Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke
otak. Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan gejala hilangnya
fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat.
Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan
kematian, selain menyebabkan kematian stroke juga akan mengakibatkan
dampak untuk kehidupan. Dampak stroke diantaranya, ingatan jadi
terganggu dan terjadi penurunan daya ingat, menurunkan kualitas hidup
penderita juga kehidupan keluarga dan orang-orang di sekelilingnya,
mengalami penurunan kualitas hidup yang lebih drastis, kecacatan fisik
maupun mentalpada usia produktif dan usia lanjut dan kematian dalam
waktu singkat (Junaidi, 2011).
Dalam terbitan Journal of the American Heart (JAHA) 2016
menyatakan terjadi peningkatan kejadian stroke pada individu yang
berusia 25 sampai 44 tahun menjadi (43,8%) (JAHA, 2016). Berdasarkan
data dari Kementrian Kesehatan RI (2014) mencatat bahwa jumlah
penderita stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan diperkirakan 1.236.825 orang. Setiap tahunnya di Indonesia
diperkirakan 500.000 penduduk terkena serangan stroke, ada sekitar 2,5%
atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat
(Yayasan Stroke Indonesia, 2012).
Dalam penelitian Ghani dkk (2016) menyatakan bahwa faktor
risiko dominan penderita stroke di Indonesia adalah umur yang semakin
meningkat, penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, dan
gagal jantung. Namun demikian stroke juga sudah muncul pada kelompok
usia muda (15-24 tahun) sebesar 0,3% di Indonesia dan juga di negara
lain.

1
Dalam penelitian Miah (2012) disimpulkan bahwa pada kelompok
usia muda ditemukan faktor risiko yang signifikan untuk pengembangan
stroke yaitu merokok, serangan stroke, hipertensi, penyakit jantung, dan
menggunakan pil kontrasepsi oral sedangkan pada kelompok usia tua
faktor risiko yang signifikan untuk pengembangan stroke yaitu merokok,
serangan stroke, hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan
dislipidemia.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari stroke ?
2. Bagaimana etiologi pada kejadian stroke ?
3. Bagaimana patogenesis dari pengaruh usia pada kejadian stroke ?
4. Bagaimana pengaruh usia pada kejadian stroke ?
5. Bagaimana cara penegakkan diagnosis pada kejadian stroke ?
6. Bagaimana cara pengobatan pada penderita stroke ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari stroke.
2. Untuk mengetahui etiologi dari kejadian stroke.
3. Untuk mengetahui patogenesis dari pengaruh usia pada kejadian
stroke.
4. Untuk mengetahui pengaruh usia pada kejadian stroke.
5. Untuk mengetahui cara penegakkan diagnosis pada kejadian stroke.
6. Untuk mengetahui cara pengobatan pada penderita stroke

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Stroke
Definisi stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi
secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam
beberapa jam) dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global
yang berlangsung lebih dari 24 jam, disebabkan oleh terhambatnya aliran
darah ke otak karena pendarahan (stroke hemorogik) ataupun sumbatan
(stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena,
yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian
(Junaidi, 2011).
Stroke adalah penyakit pada serebrovaskuler yang terjadi secara
tiba-tiba dan dapat menyebabkan kerusakan neurologis karena adanya
sumbatan total atau parsial pada satu atau lebih pembuluh darah serebral
sehingga menghambat aliran darah ke otak. Hambatan tersebut terjadi
karena pecahnya pembuluh darah atau penyumbatan pembuluh darah oleh
gumpalan sehingga dapat menyebabkan kerusakan terhadap jaringan otak
akibat berkurangnya pasokan oksigen dan nutrisi (Ikawati, 2011).
Stroke menggambarkan kelainan fungsional neurologis yang
berlangsung setidaknya dalam 24 jam dan diduga berasal dari vaskular,
namun sama halnya dengan TIA (Transient Ischemic Attack) yang
berlangsung kurang dari 24 jam dan kurang dari 30 menit. Onset
mendadak dan durasi gejala ditentukan melalui riwayat penyakit (Fagan &
Hess, 2014).

4
Stroke dibagi menjadi dua tipe yaitu berupa stroke iskemik (87%)
dan stroke hemoragik (13%). Stroke iskemik terjadi karena adanya
penyumbatan (trombolitik atau embolik) pembuluh darah arteri otak.
Stroke hemoragik atau pendarahan disebabkan dari pendarahan
subarachnoid, pendarahan intraserebral, hematoma subdural.
B. Etiologi Stroke
Stroke iskemik biasanya disebabkan adanya gumpalan yang
menyumbat pembuluh darah dan menimbulkan hilangnya suplai darah ke
otak. Gumpalan tersebut dapat berkembang dari akumulasi lemak atau
plak aterosklerotik di dalam pembuluh darah. Faktor resikonya antara lain
hipertensi, obesitas, merokok, peningkatan kadar lipid darah, diabetes, dan
riwayat penyakit jantung dan vaskular dalam keluarga.
Stroke hemoragik terjadi akibat adanya perdarahan subaraknoid,
yang mana perdarahan masuk ke ruang subaraknoid yang biasanya berasal
dari pecahnya aneurisma otak atau AVM (malformasi arteriovenosa).
Hipertensi, merokok, alkohol dan stimulan adalah faktor resiko dari
penyakit ini.
C. Patogensis Stroke

D. Pengaruh usia dengan kejadian stroke


E. Penegakkan diagnosis pada kejadian stroke
Diagnosis stroke dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan
pemeriksaan penunjang (pemeriksaan radiologis). Pemeriksaan
laboratarium berperan dalam beberapa hal antara lain untuk
menyingkirkan gangguan neurologis lain, mendeteksi penyebab stroke,
dan menemukan keadaan komorbid (Rahajuningsih, 2009).
Untuk menegakkan diagnosis stroke akan dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan radiologis pada stroke. Ada dua
pemeriksaan radiologis pada stroke yakni : CT Scan dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI).
a. CT Scan

5
Pada kasus stroke, CT Scan dapat membedakan stroke infark dan
stroke hemoragik. Pemeriksaan CT Scan kepala merupakan gold
standar untuk menegakkan diagnosis stroke (Rahmawati, 2009).

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Secara umum pemeriksaan MRI lebih sensitif dibandingkan dengan
CT Scan. MRI mempunyai kelebihan mampu melihat adanya iskemik
pada jaringan otak dalam waktu 2-3 jam setelah onset stroke non
hemoragik. MRI juga digunakan pada kelainan medulla spinalis.
Untuk menegakkan diagnosis stroke akan dilakukan pemeriksaan
laboratarium seperti pemeriksaan kadar gula darah, elektrolit, analisa
gas darah, hematologi lengkap, kadar ureum, kreatinin, enzim jantung,
prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time
(aPTT).Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mendeteksi
hipoglikemi maupun hiperglikemi, karena pada kedua keadaan ini
dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit ditujukan
untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit baik untuk natrium,
kalium, kalsium, fosfat maupun magnesium (Rahajuningsih, 2009).
c. Carotid Doppler Ultrasound
Untuk melihat apakah ada penyempitan atau penurunan aliran darah,
terutama pada arteri carotis
Pemeriksaan analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk
mendeteksi asidosis metabolik. Hipoksia dan hiperkapnia juga
menyebabkan gangguan neurologis. Prothrombin time (PT) dan
activated partial thromboplastin time (aPTT) digunakan untuk menilai
aktivasi koagulasi serta monitoring terapi. Dari pemeriksaan
hematologi lengkap dapat diperoleh data tentang kadar hemoglobin,
nilai hematokrit, jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit serta
morfologi sel darah. Polisitemia vara, anemia sel sabit, dan

6
trombositemia esensial adalah kelainan sel darah yang dapat
menyebabkan stroke (Rahajuningsih, 2009).

F. Pengobatan pada penderita stroke

7
8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

9
DAFTAR PUSTAKA

10

Anda mungkin juga menyukai