kepala,
dan morfologinya :
a. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan
cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan
mobil atau motor,jatuh atau terkenak pukulan tumpul. Sedangkan cedera kepela
tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. (Bernath, 2009).
b. Berdasarkan Tingkat Keparahan
Berdasarkan cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan di sadari atas GCS
dimana GCS ini di bagi 3 komponen yaitu:
 Cedera kepala ringan : nilai GCS nya 13-15 kesadaran hilang 30 menit
8
Ditandai dengan nyeri kepala, muntah, vertigo
 Cedera kepala sedang : nilai GCS nya 9-12 kehilangan kesadaran 30 menit-24
jam dapat mengalami fraktur tengkorak dan diserontasi ringan (bingung).
 Cedera kepala berat : nilai GCS nya 3-8 hilang nya kesadaran lebih dari 24
jam meliputi kontusio serebral, hematoma dan edema serebral.
c. Morfologi cedera
1. Fraktur Karnium
Fraktur karnium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak dan dapat
berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbika dan tertutup. Fraktur dasar
tengkorak biasanya dapat memerlukan pemeriksaan CT-scan untuk
memeperjelas garis frakturnya.
2. Lesi Intrakarnial

F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-scan
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan
jaringan otak.
2. MRI
3. Cerebral angiografi
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak skundre
menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. Sinar X
6. Mende teksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema) fragmen tulang.
7. BAER
Mengeroksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
8. PET
Mendeteksi perubahan aktifititas metabolism otak.
9. CSS
Lumbal fungsi dapat dilaku kan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
10. Kadar elektrolit

9
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan intracranial.
11. Screen toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran.
12. Rontgen thorahk 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural.
13. Analisa gas darah (A’GD/astrup)
Analisa gas darah (A’GD/astrup) adalah salah satu tes diaknostik untuk
menentukan status status respirasi. Status respirasi dapat digambarkan melalui
pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam basa.

G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor
mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status
neurologis (disability, exposure), maka faktor yang harus diperhitungkan pula adalah
mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ni dapat dibantu dengan pemberian
oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative
memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah.Selain itu perlu dikontrol
kemungkinan intrakranial yang meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun
tidak jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan
intracranial, ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan
hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolism
intraserebral.
Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan tekanan
kraanial. Penatalaksanaan konservatif meliputi :
a. Bedrest tota
b. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
c. Pemberian obat-obatan.

10
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data
a. Nama
b. Tempat tanggal lahir
c. Umur
d. Status
e. Anak
f. Alamat
g. Agama
2. Riwayat kesehatan
a. Dahulu
b. Sekarang

B. Data Fokus
1. Breathing
Pengkajian breathing yaitu : pergerakan otot dada,pergerakan otot bantu
napas, frekuensi nadi teganagan dan irama nadi, suara tambahan, batuk ada,
(produktif atau tidak produktif), sputum (warna dan kosistensi), pemakaian alat
bantu napas.
2. Blood
Pengkajian blood meliputi : suara jantung irama jantung ,capillry refill time
(CRT),jugularis vena presurre (JVP), edema.
3. Brain
Pengkajaian brain meliputi : tingkat kesadaran, periksa kepala (raut muka,
bibr, mata, sclera, kornea, eksopthalamus, gerakan bola mata, kornea, presepsi
sensorik).
4. Bladder
Pengkajian bladder meliputi : urin (warna, jumlah , bau, penggunaan kateter)
5. Bowel

11
Pemeriksaan bowel meliputi : mukosa bibir, lidah, keadaan gigi, nyeri telan,
didtensi abdomen, peristalatik usus, mual dan muntah, penggunaan NGT, diare.
6. Bone
Pengkajian bone meliputi : turgo kulit, pendarahan kulit, (akral dingin, panas,
hangat).

C. Penatalakasanaan Medis
1. Praoperasi
Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi
denganmedikasi antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang
pascaoperasi. Sebelum pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan
untuk mengurangai edema serebral. Cairan dapat dibatasi.Agens hiperosmotik
(manitol) dan diuretik (furosemid) dapat diberikan secara intravena segera
sebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien cenderung menahan air, yang
terjadi pada individu yang mengalami disfungsi intrakranial. Kateter urinarius
menetap di pasang sebelum pasien dibawa ke ruang operasi untuk mengalirkan
kandung kemih selama pemberian diuretik dan untuk memungkinkan haluaran
urinarius dipantau. Pasien dapat diberikan antibiotik bila serebral sempat
terkontaminasi atau deazepam pada praoperasi untuk menghilangkan ansietas.
Kulit kepala di cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di ruang operasi)
sehingga adanya abrasi superfisial tidak semua mengalami infeksi.
2. Pascaoperasi
Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk
memantau tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak
diintubasi dan mendapat terapi oksigen tambahan.
 Mengurangi Edema Serebral
Terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral meliputi pemberian
manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas dari
area otak (dengan sawar darah otak utuh). Cairan ini kemudian dieksresikan
malalui diuresis osmotik.
 Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang
Asetaminofen biasanya diberikan selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri.
Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala setelah kraniotomi, biasanya
sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan diiritasi selama

12
pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup untuk
menghilangkan sakit kepala.
 Memantau Tekanan Intrakranial
Kateter ventrikel, atau beberapa tipe drainase, sering dipasang pada pasien
yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior. Kateter
disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter diperhatikan
melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan menyusun
sistem dengan sambungan stopkok ke selang bertekanan dan tranduser. TIK
dalam dipantau dengan memutar stopkok. Perawatan diperlukan untuk
menjamin bahwa sistem tersebut kencang pada semua sambungan dan bahwa
stopkok ada pada posisi yang tepat untuk menghindari drainase cairan
serebrospinal, yang dapat mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu
banyak dikeluarkan.

D. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pasca bedah intrakranial atau
kraniotomi adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Perdarahan dan syok hipovolemik
3. Ketidakseimbangan cairan dan elekrolit
4. Infeksi
5. Kejang

E. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d tumor otak ( mis, gangguan
serebrovaskular, penyakit neurologis, trauma, tumor)
2. Nyeri kronis b.d infiltrasi otak
3. Kesiapan meningkatkan nutrisi b.d menyatakan keinginan untukmeningkatakan
nutrisi.

13
F. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1. Resiko S NOC NIC
Ketidakefektifan status sirkulasi Manajemen edema serebral:
perfusi jaringan otak Perfusi jaringan serebral 1. Monitoring adanya
b.d tumor Setelah dilakukan kebingungan,
otak(mis,gangguan tindakan keperawatan perubahan pikir,
serebrovaskular, selama 3.x24 jam, klien keluhan pusing,
penyakit neurologis, mampu men-capai : pingsan.
trauma, tumor ) 1. Status sirkulasi dengan 2. Monitoring tanda –
indikator: tanda vital
2. 1. Tekanan darah sistolik 3. Monitoring TIK dan
3. 2. Sakit kepala CPP
4. 3. Kegelisahan 4. Monitoring status
5. 4. Kelesuan pernapasan : frekuensi
6. 5. Penururnana tingkat irama, kedalaman
kesadaran pernapasan.
7.
8.
9.

2. Nyeri kronis b.d infiltrasi Kontrol nyeri Manajemen nyeri


otak. Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan pengkajian
keperawatan selam 3x 24 nyeri komprehensif
jam, klien dapat : yang meliputi lokasi,
Mengontrol nyeri, de- karakteristik,
ngan indikator : konsep/durasi,
1. Mengenali kapan frekuensih, kualitas
nyeri terjadi ,intensitas atau
2. Menggunakan beratnya nyeri dan
tindakan faktor pencetus
pengurangan 2. Pastikan perawatan

14
(nyeri) anagelsik bagi pasien
menggunakan dilakukan
nalgesik yang pemantauan ketat
terekomedasikan 3. Gunakan strategi
3. Melaporkan komunikasi terapeutik
perubahan 4. Ajarkan prinsip-
terhadap gejala prinsip manajemen
nyeri pada nyeri
profesional 5. Dorong mengunakan
kesehatan menggunakan
Melaporkan penurun nyeri yang
gejala yang tidak adekuat
terkontrol pada 6. Kolaborasi dengan
profesional pasien dan tim
kesehatan kesehatan lainnya
Melaporkan nyeri untuk implementasi
yang terkontrol. penururnan nyari.
3. Kesiapan Status nutrisi asupan Manajemen nutrisi
meningkatkan nutrisi nitrisi. Setelah dilakukan 1. Tentukan stasus gizi
b.d menyatakan asuhan keperawatan pasien untuk
keinginan selam 3x 24 jam, klien memenuhi kebutuhan
untukmeningkatakan mampu mencapai nutrisi gizi
nutrisi . yang baik dengan 2. Identifikasi adanya
indikator : alergi
1. Asupan kalori 3. Tentukan jumlah
2. Asupan protein kalori dan nutrisi
3. Asupan lemak yang dibutuhkan.
4. Asupan 4. Atur diet yang di
karbonhidrat perlukan
5. Asupan serat 5. Ciptakan lingkuangan
6. Asupan vitamin yang optimal
6. Bantu pasien
memebersihkan
mulut.

15
16
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Cedera kepala merupakan proses diman terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhasdap kepala yang menyebabkan kerusakan tenglorak dan otak. (Pierce
Agrace & Neil R. Borlei, 2006 hal 91). Trauma atau cedera kepala adalah di kenal
sebagai cedera otak gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba,
iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral sekitar jaringan
otak. (Batticaca Fransisca, 2008, hal 96). Cedera kepala atau cedera otak merupakan
suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai
perdarahan innterstiil dalm substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak
(Arif Muttaqin, 2008). Trepanasi atau craniotomy adalah operasi untuk membuka
tengkorak ‘tempurung kepala dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki
kerusakan otak. 8repanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala
yangbertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif.

B. Saran
Semoga makala ini dapat memebuka wawasan kita dan menambahkan ilmu
kita,dan jauh dari itu juga masih banayak kekeurangan dari makaslah kami ini semoga
ibu dosen kami dapat memeberikan kritik yang dapat memebangun agar kami lebih
baik lagi untuk menyusunnya.

17
ANALISA PICOT

Jurnal
Judul : Efektivitas Elevasi Kepala 30˚ Dalam Meningkatkan Perfusi Serebral Pada Pasien
Post Trepanasi di Rumah Sakit Mitra Surabaya.

(P) Populasi :
 Populasi pada penelitian ini adalah 15 pasien. Pengambilan sampel dilakukan dengan
teknik purposive sampling.

(I) Intervensi :
 Mengatur posisi pasien dengan elevasi kepala 150 - 300 untuk meningkatkan venous
drainage dari kepala dan elevasi kepala dapat menurunkan tekanan darah sistemik
mungkin dapat dikompromi oleh tekanan perfusi serebral.
 Observasi pada pasien 8 jam setelah post op dilakukan dan observasi tanda-tanda
vital, status kesadaran atau Glasgow coma scale (GCS) setiap 30 menit, selanjutnya
diberikan posisi head up 300 observasi tanda-tanda vital, status kesadaran atau
Glasgow coma scale (GCS).
 Analisa data menggunakan uji Paired T-test.
 Penurunan suhu dilakukan dengan cara kompres dingin pada ketiak dan lipat paha.
Perawatan pasien dilakukan pada ruangan yang memiliki pendingin. Bila diperlukan,
pemberian antipiretik dapat dilakukan.
 Memberikan oksigen dan glukosa yang adekuat untuk metabolisme otak (Black &
Hawks, 2005).

(C) Intervensi perbanding :


 Efektifitas perlakuan dinilai dengan cara membandingkan nilai pre test dengan post
test.

(O) Outcome/Hasil yang diharapkan :


 Hasil Menunjukkan bahwa MAP rata-rata adalah 100 mmHg dan rata-rata GCS
adalah 12,4. Berdasarkan t-tes tes dipasangkan dengan tingkat signifikansi α = 0,005
Diperoleh P = 0,000 berarti ada peningkatan perfusi serebral secara efektivitas dengan
elevasi kepala 300. Perfusi pada pasien dengan pasca-op trepanasi setelah 8 jam.

26
Elevasi kepala 300 dapat meningkatkan perfusi serebral pada pasien. Penelitian ini
perlu direkomendasikan kepada praktisi kesehatan/keperawatan untuk memberikan
posisi head-up 300 untuk meningkatkan perfusi serebral.

(T) Time frame/batas waktu :


 Dilakukan pada 1 Desember 2012 – 10 Februari 2013

27
DAFTAR PUSTAKA

Savitri Nadia Citra. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Post Craniotomy Dengan
Diagnosa Cedera Kepala Berat (CKB) Di Intensive Care Unit (ICU) RSUD Dr.
Moewardi Di Surakarta, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
: Surakarta.

Prasetyo Adhy. 2016. Pemberian Deep Breathing Exsereis Terhadap Status Oksigenasi
Pasien Cesera Sedang Post Karniotomi Ruang ICU : Surakarta.

Handono, Nugroho Priyo. 2019. Efektivitas Manajemen Nyeri Dengan Guided Imagery
Relaxation Pada Pasien Cedera Kepala Di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso :
Wonogiri.

Bulecheck, Buku Nanda, NIC dan NOC tahun 2016, Edisi Ke Enam, Edisi Bahasa Indonesia.

Abdul Hafid. 1989. Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI –
Traumatologi : Surabaya.

Doenges M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. EGC : Jakarta.

Sjamsuhijad, R. Wim de Jong. 19997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC : Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai