Oleh :
Oleh :
ii
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa studi kasus ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah
dikumpulkan orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang pendidikan di
Perguruan Tinggi maupun, dan apabila terbukti ada unsur Plagiatisme saya siap untuk
dibatalkan kelulusannya.
Yang menyatakan,
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan kasus ini telah disetujui untuk diajukan dalam ujian akhir program
Judul : Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Defisit Perawatan Diri Pada
Nim : 201804004
Oleh :
NIK
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Telah Dipertahankan Di Depan Tim Penguji Ujian Laporan Studi Kasus Pada Program Studi
DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI
Kabupaten Mojokerto
Mengesahkan :
Tim Penguji : Tanda Tangan
Ketua :( ) (.............................)
Mengetahui,
Ka.Prodi DIII Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI
Kabupaten Mojokerto
Ima Rahmawati,S.Kep.Ns.,M.si
NIK. 162 601 029
v
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat allah SWT. Atas rahmat dan
Keperawatan Klien dengan Defisit Perawatan Diri pada Kasus Skizofrenia di Rsj Dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang Malang “. Selesainya Studi Kasus ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka penulis mengucapkan
1. Dr. M. Sajidin, S.Kp, M.Kes. Selaku Ketua Stikes Bina Sehat PPNI Kabupaten
2. Ima Rahmawati, S.Kep.Ns, M.Si. Selaku pembimbing I dan Ka. Prodi DIII
Keperawatan Stikes Bina Sehat PPNI yang telah meluangkan waktu serta memberikan
bimbingan, koreksi dan saran ke pada penulis.
3. Emyk Windartik, S.Kep.Ns., M.Kes selaku pembimbing II yang telah memberikan
petunjuk, koreksi dan saran demi sempurnanya tugas akhir ini.
4. .......selaku penguji utama studi kasus yang saya buat ini, yang rela meluangkan
waktu, tenaga, dan fikirannya untuk menguji saya sehingga studi kasus ini dapat
terselesaikan pada waktunya.
5. Seluruh Dosen dan Karyawan Stikes Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto yang
telah membantu dalam penyelesaian Proposal Studi Kasus ini.
6. Kedua orang tua tercinta atas semua kasih sayang, dukungan moral maupun material
serta doa yang selalu menyertai penulis.
7. Sahabat – sahabatku tersayang atas semua dukungan dan semangat yang selalu
menyertai penulis.
8. Teman-teman seperjuangan, Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan Stikes Bina Sehat
PPNI serta pihak pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah
memberi dukungan psikologis, sosial serta spiritual.
Semoga penulisan proposal studi kasus ini mampu memberikan sumbangsih pada
bidang kesehatan khususnya pada bidang keperawatan. Penulis menyadari bahwa tiada kata
sempurna di dalam dunia ini, apabila terdapat kesalahan, kekurangan dan ketidak sempurnaan
vi
dalam penulisan proposal studi kasus ini, maka hal tersebut bukan suatu kesengajaan,
melainkan semata-mata karena kekhilafan penulis. Oleh karena itu kepada seluruh pembaca
mohon memaklumi dan hendaknya memberikan kritik dan saran yang membangun.
Penulis
vii
MOTTO
Tidak ada pekerjaan yang tidak indah, tidak ada pekerjaan yang tidak nyaman. Tergantung
bagaimana cara kita mengerjakan dan menikmatinya.
viii
PERSEMBAHAN
Sembah sujud serta syukur kepada allah SWT yang tak pernah lelah dan letih mendengar
keluh kesahku, mengabulkan do’aku terbaikku dan selalu memberi yang terbaik untukku
Kupersembahkan karya tulis ilmiah ini kepada orang yang sangat aku sayangi dan aku cintai :
1. Untuk kedua orang tuaku tercinta “Ayahanda Nur Hadi dan Ibunda Lismiwati” yang
selalu menyebut namaku dalam lantunan do’a setiap saat, yang dalam setiap
2. Untuk saudara sedarahku Nur Afni Zuliawati telah membantuku dan memberiku
support melangkahkan kaki demi kesuksesanku dalam penyelesaian karya tulis ilmiah
ini.
Windartik serta semua dosen Stikes Bina Sehat PPNI, terima kasih atas semua ilmu
Fathqiyah, Eka Sulistyowati, Asmaul Chusnia yang sudah memberi arahan terima
kelas D3 Keperawatan A .
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................ i
SAMPUL DALAM......................................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN............................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................v
KATA PENGANTAR.....................................................................................................vi
MOTTO.........................................................................................................................viii
LEMBAR PERSEMBAHAN.........................................................................................ix
DAFTAR ISI.................................................................................................................. x
DAFTAR TABEL.........................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................................4
1.4 Manfaat4
1.4.1 Bagi Perawat ..........................................................................................4
1.4.2 Bagi Rumah Sakit...................................................................................4
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan .......................................................................4
1.4.4 Bagi Klien ..............................................................................................4
1.4.5 Bagi Peneliti ...........................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................5
2.1 Konsep Dasar Skizofrenia.................................................................................5
2.1.1 Definisi Skizofrenia ................................................................................5
2.1.2 Etiologi ...................................................................................................5
2.1.3 Gejala Umum Skizofrenia ......................................................................7
2.1.4 Klasifikasi Skizofrenia............................................................................7
2.1.5 Proses Perjalanan Penyakit.....................................................................8
2.1.6 Pembagian Skizofrenia...........................................................................9
x
2.1.7 Manifestasi Klinis ..................................................................................9
2.1.8 Pathway.................................................................................................11
2.2 Konsep Defisit Perawatan Diri .......................................................................12
2.1.1 Definisi..................................................................................................12
2.2.2 Proses Terjadinya Masalah ...................................................................12
2.2.3 Pohon Defisit Perawatan Diri ...............................................................15
2.2.4 Manifestasi Klinis....................................................................................... .15
2.2.5 Konsep Asuhan Keperawatan................................................................... .17
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Prevalensi gangguan jiwa berat atau dalam istilah medis disebut
psikosis/skizofrenia di daerah pedesaan ternyata lebih tinggi dibanding daerah perkotaan.
Di daerah pedesaan, proporsi rumah tangga dengan minimal salah satu anggota rumah
tangga mengalami gangguan jiwa berat dan pernah dipasung mencapai 18,2%.
Sementara di daerah perkotaan, proporsinya hanya mencapai 10,7%. Nampaknya, hal ini
memberikan konfirmasi bahwa tekanan hidup yang dialami penduduk pedesaan lebih
berat dibanding penduduk perkotaan, dan mudah diduga salah satu bentuk tekanan hidup
itu, meski tidak selalu adalah kesulitan ekonomi (Riset kesehatan dasar,2015).
Masalah kesehatan jiwa yang paling serius adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah
bentuk gangguan jiwa berat multifaktorial, yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan serta ditandai dengan gejala positif, negative, defisit kognitif, emosional dan
agresivitas (Jones et al, 2011). Skizofrenia merupakan salah satu psikosis yang
dimanifestasikan dengan perubahan berfikir, persepsi, afek tumpul, dan penurunan fungsi
sosial (Puri et al., 2011). Fungsi eksekutif yang miskin (Lysaker & Buck, 2007), dan
defisit kognitif (Donohoe, Corvin, & Robertson, 2005) menyebabkan klien cenderung
pasien mengalami penurunan kemampuan melakukan perawatan diri. Klien dengan
skizofrenia tidak mampu menghubungkan ide -ide yang muncul dalam pikirannya yang
menyebabkan mereka kehilangan kemauan untuk melakukan aktivitas, terutama dalam
pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis
sehingga mereka tidak bisa melakukan hal lain selain tidur dan makan (Yosep, 2009).
Skizofrenia ditunjukkan dengan gejala klien suka berbicara sendiri, mata melihat
kekanan dan kekiri, jalan mondar mandir, sering tersenyum sendiri, sering mendengar
suara-suara dan sering mengabaikan hygiene atau perawatan dirinya (defisit perawatan
diri). Defisit perawatan diri merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada
pasien dengan gangguan jiwa (Thomas, 2012). Dari seluruh skizofrenia, 70%
diantaranya mengalami defisit perawatan diri (Hardiyah, 2010). Masalah kurangnya
perawatan diri pada gangguan jiwa tidak boleh dianggap remeh karena keadaan fisiknya
akan terganggu seperti integritas kulitnya, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi
pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku. Peran perawat untuk penderita
defisit perawatan diri yaitu dengan mengajarkan dan memberikan pengetahuan
pentingnya keperawatan diri pada penderita secara bertahap. Penderita akan dijelaskan
mengenai tata cara melakukan kegiatan perawatan diri seperti mandi, mencuci rambut,
menggosok gigi, mengganti pakaian, memotong kuku, berdandan, makan dan minum
2
dengan benar serta cara buang air kecil dan besar dengan benar (Keliat & Pawirowiyono,
2015)
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri
secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK
(toileting) (Fitria, 2009). Keterbatasan yang dialami oleh klien dengan skizofrenia
biasanya diakibatkan oleh stresor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien,
sehingga klien tidak mau mengurus atau merawat dirinya sendiri (Direja, 2011). Defisit
perawatan diri pada klien dengan gangguan jiwa dapat dilakukan beberapa tindakan
keperawatan salah satunya meliputi terapi modalitas. Salah satu terapi modalitas yang
dapat digunakan pada klien skizofrenia dengan defisit perawatan diri salah satunya
adalah dengan terapi kognitif dan perilaku. Penambahan terapi kognitif dan perilaku
dapat menurunkan gejala positif dan negatif serta dapat meningkatkan motivasi dan
mengetahui pentingnya perawatan diri pada gangguan defisit perawatan diri (Cully and
Teten, 2008). Apabila dapat mengubah perilaku yang ditargetkan, maka perilaku yang
dapat diubah adalah personal hygienenya atau perawatan diri.
Terapi kognitif dan perilaku adalah intervensi terapeutik yang bertujuan untuk
mengurangi tingkah laku mengganggu dan maladaptif dengan mengembangkan proses
kognitif yang didasarkan pada asumsi bahwa afejk dan tingkah laku adalah produk dari
kognitif oleh karna itu intervensi kognitif dan tingkah laku dapat membawa perubahan
dalam pikiran, perasaan, dan tingkah laku (Stallard, 2009). Terapi kognitif dan perilaku
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, pikiran dan perasaan klien dengan skizofrenia
dengan mengubah pikiran dan perilaku yang maladaptif (Martin, 2010).
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat
masalah ini dalam membuat proposal studi kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan
Klien Dengan Defisit Perawatan Diri Pada Kasus Skizofrenia Rsj Dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang Malang” dengan harapan dapat memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif dan professional sehingga angka kesembuhan kasus
tersebut dapat ditingkatkan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Skizofrenia Dengan Masalah
Keperawatan Defisit Perawatan Diri di Rsj Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
Malang
1.3 Tujuan Studi Kasus
3
1.3.1 Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien skizofrenia dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri di Rsj Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
Malang
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan Pengkajian pada pasien skizofrenia dengan masalah keperawatan
defisit perawatan diri di Rsj Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Malang
2. Menetapkan diagnosis keperawatan pada pasien skizofrenia dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri di Rsj Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
Malang
3. Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien skizofrenia dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri di Rsj Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
Malang
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien skizofrenia dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri di Rsj Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
Malang
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien skizofrenia dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri di Rsj Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
Malang
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi perawat
Sebagai acuan untuk meningkatkan pelayanan dalam pemberian asuhan
keperawatan terutama pada pasien dengan Defisit Perawatan Diri.
1.4.2 Bagi Rumah Sakit
Sebagai tambahan kajian dalam pemberian Asuhan Keperawatan Klien yang
Mengalami Defisit Perawatan Diri pada Kasus Skizofrenia di Rsj Dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang Malang
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Menjadi wacana pembelajaran, sekaligus pengalaman langsung khususnya dalam
bidang keilmuan keperawatan jiwa.
1.4.4 Bagi Klien
Meningkatkan kemampuan pasien dalam mengatasi masalah Defisit Perawatan
Diri.
1.4.5 Bagi Peneliti
4
Mendapatkan pengalaman nyata dalam mengaplikasikan teori asuhan
keperawatan pada pasien Skizofrenia dengan Defisit Perawatan Diri di Rsj Dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang Malang
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih
dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
4. Susunan saraf pusat
Penyebab skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek
otak, tetapi kelianan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan
postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
5. Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hiingga sekarang tidak
dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP
tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit
badaniah dapat mempengaruhi timbulnta skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia
merupakan suatu rekasi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi
kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan
(optisme).
6. Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab
psikogenik ataupun somatic (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga
lagi dan id yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisme dan (3)
kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) dehingga terapi psiko analitik
tidak mungkin.
7. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang
terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan
perbuatan. Bleuler membagi gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala
primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme)
gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik
yang lain).
8. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam
sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa,
penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum
diketahui seperti :
7
- Disfungsi keluaga, konflik keluarga akan berpengaruh pada perkembangan anak
sehingga sering mengalami gangguan dalam tugas perkembangan anak, gangguan
ini akan muncul pada saat perjalanan hidup si anak kemudian hari.
- Menurut teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis
akan menghasilkan suatu hubungan orang tua – anak yang penuh dengan ansietas
tinggi. Anak akan menerima pesan-pesan yang membingungkan dan penuh
konflik dari orang tua dan tidak mampu membentuk rasa percaya pada orang lain.
- Berdasarkan teori psikodinamik, mengatakan bahwa psikosis adalah hasil dari
suatu ego yang lemah, perkembangan yang dihambat oleh suatu hubungan saling
mempengaruhi antara orang tua- anak. Karena ego menjadi lemah, pengguanaan
mekanisme pertahanan ego pada waktu ansietas yang ekstrem.
- Sosiobudaya dan spiritual
2.1.3 Gejala Skizofrenia
Menurut (Azizah, 2016) gejala yang muncul pada penderita skizofenia adalah sebagai
berikut :
1. Muncul delusi dan halusinasi
Delusi adalah keyakinan/pemikiran yang salah dan tidak sesuai kenyataan, namun
tetap dipertahankan sekalipun dihadapkan pada cukup banyak bukti mengenai
pemikirannya yang salah tersebut. Delusi yang biasanya muncul adalah bahwa
penderita skizofrenia meyakini dirinya adalah tuhan, dewa, nabi, atau orang besar
yang penting. Sementara halusinasi adalah panca indera yang tidak sesuai dengan
kenyataa. Misalnya penderita tampak bicara sendiri tetapi ia mempersepsikan ada
orang lain yang sedang ia ajak bicara.
2. Kehilangan energi dan minat untuk menjalani aktivitas sehari-hari, bersenang-
senang, maupun aktivias seksual, berbicara hanya sedikit, gagal menjalin
hubungan yamg dekat dengan orang lain, tidak memikirkan konsekuensi dari
tindakannya, menampilkan ekspresi emosi yang datar, atau bahkan emosi yang
tidak sesuai konteks (mialkan tiba-tiba tertawa atau marah-marah tanpa sebab
yang jelas).
Secara umum, gejalanya dibagi menjadi :
1. Gejala-gejala positif. Termasuk halusinasi, delus, gangguan pemikiran (kognitif).
Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat
diamati oleh orang lain.
8
2. Gejala-gejala negatif. Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena
merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk
kurang atau tidak mampu menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah
danperilaku, kurangnya dorongan untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati
kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (alogia).
3. Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita penyait skizofrenia atau penyakit
psikotik yang lainnya, keberadaan skizofrenia dalam grup ini sangat sulit
dibedakan dengan gangguan kejiwaan seperti autisme, sindrom Asperger, atau
ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan Post Traumatic Stress Dissorder.
Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau skizofrenia pada anak-anak kecil
harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater atau psikolog yang
bersangkutan.
4. Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan faktor
predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan
berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian
skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang
lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal orang memiliki perilaku
atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran
magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi panca indra yang tidak biasa,
pikiran obsesif tidak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat
rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh
dan inkoheren.
2.1.4 Klasifikasi Skizofrenia
Menurut Maramis (2009) skizofrenia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Gejala Positif Gejala positif terdiri dari waham, halusinasi, dan gejala katatonik
maupun gangguan psikomotor yang lain.
2. Gejala Negatif Gejala negatif terdiri dari gangguan proses pikir, gangguan emosi,
gangguan kemauan seta autisme.
2.1.5 Proses Perjalanan Penyakit
Perjalan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu.
Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa
fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif dan keadaan residual
(Buchanan, 2005). Pola gejala premorbid merupakan tanda penyakit pertama
skizofrenia, walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif.
9
Karakteristik gejala skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan
masa dewasa akan diikuti dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung
beberapa hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat
berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif
terhada pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita
mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot,
kelemahan dan masalah pencernaan (Sadock, 2003).
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis,
yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien
skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai
tidak ada. Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata
secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (Buchanan, 2005).
2.1.6 Pembagian Skizofrenia
Menurut PPDGJ-III (Maramis, 2013) klasifikasi skizofrenia meliputi :
1. Skizofrenia Paranoid
Gejala utama kecurigaan (halusinasi), kemarahan dan waham
2. Skizofrenia Hebefrenik
Gejalanya meliputi gangguan proses fikir, gangguan kemauan. Afek klien dangkal
tidak wajar, sering disertai oleh cekikikan atau perasaan puas sendiri, senyum
sendiri, pembicaraan tak menentu.
3. Skizofrenia Katatonik
Gejalanya utamanya gelisah, gaduh dan stress. Aktivitas motorik yang berlebihan
terlihat tanpa tujuan dan tidak dipengaruhi stimulasi eksternal.
4. Skizofrenia Tak Terinci
Gejala yang muncul sulit untuk digolongkan pada tipe skizofrenia tertentu.
5. Skizofrenia Psiko-afektif
Adanya gejala umum emosi berlebihan dan kemunduran kemauan.
6. Skizofrenia Simplek
Adanya gejala skizofrenia yang menonjol dengan disertai gejala depresi atau
mania.
2.1.7 Manifestasi Klinis
Secara general gejala serangan skizofrenia dibagi menjadi 3 yaitu gejala positif, gejala
negatif dan gejala kognitif ( Maramis, 2005 & Sinaga,2007) yaitu :
10
1) Gejala positif
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu
menginterpretasikan dan merespons pesan atau rangsangan yang datang. Klien
skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya
tidak ada atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory
hallucinations, gejala yang biasanya timbul yaitu klien merasakan ada suara dari
dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan menyejukan hati, memberi kedamaian, tapi
kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya, seperti
bunuh diri.
Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam
menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Misalnya
penderita skizofrenia, lampu traffic di jalan raya yang berwarna merah, kuning, hijau,
dianggap sebagai suatu isyaratdari luar angkasa. Beberapa penderita skizofrenia
berubah menjadi paranoid, mereka selalu merasa sedang di amat-amati, diikuti atau
hendak diserang.
Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah dimana klien skizofrenia tidak
mampu mengatur pikirannya. Kebanyakan klien tidak mampu memahami hubungan
antara kenyataan dan logika. Ketidakmampuan dalam berpikir mengakibatkan
ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan. Hasilnya, kadang penderita
skizofrenia tertawa atau berbicara sendiri dengan keras tanpa mempedulikan
sekelilingnya.
Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa memahami siapa dirinya,
tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia, juga tidak bisa mengerti
kapan dia lahir, dimana dia berada dan sebagainya.
2) Gejala negatif
Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis yaitu kehilangan minat
dalam hidup yang membuat klien menjadi orang pemalas. Karena klien hanya
memiliki minat sedikit, mereka tidak bisa melakukan hal-hal lain selain tidur dan
makan. Perasaan yang tumpul membuat emosinya menjadi datar. Klien skizofrenia
tidak memiliki ekspresi yang baik dari raut muka maupun gerakan tangannya, seakan-
akan dia tidak memiliki emosi apapun. Mereka mungkin bisa menerima perhatian dari
orang lain tapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.
Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu
menjadi bagian dari hidup klien skizofrenia. Mereka tidak merasa memiliki perilaku
11
yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang lain. Depresi
yang berkelanjutan akan membuat klien menarik diri dari lingkungannya dan merasa
aman bila sendirian. Dalam beberapa kasus skizofrenia sering menyerang pada usia
antara 15-30 tahun dan kebanyakan menyerang saat usia 40 tahun ke atas.
3) Gejala kognitif
Yaitu permasalahan yang berhubungan dengan perhatian, tipe-tipe ingatan
tertentu dan fungsi yang memungkinkan kita untuk merencanakan mengorganisasikan
sesuatu.
2.1.8 Pathway
Ya Tidak
Riwayat penggunaan
zat secara patologis
13
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri.
2. Faktor presipitasi
Adalah penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000:59) faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri.
Misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes
melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan
diri, seperti penggunaan sabun, sampo, dan lain-lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
14
Pada kesehatan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya.
1. Pola perawatan diri seimbang : saat pasien mendapatkan stressor dan mampu
untuk berperilaku adaptif maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawtan diri.
2. Kadang melakukan perawtan diri kadang tidak : saat pasien mendapatkan
stressor kadang-kadang pasien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak
bisa melakukan perawatan saat stres
2.2.2.3 Mekanisme Koping
Stuart (2016) mengungkapkan pada fase gangguan jiwa aktif, pasien menggunakan
beberapa mekanisme pertahanan yang tidak didasari sebagai upaya untuk melindungi diri dari
pengalaman menakutkan yang disebabkan oleh penyakit mereka.
1. Regresi : berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan pengeluaran
sejumlah besar tenaga dalam upaya untuk mengelola ansietas, menyisakan sedikit
tenaga untuk aktivitas sehar-hari.
2. proyeksi: upaya untuk menjelaskan persepsi yang membingungkan dengan
menetapkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu.
15
4. Pengingkaran: sering digunakan oleh klien dan keluarga. Mekanisme koping ini
adalah sama dengan penolakan yang terjadi setiap kali seorang menerima informasi
yang menyebabkan rasa takut dan ansietas.
2.2.2.4 Sumber Koping
Stuart (2016) menjelaskan gangguan jiwa adalah penyakit menakutkan dan sangat
menjengkelkan yang membutuhkan penyesuaian oleh pasien dan keluarga. Sumber daya
keluarga, seperti pemahaman orang tua tentang penyakit, ketersediaan keuangan,
ketersediaan waktu dan tenaga, dan kemampuan untuk memberikan dukungan yang
berkelanjutan, memengaruhi jalan nya penyesuaian setelah gangguan jiwa terjadi. Proses
penyesuaian setelah gangguan jiwa terjadi terdiri dari 4 tahap dan dapat berlangsung mungkin
selama 3 sampai 6 tahun:
1. Disonansi kognitif
Disonansi kognitif melibatkan pencapaian keberhasilan farmakologi untuk
menurunkan gejala dan menstabilkan gangguan jiwa aktif dengan memilih kenyataan
dari ketidaknyataan setelah episode pertama.
2. Pencapaian wawasan
Permulaan wawasan terjadi dengan kemampuan melakukan pemeriksaan terhadap
kenyataan yang dapat dipercaya.
3. Kognitif yang konstan
Kogniktif konstan termasuk melanjutkan hubungan interpersonal yang normal dan
kembali terlibat dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan dengan
sekolah dan bekerja.
4. Bergerak menuju prestasi kerja atau tujuan pendidikan
Tahap ini termasuk kemampuan untuk secara konsisten terlibat dalam kegiatan harian
yang sesuai dengan usia hidup yang merefleksikan tujuan sebelum gangguan jiwa.
Isolasi sosial
16
Defisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias
17
2.2.5 Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan, terhadap ini terdiri
atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data ini
terdiri dari data biologis, psikologis, sosial, spiritual (Sutejo, 2017).
Pengumpulan data Menurut Nikmatur & Syaiful, (2016) data dibedakan menjadi
dua, yaitu :
1) Data subyektif Data yang diperoleh dari pasien, data ini dapat melalui
wawancara oleh perawat kepada klien dan keluarga.
2) Data objektif Data yang ditemukan secara nyata, data ini diperoleh
melalui observasi dan pemeriksaan fisik.
18
4) Faktor presipitasi
Faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas , lelah/ lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.
5) Pemeriksaan Fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan
apakah ada keluhan fisik lain yang dirasakan oleh klien.
6) Psikososial
1. Konsep diri
a) Gambaran diri
Kaji adanya perubahan fisik yang sehingga membuat individu
tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b) Proses pikir
- Arus pikiran
Sirkumtansial yaitu pembicaraan yang berbelit tetapi
sampai dengan tujuan pembicaraab dan perseverasi yaitu
pembicaraan yang di ulang berkali-kali. Selain
sirkumtansial dan perseverasi klien dengan halusinasi
visual biasanya juga mengalami gangguan dalam bentuk
blocking yaitu jalan pikiran tiba-tiba berhenti atau berhenti
di tengah sebuah kalimat. Klien tidak dapat menerangkan
kenapa ia berhenti
- Bentuk pikiran
Klien lebih sering diam dan larut dengan menyendiri,
bersikap seperti malas-malasan
- Isi pikiran
Klien merasa lebih senang menyendiri daripada berkumpul
dengan orang lain. Klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah,
klien biasanya waham curiga atau phobia
c) Praktik sosial
Kaji apakah anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan personal higiene.
19
d) Status sosial ekonomi
Kaji tentang latar belakang pekerjaan keluarga dimana berhubungan
dengan personal higiene yang memerlukan alat dan bahan seperti
sabun, pasta gigi , sikat gigi, sampo , alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
e) Pengetahuan
Kaji tentang pengetahuan personal higiene dimana ini sangat
penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan
kesehatan.
f) Budaya
Kaji/ tanyakan jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan
atau kebiasan atau kepercayaan keluarga dan lingkungan.
g) Kebiasaan
Kaji apakah ada kebiasaan klien yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti pengguanaan sabun, samphoo dan lain-
lain.
h) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu (sakit) kaji kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan kaji apakah perlu bantuan untuk melakukannya.
7) Status Mental
1) Penampilan
Cara berpenampilan tidak seperti biasanya, tidak rapi, bau, dan kotor.
2) Pembicaraan
Amati apakah pembicaraan klien cepat, keras, terburu-buru, gagap,
bloking, apatis, lambat, membisu, menghindar, berdiam diri, menutup,
malas, takut, malu, dll.
3) Aktivitas motoric
- Tegang, gelisah, takut, sedih, marah, dll.
- Tik : ekspresi wajah kecil yang tidak disadari
- Grimasem : ekspresi wajah yang berubah-ubah tanpa disadari klien
4) Efek dan emosi
- Labil : emosi klien yang cepat berubah-ubah
- Tidak sesuai : emosi klien yang bertentangan/bertolak belakang dengan
stimulus yang diberikan
20
5) Interaksi selama wawancara
- Bingung
- Bermusuhan
- Curiga
- Halusinasi
6) Persepsi / sensori
Persepsi sensori sebagai penyebabnya
7) Tingkat kesadaran
Tidak sadar, separuung, apatis, dll.
8) Memori
Gangguan daya ingat jangka menengah
9) Tingkat konsentrasi
Konsentrasi menurun, tidak mampu atau mampu.
2. Diagnosa Keperawatan Prioritas
1. Defisit Perawtan Diri
Adapun faktor yang menyebabkan defisit perawatan diri yaitu :penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang
dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan, dan mengurangi masalah pasien
( Hidayat, 2010).
Perencanaan
Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
Tujuan umum :
Klien dapat
meningkatkan minat
dan motivasinya
untuk
memperhatikan
21
kebersihan diri.
TUK I : klien dapat 1. Wajah cerah, 1. Berikan salam setiap
membina hubungan tersenyum berinteraksi.
saling percaya 2. Mau berkenalan 2. Perkenalkan nama, nama
dengan perawat. 3. Ada kontak mata panggilan perawat dan tujuan
Kriteria evaluasi 4. Menerima perawat berkenalan.
dalam berinteraksi kehadiran perawat 3. Tanyakan nama dan panggilan
klien menunjukkan 5. Bersedia kesukaan klien.
tanda-tanda percaya menceritakan 4. Tunjukkan sikap jujur dan
pada perawat perasaannya. menepati janji setiap kali
berinteraksi.
5. Tanyakan perasaan dan
masalah yang dihadapi klien.
6. Buat kontrak interaksi yang
jelas.
7. Dengarkan ungkapan perasaan
klien dengan empati.
8. Penuhi kebutuhan dasar klien.
Perencanaan
Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
TUK 2 : klien 1. Klien dapat 1. Bina hubungan saling percaya
dapat mengenal menyebutkan dengan menggunakan prisip
tentang pentingnya kebersihan diri komunikasi terapeutik.
kebersihan diri. pada waktu 2 kali 2. Diskusikan bersama klien
pertemuan. pentingnya kebersihan diri
2. Mampu dengan cara menjelaskan
menyebutkan pengertian tentang arti bersih
kembali dan tanda-tanda bersih.
kebersihan untuk 3. Dorong klien untuk
kesehataan menyebutkan 3 dari 5 tanda
seperti mencegah kebersihan diri
22
penyakit. 4. Diskusikan fungsi kebersihan
3. Klien dapat diri dengan menggali
meningkatkan pengetahuan klien terhadap hal
cara merawat yang berhubungan dengan
diri. kebersihan diri.
5. Bantu klen mengungkapkan
arti kebersihan diri dan tujuan
memelihara kebersihan diri.
6. Ingatkan klien untuk
memelihara kebersihan diri
seperti : mandi 2 kali pagi dan
sore, sikat gigi minimal 2 kali
sehari (sesudah makan dan
sebelum tidur), keramas dan
menyisir rambut, gunting kuku
jika panjang.
Perencanaan
Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
TUK 3 : klien 1. Motivasi klien untuk mandi
dapat melakukan 1. Klien berusaha 2. Beri kesempatan untuk
kebersihan diri untuk memelihara mandi, beri kesempatan klien
dengan bantuan kebersihan diri untuk mendemonstrasikan
perawat. seperti mandi cara memelihara kebersihan
pakai sabun dan diri yang benar.
disiram pakai air 3. Anjurkan klien untuk
sampai bersih. mengganti baju setiap hari.
2. Mengganti pakaian 4. Kaji keinginan klien untuk
bersih sehari – memotong kuku dan
hari. merapikan rambut
3. Merapikan 5. Kolaborasi dengan perawat
penampilan. ruangan untuk pengelolaan
23
fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti
mandi dan kebersihan kamar
mandi.
6. Bekerjasama dengan
keluarga untuk mengadakan
fasilitas kebersihan diri
seperti odol, sikat gigi,
shampo, pakaian ganti,
handuk dan sandal.
24
Tabel 2.2.5.5 Intervensi Keperawatan TUK 5
Perencanaan
Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
TUK 5 : klien dapat 1. Klien selalu 1. Beri reinforcement positif
mempertahankan tampak bersih dan jika berhasil melakukan
kebersihan diri rapi. kebersihan diri.
secara mandiri
Perencanaan
Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
TUK 6 : klien 1. Keluarga selalu 1. Jelaskan pada keluarga
dapat dukungan mengingatkan hal- tentang penyebab krang
keluarga dalam hal yang minatnya klien menjaga
meningkatkan berhubungan kebersihan diri
kebersihan diri dengan kebersihan 2. Diskusikan bersama keluarga
diri. tentang tindakan yang telah
2. keluarga dilakukan klien selama di RS
menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan dan
untuk membantu kemajuan yang telah dialami
klien dalam di RS.
menjaga 3. Anjurkan keluarga untuk
kebersihan diri. menyiapkan sarana dalam
3. keluarga menjaga kebersihan diri klien.
membantu dan Jelaskan pada keluarga tentang
membimbing klien manfat sarana yang lengkap
dalam menjaga dalam menjaga kebersihan diri
kebersihan diri. klien
25
STRATEGI PELAKSANAAN PADA KLIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI :
Tabel 2.2.5.7 Strategi Pelaksaan
PASIEN KELUARGA
SP 1 SP 1
1. Melatih pasien cara-cara perawatan 1. Diskusikan dengan keluarga tentang
kebersihan diri masalah yang dihadapi keluarga dalam
2. Menjelaskan pentingnya menjaga merawat pasien.
kebersihan dirI 2. Jelaskan pentingnya perawatan diri
3. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga untuk mengurangi stigma.
kebersihan diri 3. Diskusikan dengan keluarga tentang
4. Menjelaskan cara-cara melakukan fasilitas kebersihan diri yang
melakukan kebersihan diri dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga
5. Melatih pasien mempraktekkan cara perawatan diri pasien
menjaga kebersihan diri
SP 2 SP 2
1. Mengajarkan klien melakukan 1. Melatih keluarga mempraktekkan cara
BAB/BAK secara mandiri merawat pasien dengan defisit
2. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang perawatan diri.
sesuai 2. Melatih keluarga melakukan cara
3. Menjelaskan cara membersihkan diri merawat langsung kepada pasien
setelah BAB/BAK dengan defisit perawatan diri.
4. Menjelaskan cara membersihkan
tempat BAB/BAK
SP 3 SP 3
1. Membantu klien latihan berhias 1. Membantu keluarga membuat jadwal
2. Berpakaian, menyisir rambut, berhias aktivitas dirumah
2. Memberi tahu keluarga untuk selalu
mengingatkan pasien tentang
kebersihan dirinya dan membantu
dalam perawatannya,
26
3. Menjelaskan follow up pasien setelah
pulang
4. Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan di sesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan,
perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan klien, dengan prinsip ketidaktahuan, ketidakmauan, dan ketidakmampuan
sesuai kondisi saat ini.
(Keliat, 1999 : 15).
5. Evaluasi
Evaluasi proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons klien tehadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu evaluasi proses
atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif
dilakukan dengan membadingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah
ditentukan.
S : Respons subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O : Respons objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A : Analisa ulangan atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul. masalah baru ada data yang kontradikasi dengan
masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respons klien.
Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi agar dapat melihat
perubahan dan berupaya mempertahankan dan memelihara. Pada evaluasi sangat
diperlukan reinforcement untuk menguatkan perubahan yang positif. Klien dan
keluarga juga dimotivasi untuk melakukan self reinforcement (Keliat, 2009 : 15–
16)
Rencana tindak lanjut dapat berupa :
a. Rencana teruskan, jika masalah tidak berubah.
b. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua
b. tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum
c. memuaskan.
d. Rencana dibatalkan jika di temukan masalah baru dan
27
e. bertolak belakang dengan masalah yang ada serta
f. diagnosa lama dibatalkan.
g. Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah
h. tercapai dan yang perlukan sudah memelihara dan
i. mempertahankan kondisi yang baru.
28