Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN FITOKIMIA

TUGAS 3
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN FLAVONOIDA
Ekstrak Psidium guajava

Disusun Oleh :
Hendri Bagus Saputra
201510410311187
Farmasi E

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
1. Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan flavonoid dalam tanaman.

2. Dasar Teori
a. Klasifikasi Tanaman
Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat,
pada tempat terbuka dan mengandung air cukup banyak. Pohon ini banyak ditanam sebagai
pohon buah-buahan. Namun, sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1-
1.200 m dpl. Jambu biji berbunga sepanjang tahun.
Secara botanis tanaman jambu biji diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.
Nama Lokal : Jambu Biji

b. Morfologi Tanaman
Jambu biji perdu atau pohon kecil, tinggi 2-10 m, percabangan banyak. Batangnya
berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, berwarna cokelat kehijauan. Daun tunggal,
bertangkai pendek, letak berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua
licin. Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi
rata agak melekuk ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, berwarna
hijau. Bunga tunggal, bertangkai, keluar dari ketiak daun, berkumpul 1-3 bunga, berwarna
putih. Buahnya buah buni, berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau
kekuningan. Daging buah tebal, buah yang masak bertekstur lunak, berwarna putih
kekuningan atau merah jambu. Biji buah banyak mengumpul di tengah, kecil-kecil. Keras,
berwarna kuning kecoklatan.

c. Manfaat Tanaman Psidium guajava


Tanaman jambu biji atau Psidium guajava L. Termasuk familia Myrtaceae, banyak
tumbuh di daerah-daerah di tanah air kita. Penduduk terlalu mementingkan buahnya,
sedangkan daun-daunnya hanya sebagian kecil saja yang memperhatikannya, padahal
mempunyai nilai obat yang baik, terutama untuk menyembuhkan sakit: diare dan
astringensia.
Jambu biji memiliki beberapa kelebihan, antara lain buahnya dapat dimakan sebagai buah
segar, dapat diolah menjadi berbagai bentuk makanan dan minuman. Selain itu, buah jambu
biji bermanfaat untuk pengobatan (terapi) bermacam-macam penyakit, seperti memperlancar
pencernaan, menurunkan kolesterol, antioksidan, menghilangkan rasa lelah dan lesu, demam
berdarah, dan sariawan. Selain buahnya, bagian tanaman lainnya, seperti daun, kulit akar
maupun akarnya, dan buahnya yang masih muda juga berkhasiat obat untuk menyembuhkan
penyakit disentri, keputihan, sariawan, kurap, diare, pingsan, radang lambung, gusi bengkak,
dan peradangan mulut, serta kulit terbakar sinar matahari
Ekstrak etanol daun jambu biji juga telah dilakukan penelitian terhadap uji aktivitas anti
oksidannya dan uji aktivitasnya sebagai anti bakteri penyebab diare.

d. Kandungan Senyawa Kimia


Semua organ tumbuhan jambu biji mengandung banyak senyawa fenolik, di samping itu
ditemukan pula golongan triterpen. Daun, kulit batang dan buah jambu biji mengandung
tanin, namun buah muda kurang tepat digunakan sebagai sumber tanin karena kadarnya
relatif kecil. Hasil skrining fitokimia Psidium guajava L. yang tumbuh di Indonesia
ditemukan steroid, tanin dan flavonoid.
Daun jambu biji sejak lama digunakan untuk pengobatan secara tradisional, dan sudah
banyak produk herbal dari sediaan jambu biji. aAun jambu biji mengandung flavonoid, tanin,
fenolat dan mnyak atsiri.

e. Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah sedian kental yang di peroleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari
simplisa nabati atau simplisa hewani menggunakan pelarut yang sesuai (Depkes RI Dirjen
POM, 2000).
Ekstrak dikelompokan atas dasar sifatnya, yaitu (Voight, 2005) :
1) Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu dan dapat
dituang.
2) Ekstrak kental adalah sediaan yang liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang.
Kandungan airnya berjumlah sampai 30%. Tingginya kandungan ainya menyebabkan
ketidakstabilan sediaan obat karena cemaran bakteri.
3) Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi dan mudah dituang. Sebaiknya
memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.
4) Ekstrak cair, ektrak yang dibuat sedemikian sehingga 1 bagian simplisa sesuai dengan 2
bagian ekstrak cair.
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang terdapat pada simplisa.
Ragam ekstraksi yang tep[at sudah tentu bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan
tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. Umumnya kita perlu
membunuh jaringan tumbuhan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis
(Harbone, 1996). Karena didalam simplisa mengandung senyawa aktif yang berbeda – beda,
sehingga metode didalam penarikan senyawa aktif didalam simplisa harus memperhatikan
faktor seperti : Udara, suhu, cahaya, logam berat. Prosesekstraksi dapat melalui tahap
menjadi : pembuatan serbuk, pembasahan, penyariran, dan pemekatan (depkes RI Dirjen
POM, 2000).

f. Golongan Seyawa
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan di alam.
Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, dan sebagian zat warna
kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid mem- punyai kerangka dasar
karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu
rantai propan (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat
menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropan atau neoflavonoid.Senyawa-senyawa
flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propane dari
sistem 1,3-diarilpropana.Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak
ditemukan dialam sehingga sering disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa
flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari
struktur tersebut.Penggolongan flavonoid berdasarkan penambahan rantai oksigen dan
perbedaan distribusi dari gugus hidroksil
Flavonoid merupakan senyawa polar karena memiliki sejumlah gu gus hidroksil yang
tidak tersub stitusi. Pelarut polar seperti etanol, metanol, etilasetat, atau campuran dari
pelarut tersebut dapat digunakan untuk mengekstrak flavonoid dari jaringan tumbuhan
( Rijke, 2005).

g. Skrinning Flavanoida
Banyak reagen yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan dari flavonoid,
meskipun beberapa juga akan bereaksi positif dengan senyawa polifenol. Reagen yang biasa
digunakan adalah :
• Shinoda Test, yaitu dengan menambahkan serbuk magnesium pada ekstrak sampel dan
beberapa tetes HCl pekat, warna orange, pink, merah sampai ungu akan terjadi pada senyawa
flavon, flavonol, turunan 2,3-dihidro dan xanton. Penggunaan zinc sebagai pengganti
magnesium dapat dilakukan, dimana hanya flavanonol yang memberikan perubahan warna
merah pekat sampai magenta, flavanon dan flavonol akan memberi warna merah muda yang
lemah sampai magenta.
• H2SO4(p), flavon dan flavonol akan memberikan perubahan larutan kuning pekat.
Kalkon dan auron menghasilkan larutan berwarna merah atau merah kebiru-biruan. Flavanon
memberikan warna orange sampai merah.
• NaOH 10% , menghasilkan larutan biru violet .
• FeCl3 5% telah digunakan secara luas untuk mengidentifikasi
• senyawa fenol, tetapi tidak dapat digunakan untuk membedakan macam-macam golongan
flavonoid. Pereaksi ini memberi warna kehijauan, warna biru, dan warna hitam-biru
(Robinson, 1995).

h. Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan zat secara cepat dengan
menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada lempeng
kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan
pemisahan didasarkan pada penyerapan pembagian atau gabungannya tergantung dari jenis
zat penyerap pembagian atau gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap dan cara
pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. KLT dengan penyerap penukar ion dapat
digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada KLT tidak tetap
jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas karena itu pada lempeng
yang sama disamping kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram dari
zat pembanding kimia lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan identifikasi
diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan ukuran yang lebih kurang sama.
Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan untuk memperkirakan kadar. Penetapan kadar
yang lebih teliti dapat digunakan dengan cara densito metri atau dengan mengambil bercak
dengan hati-hati dari lempeng, kemudian disari dengan pelarut yang cocok, dan ditetapkan
dengan cara spektrofotometri. Pada KLT 2 dimensi lempeng yang telah dievaluasi diputar
900 dan dievaluasi lagi umumnya menggunakan bejana lain yang berisi pelarut lain. Alat
yang digunakan adalah lempeng kaca, baki lempeng, rak penyimpanan, zat penyerap, alat
pembuat lapisan, bejana kromatografi, sablon, pipet mikro, alat penyemprot pereaksi, pelarut,
dan lampu ultraviolet. (Materia Medika Indonesia Jilid IV, hal 144).

3. Alat dan Bahan


a. Alat b. Bahan
 Pipet  Ekstrak Psidium guajava
 Tisu dan kain lap  Etanol
 Label  HCl pekat
 Corong  Magnesium
 Aluminium foil  n – Heksana
 Pinset  Aquadest
 Tabung reaksi  Kloroform:aseton:asam formiat
 KLT (6:6:1)
 Plat Kaca  Kiesel gel GF 254
 Penjepit kayu  Pereaksi sitrat borat
 Uap ammonia
 Asam sulfat 10%

4. Prosedur Kerja

a. Preparasi sampel
1) 0,3 gram ekstrak dikocak dengan 3 ml n-heksana berkali-kali dalam tabung reaksi
sampai ekstrak n-heksan tidak berwarna.
2) Residu dilarutkan dalam 20 ml etanol dan dibagi menjadi 4 bagian, masing-masing
disebut sebagai larutan IIIA, IIIB, IIIC dan IIID.
b. Reaksi Warna
1) Uji Bate-Smith dan Metcalf
a) Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIB ditambah 0,5 ml HCl pekat dan diamati
perubahan warna yang terjadi, kemudian dipanaskan di atas penangas air dan
diamati lagi perubahan warna yang terjadi.
b) Bila perlahan-lahan menjadi warna merah terang atau ungu menunjukan adanya
senyawa leukoantosianin (dibandingkan dengan blanko)
2) Uji Wilstater
a) Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIC ditambahkan 0,5 ml HCl pekat dan 4
potong magnesium
b) Diamati perubahan warna yang terjadi, diencerkan dengan 2 ml air suling,
kemudian ditambah 1 ml butanol.
c) Diamati warna yang terjadi di setiap lapisan. Perubahan warna jingga
menunjukkan adanya flavon, merah pucat menunjukkan adabya flavonol, merah
tua menunjukkan adanya flavonon.
c. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
1) Larutan IIID ditotolkan pada fase diam.
2) Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan :
Fase diam : Lapisan tipis selulosa (diganti Kiesel Gel 254)
Fase gerak : Kloroform : aseton : asam formiat (6:6:1)
Penampakan noda : - pereaksi sitrat borat atau
- uap ammonia atau
- asam sulfat 10%
3) Adanya flavonoid ditunjukkan dengan timbulnya noda berwarna kuning intensif.
4) Noda kuning yang ditimbulkan oleh uap ammonia akan hilang secara perlahan ketika
amonianya menguap meninggalkan noda.
5) Sedangkan noda kuning yang ditimbulkan oleh pereaksi sitrat-borat sifatnya
permanen.
5. Skema Kerja
a. Preparasi sampel

Masukkan n-heksan hingga

Tambahkan n-heksan
berkali – kali dalam
tabung reaksi hingga
ekstrak n-heksan
tidak berwarna.

masukkan ekstrak 0,3 g

IIIA IIIB IIIC IVD Diambil


residu,
dilarutkan
dalam 20 ml
Dibagi menjadi 4 bagian etanol

b. Reaksi Warna
1. Uji Bate-Smith dan Metcalf

+ 0,5 ml HCl
pekat, amati
perubahan
warna yang
terjadi

Larutan IIIA Larutan IIIB


(Blanko)
Dipanaskan
dipenangas air,
amati
perubahan
2. Uji Wilstater

+ 0,5 ml Amati
HCl pekat perubahan
& serbuk warna
magnesium yang
terjadi

Larutan IIIC

Amati perubahan
warna dan lapisan + 1ml
yang terjadi butanol
+ 2ml air
suling
c. KLT (Kromatografi Lapis Tipis)

Cek di panjang gelombang 254 nm & 365 nm

Larutan IIID
ditotolkan
pada plat
KLT
Dieluasi dalam chamber

Cek di UV 365 nm & 254 nm


DAFTAR PUSTAKA

Hapsoh., Rahmawati. 2008. Modul Agronomi: Budidaya Tanaman Obat- Obatan.


Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Heinrich, M, (et,al) 2009. Farmakognosis dan Fitoterapi. Jakarta: EGC
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan tinggi. hal 191 : ITB Press :
Bandung.
Parimin, S.P. (2009). Jambu Biji budidaya dan ragam pemanfaatannya. Depok : Penebar
Swadaya.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV.
Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.
Rijke E. 2005. Trace-level Determination of Flavonoids and Their Conjugates
Application ti Plants of The Leguminosae Family [disetasi]. Amst erdam:
Universitas Amst erdam.

Anda mungkin juga menyukai