Anda di halaman 1dari 23

1.

FARMAKOEPIDEMIOLOGI
KAJIAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT INFEKSI SALURAN PENCERNAAN
YANG DISEBABKAN OLEH AMUBA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN
Penyakit infeksi saluran pencernaan dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan protozoa.
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri dikenal sebagai disentri basiler yang disebabkan
oleh bakteri shigella, sedangkan infeksi yang disebab-kan oleh protozoa dikenal sebagai
disentri amuba.

II. TUJUAN
Tersedianya informasi tentang masalah disentri amuba berdasarkan kajian
epidemiologi.

III. TEORI
Gejala klinik amebiasis bergantung pada lokalisasi dan beratnya infeksi. Pada
sebagian besar orang yang terinfeksi, E. histolytica hidup sebagai organisme komensal di
dalam usus besar dan tidak menimbulkan gejala. Ada dua aspek utama pencegahan yaitu
dari aspek higiene perorangan dan sanitasi lingkungan. Higiene perorangan lebih terfokus
dalam hal perilaku individu dalam upaya memutus rantai penularan.

V. KESIMPULAN
Upaya pencegahan dan pengendalian disentri amuba dapat terlaksana dengan baik
jika masyarakat dapat menerapkan pola hidup bersih.

DAFTAR PUSTAKA
Andayasari, L. 2011. Kajian Epidemiologi Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan yang
Disebabkan Oleh Amuba Di Indonesia. Media Litbang Kesehatan Vol.1 Nomor 1.

1
2. FARMAKOLOGI KLINIK
ANTIBIOTIKA, RESISTENSI, DAN RASIONALITAS TERAPI

I. PENDAHULUAN
Pemakaiannya selama 5 dekade terakhir mengalami peningkatan yang luar biasa, hal
ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga menjadi masalah di negara maju seperti
Amerika Serikat.

II. TUJUAN
Memberikan informasi mengenai resistensi antibiotika dan bagaiamana cara
pencegahan penggunaan antibiotika secara irasional.

III. TEORI
Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri dengan
pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal yang seharusnya atau kadar
hambat minimalnya (Jawetz, 1997). Secara garis besar dapat dipakai prinsip-prinsip
umum berikut : penegakan diagnosis infeksi, kemungkinan kuman penyebabnya, apakah
antibiotika benar-benar diperlukan?, jika diperlukan antibiotika, penentuan dosis, cara
pemberian, lama pemberian, dan evaluasi efek obat.

V. KESIMPULAN
Dokter sebagai klinisi, masyarakat luas sebagai pengguna, pemerintah sebagai
pemegang regulasi, farmasi sebagai distributor.

DAFTAR PUSTAKA
Jawetz, E. 1997. Principle of antimicrobial drug action. Basic and clinical pharmacology.
Third edition. Appleton and Lange, Norwalk.
Utami, E. R. 2012. Antibiotika, Resistensi dan Rasionalitas Terapi. Sainstis. Volume 1,
Nomor 1.

2
3. FUMIGASI
FUMIGASI, SALAH SATU TEKNIK PEMBERANTASAN RODENT DI KAPAL
LAUT

I. PENDAHULUAN
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) mempunyai tugas pokok mencegah masuk
dan keluarnya penyakit karantina pemeliharaan dan peningkatan sanitasi lingkungan
di pelabuhan, kapal laut, dan pesawat udara dengan cara salah satunya fumigasi.

II. TUJUAN
Tujuan dibuatnya paper ini oleh penulis yaitu untuk memberikan informasi mengenai
pengendalian hama tikus di dalam kapal laut dengan menggunakan teknik fumigasi.

III. TEORI
Upaya pemeriksaan sanitasi kapal dilakukan untuk mengetahui tingkat sanitasi
kapal dan pemeriksaan adanya kehidupan tikus di kapalSalah satu cara
pemberantasan tikus di kapal adalah dengan cara fumigasi. Fumigasi kapal adalah
salah satu teknik yang berguna menghindari kemungkinan penyebaran pes bubo oleh
tikus atau pinjal tikus. Pelaksanaan pemberantasan tikus di kapal dilakukan dengan
fumigasi menggunakan fumigant HCN maupun CH3Br.

IV. KESIMPULAN
Salah satu upaya mencegah timbulnya penyakit pes di kapal dan di pelabuhan
adalah dengan cara Deratization atau tindakan hapus tikus, yaitu fumigasi. Bahan
fumigan yang direkomendasikan di Indonesia adalah HCN dan CH3Br.

DAFTAR PUSTAKA
Soejoedi, H. 2005. Pengendalian Rodent, Suatu Tindakan Karantina. Jurnal Kesehatan
Lingkungan, Vol. 2, No. 1, Juli: 2005: 53-66.

3
4. GEJALA
TIPES, PENYAKIT YANG MENANTANG

I. PENDAHULUAN
Penyakit demam tipes merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjangkit
oleh masyarakat Indonesia, terutama di saat perubahan musim ketika ketersediaan air
bersih mulai sulit, ataupun ketika kebersihan lingkungan sulit terkendali.

II. TUJUAN
Tujuan penulis membuat ringkasan kali ini, yaitu untuk memberikan informasi
mengenai penyakit demam tipes.

III. TEORI
Demam tipes yang banyak muncul di masa perubahan cuaca meliputi Typhoid fever
(disebabkan oleh bakteri Salmonella thypii) dan Paratyphoid fever (disebabkan oleh
bakteri Salmonella parathypii). Penularan terjadi jika makanan, minuman, maupun alat
makan secara langsung/tidak langsung telah tercemari oleh bakteri Salmonella sp. Gejala
klinik yaitu Tipes umunya banyak menyerang usus (usus memborok dan menipis).
Biasanya tanda-tanda penyakit muncul sekitar 8-14 hari setelah tertulari (1-10 hari untuk
demam paratipes).

IV. KESIMPULAN
Menjaga pola hidup sehat agar senantiasa sistem imun kita kuat dan kebal melawan
berbagai kuman.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Amien, Rasyid M. 2013. Tipes, Penyakit Yang Menantang. MPA 320 (dalam buletin
Syifa)

4
5. GENERALISATA
TETANUS GENERALISATA DENGAN JARINGAN NEKROTIK DIGITI III
PEDIS SINISTRA: SEBUAH LAPORAN KASUS

I. PENDAHULUAN
Tetanus adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh eksotoksin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani menyerang sistem saraf pusat, ditandai dengan peningkatan kekakuan
umum dan kejang-kejang otot rangka tanpa gangguan kesadaran.

II. TUJUAN
Pengkajian Tetanus Generalisata dengan penanganan yang tepat.

III TEORI
Gambaran klinis tetanus awalnya timbul kejang otot sekitar luka, gelisah,lemah,
cemas, mudah tersinggung dan sakit kepala. Diagnosis tetanus adalah berdasarkan
riwayat/anamnesis dan tanda klinis saja, tidak ada tes laboratorium yang spesifik untuk
penyakit ini. Pengobatan tetanus adalah dengan pemberian antitoksin tetanus, pemberian
antibiotik, pemberian cairan untuk nutrisi dan obat-obatan untuk mengontrol kejang.

V. KESIMPULAN
Pengobatan tetanus adalah dengan pemberian antitoksin tetanus, pemberian antibiotik,
pemberian cairan untuk nutrisi dan obat-obatan untuk mengontrol kejang.

DAFTAR PUSTAKA
Akdur o, Ozhan s, Koyuncu, Ikichi M. A forgotten diagnosis in emergency departemen
tetanus. Bratis lek listy 2011;112.469-471.
Cook M, Protheroe T, Handel M.Tetanus: a review of the literature. Br J Anaesth 2001;
87.3477-487.

5
6. GENERIK
Analisis Kebijakan Penggunaan Obat Generik di Indonesia serta Dampaknya pada
Biaya Belanja Obat Masyarakat (Studi Kasus pada Obat Penyakit Diabetes
Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik)

I. PENDAHULUAN
Obat generik sebagai obat imitasi (tiruan) dari obat yang sudah melebihi siklus
hidupnya (mature drug) dan dipasarkan menggunakan nama zat aktif dari obat yang
sudah tidak diproteksi atau disebut dengan obat paten.

II. TUJUAN
Mengetahui informasi tentang oabat generik.

III TEORI
Tingginya pendapatan industri farmasi di Indonesia, salah satunya berasal dari hasil
penjualan obat. Pemerintah memberikan alternatif dalam berobat yaitu dengan obat
generik. Obat generik atau obat imitasi (tiruan) dari obat yang sudah melebihi siklus
hidupnya (mature drug) dan dipasarkan menggunakan nama zat aktif dari obat yang
sudah tidak diproteksi atau disebut dengan obat originator . Peresepan tersebut sangat
berpengaruh pada kecenderungan konsumen untuk memilih suatu jenis obat.

V. KESIMPULAN
Obat generik berpengaruh pada peresepan dari dokter untuk pasien.

DAFTAR PUSTAKA
B. Palanimuthu, "Tingkat Pengetahuan Diet Pasien Diabetes Mellitus Serta
Komplikasinya Di Poli-Endokrinologi, Departmen Ilmu Penyakit Dalam, Rsup
Haji Adam Malik, Medan, Tahun 2010," 2011.

6
7. General And Specific Protection (Perlindungan umum dan khusus terhada
penyakit-penyakit tertentu)
Spesifikasi : Penyakit Ibu dan Anak

I. PENDAHULUAN
Tindakan yang masih dimaksudkan untuk mencegah penyakit, menghentikan proses
interaks bibit penyakit-pejamu-lingkungan dalam tahap prepatogenesis, tetapi sudah
terarah pada penyakit tertentu. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat tetapi
memiliki risiko terkena penyakit tertentu

II. TUJUAN
Menurunkan kematian (mortality) dan kejadian sakit (morbility) di kalanmgan ibu,
ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu selama kehamilan, bersalin dan menyusui.

III TEORI
Secara umum ‘pencegahan’ atau ‘preventiv’ dapat diartikan sebagai ‘tindakan yang
dilakukan sebelum peristiwa yang diharapkan (atau diduga) akan terjadi, sehingga
peristiwa tadi tidak terjadi atau dapat. Upaya pencegahan primer adalah upaya
pencegahan yang umumnya bertujuan meningkatkan taraf kesehatan
individu/keluarga/masyarakat, misalnya, penyuluhan kesehatan, perbaikan gizi,
penuyusunan pola gizi memadai.

IV. KESIMPULAN
Peningkatan hygiene perorangan dan perlindungan terhadap lingkungan yang tidak
menguntungkan, perlindungan tenaga kerja terhadap setiap kemungkinan timbulnya
penyakit akibat kerja.

DAFTAR PUSTAKA
Wahyuni Intan. Pencegahan Penyakit pada Ibu dan Anak. 2013.

7
8. HIGINE PERORANGAN
ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE PERORANGAN TERHADAP
KEJADIAN KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI PULAU
BARRANG LOMPO KOTA MAKASSAR TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN
Infeksi Kecacingan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
yang masih tinggi prevalensinya terutama pada kelompok umur.

II. TUJUAN
Meningkatkan kesadaran dalam tindakan kebersihan guna mencegah terjadinya infeksi
cacing.

III TEORI
Menurut Mardiana dkk (2000) salah satu cara penularan cacing usus adalah
melalui kuku yang tercemar oleh telur cacing infektif terutama pada anak usia sekolah
dasar. Cuci tangan memakai sabun dan air mengalir pada 5 waktu CTPS yakni sebelum
makan, setelah bermain, setelah BAB, setelah menyentuh hewan, dan sebelum menjamah
bahan makanan. Kebiasaan memakai alas kaki pada saat keluar rumah yang dimaksudkan
adalah kebiasaan responden memakai sepatu dan atau sandal ketika keluar bermain dan
ke sekolah.

IV. KESIMPULAN
Faktor praktik hygiene perorangan yakni kebiasaan mencuci tangan pakai sabun,
kebiasaan memakai alas kaki pada saat keluar rumah, kebiasaan memotong kuku dan
kebiasaan BAB pada tempatnya.

DAFTAR PUSTAKA
CDC. 2010. Parasities soil transmitted helminths. Diakses pada tanggal 13 November
2012 <http://www.cdc.gov/parasites/sth/>.

8
9. IMUNITAS
SISTEM IMUNITAS PADA TUBUH MANUSIA

I. PENDAHULUAN
Sistem imun yang bekerja dengan benar akan melindungi tubuh terhadap
infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam
tubuh.
II. TUJUAN
Mengetahui gangguan apa saja yang dapat mengenai sistem kekebalan
tubuh manusia.
III. TEORI
Sistem kekebalan tubuh atau sistem imun adalah sistem perlindungan dari
pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel.
IV. PEMBAHASAN
Beberapa contoh gangguan pada sistem kekebalan tubuh : Alergi atau
hipersensivitas adalah respons imun yang berlebihan terhadap senyawa yang
masuk ke dalam tubuh. Autoimunitas merupakan gangguan pada sistem
kekebalan tubuh saat antibodi yang diproduksi justru menyerang sel-sel tubuh
sendiri karena tidak mampu membedakan sel tubuh sendiri dengan sel asing.
Autoimunitas dapat disebabkan oleh gagalnya proses pematangan sel T di
kelenjar timus.
V. KESIMPULAN
Untuk mempertahankan sistem kekebalan tubuh, kita harus menjaga
kesehatan tubuh kita dengan cara memakan makanan yang bernutrisi dan juga
berolahraga yang teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Intan. 2012. Imunitas Pada Tubuh Manusia. https:// www. Academia.edu
/7537645/MAKALAH_BIOLOGI_SISTEM_IMUNITAS_PADA_TUBUH_
MANUSIA (diakses pada tanggal 30 september 2014).

9
10. INDIVIDU YANG KEBAL
MULTIDRUGS RESISTANCE

I. PENDAHULUAN
Resistensi suatu bakteri dapat terjadi karena pemberian antibiotik yang tidak tepat
dosis, tidak tepat diagnosis, tidak tepat bakteri penyebab

II. TUJUAN
Mengetahui informasi tentang resistensi.

III. TEORI
Multi Drug Resistance atau MDR adalah suatu istilah bagi suatu bakteri yang
resisten terhadap lebih dari 3 antibiotik. Untuk bakteri Staphylococcus aureus yang
multidrugs resistance dikenal sebagai MRSA (Metisilin Resisten S. aureus) umumnya
bakteri ini resisten terhadap antibiotik golongan betalaktam, kemudian dikenal juga
Extended Betalactamase (ESBL) umumnya adalah bakteri Gram negatif.

IV. KESIMPULAN

Resistensi bakteri terhadap suatu antibiotik dapat disebabkan oleh beberapa hal
yaitu terbentuknya MRSA, Extended betalactamase, Protein effluxs. Perubahan ini
bisa terjadi adalah karena adanya mutasi terutama pada sisi aktif dari masing-masing
bentuk resistensi. Untuk menghindari terjadinya bentuk mutasi, maka seorang tenaga
kesehatan harus benar-benar memberikan antibiotik terhadap penderita harus sesuai
dengan kaidah yang telah ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA
Dicky. 2013. Resistance Multidrugs http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2013/06/multidrugs_resistance2.pdf. (diakses pada tanggal 01
Oktober 2014).

10
11. INFEKSI
PENATALAKSANAAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT

I. PENDAHULUAN
ISPA merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi.

II. TUJUAN
Mengetahui upaya pemberantasan ISPA dengan prioritas kepada penatalaksanaan
kasus ISPA pada bayi dan anak-anak dalam upaya menurunkan angka mortalitas dan
morbilitas.

III. TEORI
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, meliputi saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah infeksi
saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.

IV. KESIMPULAN
Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua
pihak, yaitu peranserta masyarakat terutama ibu-ibu, dokter, para medis dan kader
kesehatan untuk menunjang keberhasilan menurunkan angka, kematian dan angka
kesakitan sesuai harapan pembangunan nasional.

DAFTAR PUSTAKA
Handayani. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit.
https://www.academia.edu/5459227/Faktor (diakses pada tanggal 01 Oktober 2014).
Muhammadar. 2012. Infeksi. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/147/jtptunimus-gdl-
muhammadar-7337-2-babi.pdf (diakses pada tanggal 02 Oktober 2014).

11
12. INFEKSI NOSOKOMIAL
SURVEILANS INFEKSI NOSOKOMIAL
I. PENDAHULUAN
Surveilans adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dan
sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data, interpretasi data dan diseminasi
informasi hasil interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan.

II. TUJUAN
Pengendalian infeksi nosokomial yaitu mengurangi risiko terjadinya endemic dan
epidemic dari infeksi nosokomial pada pasien.

III. TEORI

Infeksi nosokomial atau yang dalam bahasa inggris disebut health care-associated


infections adalah infeksi yang didapat seseorang  saat mereka mendapat perawatan untuk
penyakit di luar infeksi tersebut. Infeksi nosokomial disebabkan oleh agen-agen
penyebab infeksi yang umum seperti bakteri, virus, dan jamur. Infeksi muncul saat
pertahanan tubuh menurun atau penggunaan obat atau prosedur medis tertentu.

IV. KESIMPULAN

Penerapan kebersihan yang baik, penggunaan antibiotik yang benar dan hati-hati, dan
peningkatan kualitas teknik dan alat-alat dapat menurunkan angka kejadian infeksi
nosokomial.

DAFTAR PUSTAKA
Hendrick. 2011. Preventive. http://www.health.gov/hai/prevent_hai.asp (diakses pada
tanggal 1 Oktober 2014).
Muhaimin. 2013. Infeksi Nosokomial. http://www.kerjanya.net/faq/6564-infeksi-
nosokomial.html. (diakses pada tanggal 02 Oktober 2014).

12
13. INFEKSI YANG TIDAK KELIHATAN (INAPPARENT INFECTION)

I. PENDAHULUAN

Infeksi adalah masuk dan berkembang nya agen infeksi ke dalam tubuh
seseorang atau hewan. Pada keadaan ini bisa diakibatkan oleh bakteri atau
virus yang pathogen yang dapat merugikan inang

II. TUJUAN
Mengetauhi informasi mengenai infeksi yang tidak keliatan / terlihat
danmengetahui tanda-tanda penyakit tersebut.

III. TEORI
Orang yang terkena infeksi yang tidak terlihat (inapparent infection) tidak
terjangkit penyakit atau gejalanya. Namun bisa menularkan ke orang lain. Ini
lebih sering terjadi dibandingkan kasus klinis akut. Contohnya : dari 100
orang yang terinfeksi virus poliomyelitis hanya 1 yang mengalami kejang-
kejang. 4 lainnya hanya mengalami sakit biasa seperti demam, perasaan tidak
nyaman, perasaan ingin muntah, dan muntah-muntah.

Daftar Pustaka
Nelson Kenrad E. Epidemiology of Infectious Disease : General Principles.
Bartlet and jones publisher. Chapter 2. 2013.

13
14. INFESTASI (INFESTATION)

I. PENDAHULUAN

Infestasi adalah penyusupan organisme parasit kedalam tubuh sehingga mereka


berkembang biak dalam jumlah yang besar dan merugikan kesehatan. infestasi biasanya
mengacu pada organisme yang besar bukan mikroorganisme (dalam hal ini disebut
infeksi). Contoh organism yang dapat melakukan infestasi adalah cacing, kutu, dan
scabies.

II. TUJUAN
Mengetahui informasi tentang infestasi suatu penyakit.

III. TEORI
Cacing gelang (ascaris lumbricoides) adalah parasit terbesar yang bisa infestasi di
tubuh manusia khususnya usus. Banyak terdapat di kondisi yang sanitasinya jelek, biasa
berkembang di daerah tropis dan subtropics. Pasien dengan ascaris lumbricoides biasanya
tidak mengalami gejala apapun (asymptomatic) maupun gejala klinis seperti perasaan
muntah, berkurang nafsu makan, nyeri perut, dan lainnya.

IV. KESIMPULAN
Cacing gelang merupakan parasite yang meninfestasi pada tubuh manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Sharma UK, Rauniyar RK, Bhatta N. Roundworm Infestation Presenting as Acute
Abdomen in Four cases – sonographic diagnosis. Department of radiodiagnosis:
Kathmandu University Medical journal (2005) vol.3, no. 1, issue 9, 87-90.
Department of health service. Guidelines for the control and prevention of bed bug
infestations in California. State of California – health and human service agency.

14
15. ISOLASI KETAT

I. PENDAHULUAN

Terus munculnya ancaman kesehatan dalam bentuk penyakit menular membuat para
praktisi kesehatan membuat langkah pencegahan dan pengendalian. Isolasi ketat
merupakan salah satu upaya pencegahan untuk tidak menularkan kepada orang lain.

II. TUJUAN

Mengetahui informasi tentang isolasi ketat suatu penyakit.

III. TEORI
Penyakit yang harus diisolasi ketat adalah penyakit yang biasanya menular dan
berbahaya serta berpotensi untuk menjadi wabah. Penularan biasanya terjadi lewat kontak
langsung, darah, udara, eksresi manusia, benda yang telah di pakai penderita, dan lainnya.
Contoh penyakit yang bisa menular adalah tuberkolis, pneumonia, infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA), kolera, demam berdarah dan lainnya. Oleh karena itu ruang
isolasi ketat bertujuan untuk mengisolasi penderita agar tidak menularkan penyakit
kepada orang lain.

IV. KESIMPULAN

Usaha pencegahan dan penanganan penyakit yang menular di ruang isolasi


dengan melakukan promosi kebersihan lingkungan dan gaya hidup guna memperbaiki
kualitas hidup penderita dan orang disekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA
World health Organization. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Pedoman Interim WHO. WHO/CDS/EPR/2007.6.

15
16. ISOLASI KONTAK

I. PENDAHULUAN

Penyakit/pathogen yang menular merupakan masalah yang terus


berkembang, dan penularan pathogen merupakan masalah yang terus
berkembang. Isolasi kontak merupakan salah satu penanganan terhadap
penyakit menular namun tidak berbahaya seperti diare dan influenza.

II. TUJUAN
Mengetahui informasi tentang isolasi kontak suatu penyakit.

III. TEORI
Penyakit yang harus diisolasi kontak adalah penyakit yang menular namun
tidak berbahaya seperti diare dan influenza. Penderita di ruangan isolasi
kontak biasanya penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Sehingga petugas
kesehatan jika ingin kontak dengan pasien seperti mengurus eksresi pasien,
memberesi kasur, memberi makan, dan hal lain yang dimungkinkan kontak
langsung dengan pasien, maka petugas kesehatan wajib memakan sarung
tangan, masker, baju khusus agar tidak tertular.

IV. KESIMPULAN

Melakukan promosi kebersihan lingkungan dan gaya hidup guna


memperbaiki kualitas hidup penderita dan orang disekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA
World health Organization. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di

16
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pedoman Interim WHO.
WHO/CDS/EPR/2007.6

17. ISOLASI PERNAPASAN

I. PENDAHULUAN

Ruang Isolasi adalah pemisahan penderita yang terinfeksi untuk


mencegah atau mengurangi terjadinya penularan baik langsung maupun tidak langsung
dari orang atau binatang yang rentan

II. TUJUAN

Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam tentang Isolasi Pernapasan yang
merupakan bagian dalam epidemiologi.

III. TEORI

Ruang isolasi adalah ruangan khusus yang terdapat di rumah sakit yang merawat
pasien dengan kondisi medis tertentu terpisah dari pasien lain ketika mereka mendapat
perawatan medis dengan tujuan mencegah penyebaran penyakit, mengurangi risiko serta
mampu merawat pasien menular agar tidak terjadi atau memutus siklus penularan
penyakit melindungi pasien dan petugas kesehatan.

IV. KESIMPULAN

Isolasi pernafasan, dimaksudkan untuk mencegah penularan jarak dekat melalui


udara, diperlukan ruangan bersih untuk merawat penderita, namun mereka yang
menderita penyakit yang sama boleh dirawat dalam ruangan yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

17
Sintia, Dita. 2013. Makalah Prosedur Ruang Isolasi.
http://ditasintia.blogspot.com/2013/03/makalah-prosedur-perawatan-ruang-
isolasi.html, diakses tanggal 30 September 2014.

18. ISOLASI TERHADAP TUBERCULOSA ( TBA )

I. PENDAHULUAN

Macam – macam isolasi yaitu Isolasi ketat, Isolasi kontak, Isolasi pernapasan, Isolasi
terhadap Tuberculosa ( TBA ), dan Kehati – hatian terhadap penyakit Enterie.

II. TUJUAN

Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam tentang Isolasi Terhadap Tuberculosa
( TBA ) yang merupakan bagian dalam epidemiologi.

III. TEORI
Isolasi terhadap Tuberculosis (Isolasi BTA), ditujukan bagi penderita TBC paru
dengan BTA positif atau gambaran radiologisnya menunjukkan TBC aktif. Spesifikasi
kamar yang diperlukan adalah kamar khusus dengan ventilasi khusus dan pintu tertutup.
Sebagai tambahan dibutuhkan masker khusus tipe respirasi dibutuhkan bagi mereka
yang masuk ke ruangan perawatan, lab jas diperlukan untuk mencegah kontaminasi pada
pakaian dan sarung tangan tidak diperlukan.

IV. KESIMPULAN
Isolasi terhadap TBC haurs lebih dikhususkan dikarenakan penularannya mudah
dan cepat.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
364/ Menkes/ SK/V/2009 Tentang Pedoman Penanggulangan Tuberculosa
(TB). Jakarta.

18
Sintia, Dita. 2013. Makalah Prosedur Ruang Isolasi.
http://ditasintia.blogspot.com/2013/03/makalah-prosedur-perawatan-
ruang-isolasi.html, diakses tanggal 30 September 2014.

19. JAUNDICE

I. PENDAHULUAN

Penyakit kuning atau bahasa ilmiahnya disebut dengan icterus atau jaundice adalah
penyakit yang disebabkan oleh adanya perubahan pada warna kulit, sclera (bagian putih
pada mata) dan juga kelenjar ludah yang disebabkan oleh meningkatnya bilirubin pada
tubuh manusia

II. TUJUAN

Untuk mengetahui dan memahami tentang jaundice yang merupakan bagian dalam
istilah epidemiologi.

III. TEORI

Jaundice adalah perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi yang baru lahir.
Jaundice terjadi karena darah bayi mengandung kelebihan bilirubin, pigmen berwarna
kuning pada sel darah merah. Jaundice adalah kondisi umum, terutama pada bayi lahir
sebelum usia kehamilan 38 minggu (bayi prematur) dan bayi yang diberi ASI

IV. KESIMPULAN

Jaundice biasanya dikarenakan adanya kelebihan bilirubin (hiperbilirubinemia).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Jaundice. http://meetdoctor.com/topic/jaundice#, diakses
tanggal 30 September 2014.

19
Judarwanto, Widodo. 2013. Penyebab dan Penanganan Bayi Kuning
(IkterusNeonatorum).http://drwidodojudarwanto.com/2013/09/22/penye
bab-dan-penanganan-bayi-kuning-ikterus-neonatorum/, diakses tanggal
30 September 2014.

20. JALUR FEKAL - ORAL

I. PENDAHULUAN

Jalur fekal-oral adalah rute penularan penyakit dari feses ke mulut, dimana kuman
yang dikeluarkan dari tubuh penderita melalui feses dapat menulari orang lain bila
tertelan melalui kontaminasi suplai air, sentuhan tangan di kamar mandi dan dapur,
memakan makanan yang terkontaminasi oleh lalat, dll. (Timmerck, 2005)
II. TUJUAN

Untuk mempelajari dan mengetahui tentang jalur fekal oral yang merupakan bagian
dalam istilah epidemiologi.

III. TEORI
Dari ribuan kuman, bakteri, dan virus yang sudah berhasil diidentifikasi, hanya
sejumlah kecil saja yang bisa menimbulkan penyakit, terutama yang patogen
( Sabiston, 1995) dan (Muscari, 2005).

IV. KESIMPULAN
Penularan kuman, bakteri dan virus itu dari saluran napas, saluran cerna, kontak
langsung, kulit dan plasenta.

DAFTAR PUSTAKA
Muscari, Mary E.2005. Keperawatan Pediatrik Edisi III. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG.
Sobiston, David C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
ECG.

20
Timmreck, Thomas C. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi II. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG.

DAFTAR PUSTAKA

Akdur o, Ozhan s, Koyuncu, Ikichi M. A forgotten diagnosis in emergency departemen


tetanus. Bratis lek listy 2011;112.469-471.
Al-Amien, Rasyid M. 2013. Tipes, Penyakit Yang Menantang. MPA 320 (dalam buletin
Syifa)
Andayasari, L. 2011. Kajian Epidemiologi Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan yang
Disebabkan Oleh Amuba Di Indonesia. Media Litbang Kesehatan Vol.1 Nomor 1.
Anonim. 2012. Jaundice. http://meetdoctor.com/topic/jaundice#, diakses tanggal 30
September 2014
Anonim. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/ Menkes/
SK/V/2009 Tentang Pedoman Penanggulangan Tuberculosa (TB). Jakarta
Azwar, Asrul.dr.m.ph.1988. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT. Binarupa Aksara
B. Palanimuthu, "Tingkat Pengetahuan Diet Pasien Diabetes Mellitus Serta
Komplikasinya Di Poli-Endokrinologi, Departmen Ilmu Penyakit Dalam, Rsup
Haji Adam Malik, Medan, Tahun 2010," 2011.
CDC. 2010. Parasities soil transmitted helminths. Diakses pada tanggal 13 November
2012 <http://www.cdc.gov/parasites/sth/>.
Cook M, Protheroe T, Handel M.Tetanus: a review of the literature. Br J Anaesth 2001;
87.3477-487.
Department of health service. Guidelines for the control and prevention of bed bug
infestations in California. State of California – health and human service agency.
Dicky. 2013. Resistance Multidrugs http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2013/06/multidrugs_resistance2.pdf. (diakses pada tanggal 01
Oktober 2014).

21
Handayani. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit.
https://www.academia.edu/5459227/Faktor (diakses pada tanggal 01 Oktober 2014).
Hendrick. 2011. Preventive. http://www.health.gov/hai/prevent_hai.asp (diakses pada
tanggal 1 Oktober 2014).
Intan. 2012. Imunitas Pada Tubuh Manusia. https:// www. Academia .edu/ 7537645
/MAKALAH _BIOLOG I_ SISTEM_IMUNITAS_PADA_TUBUH_MANUSIA
(diakses pada tanggal 30 september 2014).
Jawetz, E. 1997. Principle of antimicrobial drug action. Basic and clinical
pharmacology. Third edition. Appleton and Lange, Norwalk.
Judarwanto, Widodo. 2013. Penyebab dan Penanganan Bayi Kuning (Ikterus
Neonatorum). http://drwidodojudarwanto.com/2013/09/22/penyebab-dan-
penanganan-bayi-kuning-ikterus-neonatorum/, diakses tanggal 30 September 2014
Muhammadar. 2012. Infeksi. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/147/jtptunimus-gdl-
muhammadar-7337-2-babi.pdf (diakses pada tanggal 02 Oktober 2014).
Muhaimin. 2013. Infeksi Nosokomial. http://www.kerjanya.net/faq/6564-infeksi-
nosokomial.html. (diakses pada tanggal 02 Oktober 2014).
Muscari, Mary E.2005. Keperawatan Pediatrik Edisi III. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG
Nelson Kenrad E. Epidemiology of Infectious Disease : General Principles. Bartlet and
jones publisher. Chapter 2. 2013.
Sharma UK, Rauniyar RK, Bhatta N. Roundworm Infestation Presenting as Acute
Abdomen in Four cases – sonographic diagnosis. Department of radiodiagnosis:
Kathmandu University Medical journal (2005) vol.3, no. 1, issue 9, 87-90.
Sintia, Dita. 2013. Makalah Prosedur Ruang Isolasi.
http://ditasintia.blogspot.com/2013/03/makalah-prosedur-perawatan-ruang-
isolasi.html, diakses tanggal 30 September 2014
Sobiston, David C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG
Soejoedi, H. 2005. Pengendalian Rodent, Suatu Tindakan Karantina. Jurnal Kesehatan
Lingkungan, Vol. 2, No. 1, Juli: 2005: 53-66.

22
Timmreck, Thomas C. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi II. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran ECG
Utami, E. R. 2012. Antibiotika, Resistensi dan Rasionalitas Terapi. Sainstis. Volume 1,
Nomor 1.
Wahyuni, Intan. Pencegahan Penyakit pada Ibu dan Anak. 2013.
World health Organization. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Pedoman Interim WHO. WHO/CDS/EPR/2007.6
World health Organization. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Pedoman Interim WHO. WHO/CDS/EPR/2007.6

23

Anda mungkin juga menyukai