Anda di halaman 1dari 17

A.

Pengertian
Osteoarthisis merupakan penyakit sendi degenerative yang beraitan dengan
kerusakan kartilago sendi. Osteoartritis yang juga dikenal sebagai penyakit sendi
degeneratif atau osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi
yang paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan
(disabilitas). Osteoartritis dapat didiagnosis secara berlebihan atau dianggap remeh;
penyakit ini sering diobati secara berlebihan (overtreatment) atau kurang ditangani
sebagai mana mestinya (undertreatment). Dampak fungsional osteoartritis terhadap
kualitas hidup penderitannya, khususnya yang berusia lanjut. Kerapkali tidak
dipedulikan .
Osteoartritis diklarifikasi sebagai tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau
penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan osteoartritis, dan tipe sekunder.
Namun, perbedaan antara osteoartritis primer dan sekunder tidak selalu terlihat
dengan jelas.
Pertambahan usia berhubungan secara langsung dengan proses degeneratif
dalam sendi, mengingat kemampuan kartilago artikuler untuk bertahan terhadap
mikrofaktor dengan beban muatan rendah yang berulang –ulang mengalami
penurunan. Osteoartritissering dimulai pada dekade usia ketiga, dan mencapai
puncaknya di antara dekade kelima dan keenam. Menjelang usia 75 tahun, 85%
populasi akan menunjukkan hasil pemeriksaan rontgen atau bukti klinis aanya
osteoertritis. Kendati demikian, dari angka ini hanya 15% hingga 25% yang
mengalami gejala bermakna.
(Suzanne & Brenda, 2002)

B. Etiologi

Berdasarkan penyebab, OA dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:


1. Osteoartritis Primer (Idiopatik)
a. Penuaan/umur
Proses penuaan ada hubungan dengan perubahan-perubahan dalam fungsi
kondrosit, menimbulkan perubahan pada komposisi rawan sendi yang
mengarah pada perkembangan OA.
b. Faktor metabolik/faktor endokrin
Misalnya pada klien dengan gangguan endokrin seperti hiperparatiroid.
Hubungan antara estrogen dan pembentukan tulang dan prevalensi OA pada
wanita menunjukkan bahwa hormon punya peranan penting dalam
progesivitas OA.
c. Genetik/keturunan
Terjadi karena penurunan sintesi kolagen. Bisa juga karena adanya kelainan
genetik dan perkembangan seperti dysplasia epifisial, dysplasia acetabuler,
penyakit Legg-Calve-Perthes, dislokasi sendi panggul bawaan dan slipped
epiphysis.
Wanita pasca menopause dalam keluarga yang sama ternyata memiliki tipe
OA pada tangan yang ditandai dengan rimbulnya nodus pada sendi
interfalang distal dan sendi interfalang proksimal tangan (Nodus Herbeden).
d. Faktor mekanis
Terjadi karena penekanan yang berulang pada sendi. faktor ini menyebabkan
erosi kartilago sendi sehingga tulang yang ada dibawahnya tidak terlindungi.
e. Faktor kimiawi
Terjadi karena stimulasi obat-obatan yang mengstimulasi enzim yang
mencerna kolagen dalam membran sinovial seperti preparat steroid.
(Paramitha, 2011; Price&Wilson, 2013; Kowalak, Welsh&mayer, 2012;
Smeltzer&Bare, 2002)

2. Osteoartritis Sekunder
a. Trauma (penyebab paling sering)
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi
tersebut, terutama terjadi akibat fraktur, post menisektomi, tungkai bawah
yang tidak sama panjang, hipermobilitas dan instabilitas sendi, tidak sejajar
dan serasinya permukaan sendi.
b. Deformitas kongenital
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi
akan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/seimbang sehingga
mempercepat proses degenerasi
c. Obesitas/kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat badan,
sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis mengakibatkan
seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah kegemukan.
(Paramitha, 2011; Price&Wilson, 2013; Kowalak, Welsh&mayer, 2012;
Smeltzer&Bare, 2002)

Penyebab Lain
1. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran
sinovial dan sel-sel radang.
2. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.

C. Manifestasi Klinis

1. Nyeri, kaku, dan kerusakan atau gangguan fungsional merupakan manifestasi klinis
primer.

2. Kaku paling sering terjadi di pagi hari setelah bangun tidur. Kaku biasanya
berlangsung kurang dari 30 menit dan dapat berkurang dengan pergerakan.

3. Kerusakan fungsional disebabkan oleh nyeri saat bergerak dan terbatasnya gerakan
sendi ketika terjadi perubahan struktural.

4. Osteatritis lebih sering terjadi pada sendi yang menopang berat badan ( pinggul,
lutut, tulang belakang servikal, dan lumbal ) sendi jari tangan juga dapat terganggu.
5. Mungkin terdapat nodus yang menonjol ( tidak nyeri kecuali jika mengalami
inflamasi).

D. Patofisiologi
Osteoartritis dapat dianggap sebagai hasil-akhir banyak proses patologi yang
menyatu menjadi suatu predisposisi penyakit yang menyeluruh. Osteoartritis
mengenai kartilago artikuler, tulang subkondrium (lempeng tulang yang menyangga
kartilago artikuler) serta sinovium, dan menyebabkan keadaan campuran dari proses
degradasi, inflamasi serta perbaikan. Pemahaman terhadap osteoartritis telah
berkembang luas hingga sudah berada di luar pandangan bahwa penyakit tersebut
hanya semata-mata proses “ aus akibat pemakaian” yang berhubungan dengan
penuaan. Faktor resiko bagi osteoartritis mencakup usia, jenis kelamin wanita,
predisposisi genetik, obesitas,stres mekanis sendi, trauma sendi, kelainan sendi atau
tulang yang dialami sebelumnya, dan riwayat penyakit inflamasi, endokrin serta
metabolik.
Unsur herediter osteoartritis yang dikenal sebagai nodal generalized
osteoartritis (yang mengenai tiga atau lebih kelompok sendi) telah dikonfirmasikan.
Tipe osteoartritis ini meliputi proses iflamasi primer. Wanita pascamenopause dalam
keluarga yang sama ternyata memiliki tipe osteoartritis pada tangan yang ditandai
dengan timbulnya nodus pada sendi intrerfalang distal dan sendi interfalang proksimal
tangan.
Gangguan kognital dan perkembangan pada koksa sudah diketahui benar
sebagai predisposisi dalam diri seorang untuk mengalami osteoartritis koksa.
Gangguan ini mencakup subluksasi-dislokasi kongenital sendi koksa, displasia
asetabulum, penyakit Legg- Calve-Parthes dan pergeseran epifise kaput femoris.
Obesitas memiliki kaitan dengan osteoartritis sendi lutut pada wanita.
Meskipun keadaan ini mungkin terjadi akibat stress mekanis tambahan ketiaksejajaran
(misalignment) sendi lutut terhadap bagian tubuh lainnya karena diameter paha,
namunobesitas dapat memberikan efek metabolik langsung pada kartilago. Secara
mekanis, obesitas dianggap meningkatkan gaya yang melintas sendi dan karena itu
menyebabkan degenerasi kartilago. Teori faktor metabolik menunjukkan adanya
hormonatau mediator biologik yang berkaitan dengan dan menyebabkan osteoartritis.
Obesitas akan disertai peningkatan massa tulang subkondrium yang dapat
menimbulkan kekakuan tulang sehingga tulang subkondrium menjadi kurang lentur
terhadap dampak beban muatan yang akan mentransmisikan lebih besar gaya pada
kartilago artikuler tulang tersebut lebih rentan terhadap cedera.
Wanita yang obese ternyata memiliki insidensi osteoartritis lutut hampir empat
kali lipat daripada wanita adalah apakah obesitas itu mendahului osteoartritis ataukah
merupakan akibat dari gaya hidup monoton yang diadopsi oleh sejumlah pasien
dengan gejala osteoartritis; beberapa penelitian yang dilakukan baru-baru ini
menunjukkan hal yang pertama. Demikian pula terlihat bahwa osteoartritis yang
terjadi dalam usia dewasa muda pada usia ini, sebenarnya osteoartritis sangat jarang
dijumpai akan akan meningkatkan resiko terjadinya osteoartritis dikemudian hari pada
sendi lutut. Penurunan berat dalam usia pertengahan atau sesudah itu tampaknya dapat
menurunkan resiko untuk terjadinya osteoartritis pada sendi lutut. Gambaran ini
tampaknya lebih berlaku pada wanita ketimbang pada laki-laki di mana cedera lutut
merupakan unsur prnyebab yang lebih penting. Jadi, pencegahan atau penanganan
obesitas mungkin merupakan faktor yang penting dalam mencegah terjadinya
osteoartritis pada sendi lutut. (Suzanne & Brenda, 2002).
Faktor-faktor mekanis seperti trauma sendi, aktivitas olahraga dan pekerjaan
juga turut terlibat. Faktor-faktor ini mencakup kerusakan pada ligamentum krusiatum
dan robekan meniskus, aktivitas fisik yang berat dan kebiasaan sering berlutut.
Pathway Osteoathritis
Reaksi factor R Reaksi peradangan
dengan antibody,
factor metabolic
dengan infeksi

Nyeri Kurang informasi Synovial menebal


tentang proses
penyakit

Deformitas sendi Gg citra


tubuh
Defisiensi
pengetahuan

Infiltrasi kedalam os
condria

Hambatan nutrisi pada


kartilago artikuralis
Kerusakan kartilago & tulang Kartilago nekrosis

Tendon & ligament melemah

Erosi kartilago

Hilangnya kekuatan Mudah luksasi &


otot subluksasi Adhesi pada permukaan sendi

Kekakuan sendi
Ankilosis fibrosa ankilosis tulang
Resiko cedera

Hambatan mobilitas fisik Terbatasnya gerakan sendi

Defisit perawatan diri


E. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi apabila osteoarthritis tidak ditangani dengan serius. Terdapat
dua macam komplikasi yaitu :
1. Kronis
Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang terparah ialah
terjadinya kelumpuhan.
2. Akut
a. Gangguan/kesulitan gerak
b. Resiko jatuh
c. Patah tulang

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
Dengan bertambah beratnya penyakit, biasanya krepitasi (sendi berbunyi) dapat
terdengar dengan jelassampai jarak tertentu. Selanjutnya diamati tanda-tanda
adanya peradangan seperti nyei tekan, rasa hangat yang merata, warna kemerahan,
serta fleksibilitas dan mobilitas pada sendi yang sakit.
2. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk memastikan hasil pemeriksaan fisik selanjutnya akan dilakukan
pemeriksaan dengan sinar X untuk mengetahui pembesaran atau tonjolan tulang
(osteofit), degenerasi kartilago, dan penumpukan tulang. Sedangkan untuk
mengetahui kelainan struktursendi dilakukan dengan MRI ( Magnetic Resonance
Imaging).
3. Pemeriksaan Laboratorium
Apabila dipandang perlu, dokter akan melakukan pemeriksaan laboratorium
dengan menganalisis cairan sendi. Tes darah juga mungkin dilakukan untuk
mengesampingkan penyebab lain, terutama jenis lain arthritis seperti rematik
arthritis. (Prieharti & Yekti, 2017).

G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan berfokus pada upaya memperlambat dan menangani gejala karena
tidak ada terapi untuk menghentikan proses penyakit degeneratif sendi.
1. Pencegahan
a. Penurunan berat badan.
b. Pencegahan cedera.
c. Skrining perinatal untuk penykit pinggul kongenital.
d. Modifikasi ergonomi
2. Tindakan Konservatif
a. Panas, menurunkan berat badan, mengistirahatkan sendi, dan menghindari
penggunaan sendi secara berlebihan.
b. Alat ortotik untuk menopang sendi yang mengalami inflamasi (berat, braces)
c. Latihan isometrik dan postural, dan senam aerobik
d. Terapi okupasional dan fisik
3. Terapi farmakologis
a. Asetaminofen; obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID).
b. Penyakit enzim COX-2 (untuk paien yang berisiko tinggi mengalami
pendarahan GI)
c. Opioid dan kortilosteroid intra-artikular
d. Analgesik topikal seperti kapsaisin dan metil salisilat
e. Pendekatan terapeutik lain: glukosamin dan kondroitin; viskosuplentasi
(injeksi asam hialuronat per intra artikular).
4. Penatalaksanaan Bedah
Dilakukan ketika nyeri bersifat hebat dan fungsi telah hilang
a. Osteotomi
b. Artroplasti (penggantian) sendi

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Mengetahui nama klien, umur yang memberikan petunjuk mengenai dosis
obat yang diberikan, anak-anak dan dewasa pemberian dosis obatnya
berbeda. Osteoartritis sering muncul pada usia lanjut, dan hampir tak
pernah pada anak-anak osteoarthritis jarang dijumpai pada usia dibawah 40
tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun. Selanjutnya mengetahui
pekerjaan, alamat menentukan tingkat sosial, ekonomi, dan tingkat
kebersihan lingkungan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien dengan osteoarthritis mengeluh nyeri pada sendi waktu
bergerak.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya mengeluh nyeri pada saat bergerak, , merasa kaku pada
persendian
3) Riwayat kesehatan dulu
Biasanya klien pernah menderita penyakit Akromegali, inflamasi pada
sendi misalnya OA atau artropati karena inflamasi
4) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit osteoarthritis bisa terjadi karena faktor genetik. Jika anggota
keluarga mengalami penyakit ini maka akan ada kemungkinan bisa
menurun pada keluarga selanjutnya
c. Pola aktifitas sehari-hari
a. Pola aktifitas
1. Keterbatasan rentang gerak
2) Interaksi sosial
1. Kerusakan interaksi dalam keluarga
d. Pola istirahat tidur
a. Kesulitan untuk tidur karena adanya nyeri.
e. Neuro sensori
a. Sering kesemutan pada tangan dan kaki.
b. Hilangnya sensasi pada jari kaki dan tangan.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Look : Keluhan nyeri sendi yang merupakan keluhan utama yang
mendorong klien mencari pertolongan (meskipun mungkin sebelumnya
sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan
tertentu kadang menimbulkan nyeri yang lebih dibandingkan dengan
gerakan yang lain. Deformitas sendi (pembentukan tofus) terjadi dengan
temuan salah satu sendi pergelangan kaki secara perlahan membesar.
Feel :Ada nyeri tekan pda sendi kaki yang membengkak.
Move : Hambatan gerak sendi biasanya seamkin bertambah berat.
2) Pemeriksaan Muskuloskeletal
3) Pemeriksaan ekstremitas atas
4) Inspeksi dan Palpasi ekstremitas atas
5) Periksa kondisi sendi, tanda-tanda radang dan deformitas. periksa apakah
ada atrofi, hipertrofi, atau hipertrofi otot
6) kaji adanya nyeri sendi, minta pasien untuk menunjukan lokasi sendi,
catat adanya awitan nyeri, terutama bila ada trauma
7) kaji lamanya, kualitas, dan keparahan nyeri
8) kaji adanya keterbatasan gerak
9) Periksa adanya tumor jaringan parut, dan lesi pada kedua tangan. nodul
yang teraba keras tidak terasa nyeri dan ditemukan pada persendian
bagian distal interval langeal dibagian dorsorateral (nodul heberden adalah
tanda utama adanya penyakit sendi degeneratif atau osteoarthritis)
10) Periksa kemampuan ekstensi dan fleksi pada jari. Kontraktur fleksi jari
dijari kelingking, jari manis, jari tengah (kontaktur dupuytren) dapat
menghambat ekstensi penuh jari-jari tangan. Arthritis ditandai dengan
adanya keterbatasan gerak pada semua jari
11) Palpasi sendi metakarpal langeal bagian medial dan lateral jari-jari.
Rasakan adanya pembengkakan, tulang yang menonjol dan teraba keras,
serta deformitas. Jika ditemukan pembesaran pada bagian distal sendi
interfalangeal, kemungkinan besar ada penyakit sendi degeneratif
12) periksa kontur telapak tangan
13) Lakukan palpasi pada sendi jari dibagian distal, rasakan apakah ada
pembesaran, deformitas, dan nyeri
14) gerakan pergelangan tangan (fleksi, ekstensi, deviasi ulna dan medial),
tangan dan jari
15) Periksa kontur pergelangan tangan, tangan dan jari. Biasanya akan ada
pembengkakan pada penderita arhritis
16) palpasi sendi pergelangan tangan
17) Lanjutkan dengan pengkajian siku. Topang lengan klien dan biarkan siku
menekuk dan sedikit fleksi. lakukan inspeksi dan palpasi pada masing-
masing siku, permukaan ekstensor tulang ulna dan olekranon. jika
ditemukan bengkak, kemerahan dan nyeri, kemungkinan besar klien
mengalami osteoarthritis
18) inspeksi dan palpasi lengkung antara epikondilus dan olekranon. biasanya
akan ditemukan nyeri tekan pada penderita arthritis. minta pasien untuk
memfelksikan dan mengekstensikan bahu dan membalkian telapak tangan
keatas dan bawah (supinasi dan pronasi)
19) Lakukan inspeksi pada bagian depan bahu. cata adaya bengkak, dan rasa
nyeri saat disentuh. Lakukan inspeksi dan palpasi pada daerah skapula dan
rasakan otot yang ada disekitarnya
20) Inspeksi kontur bahu dan lingkar bahu dari depan kebelakang
21) Lakukan palpasi pada klavikula dari sendi sternoklavikulakesendi
akromioklavikula
22) Lakukan palpasi pada bursa subakromial dan subdeltoid setelah
mengangkat lengan kebagian posterior
23) kaji rentang pergerakan: fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi eksternal
dan internal
Pemeriksaan Ekstremitas Bawah
1) Pengakjian kaki dan tumit dilakukan dengan posisi berbaring. Inspeksi
adanya pembengkakan, kalus, tulang dikaki yang menonjol, nodul, atau
deformitas
2) Lakukan palpasi pada bagian anterior sendi pada tumit. Catat adanya
pembengkakan, nyeri, atau deformitas. Lakukan juga palpasi pada
tendon achilles, cata jika ditemukan nodul dan nyeri tekan
3) Lakukan palpasi pada sendi-sendi jari kaki. Catat jika menemukan
abnormalitas
4) Kaji kemampuan gerak daerah tumit dan kaki. Normalnya kaki dan tumit
bisa bergerak tanpa rasa nyeri
5) Kaji kekuatan otot kaki
6) Kaji lutut klien. Inspeksi adanya perubahan bentuk atau abnormalitas
pada patela
7) inspeksi dan palpasi tibiofemoral (dengan lutut difleksikan), termasuk
garis sendi, biasanya bagian tepi banyak tulangnya dan berbentuk tidak
teratur pada osteoarthritis
8) tekan patela terhadap femur yang menopang. pada keadaan abnormal
akan ada nyeri, krepitus
9) kaji kantong suprapateral, ruang infrapateral (area cekungan yang
berdekatan dengan patela). Biasanya akan ditemukan pembengkakan
pada arthritis
10) periksa rentang gerak lutut (fleksi, ekstensi, abduksi). biasanya akan
terjadi keterbatasan gerak pada penderita arthritis
11) periksa/ kaji kaki dengan cara stabilkan tumit dan putar telapak kaki
depan kedalam dan keluar (sendi tarsal dan tranversal).
12) tekan sendi metatarsofalang, kemudian palpasi setiap sendi antara ibu
jari dan jari telunjuk
13) Lakukan pengkajian pada punggung dan pinggul klien dengan posisi
berdiri. Minta klien untuk berjalan dan lihat keadaan abnormalitas dari
klien
14) Lakukan palpasi pinggul. Dan lihat apakah klien mengeluh nyeri

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b/d penurunan fungsi tulang, distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
b. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan : Deformitas skeletal, Nyeri,
ketidaknyamanan , Penurunan kekuatan otot
c. Risiko cedera b/d penurunan fungsi tulang.

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Nyeri b/d penurunan fungsi tulang, distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.

Kriteria hasil: nyeri hilang atau tekontrol

Intervensi :

a. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0 – 10). Catat faktor-
faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal. R/ Membantu
dalam menentukan kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan program.
b. Berikan matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur
sesuai kebutuhan. R/Matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan
mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan setres
pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan
pada sendi yang terinflamasi / nyeri.
c. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di
kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi. R/ Pada penyakit
berat, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera
sendi.
d. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak di tempat
tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, hindari gerakan yang
menyentak. R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi.
Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi.
e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu
bangun. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit
beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi. R/ Panas
meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan
melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitifitas pada panas dapat dihilangkan
dan luka dermal dapat disembuhkan.
f. Berikan masase yang lembut. R/ Meningkatkan elaksasi/mengurangi tegangan
otot.
g. Dorong penggunaan teknik manajemen stress misalnya relaksasi progresif
sentuhan terapeutik bio feedback, visualisasi, pedoman imajinasi hipnotis diri
dan pengendalian nafas.
h. Beri obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk
seperti asetil salisilat R/ Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot,
memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.
i. Beri obat sebelum aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.

Diagnosa 2 :Hambatan mobilitas fisik b/d deformitas skeletal, nyeri,


ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot.

Kriteria Hasil : Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.

Intervensi :

a. Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi


b. Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan. R/ Untuk mencegah
kelelahan dan mempertahankan kekuatan
c. Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus-menerus dan
tidur malam hari tidak terganggu.
d. Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif dan latihan resistif dan isometric
jika memungkinkan.
e. Bantu bergerak dengan bantuan seminimal mungkin. R/ Meningkatkan fungsi
sendi, kekuatan otot dan stamina umum.
f. Dorong klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi, berdiri dan
berjalan. R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
g. Berikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk menggunakan alat
bantu. R/ Menghindari cedera akibat kecelakaan seperti jatuh.
h. Berikan obat-obatan sesuai indikasi seperti steroid. R/ Untuk menekan
inflamasi sistemik akut.
i. Kolaborasi ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vasional.

Diagnosa 3 : Risiko cedera b/d penurunan fungsi tulang, kerusakan mobilitas fisik.

Kriteria Hasil : Klien dapat mempertahankan keselamatan fisik.

Intervensi :

a. Kendalikan lingkungan dengan : Menyingkirkan bahaya yang tampak jelas,


mengurangi potensial cedera akibat jatuh ketika tidur misalnya menggunakan
penyanggah tempat tidur, usahakan posisi tempat tidur rendah, gunakan
pencahayaan malam siapkan lampu panggil
b. Memantau regimen medikasi.
c. Izinkan kemandirian dan kebebasan maksimum dengan memberikan
kebebasan dalam lingkungan yang aman, hindari penggunaan restrain, ketika
pasien melamun alihkan perhatiannya ketimbang mengagetkannya.
ii. R/ Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi resiko cedera dan
membebaskan keluarga dari kekhawatiran yang konstan. Hal ini akan
memberikan pasien merasa otonomi, restrain dapat meningkatkan agitasi,
mengagetkan pasien akan meningkatkan ansietas.
Daftar Pustaka
Brunner, & Suddarth. (2014). Keperawatan medikal-bedah (12 ed.). Jakarta: EGC.

DiGiulio, M., Jackson, D., & Keogh, J. (2014). Keperawatan medikal bedah. (K. Aulawi, Ed., & D.
Prabantini, Trans.) yogyakarta: Rapha Publishing.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis
& NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing.
ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOARTHISTIS

DISUSUN OLEH :

1. ALDY WITANA : 113063C117001


2. AVERIANI BENEDITA ODILIA : 113063C117003
3. YENITA : 113063C117031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESAHATAN SUAKA INSAN

BANJARMASIN

2019

Anda mungkin juga menyukai