TENSION PNEUMOTHORAKS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik KlinikKeperawatan Gawat
Daruratdan Manajemen Bencana
Program Pendidikan Diploma III Keperwatan
Dosen Pembimbing : Dharmayanti S.Kep.,Ners.,M.Kep
Oleh :
Shopi Aulia Rahma
18.147
III C
2. Anatomi fisologi
a. Rangka Dada (Thorax)
Rangka dada atau thorax tersusun dari tulang dan tulang rawan. Thorax berupa
sebuah rongga berbentuk kerucut, di bawah lebih besar dari pada di atas dan
di belakang lebih panjang dari pada bagian depan. Dibagian belakang, thorax
dibentuk oleh kedua belas vertebrae thoracalis, di depan dibentuk oleh
sternum, dibagian atas oleh clavicula, dibagian bawah oleh diafragma , dan di
samping kiri dan kanan dibentuk oleh kedua belas pasang iga yang melingkari
badan mulai dari belakang dari tulang belakang sampai ke sternum di depan
(Pearce, 2011).
Keterangan :
1. Manubriumsterni
2. Klavikula
3. Skapula
4. Tulangrusuk
5. Vertebratorakalis
6. Prosessusxipoideus
7. Korpussterni
sternum dan tulang rawan iga-iga di depan, kedua belas ruas tulang punggung
beserta cakram antar ruas (diskus intervertebralis) yang terbuat dari tulang
rawan belakang, iga-iga beserta otot interkostal di samping, diafragma di
bawah, dan dasar leher di atas. Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi
penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya. Pleura ini membungkus
setiap belah, dan membentuk batas lateral pada mediastinum. Mediastinum
ialah ruang di dalam rongga dada antar kedua paru-paru. Isinya jantung dan
pembuluh-pembuluh darah besar, esofagus, duktus torasika, aorta desendens,
dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus dan sejumlah besar kelenjar
limfe (Pearce, 2015).
c. Paru-Paru
Paru-paru terdiri dari dua paru-paru besar yang seperti spons,
yang terletak di setiap sisi rongga thorax. Paru-paru kanan terdiri atas tiga
lobus, yaitu lobus superior (atas), tengah, dan inferior (bawah) yang dibagi
oleh dua celah yang dalam. Fisura inferior, yang memisahkan lobus inferior
dan tengah, disebut fisura oblik. Fisura horisontal memisahkan lobus superior
dan tengah. Paru-paru kiri hanya memiliki dua lobus, yaitu lobus superior
(atas) dan inferior (bawah) yang dipisahkan oleh satu fisura oblik yang dalam.
Organ paru-paru tersusun atas sel-sel parenkim, mirip spons yang ringan dan
sangat elastis sehingga memungkinkan terjadinya mekanisme pernafasan.
Setiap paru-paru mengandung kantung berdinding ganda yang halus, atau
membran, yang disebut pleura, yang dapat divisualisasikan baik dalam
gambar bagian depan maupun bagian melintang. Lapisan luar kantung pleura
ini melapisi permukaan bagian dalam dinding dada dan diafragma dan disebut
parietal pleura. Lapisan dalam yang menutupi permukaan paru-paru, yang
juga masuk ke celah di antara lobus disebut pleura paru atau viseral.
Ruang potensial antara pleura berdinding ganda yang disebut rongga pleura,
berisi cairan pelumas yang memungkinkan pergerakan satu atau yang lainnya
selama bernafas. Ketika udara atau cairan terkumpul di antara dua lapisan ini,
ruang ini dapat divisualisasikan secara radiografi. Udara atau gas yang ada di
rongga pleura ini menghasilkan suatu kondisi yang disebut pneumotoraks.
Akumulasi cairan dalam rongga pleura (efusi pleura) menciptakan kondisi
yang disebut hemotoraks (Bontrager, 2018).
Keterangan :
1. Trakea
2. Kelenjar tiroid
3. Apek paru
4. Fisura
5. Dasar paru
6. Diafragma
7. Sudut kostoprenikus
8. Jantung
9. Kelenjar timus
10. Pembuluh darah besar
Gambar 2.2 Paru – paru dan
mediastinum (Bontrager, 2018)
3. Etologi
4. Patofisologi
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan intrabronkhial,
sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luar
yang tekanannya nol (0) akan masuk ke bronchus hingga sampai ke alveoli. Saat
ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan
lebih tinggi dari tekanan di alveolus maupun di bronchus, sehingga udara ditekan
keluar malalui bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan
jalan napas. Tekanan intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk,
bersin dan mengejan, karena pada keadaan ini epiglitis tertutup. Apabila di
bagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus atau
alveolus itu akan pecah dan robek.
Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak mau
keluar melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi yang
mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura. Apabila ada
obstruksi di bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan membuat tekanan
pleura semakin lama semakin meningkat sehubungan dengan berulangnya
pernapasan. Udara masuk ke rongga pleura saat ekspirasi terjadi karena udara
ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, terlebih jika klien
batuk, tekanan udara di bronchus akan lebih kuat dari ekspirasi biasa.
Secara singkat proses terjadinya pneumotoraks adalah sebagai berikut:
a. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk
kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu melebar, tekanan
dalam alveoli akan meningkat.
b. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor
presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan
c. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan
fibrosis di peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk mediastinum, dan
menyebabkan pneumotoraks.
5. Manifestasi klinik
a. Pasien mengeluh awitan mendadak nyeri dada pluritik akut yang
terlokaliasasi pada paru yang sakit.
b. Nyeri dada pluritik biasaya disertai sesak nafas, peningkatan kerja
pernafasan, dan dispne.
c. Gerakan dinding dada mungkin tidak sama kerean sisi yang sakit tidak
mengembang seperti sisi yang sehat.
d. Suara nafas jauh atau tidak ada
e. Perkusi dada menghasilkan suara hipersoanan
f. Takikardia sering terjadi menyertai tipe pneumothoraks.
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Computed Tomography (CT-scan) diperlukan apabila
pemeriksaan foto daad diagnosis belum dapat ditegakan. Pemeriksaan ini
lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumothoraks, batas antara udara dengan dengan cairan intra dan
ekstrapulmonal serta untuk membedakan antara pneumothoraks spontan
dengan pneumothoraks sekunder.
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) GDA : Variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi, gangguan
mekanik pernafsan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-
kadang mengikat. PaO2 mungkin normal atau menurun saturasi oksigen
biasanya menurun. Analisa gas darah arterimemberikan gambaran
hipoksemia.
2) Hb : Menurun, menunjukan kehilangan darah
3) Torasentesis : mrnyatakan darah/cairan sero sanguinosa.
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umun
Penatalaksanaan pneumotoraks tergantung pada jenis pneumotoraks yang
dialami, derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit
yang terjadi saat pelaksanaan pengobatan yang meliputi :
1) Tindakan dekompresi
Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar
dengan cara:
a) Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga
pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura
akan berubah menjadi negatif. Hal ini disebabkan karena udara
keluar melalui jarum tersebut. Cara lainnya adalah melakukan
penusukkan jarum ke rongga pleura melalui tranfusion set.
b) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :
- Menggunakan pipa Water Sealed Drainage (WSD).
Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantara trokar atau dengan bantuan klem penjepit (pen)
pemasukan pipa plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan
melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari
sela iga ke-4 pada garis axial tengah atau garis axial belakang.
Selain itu, dapat pula melalui sela iga ke-2 dari garis klavikula
tengah. Selanjutnya, ujung selang plastik di dada dan pipa kaca
WSD dihubungkan melelui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa
kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah
permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah
keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
- Pengisapan kontinu (continous suction).
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura
tetap positif. Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi
tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O. Tujuannya adalah agar
paru cepat mengembang dan segera terjadi perlekatan antara
pleura viseralis dan pleura parietalis.
- Pencabutan drain
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekana intrapleura
sudah negatif kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut,
drain ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam.
Apabila paru tetap mengembang penuh, drain dapat dicabut.
c) Tindakan bedah
Pembukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari
lubang yang menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu lubang
tersebut dijahit.
d) Pada pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan
pengelupasan atau dekortikasi.
Pembedahan paru kembali bila ada bagian paru yang mengalami
robekan atau bila ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru
tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.
2) Penatalaksanaan Tambahan
a) Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya, yaitu:
- Terhadap proses TB paru, diberi OAT
- Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar dekekasi,
penderita dibei obat laksatif ringan, dengan tujuan agar saat
defekasi, penderita tidak perlu mengejan terlalu keras.
b) Istirahat total
- Klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang),
batuk, bersin terlalu keras dan mengejan.
b. Terapi Farmakologi
Berikan oksigen 2-4 L dan obat penyalit dasar yang menyebabkan
pneumothoraks. Untuk memeriksanya apakah apakah ada perbaikan atau tidak
maka dilakukan foto rongten berulang kemudian dibandingkan antara yang
lama dan yang baru. Pneumothoraks yang terlalu kecil membutuhkan
thoracostomy tabung dan terlalu besar untuk tidak dilakukan aspirasi dengan
kateter kecil.
4. Pertahankan
Kepatenan jalan
4. Kepatenan
nafas
jalan napas
sangat
mempengaruhi
keberhasilan
pemberian
terapi oksigen.
5. Monitor aliran
oksigen
5. Aliran oksigen
yang diberikan
harus sesuai
dengan
kebutuhan yang
diperlukan
(Moorhead, Johnson, Maas, pasien
Swanson. 2016) (Bulechek, Butcher, (Doengus, 2012)
Dochterman, Wagner.
2016)
Nyeri akut
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerisakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan
sedemikian rupa (international association for the study of pain); awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari itensutas ringan hingga berat akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung < 6 bulan.
Domain : 12 Kenyamanan
Kelas : 1 Kenyamanan fisik
(Herdman, Kamitsuru, 2018-2020)
Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional
Tingkat Nyeri Pemberian Analgesik
Setelah dilakukan Tindakan 1. Cek riwayat 1. Untuk mengetahui
keperawatan selama 1 x 24 jam, alegri alergi pasien
diharapkan nyeri dapat teratasi 2. Tentukan 2. Agar pemberian obat
dengan kriteria hasil : anelgesik bisa lebih efektif
Indikator A T sebelumnya, rutr
Nyeri yang prmbrtiandan
dilorkan dosisi untuk
Ekspresi nyeri mencaoai hasil
wajah pengurangan
nyeri yang
Keterangan : optimal.
1. Bertat 3. Pilih rute 3. Untuk memberikan
2. Cukup berat pemberian IV,IM panambahan cairan
3. Sedang
4. Ringan 4. Evaluasi dan 4. Untuk mengevaluasi
5. Tidak ada dokumentasikan kinerja obat
tefektivitas
(Moorhead, Johnson, Maas, analgesik tanda
Swanson. 2016) dan gejala (efek
samping)
5. Kaji Tanda-tanda 5. Untuk mengetahui
vital keadaan pasien saat ini
(Doengus, 2012)
(Bulechek, Butcher,
Dochterman, Wagner.
2016)
Keterrangan :
1. Sangat terganggu (Doengus, 2012)
(Bulechek, Butcher,
2. Banyak terganggu Dochterman, Wagner.
3. Cukup terganggu 2016)
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu