Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

TENSION PNEUMOTHORAKS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik KlinikKeperawatan Gawat
Daruratdan Manajemen Bencana
Program Pendidikan Diploma III Keperwatan
Dosen Pembimbing : Dharmayanti S.Kep.,Ners.,M.Kep

Oleh :
Shopi Aulia Rahma
18.147
III C

AKADEMI KEPERAWATAN ARUMAH SAKIT TK. II DUSTIRA


CIMAHI
2020
A. Konsep Teori Penyakit
1. Definisi
Tension pneumothoraks adalah suatu kedaan adanya udara dalam rongga pleura
(Elsis, 2020).
Tension pnumothorax adalah pneumothorak dengan mekanisme satu katup
dimana udara dapat masuk pada masuk inspirsi dan tidak dapat keluar waktu
ekspirasi sehingga udara tertangkap rongga pleura dan terjadi peningkatan
tekanan udara (Irawati 2012).
Tension pneumothoraks adalah pengumpulan atau penimbunan udara di ikuti
peningkatan tekanan dalam rongga pleura (Bosswick, 1988).
Tension pneumothorax adalah keadaan terdapatnya udara atau gaslain dalam
kentung pleura. Kelaonan ini dapat terjadi pada dewasa muda yang tampak sehat.
(Robbins, 2015).
Tension Pneunothoraks adalah suatu kedadaan diman udrara yang kita hirup
tidak bisa keluar kembali, mengendap di paru-paru.

2. Anatomi fisologi
a. Rangka Dada (Thorax)

Rangka dada atau thorax tersusun dari tulang dan tulang rawan. Thorax berupa
sebuah rongga berbentuk kerucut, di bawah lebih besar dari pada di atas dan
di belakang lebih panjang dari pada bagian depan. Dibagian belakang, thorax
dibentuk oleh kedua belas vertebrae thoracalis, di depan dibentuk oleh
sternum, dibagian atas oleh clavicula, dibagian bawah oleh diafragma , dan di
samping kiri dan kanan dibentuk oleh kedua belas pasang iga yang melingkari
badan mulai dari belakang dari tulang belakang sampai ke sternum di depan
(Pearce, 2011).
Keterangan :
1. Manubriumsterni
2. Klavikula
3. Skapula
4. Tulangrusuk
5. Vertebratorakalis
6. Prosessusxipoideus
7. Korpussterni

Gambar 2.1 Rangka dada


(Bontrager, 2018)

b. Kerangka Dada (Thorax)

Batas-batas yang membentuk rongga di dalam thorax adalah

sternum dan tulang rawan iga-iga di depan, kedua belas ruas tulang punggung
beserta cakram antar ruas (diskus intervertebralis) yang terbuat dari tulang
rawan belakang, iga-iga beserta otot interkostal di samping, diafragma di
bawah, dan dasar leher di atas. Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi
penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya. Pleura ini membungkus
setiap belah, dan membentuk batas lateral pada mediastinum. Mediastinum
ialah ruang di dalam rongga dada antar kedua paru-paru. Isinya jantung dan
pembuluh-pembuluh darah besar, esofagus, duktus torasika, aorta desendens,
dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus dan sejumlah besar kelenjar
limfe (Pearce, 2015).

c. Paru-Paru
Paru-paru terdiri dari dua paru-paru besar yang seperti spons,

yang terletak di setiap sisi rongga thorax. Paru-paru kanan terdiri atas tiga
lobus, yaitu lobus superior (atas), tengah, dan inferior (bawah) yang dibagi
oleh dua celah yang dalam. Fisura inferior, yang memisahkan lobus inferior
dan tengah, disebut fisura oblik. Fisura horisontal memisahkan lobus superior
dan tengah. Paru-paru kiri hanya memiliki dua lobus, yaitu lobus superior
(atas) dan inferior (bawah) yang dipisahkan oleh satu fisura oblik yang dalam.

Organ paru-paru tersusun atas sel-sel parenkim, mirip spons yang ringan dan
sangat elastis sehingga memungkinkan terjadinya mekanisme pernafasan.
Setiap paru-paru mengandung kantung berdinding ganda yang halus, atau
membran, yang disebut pleura, yang dapat divisualisasikan baik dalam
gambar bagian depan maupun bagian melintang. Lapisan luar kantung pleura
ini melapisi permukaan bagian dalam dinding dada dan diafragma dan disebut
parietal pleura. Lapisan dalam yang menutupi permukaan paru-paru, yang
juga masuk ke celah di antara lobus disebut pleura paru atau viseral.

Ruang potensial antara pleura berdinding ganda yang disebut rongga pleura,
berisi cairan pelumas yang memungkinkan pergerakan satu atau yang lainnya
selama bernafas. Ketika udara atau cairan terkumpul di antara dua lapisan ini,
ruang ini dapat divisualisasikan secara radiografi. Udara atau gas yang ada di
rongga pleura ini menghasilkan suatu kondisi yang disebut pneumotoraks.
Akumulasi cairan dalam rongga pleura (efusi pleura) menciptakan kondisi
yang disebut hemotoraks (Bontrager, 2018).
Keterangan :
1. Trakea
2. Kelenjar tiroid
3. Apek paru
4. Fisura
5. Dasar paru
6. Diafragma
7. Sudut kostoprenikus
8. Jantung
9. Kelenjar timus
10. Pembuluh darah besar
Gambar 2.2 Paru – paru dan
mediastinum (Bontrager, 2018)

3. Etologi

Etiologi tension pneumothoraks yang paling sering terjadi adalah


karenaiatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu sebagai berikut :
a. Trauma benda tumoul dan tajam meliputi gangguan salah satu pleura visceral
atau parietal dan sering denfan patah tulang rusruk (patah tulang rusuk tidak
menjadi hal yang penting bagi terjadinya tension pneumothoraks).
b. Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh drah pusat), biasanya
vena subclavia atau vena jugular interna (sa;ah arah kateter subklavia).
c. Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, penumothoraks sederhana ke
tension pneumothoraks.
d. Ketidak berhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks
sederhana dimana diman funsi pembalut luka sebagai l-way katup.
e. Akupuntur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkana pneumothoraks
(Corwin, 2012).

4. Patofisologi
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan intrabronkhial,
sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luar
yang tekanannya nol (0) akan masuk ke bronchus hingga sampai ke alveoli. Saat
ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan
lebih tinggi dari tekanan di alveolus maupun di bronchus, sehingga udara ditekan
keluar malalui bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan
jalan napas. Tekanan intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk,
bersin dan mengejan, karena pada keadaan ini epiglitis tertutup. Apabila di
bagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus atau
alveolus itu akan pecah dan robek.
Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak mau
keluar melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi yang
mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura. Apabila ada
obstruksi di bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan membuat tekanan
pleura semakin lama semakin meningkat sehubungan dengan berulangnya
pernapasan. Udara masuk ke rongga pleura saat ekspirasi terjadi karena udara
ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, terlebih jika klien
batuk, tekanan udara di bronchus akan lebih kuat dari ekspirasi biasa.
Secara singkat proses terjadinya pneumotoraks adalah sebagai berikut:
a. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk
kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu melebar, tekanan
dalam alveoli akan meningkat.
b. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor
presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan
c. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan
fibrosis di peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk mediastinum, dan
menyebabkan pneumotoraks.

Trauma tajam dan tumpul



Thoraks

Tension Pneumothoraks

Akumulasi udara dalam kavum pleura

Ekspensi paru pemasangan WSD

Ketidak efektifan pola nafas

Thoraks drain bergeser Diskontinuitas jaringan


↓ ↓
Merangsang reseptor nyeri Resiko infeksi kerusakan
pada pleuraviselaris dan parietalis integritas kulit

Nyeri akut

5. Manifestasi klinik
a. Pasien mengeluh awitan mendadak nyeri dada pluritik akut yang
terlokaliasasi pada paru yang sakit.
b. Nyeri dada pluritik biasaya disertai sesak nafas, peningkatan kerja
pernafasan, dan dispne.
c. Gerakan dinding dada mungkin tidak sama kerean sisi yang sakit tidak
mengembang seperti sisi yang sehat.
d. Suara nafas jauh atau tidak ada
e. Perkusi dada menghasilkan suara hipersoanan
f. Takikardia sering terjadi menyertai tipe pneumothoraks.

6. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Computed Tomography (CT-scan) diperlukan apabila
pemeriksaan foto daad diagnosis belum dapat ditegakan. Pemeriksaan ini
lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumothoraks, batas antara udara dengan dengan cairan intra dan
ekstrapulmonal serta untuk membedakan antara pneumothoraks spontan
dengan pneumothoraks sekunder.

b. Pemeriksaan endoskopi (thorakskopi) merupakan pemeriksaan invasive,


tetapi memiliki sensitivitas yang lebih besar dibandingkan pemeriksaan CT-
Scan. Ada 4 derajat.
c. Pemeriksaam foto dada tampak garis pleura viseralis, lurus atau
cembungterhadap diding dada dan terpisah dari garsi pleura parietalis. Celah
antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan
udara dan tidak didapatkan corakan vascular pada daerah tersebut.
Sinar X dad : Menyatakan akumilasi udara/cairan pada area pleural dapat
menunjukan struktur mediastinal.

d. Pemeriksaan Laboratorium
1) GDA : Variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi, gangguan
mekanik pernafsan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-
kadang mengikat. PaO2 mungkin normal atau menurun saturasi oksigen
biasanya menurun. Analisa gas darah arterimemberikan gambaran
hipoksemia.
2) Hb : Menurun, menunjukan kehilangan darah
3) Torasentesis : mrnyatakan darah/cairan sero sanguinosa.

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umun
Penatalaksanaan pneumotoraks tergantung pada jenis pneumotoraks yang
dialami, derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit
yang terjadi saat pelaksanaan pengobatan yang meliputi :

1) Tindakan dekompresi
Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar
dengan cara:
a) Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga
pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura
akan berubah menjadi negatif. Hal ini disebabkan karena udara
keluar melalui jarum tersebut. Cara lainnya adalah melakukan
penusukkan jarum ke rongga pleura melalui tranfusion set.
b) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :
- Menggunakan pipa Water Sealed Drainage (WSD).
Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantara trokar atau dengan bantuan klem penjepit (pen)
pemasukan pipa plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan
melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari
sela iga ke-4 pada garis axial tengah atau garis axial belakang.
Selain itu, dapat pula melalui sela iga ke-2 dari garis klavikula
tengah. Selanjutnya, ujung selang plastik di dada dan pipa kaca
WSD dihubungkan melelui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa
kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah
permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah
keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
- Pengisapan kontinu (continous suction).
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura
tetap positif. Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi
tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O. Tujuannya adalah agar
paru cepat mengembang dan segera terjadi perlekatan antara
pleura viseralis dan pleura parietalis.
- Pencabutan drain
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekana intrapleura
sudah negatif kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut,
drain ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam.
Apabila paru tetap mengembang penuh, drain dapat dicabut.
c) Tindakan bedah
Pembukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari
lubang yang menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu lubang
tersebut dijahit.
d) Pada pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan
pengelupasan atau dekortikasi.
Pembedahan paru kembali bila ada bagian paru yang mengalami
robekan atau bila ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru
tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.
2) Penatalaksanaan Tambahan
a) Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya, yaitu:
- Terhadap proses TB paru, diberi OAT
- Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar dekekasi,
penderita dibei obat laksatif ringan, dengan tujuan agar saat
defekasi, penderita tidak perlu mengejan terlalu keras.
b) Istirahat total
- Klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang),
batuk, bersin terlalu keras dan mengejan.

b. Terapi Farmakologi
Berikan oksigen 2-4 L dan obat penyalit dasar yang menyebabkan
pneumothoraks. Untuk memeriksanya apakah apakah ada perbaikan atau tidak
maka dilakukan foto rongten berulang kemudian dibandingkan antara yang
lama dan yang baru. Pneumothoraks yang terlalu kecil membutuhkan
thoracostomy tabung dan terlalu besar untuk tidak dilakukan aspirasi dengan
kateter kecil.

B. Konsep Asuhan Keperwatan Tension Pneumothoraks


1. Pengakjian
a) Primary survey
1) Airway & Cervikal control
Pemeriksaan apakah ada pobstruksi jalan nafas yang disebabkan benda
asing, fraktur tulang wajah, atau maksila dan mandibula. Fraktur laring
atautrakea. Jaga jalan nafas dengan jaw thrust atau chin lift, proteksi c-spine,
bila perlu lakukan pemasangan collar nect. Penderita yang dapat berbicara,
dapat dianggap bahwa jalan nafas bersih, walaupun demikian penilaian
ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.
2) Breathing &Ventilasi
a) Needle descompression
Tension pneumothoraks memerluka dekompresi segera dan
penanggulangan awal dengan cepat berupa insesi jarum yang berukuran
besarpada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang terkena.
Tindakan ini akan mengubah tension pneumothoraks pneomothoraks
sederhana. Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitif selalu
dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke
5 (setinggi puting susu) di anterior garis midaksilaris. Dekompresi
segerapake jarum suntik tusuk pada sela iga ke 2 di midklavikula dan
tutup dengan handskon biar udara laian tidak masuk selanjutnya lakukan
WSD lebih lanjut.
b) Prinsip dasar dekompresi jarum adalah untuk memasuka kateter kedalam
rongga pleura, sehingga menyediakan jalur badi udara untuk keluar dan
mengurangi tekanan yang terus bertambah. Meskipun prosedur ini bukan
tatalaksana definitif untuk tension pneumothoraks, dekompresi jarum
menghentikan progresivetas dan sedikit mengembalikan fungsi
kardiopulmoner.
c) Pemberian oksigen
3) Circulation & Hemoragic control
a) Kontrol pendarahan dengan balut tekan tapi jangan terlalu rapat untuk
mengindari parahnya tension pneumothoraks
b) Pemsangan IV line 2 kateter berukuran besar (1-2 liter RL hangat 39°C)
4) Disability & Mental status
Tentukan tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC
5) Expossure &
Buka pakaina penderita, cegah hipotermia, tampatkan di tempat tidur dengan
memrhatikan jalan nafas terjaga. Pemasangan IV line tetap.
b) Secondary Survey
1) Anamnesis
a) S : Sign and symtom
Tanyakan keluhan yang paling menanggung pada klien yang
membuatnya harus dibawa di IGD.
b) A : Alergi
Mengkaji riwayat alergi obat, makanan, atau kimiawi pada
pasienyang dapat berdampak buruk terhadap pengobatan.
c) M : Medikamentosa
Mengkaji obat yang dikonsumsi oleh pasien saat ini yang
berhubungan dengan tensoin pneumothoraks.
d) P : Pertinen medical or Surgical history
Mengkaji penyakit pasien sebelumnya yang berhubungan dengan
tension pneumothoraks
e) L : Last oral intake
Menkaji kapan pasien makan terakhir, jam brrapa serta makanan apa
saja yang telah dimkan untuk mencegah terjadinya asprasi.
f) E : Events leading up to illness or injury
Mengkaji bagaimana keadaan pasien dari dari awal kejadian sampai
pasien di diagnosa Tension pneumpthoraks.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Daerah kepala dan leher : Mukosa pucat, konjungtiva pucat DVJ
(Distensi Vena Jugularis)
b) Daerah dada
1) Inspeksi : Penggunaan otot bantu nafas,pernafasan kussmaul terdapat
jejas, konstusio, penetrasi penyebab trauma pada daerah dada.
2) Palpasi : Adanya ketidakseimbanagn traltil premitus, adanya nyeri
tekan.
3) Perkusi Adanya hopersonor
4) Auskultasi : Suara nafas krelkerls, sura jantung abnominal terkadang
terjadi penurunan bising nafas.
c) Daerah abdomen : Hermiasi organ abdomen.
d) Daerah ekstremitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi femiralis.
2. Diagnosis keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara)
b.
3. Intervensi keperawatan
Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara)
Definisi : Inspirasi dan atau/ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat
Domain 4 : Aktivitas/istirahat
Kelas 4 : Kardiovaskuler/Pulmonal
(Herdman, Kamitsuru, 2018-2020)
Kriteria hasil/Tujuan Intervensi Rasional
Status Pernapasan Monitor Pernafasan
Setelah dilakukan
1. Monitor 1. Untuk mengetahui
Tindakan keperawatan
kecepatan, perkembangan status
selama 1 x 24 jam,
irama, pernapasan pasien
diharapkan
kedalaman,
ketidakefektifan pola
dan kesulitan
napas dapat teratasi
bernafas
dengan kriteria hasil :
2. Catat 2. Untuk mengetahui
Indikator A T perkembangan status
pergerakan
Frekuensi dada, catat Kesehatan pasien dan
pernafasan ketidak mencegah terjadinya
Suara simetrisan, komplikasi.
auskultasi penggunaan
nafas otot-otot
bantu napas
Keterangan : dan retraksi
1. Deviasi berat dari pada otot
kisaran normal supraclavicula
2. Deviasi yang cukup- s dan
cukup berat dari kisaran intercosta
normal Terapi Oksigen :
3. Deviasi sedang dari 3. Bersihkan mulut, 3. Secret pada
kisaran normal hidung, dan hidung dapat
4. Deviasi ringan dari sekresi trakea menyebabkan
kisaran normal dengan tepat. pemberian
oksigen tidak
optimal.

4. Pertahankan
Kepatenan jalan
4. Kepatenan
nafas
jalan napas
sangat
mempengaruhi
keberhasilan
pemberian
terapi oksigen.
5. Monitor aliran
oksigen
5. Aliran oksigen
yang diberikan
harus sesuai
dengan
kebutuhan yang
diperlukan
(Moorhead, Johnson, Maas, pasien
Swanson. 2016) (Bulechek, Butcher, (Doengus, 2012)
Dochterman, Wagner.
2016)

Nyeri akut
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerisakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan
sedemikian rupa (international association for the study of pain); awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari itensutas ringan hingga berat akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung < 6 bulan.
Domain : 12 Kenyamanan
Kelas : 1 Kenyamanan fisik
(Herdman, Kamitsuru, 2018-2020)
Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional
Tingkat Nyeri Pemberian Analgesik
Setelah dilakukan Tindakan 1. Cek riwayat 1. Untuk mengetahui
keperawatan selama 1 x 24 jam, alegri alergi pasien
diharapkan nyeri dapat teratasi 2. Tentukan 2. Agar pemberian obat
dengan kriteria hasil : anelgesik bisa lebih efektif
Indikator A T sebelumnya, rutr
Nyeri yang prmbrtiandan
dilorkan dosisi untuk
Ekspresi nyeri mencaoai hasil
wajah pengurangan
nyeri yang
Keterangan : optimal.
1. Bertat 3. Pilih rute 3. Untuk memberikan
2. Cukup berat pemberian IV,IM panambahan cairan
3. Sedang
4. Ringan 4. Evaluasi dan 4. Untuk mengevaluasi
5. Tidak ada dokumentasikan kinerja obat
tefektivitas
(Moorhead, Johnson, Maas, analgesik tanda
Swanson. 2016) dan gejala (efek
samping)
5. Kaji Tanda-tanda 5. Untuk mengetahui
vital keadaan pasien saat ini

(Doengus, 2012)
(Bulechek, Butcher,
Dochterman, Wagner.
2016)

Kerusakan Integritas kulit


Definisi : Kerusakan pada epidermis dan/atau dermis
Domain 11 : Keamanan / perlindungan
Kelas 2 : Cedera fisik

(Herdman, Kamitsuru, 2018-2020)


Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional
Integritas jaringan: Kulit dan Perawatan luka
Membran mukosa 1. Jaga kulit agar tetap 1. Untuk menimalisir
Setelah dilakukan Tindakan kering dan bersih terjadinya infeksi
keperawatan selama 1 x 24 jam, 2. Monitor kulit ada 2. Menimalisir
diharapkan kerusakan interitas adanya kemerahan terjadinya infeksi
kulit dapat teratasi dengan 3. Berikan rawatan 3. Untuk mempercepat
kriteria hasil : insisipada luka, yang proses penyembuhan
diperlukan
Indikator A T 4. Pertahankan teknik 4. Agar tidak terjadi
Perfusi balutan steril ketika infeksi Nasokomial
jaringan melakukan
Penebalan perawatan luka
kulit dengan tepat.
Tekstur

Keterrangan :
1. Sangat terganggu (Doengus, 2012)
(Bulechek, Butcher,
2. Banyak terganggu Dochterman, Wagner.
3. Cukup terganggu 2016)
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

(Moorhead, Johnson, Maas,


Swanson. 2016)
DAFTAR PUSTAKA
Alagaff, Hood, dkk.2005Daar-dasarILmu PenyakitParu, Surabaya: Airlangga
Univerity Press.
Bulecheck, dkk.2013 Nursing Intervensions Classificstion (NIC). Jakarta : Elsiver.
Doengoes, M2012. Rencana Asuhan Keperwatan Pedoman Untuk Perencanaan
dan pendokumentasianPerwatan Pasien. Jakarta:EGC
Devi, Anarkadian Kris Buana. (2017). Aanato,o Fisiologi dan
BiokimiaKeperawatan.Yogyakrta:Pustaka Baru Press.
Gloria M. Bulecheck, dkk.2013. Nursing Intervension Classifications (NIC) 6th
Edition.Singapoer:Elsevier
Herdman, Kmaitsuru.2018. Nanda-I Diagnosis dan Klasifikasi 2018-2020.
Jakarta: EGC
Jones, Janice dan Fix, Brenda.2017. Buku Saku Perwatan Klinis. Jakarta:Erlangga
Kurniati Amelia,2013.Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana,
Elsevie:Singapure
Kowalak, Jennifer P. Dkk. 2012. Buku Ajar Patofisiologi:”Sistem Pernafasan
Pneumothoraks: Bab.7-Hal.253,Jakarta:EGC
Moorhed,dkk.2013.NursingOutcomee Classification (NOC) 5th
Edition.Singapoer:Elsevier
Sjamsuhiajat R, Wim de jong:Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi Kedua, Buku
Kedokteran EGC:2020

Anda mungkin juga menyukai