Anda di halaman 1dari 13

Rangkuman “Beban Dibayar Di Muka”

Nama Lengkap : Ananda Mohammad Rizky Setiawan


NIM : 11180820000086
Semester/Kelas : 5/B

Definisi Beban Dibayar Di Muka


Menurut Wild dan Kwok (2011:118), beban dibayar di muka adalah pos-pos yang pada awalnya dicatat sebagai harta tetapi
diharapkan menjadi beban di kemudian hari setelah melampaui kegiatan normal perusahaan. Beban dibayar di muka biasanya
dikelompokkan ke dalam aset lancar. Beban dibayar di muka ini dapat berupa beban dibayar di muka atas asuransi, sewa, dan pajak.
Untuk akuntansi komersial, pencatatan beban dibayar di muka dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan harta dan
pendekatan beban.

Asuransi Dibayar Di Muka


Asuransi dibayar di muka tidak dikenakan PPN maupun Pajak Penghasilan.

Sewa Dibayar Di Muka


Sewa atas Tanah dan/atau Bangunan
Penghasilan yang diterima/diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah
susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, gudang, dan industri dikenakan PPh final yaitu PPh Pasal
4 ayat (2) dengan tarif 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan (PP 5 Tahun 2002 jo. KMK-
120/KMK.03/2002 jo. KEP-227/PJ/2002). Persewaan tanah dan/atau bangunan akan dipotong oleh penyewa pada saat pembayaran
atau pembebanan biaya, dan pihak penyewa tersebut yang akan membayar atau menyetor PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut ke Kas
Negara dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan melaporkannya ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh final Pasal 4 ayat (2) paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya. Apabila tidak dipotong oleh penyewa maka pihak yang menyewakan tanah dan/atau bangunan tersebut wajib
menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut ke Kas Negara dengan menggunakan SPP tanggal 15 bulan berikutnya dan
melaporkannya ke KPP dengan menggunakan SPT masa PPh final Pasal 4 ayat (2) tanggal 20 bulan berikutnya sesuai dengan PMK-
184/PMK.03/2007 jo.PMK-80/PMK.03/2010.

Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta


Mulai tahun 2009 sesuai dengan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 1, sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai
PPh Pasal 4 ayat (2) dikenakan PPh 23 sebesar 2% dari jumlah bruto. Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat
(1a), besarnya pungutan dibedakan antara WP yang ber- NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang tidak memiliki
NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP. Sebelum tahun 2009 (PER-
70/PJ./2007) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dikenakan PPh 23 sebesar 15% dari perkiraan
penghasilan neto. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta tersebut dibagi atas :
1. Sewa atas Kendaraan Angkutan Darat
Dalam PER-70/PJ./2007 Tanggal 9 April 2007 tentang jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan neto sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 1 UU PPh mengatur mengenai penghasilan sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta khusus Kendaraan angkutan darat dapat dipotong PPh 23 sebesar perkiraan
penghasilan netonya adalah 10% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Jadi, tarif efektifnya adalah sebesar 1,5% (15% x
10%) x jumlah bruto tidak termasuk PPN.
2. Sewa atas Aset Tetap Lainnya
Sesuai PER-70/PJ./2007 Tanggal 9 April 2007 tentang jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan neto sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c UU PPh, atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, selain kendaraan angkutan darat, untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian
tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau
bangunan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final, maka akan dipotong PPh 23 sebesar 15% dari perkiraan
penghasilan neto oleh pihak yang wajib membayar. Dan besarnya perkiraan penghasilan netonya adalah 30%. Jadi, tarif
efektifnya adalah sebesar 4,5% (15% x
30%) x jumlah bruto tidak termasuk PPN.
Pajak Dibayar Di Muka
Pajak dibayar dimuka merupakan pembayaran pajak yang dilakukan pemotongan dan atau pemungutan oleh pihak lain serta
pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh WP, yang harus diperhitungkan dengan pajak terutang PPh Badan atau Pajak
Keluaran WP. Pembayaran pajak dimuka diakui sebagai aset bagi WP. Pajak dibayar dimuka berupa : PPh 22, PPh 23, PPh 24, PPh
25 dan pajak masukan.

Pajak penghasilan 22

Badan pemungut pajak penghasilan 22


Sesuai dengan PMK-154/PMK.03/2010 jo. PER-15/PJ/2011 tentang pemungutan PPh
22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor/kegiatan usaha di bidang lain, adalah
sebagai berikut.
a. Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang.
b. Bendahara pemerintah dan kuasa pengguna anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada pemerintah pusat,pemerintah
daerah,instansi/lembaga pemerintah dan lembaga- lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang.
c. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang
persediaan (UP).
d. KPA/ pejabat penerbit surat perintah membayar yang dibeli delegasi oleh KPA, untuk pembayran kepada pihak ketiga yang
dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, kertasmbaja, dan
otomotif yang ditunjuk oleh kepada KPP, atas penjualan hasil produksi di dalam negeri. f. Produsen atau impoortir bahan
bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan
bakar minyak,gas dan semen.
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan yang ditunjuk oleh
kepada KPP, atas pembelian bahan bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedaganag pengumpul.

Tarif pajak penghasilan 22


Berdasarkan UU PPh Nomor 36 tahun 2008 Pasal 22 ayat (3) jo. PMK-154/PMK.03/2010 besarnya pungutan
dibedakan antara WP yang ber-NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang tidak memilik NPWP lebih tinggi 100%
daripad atarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP. Tarif ini berlaku hanya untuk pemungutan PPh 22 yang
bersifat tidak final.
1. Untuk transaksi impor barang yang dipungut oleh Bank Devisa dan DJBC, kecuali yang mendapatkan fasilitas pembebasan,
mak PPh 22 dikenakan atas:
a. Impor barang dimana importir dengan API
Dikenakan tarif sebesar 2,5% dari nilai impor untuk impor barang selain kedelai,gandum, dan tepung terigu.
Dikenakan tarif sebesar 0,5% dari nilai impor untuk impor kedelai, gandum dan tepung terigu.
b. Impor barang dimana importir Non-API dikenakan tarif 7,5% dari nilai impor
Nilai impor = nilai CIF (cost+insurance+freight)+ bea masuk (pungutan berdasarkan UU kePabean)
Nilai impor dikurskan menggunakan kurs KMK, apabila nilai impor dalam mata uang asing.
c. Hasil lelang atas barang yang tidak dikuasai dan dilakukan pelelangan oleh Dirjen
Kekayaan dan Lelang Negara dan/atau DJBC. Pemenang lelang yang beli barang dari hasil lelang DJBC, maka
dikenakan 7,5% dari harga jual lelang.
d. Pungutan PPh 22 merupakan pembayaran pendahuluan yang dapat diperhitungkan dengan pajak terutang untuk tahun
pajak yang bersangkutan (tidak final).
e. PPh 22,PPN dan PPnBM harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea masuk dan dalam hal apabila Bea
Masuk ditunda atau dibebaskan, maka pajak- pajak di atas harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan
impor barang (PIB).
f. PPh 22, PPN, PPnBM ini disetor kekas negara melalui kantor pos, bank devisa atau bank yang ditunjuk oleh menteri
keuangan oleh DJBC selambat-lambatnya 1 hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak tersebut, atau oleh importir
yang bersangkutan dengan menggunakan formulir surat setoran Pabean, Cukai dan Pajakdalam rangka impor (SSPCP)
yang berlaku sebagai Bukti pemungutan pajak.
g. PPh 22, PPN dan PPnBM wajib dilaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan SPT masa ke KPP
dengan batas pelaporan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya.
2. Berdasarkan PMK-154/PMK.03/2010 jo PER-15/PJ/2011 untuk transaksi pembelian yang berhubungan dengan
bendahara pemerintah dan KPA berkenaan dengan pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000 dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah dikenakan PPh 22 sebesar 1.5% dari harga pembelian (belum termasuk PPN).
Pembiayan yang dapat dipehitungkan dengan pajak terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan (tidak final). PPh 22 atas
pembelian barang oleh pemungut pajak terutang dan dipungut pada saat pembayaran. Wajib disetor oleh pemungut
kekas negara melalui kantor pos, bank devisa atau bank yang ditunjuk oleh menteri keuangan dengan menggunakan SSP
diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak, pada hari yang sama saat memungut pajak tersebut.
3. Untuk transaksi yang berhubungan dengan industri tertentu (PMK-154/PMK.03/2010) yang terdiri atas berikut ini :
 Industri semen dikenakan tarif PPh 22 sebesar 0,25% dari harga jual.
 Industri kertas dikenakan tarif PPh 22 sebesar 0,10% dari harga jual.
 Indutri baja dikenakan tarif PPh 22 sebesar 0,30% dari harga jual.
 Industri otomotif dikenkan tarif PPh 22 sebesar 0,45% dari harga jual.
4. Untuk transaksi yang berhubungan dengan PT Pertamina serta badan usaha yang bergerak dalam bidang bahan
bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas dikenakan PPh 22 dengan tarif sebagai berikut:
Pemungutan PPh 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada
penyalur atau agen bersifat final. Tetapi, apabila penjualannya bukan kepada penyalur atau agen maka pemungutan PPh
22 bersifat tidak final.
PPh 22 dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang( delivery
order). Penyetoran PPh tersebut wajib disetorkan ke kas negara melalui kantor pos, Bank devisa, atau bank yang
ditunjuk oleh menteri keuangan dengan menggunakan SSP.
5. Untuk transaksi yang berhubungan dengan industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan,pertanian dan perikanan dikenakan tarif PPh 22 sebesar
0,25% x harga pembelian (tidak termasuk PPN) bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul,
PMK-154/PMK.03/2010 (industri plywood, tepung terigu,eksportir kayu gelondongan, industri ikan kaleng, penghasilan
cold storage) Pedagang pengumpul adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
a. Mengumpulkan hasil kehutanan,perkebunan,pertanian, dan perikanan, dan
b. Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian dan perikanan. PPh 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan
dipungut pada saat pembelian.
6. Berdasarkan PMK-253/PMK.03/2008 jo. SE-13/PJ/2009 untuk transaksi penjualan barang yang tergolong sangat
mewah dikenakan PPh 22 sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM. PPh 22 dipungut pemungut
pajak pada saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan
bagi WP yang melakukan pembelian barang tersebut. PPh 22 disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan
dilaporkan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan SPT masa.
Barang yang termasuk sangat mewah meliputi :
a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20 Miliar.
b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10 miliar
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10 miliar dan luas bangunan lebih

dari 500m2.
d. Apartemen, kondominium dan sejenisnyya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10 miliar dan/atau

luas bangunan lebih dari 400m2.


e. Kendaraan bemotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan,jeep,sport utility vehicle(suv),
multi purpose vehicle, minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5 miliar da dengan kapasitas silinder
lebih dari 3.000 cc.

Bukan objek pemungutan pajak penghasilan 22


Dikecualikan dari pemungutan PPh 22 sesuai dengan PMK-154/PMK.03/2010 jo. PER-15/PJ/2011 adalah:
a. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuaan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh:
dengan syarat ada Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh 22 yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak.
b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan bea masuk dan/atau PPN, yaitu sebagai
berikut:
1. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik.
2. Barang untuk keperluan badan international yang diakui dan terdaftar pada pemerintah Indonesia beserta pejabatnya
yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia.
3. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadan umum,amal,social atau kebudayaan.
4. Barang untuk keperluan museum,kebun binatang dan tempat lain semacam itu yan terbuka untuk umum.
5. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu penegtahuan.
6. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya
7. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazag atau abu jenazah
8. Barang pindahan.
9. Barang pribadi penumpang,awak sarana pengangkut,pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu
sesuai dengan ketentuan perundang- undangan Pabean.
10. Barang yang diimpor oleh pemerintah Pusat/Daerah yang ditujukan untuk
kepentingan umum.
11. Persenjataan,amunisi dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara.
12. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara.
13. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program pekan imunisasi nasional (PIN).
14. Buku-buku pelajaran umum,kitab suci dan buku-buku pelajaran agama
15. Kapal laut,kapal angkutan sungai,kapal angkutan danau, kapal angkutan penyebrangan,kapal pandu,kapal
tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamtan
manusia yang diimpor dan digunkaan oleh perusahaan niaga nasional atau perusahaan penagkapan ikan
nasional.
16. Pesawat udara dna suku cadang serta alat ekselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia,peralatan untuk perbaikan /pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh perusahaan
angkatan udara nasional.
17. Kereta api dan suku cadang sert peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan PT kereta api indonesia.
18. Peralatan yang dipergunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah negara republik Indonesia yang
dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia.
19. Barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasinya dilakukan
oleh kontraktor Kontrak kerjja sama (KKS).
c. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.
d. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang barang yang telah diekspor kemudian
diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan,pengerjaan dan
pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC.
e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak Bendahara Pemerintah dan KPA
berkenaan dengan: (1) pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000 dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah; dan (2) pembayaran untuk pembalian bahan bakar minyak,listrik,gas,pelumas,air minum/PDAM, dan benda-
benda pos.
f. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perum Bulog.
g. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan darri emas untuk tujuan ekspor.
h. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana bantuan
operasional sekolah (BOS).
Menurut PMK-154/PMK.03 jo. SE-92/PJ/2010, penambahan objek yang dikecualikan dari pemungutan PPh 22 yaitu atas
impor barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang dilakukan oleh Kontraktor KKS dan atas pembayaran
untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana BOS.

Pajak Penghasilan 23
PPh 23 adalah pajak penghasilan yang pemenuhan kewajibannya dilakukan dengan cara pemotongan atas pembayaran
penghasilan yang diterima WP dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang berasal dari penghasilan dari harta/modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh 21. Pemotong PPh 23 adalah (a) badan pemerintah;
(b) subjek pajak dalam negeri; (c) penyelenggara kegiatan; (d) BUT atau perwakilan perusahaan luar negeri; dan (e) orang pribadi
sebagai WP dalam negeri yang ditunjuk Dirjen Pajak, yaitu akuntan, dokter, notaris/PPAT kecuali camat, pengacara, dan konsultan
yang melakukan pekerjaan bebas serta OP yang menjalankan usaha dengan menyelenggarakan pembukuan atau pembayaran berupa
sewa. Pemotongan PPh 23 dilakukan pada saat dibayarkan, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo. Setelah dilakukan
pemotongan PPh 23 maka pemotong pajak harus menerbitkan bukti pemotongan PPh 23, di mana pemotong memiliki kewajiban
untuk menyetorkan dan melaporkan ke KPP. Penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya
pemotongan. Sedangkan pelaporan menggunakan SPT Masa PPh 23/26 dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya setelah bulan dilakukan pemotongan pajak tersebut. Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a),
besarnya pungutan dibedakan antara WP yang ber-NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang tidak ber-NPWP lebih
tinggi 100% daripada WP yang ber-NPWP.

Dividen
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (2c) jo. PP 19 Tahun 2009 jo. SE-01/PIJ.O3/2009, dividen
yang dikenakan pajak adalah dividen yang diterima oleh WP orang pribadi dalam negeri. Atas penghasilan berupa dividen tersebut
dikenakan pajak yang bersifat final dengan tarif 10% dari penghasilan bruto. PPh final atas dividen ini dikenakan kepada pihak
penerima dividen pada saat menerima dividen dan atas pajak tersebut pihak penerima dividen tidak dapat mengkreditkan pajak yang
telah dibayar pada saat menghitung PPh Kurang/Lebih Bayar pada akhir tahun pajak. Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal
4 ayat (3), dividen yang dikecualikan dari objek PPh 23 adalah dividen yang diterima oleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi,
BUMN/D dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat:
dividen yang dibagikan berasal dari cadangan saldo laba dan untuk PT, BUMN/D kepemilikan saham paling rendah 25% dari
jumlah modal yang disetor.

Bunga
Bunga yang dikenakan PPh 23 adalah bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
yang merupakan bunga antar pinjaman dari WP badan ke WP badan, WP badan ke WP orang pribadi atau
sebaliknya, serta bunga obligasi yang tidak dijual pada bursa efek. Tarif PPh 23 atas bunga tersebut adalah 15% dari penghasilan
bruto. Pihak yang menerima penghasilan berupa bunga tersebut dapat mengkreditkan pajak yang dibayar di muka PPh 23 atas
bunga pada saat menghitung PPh. Kurang/Lebih Bayar pada akhir tahun pajak.

Royalti atau Imbalan atas Penggunaan Hak


Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 royalti dapat berupa berikut ini:
1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesustraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model,
rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual atau industrial atau hak serupa
lainnya.
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan atau perlengkapan industrial, komersial atau ilmiah.
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial atau komersial.
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut
pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan atau perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian
pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, yaitu:
a. penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya yang disalurkan kepada masyarakat
melalui satelit, kabel, serat OPtik, atau teknologi yang serupa;
b. penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio
yang disiarkan atau dipancarkan melalui satelit, kabel, serat OPtik, atau teknologi yang serupa;
c. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi.
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau
pita suara untuk siaran radio.
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual atau
industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.

Atas penghasilan yang berupa royalti tersebut, pihak yang menerima royalti dikenakan PPh 23 sebesar 15% dari penghasilan
bruto dan pajak yang dibayar di muka PPh 23 atas royalti tersebut dapat menjadi kredit pajak bagi pihak penerima royalti. Khusus
untuk royalti dari hasil karya sinematografi, perlakuan PPh 23 diatur dalam PER-33/PJ/2009 jo. SE-
58/PJ/2009.

Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya


Hadiah yang objek pajak yaitu hadiah perlombaan, penghargaan dan prestasi tertentu, dan hadiah sehubungan dengan
pekerjaan atau pemberian jasa. Tarif PPh 23 atas hadiah adalah sebesar 15% dari jumlah bruto. PPh 23 ini dikenakan kepada
pihak yang menerima hadiah dan pajak yang dibayar di muka PPh 23 atas hadiah ini dapat menjadi kredit pajak bagi pihak
penerima hadiah. Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun melalui cara undian yang diterima atau diperoleh orang pribadi
dalam negeri dan luar negeri, badan dalam negeri dan luar negeri dikenakan PPh final sebesar 25% dari jumlah bruto hadiah undian
(UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (2) huruf b jo. PP 132 Tahun 2000 jo. Kep-395/PJ./2001 jo. SE-
19/PJ.43/2001). Hadiah yang bukan objek pajak yaitu:
1. Diberikan kepada semua pembeli/konsumen akhir tanpa diundi.
2. Hadiah diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang/jasa.
Pemotongan PPh terutang dilakukan pada bulan dilakukannya pembayaran atau diserahkannya hadiah
tersebut. Penyelenggara wajib menyetorkan PPh yang telah dipotong dengan menggunakan SSP ke bank persepsi
atau kantor pos paling lambat tanggal 10 Februari 2012. Dan penyelenggara wajib melaporkan SPT masa PPh 23 ke
KPP tempat pemotong terdaftar paling lambat tanggal 20 Februari 2012.

Sewa
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1) huruf c mulai 1 Januari 2009 sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta dikenakan PPh 23 sebesar
2% dari jumlah bruto. Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a), besarnya pungutan dibedakan antara WP
yang ber-NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif
yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.

Imbalan jasa
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1 ) huruf c, imbalan jasa yang menjadi objek PPh 23 adalah imbalan
sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak,
selain yang telah dipotong PPh 21.
Berdasarkan PMK-244/PMK.03/2008 jo. SE-53/PJ./2009 tentang jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(1) huruf c UU PPh Nomor 36 tahun 2008 dikenakan PPh sebesar 2% x penghasilan bruto tidak termasuk PPN.
Jenis-jenis jasa tesebut adalah:
a. Jasa penilai (appraisal).
b. Jasa aktuaris.
c. Jasa akuntansi, pembukuan dan atestasi laporan keuangan.
d. Jasa perancang (design).
e. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi, kecuali yang dilakukan oleh BUT.
f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas adalah jasa penunjang di bidang penambangan migas dan panas
bumi berupa:
a. Jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur semen secara tepat diantara pipa selubung
dan lubang sumur.
b. Jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing) yaitu penempatan bubur semen untuk maksud-maksud
sebagai berikut:
 Penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong.
 Penyumbatan kembali zona yang berproduksi air.
 Perbaikan dari penyemenan yang gagal
 Penutupan sumur.
c. Jasa pengontrolan pasir (sand control) yaitu jasa yang menjamin bahwa bagian-bagian formasi yang tidak
terkonsolidasi tidak akan ikut terproduksi ke dalam rangkaian pipa produksi dan menghilangkan
kemungkinan tersumbatnya pipa.
d. Jasa pengasaman (matrix acidizing) yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam daya tembus formasi dan
menaikkan produktivitas dengan jalan menghilangkan material penyumbat yang tidak diinginkan.
e. Jasa peretakan hidrolika (hidraulic) yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam hal cara pengasaman tidak cocok,
misalnya perawatan pada formasi yang mempunyai daya tembus sangat kecil.
f. Jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen dan coil tubing) yaitu jasa yang dikerjakan untuk menghilangkan
cairan buatan yang berada dakan sumur baru yang telah selesai sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan asli
formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen yang
telah dipompa ke dalam cairan buatan dalam sumur.
g. Jasa uji kandung lapisan (drill steam testing), penyelesaian sementara suatu sumur baru agar dapat mengevaluasi
kemampuan berproduksi.
h. Jasa reparasi pompa reda (reda repair).
i. Jasa pemasangan instalasi dan perawatan. j. Jasa penggantian peralatan
atau material.
k. Jasa mud logging, yaitu memasukkan lumpur ke dalam sumur. l. Jasa mud engineering.
m. Jasa well logging & perforating.
n. Jasa stimulasi dan secondary decovery. o. Jasa well testing & wire line
service.
p. Jasa alat kontrol navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling. q. Jasa pemeliharaan untuk
pekerjaan drilling.
r. Jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling.
s. Jasa lainnya yang sejenis di bidang pengeboran migas.
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas adalah semua jasa penambangan dan
jasa penunjang di bidang Pertambangan
umum, berupa:
a. Jasa pengeboran.
b. Jasa penebasan.
c. Jasa pengupasan dan pengeboran.
d. Jasa penambangan.
e. Jasa pengangkutan atau sistem transportasi, kecuali jasaangkutan umum.
f. Jasa pengolahan bahan galian.
g. Jasa reklamasi tambang.
h. Jasa Pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur pabrikasi dan penggalian atau pemindahan tanah.
i. Jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum.
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara adalah berupa:
a. Bidang aeronautika, termasuk:
1. Jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara dan jasa lain sehubungan dengan pendaratan
pesawat terbang.
2. Jasa penggunaan jembatan pintu (aero bridge).
3. Jasa pelayanan penerbangan.
4. Jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari proses pelayanan penumpang dan bagasinya
serta kargo yang diangkut dengan pesawat udara, baik yang berangkat maupun yang datang, selama pesawat
udara didarat.
5. Jasa penunjang lain di bidang aeronautika.
b. Bidang non-aeronautika, termasuk:
1. Jasa catering di pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat.
2. Jasa penunjang lain di bidang non-aeronautika. i. Jasa penebangan hutan.
j. Jasa pengolahan limbah.
k. Jasa penyedia tenaga kerja (out sourcing services).
l. Jasa perantara dan atau keagenan.
m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI.
n. Jasa kustodian atau penyimpanan atau penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI.
o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara. p. Jasa mixing film.
q. Jasa sehubungan dengan software komputer termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
r. Jasa instalasi atau pemasangan mesin, peralatan listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang
dilakukan oleh WP yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha
konstruksi.
s. Jasa perawatan atau perbaikan atau pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi
atau kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh WP yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi
dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.
t. Jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses
pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (subkontrakan), spesifiknya bahan baku dan/atau barang setengah
jadi dan/atau bahan penolong atau pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna
jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa.
u. Jasa penyelidikan dan keamanan.
v. Jasa penyelenggaraan kegiatan (event organizer) adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa
penyelenggara pameran, konversi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers dan
kegiatan lain yang memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan. w. Jasa pengepakan.
x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian
informasi.
y. Jasa pembasmian hama.
z. Jasa kebersihan (cleaning service). aa. Jasa tata boga
(catering).
Pemotong memotong PPh 23 pada saat pembayaran (saat yang terutang). Pemotong memberikan Bukti Pemotongan PPh 23
kepada pihak yang dipotong. Untuk pihak yang dipotong PPh 23 merupakan bukti pengkreditan pajak, kecuali PPh 23 tersebut
bersifat final. Kemudian pemotong menyetorkan PPh 23 secara kolektif per bulan pemotongan dan disetorkan paling lambat tanggal
10 bulan berikutnya dengan menggunakan SSP atas nama pemotong PPh 23. Setelah itu pemotong melaporkan pemotongan dan
penyetoran PPh 23
Paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya dengan menggunakan SPT masa PPh 23.

Bukan Objek Pajak Penghasilan 23


Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (4), pemotongan PPh 23 tidak dilakukan atas:
a. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
b. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan SGU dengan hak opsi (Capital Lease);
c. Dividen sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang
diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c);
d. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
e. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotranya (PP 15 Tahun 2009); dan
f. Bunga atau imbalan lain yang diberikan atas penyaluan pinjaman dan/atau pemberian pembiayaan, termasuk yang
menggunakan pembiayaan berbasis syariah (PMK-251/PMK.03/2008).

Pajak penghasilan pasal 24


PPh 24 merupakan pajak yang telah dipotong oleh negara lain tempat WP memperoleh penghasilan yang boleh
dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia. Karena menganut asa World Wide Income, maka UU PPh menentukan
bahwa WP dalam negeri dikenakan PPh atas seluruh penghasilan yang diterimanya, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia.
Atas penghasilan tersebut maka WP harus melaporkan dengan cara:
 Melaporkan rincian penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dan perhitungan KPLN dari
WP dalam tahun yang bersangkutan. Untuk dividen penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun pajak
pada saat perolehan dividen tersebut.
 Mengajukan permohonan KPLN, sesuai dengan KMK-164/KMK.04/2002 dengan melampirkan:
o Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari hasil usaha di luar
negeri.
o Fotokopi SPT pajak yang disampaikan di luar negeri.
o Fotokopi dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka WP harus melakukan pembetulan
SPT Tahunan dngan melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. Apabila akibat pembetulan
tersebut terjadi PPh kurang bayar, maka atas kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga sebagaiman yang dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) UU KUP Nomor 28 Tahun 2007. Namun, apabila akibat pembetulan tersebut terjadi PPh lebih bayar,
maka atas kelebihan pembayaran tersebut dapat dikembalikan kepada WP setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 24, pajak yang dibayar atau yang terutang di luar negeri boleh dikreditkan terhadap pajak
yang terutang di Indonesia, tetapi tidak melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh. Metode kredit pajak yang
demikian disebut metode pengkreditan terbatas (ordinary credit method).
Saat Penggabungan Penghasilan
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut:
a. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut,
b. Untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut.
c. Untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 18 Ayat (2),
dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan PMK-265/PMK.03/2008,
Kerugian luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung PhKP (Penghasilan Kena Pajak).

Ketentuan Umum
1. Apabila dalam PhKP terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka PPh yang dibayar atau terutang di luar
negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang di Indonesia.
2. Pengkreditan dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di
Indonesia.
3. Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak
boleh melebihi jumlah tertentu. Jumlah tertentu dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap
PhKP dikalikan dengan pajak yang terutang atas PhKP. Paling tinggi besarnya sama dengan pajak yang terutang atas
PhKP, apabila dalam hal ini PhKP lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
4. Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak dilakukan untuk
masing-masing negara.
5. PhKP tidak termasuk penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat
(2) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh
Nomor 36 Tahun 2008.
6. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dngan PPh yang terutang tahun
berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.

Tata Cara Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN)


A. Perhitungan KPLN dilakukan sebagai berikut.
1. PPh dikenakan atas PhKP yang dihitung berdasarkan seluruh penghasilan yang diterima WP, dari dalam negeri dan
luar negeri. Dalam menghitung PPh, seluruh penghasilan digabungkan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan,
atau dalam tahun pajak sesuai PMK-256/PMK.03/2008 untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (2) UU PPh.
2. Dalam menghitung PhKP, kerugian yang diderita oleh WP di luar negeri tidak dapat dikompensasikan dengan
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia.
3. Dalam hal penghasilan luar negeri bersumber dari beberapa negara, maka jumlah maksimum KPLN dihitung untuk
masing-masing negara dengan menerapkan cara penghitungan sebagai berikut.
4.. Dalam hal WP memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (2) dan atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4)
UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, maka atas penghasilan tersebut bukan merupakan faktor penambahan penghasilan pada
saat menghitung PhKP.
B. Pembetulan SPT Tahunan karena perubahan penghasilan dari luar negeri, dilakukan sebagai berikut:
1. Dalam hal terjadi koreksi fiscal di luar negeri yang menyebabkan adanya
tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang di luar negeri lebih besar dari yang
dilaporkan dalam SPT Tahunan dan pajak di luar negeri kurang dibayar, maka terdapat kemungkinan PPh di
Indonesia juga kurang dibayar. Sepanjang koreksi fiskal di luar negeri tersebut dilaporkan sendiri oleh WP
melalui pembetulan SPT, maka bunga yang terutang atas pajak yang kurang dibayar tersebut tidak ditagih.
2. Dalam hal terjadi koreksi fiskal di luar negeri berupa koreksi yang menyebabkan penghasilan dan pajak atas
penghasilan terutang di luar negeri lebih kecil dari yang dilaporkan dalam SPT Tahunan, sehingga pajak di luar negeri
lebih dibayar. Koreksi fiscal di luar negeri tersebut akan mengakibatkan PPh terutang di Indonesia juga menjadi lebih
kecil, sehingga PPh menjadi lebih dibayar. Kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan ke WP setelah
diperhitungkan dengan utang pajak yang lain.
Pajak Penghasilan 25
PPh 25 harus dibayarkan atau disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sedangkan
penyampaian SPT masa PPh 25 selambat- lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.

Konsep Umum
A. PPh 25 Setiap Bulan
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan adalah
sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu, dikurangi dengan:
PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta
PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24.
Dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
1. SPT Tahunan PPh Badan Kurang Bayar - masa 12 bulan
2. SPT Tahunan Badan Kurang Bayar - masa 6 bulan
Apabila PPh pada contoh butir 1 di atas berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh untuk bagian
tahun pajak yang meliputi masa 6 bulan dalam tahun 2011, maka besarnya angsuran PPh 25 bulanan yang harus
dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2012 adalah sebesar Rp15.000.000 x
1/6 = Rp2.500.000
3. SPT Tahunan Badan Lebih Bayar
B. PPh 25 sebelum penyampaian SPT Tahunan
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian
SPT Tahunan PPh, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
C. Tahun Pajak Berjalan Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran PPh 25
dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.

Hal-hal Tertentu
Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 25 ayat (6) dan Kep-537/PJ/2000 diatur mengenai penetapan penghitungan
besarnya angsuran pajak dalamtahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, yaitu:
1. WP berhak atas kompensasi kerugian
Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan, SKP, SK Keberatan, atau putusan
banding, sesuai dengan pasal 6 ayat (2) atau pasal
31A UU PPh.
Besarnya PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar perhitungan sebagai berikut.
PPh 25 =
Jumlah penghasilan neto SPT PPh tahun lalukompensasi rugi kredit pajak
12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak

Apabila SPT PPh tahun pajak yang lalu menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil) maka besarnya PPh 25 adalah nihil.
2. WP memperoleh penghasilan tidak teratur
Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali
dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan/atau modal, kecuali
penghasilan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan
selisih kurs dari utang atau piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang
bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.
Besarnya PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar sebagai berikut:
PPh 25 =
Jumlah penghasilan neto SPT PPh tahun lalu Penghasilan tidak teratur
kredit pajak
12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak
3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan.
a) WP tidak diberikan izin perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Besarnya angsuran PPh 25
untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya
SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya PPh 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara.
Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan tersebut dengan memperhatikan SPT Tahunan tersebut mengklaim adanya
kompensasi kerugian dan penghasilan tidak teratur. Besarnya PPh 25 hasil penghitungan kembali tersebut berlaku
surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Hal ini dapat mengakibatkan adanya kurang/lebih bayar.
b) WP tidak diberikan izin perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh. Besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu peyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum
disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya PPh 25 yang dihitung berdasarkan SPT Tahunan
sementara yang disampaikan WP pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan. Setelah WP menyampaikan
SPT Tahunan PPh, maka besarnya PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut dengan
memperhatikan WP mengklaim adanya kompensasi kerugian dan penghasilan tidak teratur. Besarnya PPh 25 hasil
penghitungan kembali, akan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Hal ini dapat juga
mengakibatkan adanya kurang/lebih bayar.
Menurut KEP-537/PJ./2000, apabila terdapat kurang bayar maka atas kekurangan pembayaran PPh 25 akan dikenakan
sanksi bunga sebesar 2% per bulan untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh 25 dari masing-masing
bulan sampai dengan tanggal penyetoran. Namun, apabila terjadi lebih bayar maka atas kelebihan setoran PPh 25 dapat
dipindahbukukan ke bulan berikutnya setelah penyampaian SPT Tahunan.
4. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan
sebelum pembetulan. Dalam hal WP dalam tahun pajak berjalan membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh tahun pajak yang
lalu, maka besarnya PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan tersebut dengan memperhatikan
kompensasi kerugian atau penghasilan tidak teratur. Besarnya PPh 25 hasil penghitungan kembali tersebut,
berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
Apabila besarnya PPh 25 lebih besar, maka atas kekurangan setoran PPh 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat
(1) UU KUP No. 28 Th 2007, akan dikenai sanksi bunga sebesar 2% untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo
penyetoran PPh 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
Apabila besarnya PPh 25 lebih kecil, maka atas kelebihan setoran PPh 25 dapat dipindahbukukan ke PPh 25 bulan-
bulan berikut setelah penyampaian SPT Tahunan.
5. WP mengalami perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP (KEP-537/PJ./2000), berakibat dari dampak krisis keuangan
global yang dapat mengakibatkan perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP maka ditetapkan PER-10/PJ./2009 dan
SE-33/PJ./2009. Dalam aturan tersebut, WP yang mengalami perubahan keadaan usaha atau kegiatan usaha dalam tahun 2009
dapat diberikan pegurangan PPh 25. WP dapat diberikan pengurangan PPh 25 sampai dengan 25% untuk masa pajak Januari
s.d. Juni 2009. Pengurangan PPh 25 tersebut dihitung dari besarnya PPh 25 bulan Desember 2008. Apabila WP
menyampaikan SPT PPh tahun 2008 maka pengurangan PPh 25 dihitung dari besarnya PPh 25 berdasarkan SPT PPh
tahun pajak 2008. Namun, pengurangan PPh 25 tersebut tidak berlaku untuk WP bank, BUMN/D, WP masuk bursa, dan WP
lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala. WP juga dapat
mengajukan permohonan tertulis untuk pengurangan besarnya PPh 25 masa pajak Juli s.d. Desember 2009 kepada Kepala
KPP tempat WP terdaftar paling lama 30 Juni 2009, dengan menunjukkan bahwa besarnya PPh yang terutang tahun 2009
kurang dari 75% dari PPh yang teruang yang menjadi dasar penghitungan PPh 25 masa Januari s.d. Juni 2009 berdasarkan
hasil evaluasi, paling lama 15 hari kerja sejak permohonan pengurangan PPh 25 diterima lengkap. Apabila dalam jangka
waktu 1 bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan WP, Kepala KPP tidak memberikan keputusan maka permohonan
WP dianggap dikabulkan dan Kepala KPP harus menerbitkan surat keputusan tersebut paling lama 3 hari kerja.
Penurunan usaha/kegiatan WP
Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak WP dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan
terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya
PPh 25, WP dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya
PPh 25 secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar.
Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh 25 harus disertai dengan penghitungan besarnya PPh yang akan
terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan
yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
Peningkatan usaha/kegiatan WP
Apabila dalam tahun pajak berjalan WP mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yang akan terutang
untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh 25,
maka besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali
berdasarkan perkiraan kenaikan PPh yang terutang tersebut oleh WP sendiri atau Kepala KPP tempat WP terdaftar.

Wajib Pajak Tertentu


Menurut PMK-225/PMK.03/2009, Wajib Pajak tertentu adalah sebagai berikut:
1. WP baru yaitu orang pribadi atau badan baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas dalam tahun
pajak berjalan.
Pengahasilan Neto adalah:
a) Wajib pajak badan yang wajib melakukan pembukuan dan dari pembukuanya dapat dhitung besanya penghasilan neto
setiap bulan maka penghasilan neto fiscal dihitung berdasarkan pembukuan.
b) Untuk wajib pajak orang pribadi yang melakukan pencatatan dengan menggunakan
Norma Perhitungan Penghasilan Neto/menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuanya tidak dapat dihitung
besarnya penghasilan Neto setiap bulan, maka penghasilan neto fiscal dihitung berdasarkan Norma Perhitungan
Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.
2. WP bank dan Sewa Guna Usaha (SGU) dengan hak opsi
Untuk WP bank dan SGU dengan hak opsi lama, maka besarnya angsuran PPh 25 dihitung berdasarkan jumlah PPh
yang dihitung berdasarkan tariff PPh Pasal 17.
3. WP Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik daerah
Besarnya angsuran PPh 25 untuk WP BUMN/BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali WP bank dan SGU
dengan hak opsi dihitung berdasarkan penerapan tariff PPh pasal 17 atas laba rugi fiscal menurut Rencana Kerja
dan Anggaran Pendapatan (RKAP)
4. WP masuk bursa dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala. Untuk
WP lama, besarnya anggsuran PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tariff pasal17 atas laba
rugi fiscal menurut laporan keuangan.
5. WP Orang Probadi Pengusaha Tertentu (OPPT)
WP orang pribadi yang melakukan usaha sebagai pritel dibidang perdaganagan yang mempunyai tempat usaha lebih dari
satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili.

Pajak Masukan (PPN Masukan)


Pengusaha yang melakukan:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak didalam daerah pabean
b. Penyerahan Jasa Kena Pajak didalam daerah Pabean
c. Melakukan ekspor BKP berwujud
d. Ekspor JKP
e. Ekspor BKP tidak berwujud wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut,menyetor,serta
melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang

Pajak yang dipungut dinamakan Pajak Keluaran (output tax). Pada saat PKP terebut membeli BKP atau menerima
JKP dari PKP lain juga membayar yang terutang yang dinamakan pajak masukan (input tax). Dalam hal jumlah pajak
keluaran lebih besar daripada jumlah paja masukan, maka kekurangannya dibayar paling lama alkhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT masa PPN disampaikan. Sebaliknya, apabila pajak masukan yang jumlahnya lebih
besar daripada pajak keluaran maka kelebihan pembayaran pajak masukan dapat dikompensasikan dengan utang pajak masa
pajakberikutnya atau diminta kembali.
1. Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan
a) Apabila dalam suatu masa pajak, PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan
yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari
pembukuanya, maka jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak masukan yang
berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
b) Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP yang penghasilanya tidak melebihi jumlah 1.800.000.000
menggunakan Pedoman Perhitungan Pengkreditan Pajak Masukan (Deem PM) yang ditetapkan oleh PMK-
74/PMK.03/2010.
2. Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan
Pajak masukan pada dasarnya dapat dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama (credit method)
akan tetapi utnuk pengeluaran yang dimaksud dibawah
ini, pajak masukanya tidak dapat dikreditkan,yaitu:
a) Perolehan BKP atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
b) Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
c) Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau
disewakan.
d) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha Dikukuhkan
sebagai PKP
e) Perolehan BKP atau JKP yang dalam faktur pajak tidak memenuhi ketentuan sebagiamana dimaksud dalam pasal 13
ayat 5 UU PPN jo.PER-65/PJ/2010 dimana dokumen tidak mencantumkan:
 Nama,alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan.
 Nama pembeli BKP atau penerima JKP.
 NPWP, dalam hal penerima dokumen adalah WP dalam Negeri.
 Jumlah satuan barang apabila ada.
 Dasar pengenaan pajak.
 Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam ekspor.
f) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean yang SSP-nya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksuddalam pasal 13 ayat 5 UU PPN jo.PER-65/PJ/2010.
g) Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukanya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak
h) Perolehan JKP atau BKP yang pajak masukanya tidak dilaporkan dalam SPT masa PPN, yang diketemukan pada waktu
dilakukan pemeriksaan.
i) Perolehan BKP atau JKP yang penyerahanya dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16B ayat 3 UU PPN.
j) Pajak masukan yang berkaitan dengan BKP atau JKP yang penyerahanya dilakukan melalui mekanisme pemakaian
sendiri yang bersifat konsumtif.
k) Pajak masukan yang berkaitan dengan penyerahan:
 Kendaraan bermotor bekas.
 Jasa yang dilakukan oleh pengusaha biro perjalanan dan pariwisata.
 Jasa pengiriman paket.
 Jasa anjak piutang.
3. pengkreditan pajak masukan pada masa Tidak Sama
a) Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama, maka
dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang ersangkutan
sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
b) Dalam hal jangka waktu tersebut telah dilampaui, maka pengkreditan pajak masukan tersebut dapat dilakukan melalui
pembetulan SPT masa PPN yang bersangkutan.
Pengecualian :
Apabila pada saat pemeriksaan diketahui adanya perolehan BKP atau JKP yang telah dibukukan atau dicatat dalam
pembukuan PKP namun FPnya belum atau terlambat diterima (pajak masukan belum dapat dikreditkan) sehingga belum
dapat dilaporkan dalam SPT masa PPN maka pajak masukan tersebut tetap dapat dikreditkan pada masa diterimanya FP
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai