Pajak penghasilan 22
dari 500m2.
d. Apartemen, kondominium dan sejenisnyya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10 miliar dan/atau
Pajak Penghasilan 23
PPh 23 adalah pajak penghasilan yang pemenuhan kewajibannya dilakukan dengan cara pemotongan atas pembayaran
penghasilan yang diterima WP dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang berasal dari penghasilan dari harta/modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh 21. Pemotong PPh 23 adalah (a) badan pemerintah;
(b) subjek pajak dalam negeri; (c) penyelenggara kegiatan; (d) BUT atau perwakilan perusahaan luar negeri; dan (e) orang pribadi
sebagai WP dalam negeri yang ditunjuk Dirjen Pajak, yaitu akuntan, dokter, notaris/PPAT kecuali camat, pengacara, dan konsultan
yang melakukan pekerjaan bebas serta OP yang menjalankan usaha dengan menyelenggarakan pembukuan atau pembayaran berupa
sewa. Pemotongan PPh 23 dilakukan pada saat dibayarkan, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo. Setelah dilakukan
pemotongan PPh 23 maka pemotong pajak harus menerbitkan bukti pemotongan PPh 23, di mana pemotong memiliki kewajiban
untuk menyetorkan dan melaporkan ke KPP. Penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya
pemotongan. Sedangkan pelaporan menggunakan SPT Masa PPh 23/26 dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya setelah bulan dilakukan pemotongan pajak tersebut. Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a),
besarnya pungutan dibedakan antara WP yang ber-NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang tidak ber-NPWP lebih
tinggi 100% daripada WP yang ber-NPWP.
Dividen
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (2c) jo. PP 19 Tahun 2009 jo. SE-01/PIJ.O3/2009, dividen
yang dikenakan pajak adalah dividen yang diterima oleh WP orang pribadi dalam negeri. Atas penghasilan berupa dividen tersebut
dikenakan pajak yang bersifat final dengan tarif 10% dari penghasilan bruto. PPh final atas dividen ini dikenakan kepada pihak
penerima dividen pada saat menerima dividen dan atas pajak tersebut pihak penerima dividen tidak dapat mengkreditkan pajak yang
telah dibayar pada saat menghitung PPh Kurang/Lebih Bayar pada akhir tahun pajak. Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal
4 ayat (3), dividen yang dikecualikan dari objek PPh 23 adalah dividen yang diterima oleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi,
BUMN/D dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat:
dividen yang dibagikan berasal dari cadangan saldo laba dan untuk PT, BUMN/D kepemilikan saham paling rendah 25% dari
jumlah modal yang disetor.
Bunga
Bunga yang dikenakan PPh 23 adalah bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
yang merupakan bunga antar pinjaman dari WP badan ke WP badan, WP badan ke WP orang pribadi atau
sebaliknya, serta bunga obligasi yang tidak dijual pada bursa efek. Tarif PPh 23 atas bunga tersebut adalah 15% dari penghasilan
bruto. Pihak yang menerima penghasilan berupa bunga tersebut dapat mengkreditkan pajak yang dibayar di muka PPh 23 atas
bunga pada saat menghitung PPh. Kurang/Lebih Bayar pada akhir tahun pajak.
Atas penghasilan yang berupa royalti tersebut, pihak yang menerima royalti dikenakan PPh 23 sebesar 15% dari penghasilan
bruto dan pajak yang dibayar di muka PPh 23 atas royalti tersebut dapat menjadi kredit pajak bagi pihak penerima royalti. Khusus
untuk royalti dari hasil karya sinematografi, perlakuan PPh 23 diatur dalam PER-33/PJ/2009 jo. SE-
58/PJ/2009.
Sewa
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1) huruf c mulai 1 Januari 2009 sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta dikenakan PPh 23 sebesar
2% dari jumlah bruto. Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a), besarnya pungutan dibedakan antara WP
yang ber-NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif
yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.
Imbalan jasa
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1 ) huruf c, imbalan jasa yang menjadi objek PPh 23 adalah imbalan
sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak,
selain yang telah dipotong PPh 21.
Berdasarkan PMK-244/PMK.03/2008 jo. SE-53/PJ./2009 tentang jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(1) huruf c UU PPh Nomor 36 tahun 2008 dikenakan PPh sebesar 2% x penghasilan bruto tidak termasuk PPN.
Jenis-jenis jasa tesebut adalah:
a. Jasa penilai (appraisal).
b. Jasa aktuaris.
c. Jasa akuntansi, pembukuan dan atestasi laporan keuangan.
d. Jasa perancang (design).
e. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi, kecuali yang dilakukan oleh BUT.
f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas adalah jasa penunjang di bidang penambangan migas dan panas
bumi berupa:
a. Jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur semen secara tepat diantara pipa selubung
dan lubang sumur.
b. Jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing) yaitu penempatan bubur semen untuk maksud-maksud
sebagai berikut:
Penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong.
Penyumbatan kembali zona yang berproduksi air.
Perbaikan dari penyemenan yang gagal
Penutupan sumur.
c. Jasa pengontrolan pasir (sand control) yaitu jasa yang menjamin bahwa bagian-bagian formasi yang tidak
terkonsolidasi tidak akan ikut terproduksi ke dalam rangkaian pipa produksi dan menghilangkan
kemungkinan tersumbatnya pipa.
d. Jasa pengasaman (matrix acidizing) yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam daya tembus formasi dan
menaikkan produktivitas dengan jalan menghilangkan material penyumbat yang tidak diinginkan.
e. Jasa peretakan hidrolika (hidraulic) yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam hal cara pengasaman tidak cocok,
misalnya perawatan pada formasi yang mempunyai daya tembus sangat kecil.
f. Jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen dan coil tubing) yaitu jasa yang dikerjakan untuk menghilangkan
cairan buatan yang berada dakan sumur baru yang telah selesai sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan asli
formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen yang
telah dipompa ke dalam cairan buatan dalam sumur.
g. Jasa uji kandung lapisan (drill steam testing), penyelesaian sementara suatu sumur baru agar dapat mengevaluasi
kemampuan berproduksi.
h. Jasa reparasi pompa reda (reda repair).
i. Jasa pemasangan instalasi dan perawatan. j. Jasa penggantian peralatan
atau material.
k. Jasa mud logging, yaitu memasukkan lumpur ke dalam sumur. l. Jasa mud engineering.
m. Jasa well logging & perforating.
n. Jasa stimulasi dan secondary decovery. o. Jasa well testing & wire line
service.
p. Jasa alat kontrol navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling. q. Jasa pemeliharaan untuk
pekerjaan drilling.
r. Jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling.
s. Jasa lainnya yang sejenis di bidang pengeboran migas.
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas adalah semua jasa penambangan dan
jasa penunjang di bidang Pertambangan
umum, berupa:
a. Jasa pengeboran.
b. Jasa penebasan.
c. Jasa pengupasan dan pengeboran.
d. Jasa penambangan.
e. Jasa pengangkutan atau sistem transportasi, kecuali jasaangkutan umum.
f. Jasa pengolahan bahan galian.
g. Jasa reklamasi tambang.
h. Jasa Pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur pabrikasi dan penggalian atau pemindahan tanah.
i. Jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum.
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara adalah berupa:
a. Bidang aeronautika, termasuk:
1. Jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara dan jasa lain sehubungan dengan pendaratan
pesawat terbang.
2. Jasa penggunaan jembatan pintu (aero bridge).
3. Jasa pelayanan penerbangan.
4. Jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari proses pelayanan penumpang dan bagasinya
serta kargo yang diangkut dengan pesawat udara, baik yang berangkat maupun yang datang, selama pesawat
udara didarat.
5. Jasa penunjang lain di bidang aeronautika.
b. Bidang non-aeronautika, termasuk:
1. Jasa catering di pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat.
2. Jasa penunjang lain di bidang non-aeronautika. i. Jasa penebangan hutan.
j. Jasa pengolahan limbah.
k. Jasa penyedia tenaga kerja (out sourcing services).
l. Jasa perantara dan atau keagenan.
m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI.
n. Jasa kustodian atau penyimpanan atau penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI.
o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara. p. Jasa mixing film.
q. Jasa sehubungan dengan software komputer termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
r. Jasa instalasi atau pemasangan mesin, peralatan listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang
dilakukan oleh WP yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha
konstruksi.
s. Jasa perawatan atau perbaikan atau pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi
atau kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh WP yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi
dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.
t. Jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses
pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (subkontrakan), spesifiknya bahan baku dan/atau barang setengah
jadi dan/atau bahan penolong atau pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna
jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa.
u. Jasa penyelidikan dan keamanan.
v. Jasa penyelenggaraan kegiatan (event organizer) adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa
penyelenggara pameran, konversi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers dan
kegiatan lain yang memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan. w. Jasa pengepakan.
x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian
informasi.
y. Jasa pembasmian hama.
z. Jasa kebersihan (cleaning service). aa. Jasa tata boga
(catering).
Pemotong memotong PPh 23 pada saat pembayaran (saat yang terutang). Pemotong memberikan Bukti Pemotongan PPh 23
kepada pihak yang dipotong. Untuk pihak yang dipotong PPh 23 merupakan bukti pengkreditan pajak, kecuali PPh 23 tersebut
bersifat final. Kemudian pemotong menyetorkan PPh 23 secara kolektif per bulan pemotongan dan disetorkan paling lambat tanggal
10 bulan berikutnya dengan menggunakan SSP atas nama pemotong PPh 23. Setelah itu pemotong melaporkan pemotongan dan
penyetoran PPh 23
Paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya dengan menggunakan SPT masa PPh 23.
Ketentuan Umum
1. Apabila dalam PhKP terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka PPh yang dibayar atau terutang di luar
negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang di Indonesia.
2. Pengkreditan dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di
Indonesia.
3. Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak
boleh melebihi jumlah tertentu. Jumlah tertentu dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap
PhKP dikalikan dengan pajak yang terutang atas PhKP. Paling tinggi besarnya sama dengan pajak yang terutang atas
PhKP, apabila dalam hal ini PhKP lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
4. Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak dilakukan untuk
masing-masing negara.
5. PhKP tidak termasuk penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat
(2) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh
Nomor 36 Tahun 2008.
6. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dngan PPh yang terutang tahun
berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.
Konsep Umum
A. PPh 25 Setiap Bulan
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan adalah
sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu, dikurangi dengan:
PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta
PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24.
Dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
1. SPT Tahunan PPh Badan Kurang Bayar - masa 12 bulan
2. SPT Tahunan Badan Kurang Bayar - masa 6 bulan
Apabila PPh pada contoh butir 1 di atas berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh untuk bagian
tahun pajak yang meliputi masa 6 bulan dalam tahun 2011, maka besarnya angsuran PPh 25 bulanan yang harus
dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2012 adalah sebesar Rp15.000.000 x
1/6 = Rp2.500.000
3. SPT Tahunan Badan Lebih Bayar
B. PPh 25 sebelum penyampaian SPT Tahunan
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian
SPT Tahunan PPh, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
C. Tahun Pajak Berjalan Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran PPh 25
dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.
Hal-hal Tertentu
Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 25 ayat (6) dan Kep-537/PJ/2000 diatur mengenai penetapan penghitungan
besarnya angsuran pajak dalamtahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, yaitu:
1. WP berhak atas kompensasi kerugian
Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan, SKP, SK Keberatan, atau putusan
banding, sesuai dengan pasal 6 ayat (2) atau pasal
31A UU PPh.
Besarnya PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar perhitungan sebagai berikut.
PPh 25 =
Jumlah penghasilan neto SPT PPh tahun lalukompensasi rugi kredit pajak
12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak
Apabila SPT PPh tahun pajak yang lalu menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil) maka besarnya PPh 25 adalah nihil.
2. WP memperoleh penghasilan tidak teratur
Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali
dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan/atau modal, kecuali
penghasilan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan
selisih kurs dari utang atau piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang
bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.
Besarnya PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar sebagai berikut:
PPh 25 =
Jumlah penghasilan neto SPT PPh tahun lalu Penghasilan tidak teratur
kredit pajak
12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak
3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan.
a) WP tidak diberikan izin perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Besarnya angsuran PPh 25
untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya
SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya PPh 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara.
Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan tersebut dengan memperhatikan SPT Tahunan tersebut mengklaim adanya
kompensasi kerugian dan penghasilan tidak teratur. Besarnya PPh 25 hasil penghitungan kembali tersebut berlaku
surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Hal ini dapat mengakibatkan adanya kurang/lebih bayar.
b) WP tidak diberikan izin perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh. Besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu peyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum
disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya PPh 25 yang dihitung berdasarkan SPT Tahunan
sementara yang disampaikan WP pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan. Setelah WP menyampaikan
SPT Tahunan PPh, maka besarnya PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut dengan
memperhatikan WP mengklaim adanya kompensasi kerugian dan penghasilan tidak teratur. Besarnya PPh 25 hasil
penghitungan kembali, akan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Hal ini dapat juga
mengakibatkan adanya kurang/lebih bayar.
Menurut KEP-537/PJ./2000, apabila terdapat kurang bayar maka atas kekurangan pembayaran PPh 25 akan dikenakan
sanksi bunga sebesar 2% per bulan untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh 25 dari masing-masing
bulan sampai dengan tanggal penyetoran. Namun, apabila terjadi lebih bayar maka atas kelebihan setoran PPh 25 dapat
dipindahbukukan ke bulan berikutnya setelah penyampaian SPT Tahunan.
4. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan
sebelum pembetulan. Dalam hal WP dalam tahun pajak berjalan membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh tahun pajak yang
lalu, maka besarnya PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan tersebut dengan memperhatikan
kompensasi kerugian atau penghasilan tidak teratur. Besarnya PPh 25 hasil penghitungan kembali tersebut,
berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
Apabila besarnya PPh 25 lebih besar, maka atas kekurangan setoran PPh 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat
(1) UU KUP No. 28 Th 2007, akan dikenai sanksi bunga sebesar 2% untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo
penyetoran PPh 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
Apabila besarnya PPh 25 lebih kecil, maka atas kelebihan setoran PPh 25 dapat dipindahbukukan ke PPh 25 bulan-
bulan berikut setelah penyampaian SPT Tahunan.
5. WP mengalami perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP (KEP-537/PJ./2000), berakibat dari dampak krisis keuangan
global yang dapat mengakibatkan perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP maka ditetapkan PER-10/PJ./2009 dan
SE-33/PJ./2009. Dalam aturan tersebut, WP yang mengalami perubahan keadaan usaha atau kegiatan usaha dalam tahun 2009
dapat diberikan pegurangan PPh 25. WP dapat diberikan pengurangan PPh 25 sampai dengan 25% untuk masa pajak Januari
s.d. Juni 2009. Pengurangan PPh 25 tersebut dihitung dari besarnya PPh 25 bulan Desember 2008. Apabila WP
menyampaikan SPT PPh tahun 2008 maka pengurangan PPh 25 dihitung dari besarnya PPh 25 berdasarkan SPT PPh
tahun pajak 2008. Namun, pengurangan PPh 25 tersebut tidak berlaku untuk WP bank, BUMN/D, WP masuk bursa, dan WP
lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala. WP juga dapat
mengajukan permohonan tertulis untuk pengurangan besarnya PPh 25 masa pajak Juli s.d. Desember 2009 kepada Kepala
KPP tempat WP terdaftar paling lama 30 Juni 2009, dengan menunjukkan bahwa besarnya PPh yang terutang tahun 2009
kurang dari 75% dari PPh yang teruang yang menjadi dasar penghitungan PPh 25 masa Januari s.d. Juni 2009 berdasarkan
hasil evaluasi, paling lama 15 hari kerja sejak permohonan pengurangan PPh 25 diterima lengkap. Apabila dalam jangka
waktu 1 bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan WP, Kepala KPP tidak memberikan keputusan maka permohonan
WP dianggap dikabulkan dan Kepala KPP harus menerbitkan surat keputusan tersebut paling lama 3 hari kerja.
Penurunan usaha/kegiatan WP
Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak WP dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan
terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya
PPh 25, WP dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya
PPh 25 secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar.
Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh 25 harus disertai dengan penghitungan besarnya PPh yang akan
terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan
yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
Peningkatan usaha/kegiatan WP
Apabila dalam tahun pajak berjalan WP mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yang akan terutang
untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh 25,
maka besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali
berdasarkan perkiraan kenaikan PPh yang terutang tersebut oleh WP sendiri atau Kepala KPP tempat WP terdaftar.
Pajak yang dipungut dinamakan Pajak Keluaran (output tax). Pada saat PKP terebut membeli BKP atau menerima
JKP dari PKP lain juga membayar yang terutang yang dinamakan pajak masukan (input tax). Dalam hal jumlah pajak
keluaran lebih besar daripada jumlah paja masukan, maka kekurangannya dibayar paling lama alkhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT masa PPN disampaikan. Sebaliknya, apabila pajak masukan yang jumlahnya lebih
besar daripada pajak keluaran maka kelebihan pembayaran pajak masukan dapat dikompensasikan dengan utang pajak masa
pajakberikutnya atau diminta kembali.
1. Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan
a) Apabila dalam suatu masa pajak, PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan
yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari
pembukuanya, maka jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak masukan yang
berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
b) Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP yang penghasilanya tidak melebihi jumlah 1.800.000.000
menggunakan Pedoman Perhitungan Pengkreditan Pajak Masukan (Deem PM) yang ditetapkan oleh PMK-
74/PMK.03/2010.
2. Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan
Pajak masukan pada dasarnya dapat dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama (credit method)
akan tetapi utnuk pengeluaran yang dimaksud dibawah
ini, pajak masukanya tidak dapat dikreditkan,yaitu:
a) Perolehan BKP atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
b) Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
c) Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau
disewakan.
d) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha Dikukuhkan
sebagai PKP
e) Perolehan BKP atau JKP yang dalam faktur pajak tidak memenuhi ketentuan sebagiamana dimaksud dalam pasal 13
ayat 5 UU PPN jo.PER-65/PJ/2010 dimana dokumen tidak mencantumkan:
Nama,alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan.
Nama pembeli BKP atau penerima JKP.
NPWP, dalam hal penerima dokumen adalah WP dalam Negeri.
Jumlah satuan barang apabila ada.
Dasar pengenaan pajak.
Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam ekspor.
f) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean yang SSP-nya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksuddalam pasal 13 ayat 5 UU PPN jo.PER-65/PJ/2010.
g) Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukanya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak
h) Perolehan JKP atau BKP yang pajak masukanya tidak dilaporkan dalam SPT masa PPN, yang diketemukan pada waktu
dilakukan pemeriksaan.
i) Perolehan BKP atau JKP yang penyerahanya dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16B ayat 3 UU PPN.
j) Pajak masukan yang berkaitan dengan BKP atau JKP yang penyerahanya dilakukan melalui mekanisme pemakaian
sendiri yang bersifat konsumtif.
k) Pajak masukan yang berkaitan dengan penyerahan:
Kendaraan bermotor bekas.
Jasa yang dilakukan oleh pengusaha biro perjalanan dan pariwisata.
Jasa pengiriman paket.
Jasa anjak piutang.
3. pengkreditan pajak masukan pada masa Tidak Sama
a) Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama, maka
dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang ersangkutan
sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
b) Dalam hal jangka waktu tersebut telah dilampaui, maka pengkreditan pajak masukan tersebut dapat dilakukan melalui
pembetulan SPT masa PPN yang bersangkutan.
Pengecualian :
Apabila pada saat pemeriksaan diketahui adanya perolehan BKP atau JKP yang telah dibukukan atau dicatat dalam
pembukuan PKP namun FPnya belum atau terlambat diterima (pajak masukan belum dapat dikreditkan) sehingga belum
dapat dilaporkan dalam SPT masa PPN maka pajak masukan tersebut tetap dapat dikreditkan pada masa diterimanya FP
tersebut.