ASAS KEWARGANGARAAN
Sebagaimana dijelaskan bahwa warga negara merupakan anggota sebuah negara
yang mempunyai tanggung jawab dan hubungan timbal balik terhadap negaranya.
Seseorang yang diakui sebagai warga yang telah disepakati dalam negara tersebut.
Ketentuan itu menjadi asas atau pedoman untuk menentukan status kewarganegaraan
seseorang. Setiap negara mempunyai kebebasan dan kewenangan untuk menentukan
asas kewarganegaraan seseorang.
Dalam menerapkan asas kewarganegaraan ini, dikenal dengan 2 (dua) pedoman,
yaitu asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaran
berdasarkan perkawinan. Dari sisi kelahiran, ada 2 (dua) asas kewarganegaraan yang
sering dijumpai, yaitu ius soli (tempat kelahiran) dan ius sanguinis (keturunan).
Sedangkan dari sisi perkawinan dikenal pula asas kesatuan hukum dan asas persamaan
derajat.
2. BERSIFAT KRITIS
Warga negara yang demokrat hendaknya selalu bersikap kritis, baik terhadap
kenyataan empiris (realistas sosial, budaya dan politik) maupun terhadap kenyataan
supra-empiris (Agama, mitologi, kepercayaan). Setiap kritis juga harus ditunjukkan
pada diri sendiri. Sikap kritis pada diri sendiri itu tentu disertai sikap kritis terhadap
pendapat yang berbeda. Tentu saja sikap kritis ini harus didukung oleh sikap yang
bertanggung jawab terhadap apa yang dikritisi.
3. MEMBUKA DISKUSI DAN DIALOG
Perbedaan pendapat dan pandangan serta perilaku merupakan realits empirik
yang pasti terjadi di tengah komunitas warga negara, apalagi di tengah komunitas
masyarakat yang plural dan multi etnik. Untuk meminimalisir konflik yang ditimbulkan
dari perbedaan tersebut, maka membuka ruang untuk berdiskusi dan berdialog
merupakan salahs atu solusi yang bisa digunakan. Oleh karenanya, sikap membuka diri
untuk berdialog dan diskusi merupakan salah satu ciri sikap warga negara yang
demokrat.
4. BERSIKAP TERBUKA
Sikap terbuka merupakan penghargaan terhadap kebebasa sesama manusia,
termasuk rasa menghargai terhadap hal yang tidak biasa atau baru serta hal-hal yang
mungkin asing. Sikap terbuka yang didasarkan atas kesadaran akan pluralisme dan
keterbatasan diri akan melahirkan kemampuan untuk memahami dan tidak secepatnya
menjatuhkan penilaian dan pilihan.
5. RASIONAL
Bagi warga negara yang demokrat, memiliki kemampuan untuk mengambil
keputusan secara bebas dan rasional adalah sesuatu hal yang harus dilakukan.
Keputusan-keputusan yangd iambil secara rasional akan mengantarkan sikap yang logis
yang ditampilkan oleh warga negara. Sementara, sikap dan keputusan yang diambil
secara tidak rasional akan membawa implikasi emosional dan cenderung egois.
Masalah-masalah yang terjadi di lingkungan awrga negara, persoalan politik, sosial,
budaya dan sebagainya, sebaliknya dilakukan dengan keputusan-keputusan yang
rasional.
6. ADIL
Sebagai warga negara yang demokrat, tidak ada tujuan baik yang patut
diwujudkan dengan cara-cara yang tidak adil. Penggunaan cara yang tidak adil adalah
bentuk pelanggaran hak azasi dari orang yang diperlakukan tidak adil. Dengan
semangat keadilan, maka tujuan-tujuan bersama bukanlah suatu yang didiktekan tetapi
ditawarkan, mayoritas suara bukanlah diatur tetepi diperoleh.
7. JUJUR
Memiliki sikap dan sifat yang jujur bagi warga negara merupakan sesuatu yang
niscaya. Kejujuran merupakan kunci bagi terciptanya keselarasan dan keharmonisan
hubungan antar warga negara. Sikap jujur bisa diterapkan di segala sektor, baik politik,
sosial dan sebagainya.
Kejujuran politik adalah bahwa kesejahteraan warga negara merupakan tujuan
yang ingin dicapai, yaitu kesejahteraan dari masyarakat yang memilih para politisi.
Ketidakjujuran politik mencari keuntungan bagi dirinya sendiri atau masalah
keuntungan bagi partainya, karena partai itu penting bagi kedudukannya.
Beberapa karakteristik warga negara yang demokrat tersebut, merupakan sikap
dan sifat yang seharusnya melekat pada seorang warga negara. Hal ini akan
menampilkan sosok warga negara yang otonom, yakni mampu mempengaruhi dan
berpartisipasi dalam pengambilan di tingkat lokal secara mandiri. Sebagai warga negara
yang otonom, ia mempunyai karakeristik lanjutan sebagai berikut :
1. Memiliki kemandirian. Mandiri berarti tidak mudah dipengaruhi atau
dimobilisasi, teguh pendirian, dan bersikap kritis pada segenap keputusan publik
2. Memiliki tanggung jawab pribadi, politik dan ekonomi sebagai warga negara,
khususnya di lingkungan masyarakatnya yang terkecil seperti RT, RW, Desa dan
seterusnya. Atau juga di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi
3. Menghargai martabat manusia dan kehormatan pribadi. Menghargai berarti
menghormati hak-hak asasi dan privasi pribadi orang per orang tanpa
membedakan ras, warna kulit, golongan ataupun warga negara yang lain.
4. Berpartisipasi dalam urusan kemasyarakatan dengan pikiran dan sikap yang
santun. Warga negara yang otonom secara efektif mampu mempengaruhi dan
berpartisipasi dalam proses-proses pengambilan kebijakan pada level sosial
yang paling kecil dan lokal, misalnya dalam rapat kepanitiaan, pertemuan rukun
warga dan termasuk juga mengawasi kinerja dan kebijakan parlemen dan
pemerintah.
5. Mendorong berfungsinya demokrasi konstitusional yang sehat. Tidak ada
demokrasi tanpa aturan hukum dan konstitusi. Tanpa konstitusi, demokrasi akan
menjadi anarkhi. Karena itu, warga negara yang otonom harus melakukan tiga
hal untuk mewujudkan demokrasi konstitusional yaitu :
a. Menciptakan kultur taat hukum yang sehat dan aktif (culture of law)
b. Ikut mendorong proses pembuatan hukum yang aspiratif (process of law
making)
c. Mendukung pembuatan materi-materi hukum yang responsif (content of
law)
d. Ikut menciptakan aparat penegak hukum yang bertanggung jawab (structure
of law) (Khoiron, dkk 1999 : 89-97).
Azed, Abdul Baru, Intisari Kuliah Masalah Kewarganegaraan, Jakart : Ind-Hill.Co., 1996,
cet. Ke-1
Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia Pustaka Media, 1987.
Khairon, dkk, Penddiikan Politik bagi Warganegara, Yogyakarta : LKIS, 1999.
Kusnardi, Moh dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tatanegara Indonesia, Jakarta : FHUI dan
CV. Sinar Bakti, 1983.
Lubis. M. Solly, Asas-asas Hukum Tata Negara, Bandung : Alumni, 1982.
Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas ilmu negara dan politik, Bandung : Eresco, 1971
Syafi’e, Wirjono, Asas-asas Ilmu Negara dan Politik, Bandung : Mandar Maju, 1994.
Ubaidillah, Ahmad, et. al, Pendidikan Kewrgaan (Civic Education): Demokrasi, HAM dan
Masyrakat Madani, Jakarta : IAIN Jakarta Press, 2000, Edisi Pertama