Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

S DENGAN GANGGUAN

SISTEM UROLOGI : BENIGNA PROSTAT HIPERTROFI

DIBANGSAL BAROKAH B.4 RSU PKU

MUHAMMADIYAH GOMBONG

Laporan Ini Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Komprehensif Jenjang Pendidikan

Diploma III Keperawatan Pendidikan Ahli Madya Keperawatan

Disusun Oleh :

UMI NUR ARIFAH

NIM : 0100580

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG

PRODI DIII KEPERAWATAN

2004

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING


Laporan hasil Ujian Komprehensif, telah diterima dan disetujui oleh pembimbing

Ujian Akhir Diploma III Keperawatan Muhammdiyah Gombong :

Hari :

Tanggal :

Tempat :

Pembimbing

MAKHDAN ANIS , SKp

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan hasil ujian Komprehensif, telah diterima dan disyahkan oleh tim penguji

ujian akhir Diploma III Keperawatan Muhammdiyah Gombong :

Hari :

Tanggal :

Bidang : Keperawatan Medikal Bedah

1. Penguji I :

2. Penguji II :

3. Penguji III :

Mengetahui :

Direktur Akademi Keperawatan Muhammadiyah

Gombong

Marsito, SKp.

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Alloh SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

Ujian Komprehensif ini dengan judul “ Asuhan Keperawatan Pada Tn. S dengan

gangguan sistem urologi : Benigna Prostat Hipertrofi di bangsal Barokah B.4 RSU

PKU Muhammadiyah Gombong “.

Terwujud laporan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang

sebesar-besarnya dan ucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Fatah Widodo , SKM, S.M selaku Direktur Sekolah Tinggi

Keperawatan Muhammadiyah Gombong.

2. Bapak Giyatmo Skp, Ners Selaku Pimpinan S 1 Keperawatan STIKES

Muhammadiyah Gombong.

3. Bapak Marsito, Skp Selaku pimpinan D III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Muhammadiyah Gombong

4. Kepala ruang Barokah beserta staf Keperawatan dan karyawan RSU PKU

Muhammadiyah Gombong yang telah membantu penulis dalam mengambil

kasus ini.

5. Pembimbing dari Akademi Keperawatan Muhammadiyah Gombong beserta

seluruh staf dan karyawan yang telah banyak membantu dalam penyelesaian

laporan ini.
6. Orang tua dan adiku – adiku tercinta yang telah memberikan dorongan dan

bantuan baik moral dan materiil dalam penulisan laporan ini.

7. Rekan - rekan seperjuangan dan semua pihak yang telah membantu dalam

penulisan ini.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ujian

Komprehensif ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharap

kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan penyempurnaan

laporan ini, penulis harapkan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Gombong, September 2003

Penulis

BAB III

PEMBAHASAN
Pada BAB ini penulis membahas Asuhan keperawatan pada Tn.S dengan gangguan

system urologi Benigna Prostat Hipertrofi dengan menggunakan pemecahan masalah

secara ilmiah yaitu pendekatan proses keperawatan.

1 Nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi

Nyeri adalah individu mengalami dan melaporkan keadaan ketidak nyamanan

yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan ( Carpenito, 2000 : 45 )

Diagnosa ini ditegakan karena pemnulis menemukan data subyektif pasien

mengatakan luka operasi saya diperutmasih terasa sakit, data obyektif pasien

tampak menahan nyeri, terdapat luka post operasi, skala nyeri 4, terapi analgetik

mectan 3 x 500 mg.

Diagnosa ini diprioritaskan nonor satu karena jika tidak segera diatasi, nyeri dapat

semakin hebat, maka akan mengganggu aktivitas pasien dan menghambat proses

penyembuhan.dan berdasarkan hirarki Maslow yaitu kebutuhan rasa aman,

nyaman pada pasien tingkat kedua.

Adapaun tindakan yang penulis lakukan yaitu

a. Mengkaji lokasi dan skala nyeri

Tindakan ini penulis lakukan karena dengan mengetahui skala nyeri pada

pasien penulis dapat mengetahui tingkat nyeri yang dialami pasien. Hal ini

didukung oleh penyataan Doenges, 2000 yaitu membantu dan

mengidentifikasikan derajat ketidak nyamanan dan kebutuhan analgetik.

b. Mengajarkan teknik relaksasi ( nafas dalam )


Tindakan ini penulis lakukan karena pasien mampu mengalihkan

perhatiannya dan rasa nyeri, haltersebut didukung oleh pernyataan Doenges,

2000 yaitu meningkatkan relaksasi dapat membantu memfokuskan

perhatiandan dapat meningkatkan kemampuan koping.

c. Memonitor tanda-tanda vital

Tindakan ini penulis lakukan karena untuk mengetahui perubahan yang

terjadi pada pasien yaitu respon autonomik meliputi perugahan tekanan darah,

nadi, respirasi dan suhu tubuh.

d. Membantu mengubah posisi tidur pasien senyaman mungkin.

Tindakan ini penulis lakukan karean untuk meningkatkan rasa nyaman pada

pasien sehingga nyeri dapat berkurang, hal ini didukung dari penyataan

Doenges, 2000 yang menyatakan dapat meningkatkan relaksasi dan pasien

bias istirahat secara efektif.

Dari hasil evaluasi yang dilakukan pada tanggal 02 September 2004 pukulo 12.00

WIB, pasien mengatakan nyeri saya sudah berkurang, skala nyeri 1, pasien

tampak tenang, ekspresi wajah rileks, tanda – tanda vital tekanan darah 110/80

mmHg, nadi 84 kali/menit, suhu 36 0 C, respirasi 16 kali/menit. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa maslah nyeri berhubungan dengan luka post operasi

dapat teratasi.

2 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi dan jalur

invasif: pemasangan kateter


Resiko tinggi infeksi adalah suatu keadaan dinamit seseorang beresiko terserang

oleh agen patogenik atau oportunistik ( virus, jamur, protozoa, bakteri) dari

sumber-sumber eksternal, sumber endogen atau eksogen (Carpenito, 2000 : 204).

Diagnosa ini ditegakkan karena penulis menemukan data obyektif terdapat luka
0
pos oprasi, terpasang kateter, suhu 36, 2 C. Diagnosa ini diprioritaskan nomer

dua karena apabila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan infeksi yang

nantinya menghambat proses penyembuhan luka bahkan dapat memperberat

kondisi pasien

Tindakan yang penulis lakukan :

a. Monitor tanda-tanda vital.

Tindakan ini penulis lakukan untuk mengetahui ada tidaknnya peningkatan

suhu, nadi, respirasi pasien. Karena hal tersebut untuk mengetahui ada

tidaknya infeksi hal ini didukung oleh pernyataan Doenges, 2000 yaitu variasi

mungkin terjadi oleh karena tekanan atau trauma serebral pada vasomotor

otak, ketidak teraturan pernafasan dapat memberikan gambaran lokasi

kerusakan serebral atau peningkatan tekanan intra cranial dan kebutuhan

untuk intervensi selanjutnya

b. Mengkaji tanda-tanda infeksi.

Tindakan ini penulis lakukan karena dengan mengetahui tanda-tanda infeksi

bias menyusun rencana untuk melakukan perawatan daerah sekitar saluran

dan luka yang lebih optimal hal ini didukung oleh pernyataan Doenges, 200

yang menyatakan bahwa deteksi dini terjadinya infeksi memberikan


kesempatanuntuk intervensi tepat waktu dan mencegah komplikasi lebih

serius.

c. Melakukan perawatan luka dengan prinsip steril.

Tindakan ini dilakukan penulis karena untuk mencegah terjadinya infeksi

akibat adanya media masuk, dan mencegah terjadinya penyebaran

infeksi,serta agar luka insisi lebih cepat kering hal tersebut didukung oleh

pernyataan Doenges, 2000 yang menyatakan balutan basah menyebabkan

kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri,

meningkatkanresiko infeksi luka.

d. Mempertahankan tekhnik septic .

Tindakan ini penulis lakukan karena untuk mencegah terjadinya infeksi pada

luka dan menurunkan resiko penyebaran bakteri. Hal ini didukung oleh

Doenges, 2000 yang menyatakan dengan melakukan perawatan luka secara

tidak langsung penulis bias melihat karakteristik dari pada luka itu sendiri

dengan demikian proses infeksi dapat terdeteksi sejak awal.

e. Memberikan antibiotik sesuai program terapi ( amoxillin 3 x 500 mg dan

ciprofloxasin 2 x 500 mg )

Tindakan ini penulis lakukan karena terapi antibiotik adalah hasil kolaborasi

dengan dokter untuk mengurangi rejadinya infeksi pada pe\asien hal ini

didukung oleh Doenges, 2000 menyatakan mungkin diberikan secara

profilaktik sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi pada protatektomi.


Dari hasil evaluasi yang dilakukan pada tanggal 2 September 2004

pukul 12 wib diperoleh data tidak terdapat tanda-tanda infeksi, luka kering,

dan suhu 36 0 C sehingga masalah infeksi tidak terjadi.

Dalam hal pemunculan durasiseharusnya dilakukan selama 3 x 24 jam tetapi

penulis hanya melakukan tujuan selama 2 x 24 jam dikarenakan keterbatasan

waktu bagi penulis melakukan tindakan.

3 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Kurang pengetahuan adalah suatu kondisi di mana seseorang individu atau

kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan

psikomotor berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan ( Carpenito,

2000 : 223 ).

Diagnosa ini ditegakkan karena penulis menemukan data pasien mengatakan

belum mengertoi tentang penyakit dan penatalaksanaannya ( makanan yang

dianjurkan dan tidak dianjuran ) pasien tidak tamat SD. Diagnosa ini

diprioritaskan terakhir karena tidak begitu mengkhawatirkan tapi jika tidak segera

diatasi maka pengetahuan pasien dan keluarkan akan menghambat rencana

pengobatan.

Tindakan yang dilakukan :

a. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien

Tindakan ini penulis lakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat

pengetahuan pasien tentang perawatan dan penyakit yang diderta hal ini
didukung oleh Doenges, 2000 yaitu belajar lebih mudah dimulai dari peserta

belajar.

b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit dan penatalaksanaannya

( makanan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan ).

Tindakan ini penulis lakukan karena setelah memberikan pendidikan

kesehatan diharapkan poengetahuan dan informasi pasien bertambah hal ini

didukung oleh Doenges, 2000 yaitu pengetahuan yang akurat memberikan

kesempatan pasien untuk membuat keputusan, informasi atau dunia tentang

masa depan dan kontrol penyakit.

Dari hasil evaluasi pada tanggal 2 September 2004 pukul 12.00 wib

diperoleh data pasien dan keluarga mengatakan sudah mengerti tentang

penyakit dan penatalaksanaan ( makanan yang dianjurkan dan makanan yang

tidak dianjurkan ), keluarga pasien terlihat tenag dan tidak bertanya lagi.

Sehingga masalah kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang

informasi dapat teratasi.

Dalam hal intervensi penulis masih terdapat kekurangan yaitu beri

kesempatan untuk mengungkapkan perasaan dan diskusikan bersama pasien.

Dalam fokus intervensi pada konsepdasar terdapat tiga diagnosa yang tidak

muncul dalam kasus ini diantaranya :

1. perubahan pola eliminasi BAK berhunbungan dengan terpasangnya

kateter.
Diagnosa ini tidak penulis angkat karena data yang ada kurang

mendukung untuk mengangjat diagnosa tersebut, pasien dapat berkemih

walaupun terpasang kateter, urin lancar, warna jernih, bau khas, tidak

teraba distensi kandung kemih.

2. Resiko tinggi kekurangan folume cairan berhubungan dengan adanya

perdarahan sekunder terhadap pembedahan

Diagnosa ini tidak penulia angkat karena data yang ada kurang

menddukung untuk mengangkat diagnosa tersebut, pasian tidak

mengakami perdarahan aktif, tidak terpasang drain, tekanan darah 120/80

mmHg, suhu 36,2o C, nadi 84x/menit, respirasi 16x/menit, turgor kulit

elastis.

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.

Diagnosa ini tidak penulis angkat karena data yang ada kurang

mendukung untuk mengangkat diagnosa tersebut, pasien sudah mampu

melaksanakan aktivitas kebersihan diri, kuku tampak bersih dan tidak ada

keterbatasan rentang gerak aktif.

BAB IV
IMPLIKASI KEPERAWATAN

Setelah penulis melakukan perawatan pada Tn.S selama 2 hari penulis menemukan

hal-hal yang bermanfaat dan menambah pengetahuan penulis untuk dapat

memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Sebagai perawat hendaknya dapat

membina hubungan teraupetik dengan pasien dan keluarga pasien agar semua data

yang perawat butuhkan dapat dengan mudah didapatkan. Penulis juga menemukan

hal yang dianggap oleh penulis masih kurang sesuai dengan prosedur pemberian

asuhan keperawatan . sehingga penulis ingin memberikan masukan yang kiranya

dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan, yang mengacu pada resume

keperawatan.

1. Untuk diagnosa nyeri berhubungan dengan rasngsang reseptor nyeri dengan

adanya luka post operasi. Diagnosa ini penulis tekankan agar perawat lebih

jeli dalam melakukan asuhan keperawatan seperti anjuran pasien untuk

melakukan ambulasi ditempat tidur jika diindikasikan pasien belum mampu

beraktivitas kecuali ditempat tidur dan ajarkan teknik nafas dalam. Perawat

harus mengerti bahwa masing-masing pasien memilik respon yang berbeda

terhadap nyeri sehingga diperlukan keterampilan dalam mengkaji nyeri.

2. Untuk diagnosa keperawatan resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka

post operasi dan media invasif pemasangan kateter, perawat harus

memperhatikan dan menggunakan alat yang steril dalam melakukan

perawatan luka dan alat tersebut tidak boleh digunakan pada pasien yang
lainya. Perawat seharusnya teliti dlam mempersiapkan alat. Perawat harus

menggunakan teknik sepetik dan antiseptik seperti yang dialami penulis

dimana dalam melakukan tindakan perawatan luka. Akan tetapi penulis lupa

tidak membawa pengalas ( perlak )

3. Sedangkanuntuk diagnosa kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang

informasi.

Perawat harus memperhatikan kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh

pasien dan keluarga, perawat harus mampu memberikan kejelasan informasi

tentang pemyakit dan penatalaksanaanya dalam membantu proses

kesembuhan penyakit. Peran serta keluarga sangat penting / dibutuhkan

dalam hal ini karena keluarga adalah orang yang paling dekat dengan pasien

yang bias memantau apa yang dilakukan pasien untuk proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddarth, 1996, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Carpenito,L.J, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan,


Edisi 2, EGC, Jakarta .

Carpenito, L.J, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Doenges,M.E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2, Media Aeskulapius,


Jakarta.

Sjamsuhidajat, 1997, Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakaerta.

Anda mungkin juga menyukai