Anda di halaman 1dari 13

Pengertian Mashlahah dan Mursalah

Makalah ini disusun sebagai tugas makalah Mta Kuliah Ushul fiqh

Dosen Pengampu: Ibu Siti Sophiyah M.A

DISUSUN Oleh Kelompok 10

Siti Syifa Romdhonia : 20312341

Syifa Sayyidina : 20312342

Suwaibah Aslamiah :20312343

FAKULTAS TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN JAKARTA

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmaanirrahiim.

Allhamdulillah, Puji serta syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat, taufik
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW. Yang telah menjadi suri tauladan yang baik bagi seluruh umat manusia , yang
telah membawa umat islam dari jaman jahiliyyah menuju jaman Islamiyah yang penuh barokah
ini.

Penulis menyadari bahwa tugas makalah ini tidak terselesaikan tanpa adanya campur
tangan dari beberapa pihak.Sehingga penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Siti Shopiah,
M.A dosen mata kuliah Ushul Fiqh. Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai salah
satu materi tugas kegiatan yang harus di selesaikan. Adapun judul penyusun buat didalam
makalah ini adalah mengenai “PENGERTIAN MASHLAHAH MURSALAH”.Sehingga penulis
meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan kata dari penulisan makalah ini

Aceh, 22 November 2020

2
DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN ................................................................................ 1


A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 1

BAB II : PEMBAHASAN ................................................................................. 4


A. Pengertian Mashlahah Mursalah ............................................................ 4
B. Macam-Macam Mashlahah Mursalah.................................................... 5
C. Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Kehujjahan Mashlahah Mursalah
dan Alasannya ........................................................................................ 6
D. Contoh-Contoh Maslahah Mursalah ...................................................... 10

BAB III :PENUTUP .......................................................................................... 11

A. Kesimpulan .......................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam perkembangan Islam banyak sekali dasar yang telah menjadi dasar hukum yang
kita ketahui selain Al-Qur’an dan As-Sunnah dimana contohnya Ijma, Uruf dan lain sebagainya.
Sebagaimana sudah menjadi perbincangan para ulama ushul fiqih. Dan banyak pula perbedaan
para ulama-ulama ushul fiqih dan para imam-imam, ada yang mangakui kehujjahan dari
maslahah mursalah dan ada pula yang menolak kehujjahannya.

Dari latar belakang diatas kami mengambil kesimpulan yang telah kami rumuskan dalam
beberapa rumusan masalah, yaitu pertama; pengertian maslahah mursalah, kedua; syarat-syarat
maslahah mursalah, ketiga; macam-macam maslahah mursalah, keempat; kehujjahan dan objek
maslahah mursalah, kelima; contoh-contoh maslahah mursalah.

Adapun di dalam maklah kami terdapat sistematika penulisan yang meliputi pendahaluan,
pengertian maslahah mursalah, syarat-syarat maslahah mursalah, macam-macamnya, kehujjahan
dan obyek kajiannya, contoh-contoh, kesimpulan dan daftar pustaka.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian Mashlahah Mursalah?


2. Sebutkan macam-macam Mashlahah Mursalah?
3. Bagaimana pendapat ulama tentang kehujjahann Maslahah Mursalah?

B. TUJUAN MASALAH

1. Memahami pengertian Mashlahah Mursalah


2. Mengetahui macam-macam Mashlahah Mursalah
3. Mengetahui bagaimana pendapat Ulama tentang kehujjahan Maslahah dan Mursalah

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian al-Maslahah al-Mursalah

Dari segi bahasa, kata Al-Maslahah adalah seperti lafazh al-manfa’at, baik artinya ataupun
wajan-nya (timbangan kata), yaitu kalimat mashdar yang sama artinya dengan kalimat ash-
Shalah,seperti halnya lafazh al-manfa’at sama artinya dengan al’naf’u.1

Maslahah mursalah terdiri dari dua kata yaitu maslahah dan mursalah. maslahah adalah
manfaat atau suatu pekerjaan yang mengandung manfaat. Menurut imam al gazali (mazhab
syafi’i) maslahah adalah mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka
memelihara tujuan-tujuan syara’, ia memandang bahwa suatu kemaslahatan harus sejala dengan
tujuan syara’ sekalipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia. Alasanya, kemaslahatan
manusia tidak selamanya dengan tujuan-tujuan manusia. Alasanya, kemaslahatan manusia tidak
selamanya didasarkan kepada kehendak syara, tetapi sering didasarkan kepada kehendak hawa
nafsu.2

Sedangkan maslahah mursalah :

‫هو كل مصلحة لم ير د في الشرع نص على اعتبار ها او بنو عها‬

“Adalah setiap kemaslahatan yang tidak terdapat dalam nash syariat (AL-Qur’an dan sunnah )
dalam mengambil pengajaran pada wujud dan macam-macam”

Menurut istilah ahli ushul, masalah dapat diartikan kemaslahatan yang disyariatkan oleh
syar’I dalam wujud hukum, dalam rangka menciptakan kemaslahatan di samping tidak terdapat
dalil yang membenarkan dan menyalahkannya.3

Suatu kaidah fiqhiyyah menyatakan bahwa “menolak kerusakan/kemadharatan itu lebih


diutamakan daripada mendatangkan kemashlahatan. 4 ” Dari kaidah tersebut dapat ditarik benang
merah bahwa muara dari terbentuknya fiqh (hukum Islam) adalah maslahah. Secara etimologi,

1
Prof.Dr. Rachmat syafei, MA, Ilmu Ushul fiqih, Jakarta :Pustaka Setia. Hal :117
2
Zurifah Nurdin, M.Ag, Ushul fiqh 1, Bengkulu Hal :56
3
Rachmat Syafei, Op, cit. Hal :56
4
Jaih Mubarok, Kaidah Fiqiyah (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada) Hal:104

5
masalahah merupakan bentukan dari kara shalaha, yashluhu, shulhan, shilahiyyatan, yang berarti
faedah, kepentingan, kemanfaatan dan kemaslahatan.5

Sedangkan secara terminologi, maslahah diartikan sebagai sebuah ungkapan mengenai


suatu hal yang mendatangkan manfaat dan menolak kerusakan/kemadharatan. 6 Namun
pengertian tersebut bukanlah pengertian yang dimaksudkan oleh ahli ushul dalam
terminologi mashalih al-mursalah. Menurut pendapat mereka maslahah dalam term mashalih al-
mursalah adalah al-muhafazhah ‘ala maqasid al-syari’ah (memelihara /melindungi maksud-
maksud hukum syar’i).7

B. Macam-Macam Mashlah Mursalah


Telah dijelaskan di atas, bahwa Syari'at Islam berorientasi pada kemanfaatan dan
menitikberatkan keserasian hukum untuk memajukan kemaslahatan Premis dasarnya adalah
bahwa hukum harus melayani kepentingan masyarakat. Kemaslahatan atau kepentingan itu dapat
dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu :

1.Maslahah berdasarkan segi perubahan maslahat;

2.Maslahah berdasarkan keberadaan maslahat menurut syara";

3.Maslahah berdasarkan segi kualitas dan kepentingan kemaslahatan

Berikut ini penulis akan memapaparkan masing-masing pembagian kategori tersebut yaitu
sebagai berikut:

1.Menurut Mustafa asy-Syalabi , terdapat dua bentuk maslahat berdasarkan segi perubahan
maslahat Pertama, al-maslahah as-sabitah.yaitu kemaslahatan yang bersifat tetap, tidak berubah
sampai akhir zaman Misalnya, berbagai kewajiban ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.
Kedua, al-maslahah al-mutagayyirah, yaitu kemaslahatan yang berubah-ubah sesuai dengan
perubahan tempat, waktu, dan subjek hukum8

2. Al-maslahah al-mursalah adalah kemaslahatan yang didukung oleh sekumpulan makna nash,
bukan oleh nash yang rinci Kemaslahatan yang keberadaannya tidak didukung syara' dan tidak
pula dibatalkan syara' melalui dalil yang rinci Kemaslahatan dalam bentuk ini terbagi dua . yaitu
kemaslahatan yang sama sekali tidak ada dukungan dari syara', baik secara rinci maupun secara
umum , dan kemaslahatan yang tidak didukung oleh dalil syara' secara rinci, tetapi didukung
oleh makna sejumlah nash Kemaslahatan yang pertama disebut sebagai al- maslahah al-garibah
,namun para ulama tidak dapat mengemukakan contohnya secara pasti Bahkan Imam asy-Syatibi
5
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir: Kamus Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka Progessif) Hal:789
6
Al-Ghazali, Al-Mustafa min Al-Ilmi al-Ushul (Beirut: al Resalah) Hal:416
7
Ibid, Hal :417
8
Department Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an)
Hal :514

6
mengatakan kemaslahatan seperti ini tidak ditemukan dalam praktek, sekalipun ada dalam teori
Sedangkan kemaslahatan dalam bentuk kedua disebut al-maslahah al-mursalah Kemaslahatan ini
didukung oleh sekumpulan makna nash , bukan oleh nash yang rinci.Ulama usul fikih sepakat
menyatakan bahwa al-maslahah al-mu'tabarah dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan hukum
Islam Kemaslahatan seperti ini termasuk dalam metode kias Mereka juga sepakat menyatakan
bahwa al-maslahah al-mulgah tidak dapat dijadikan landasan dalam menetapkan hukum Islam,
demikian juga dengan al-maslahah al-garibah. karena tidak ditemukan dalam praktek9

3. Adapun terhadap kehujahan al-maslahah al-mursalah. pada prinsipnya jumhur ulama mazhab
menerimanya sebagai salah satu alasan dalam menetapkan hukum syara', sekalipun dalam
menetukan syarat, penerapan, dan penempatannya, mereka berbeda pendapatAl-Maslahah al-
Dharuriyyah yaitu kemaslahatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok umat manusia di
dunia dan di akhirat Dengan kata lain Al-Maslahah al-Dharuriyyah . Al-Maslahah al-Hajiyyah
yaitu kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menyempurnakan kemaslahatan pokok atau
mendasar sebelumnya yang berbentuk keringanan untuk mempertahankan dan memelihara
kebutuhan dasar manusia Dengan kata lain, kebutuhan al- Hajiyyah , adalah suatu yang
dibutuhkan bagi kehidupan manusia, akan tetapi tidak mencapai tingkat dharury Seandainya
kebutuhan ini tidak terpenuhi dalam kehidupan manusia, tidak akan meniadakan atau merusak
kehidupanitu sendiri, namun keberadaannya dibutuhkan untuk memberi kemudahan dalam
kehidupannya.10

C. Perbedaan Pendapat Dikalangan Ulama Tentang Kehujjahan Al-Maslaha Al-


Mursalah Dan Alasan

Mereka Masing-MasingTidak dapat disangkal bahwa di kalangan mazhab ushul memang


terdapat perbedaan pendapat tentang kedudukan mashlahah mursalah dan kehujjahannya dalam
hukum Islam baik yang menerima maupun menolak. Imam Malik beserta penganut mazhab
Maliki adalah kelompok yang secara jelas menggunakan maslāhah mursālah sebagai metode
ijtihad. Imam Muhammad Abu Zahra bahkan menyebutkan bahwa Imam Malik dan pengikutnya
merupakan mazhab yang mencanangkan dan menyuarakan maslāhah mursālah sebagai dalil
hukum dan hujjah syar’iyyah.11 Maslāhah mursālah lah juga digunakan dikalangan non Maliki
antara lain ulama Hanabilah. Menurut mereka maslāhah mursālah merupakan induksi dari logika
sekumpulan nash, bukan dari nash rinci seperti yang berlaku dalam qiyas.12 Bahkan Imam
Syatibi mengatakan bahwa keberadaan dan kualitas maslāhah mursālah itu bersifat qat’i,
sekalipun dalam penerapannya bersifat zhanni (relatif).[10]13

9
Ibid
10
Abdul Aziz Dahlan ct al, Ensiklopedi Hukum Islam (Cet III; Ichtiar Baru Van Hoeve,) Hal :1145
11
Amir Syarifuddin, Ushul fiqh Jilid 2 (Cet.I:Jakarta:Logos Wacana Ilmu) Hal :334
12
Nasrun Hareon, Ushul fiqh (cet.II:Jakarta: Logos Wacana Ilmu) Hal :121
13
Abu Ishak Assyathaibi, Al Muwafaqad fi Ushul asy-Syariah. Jilid IV (Beirut; Dar al-Kutub al -Ilmiyah) Hal :207

7
Adapun pandangan ulama Hanafi terhadap maslāhah mursālah terdapat penukilan yang
berbeda. Menurut al-Hamidi banyak ulama Hanafi yang tidak mengamalkannya, namun menurut
Ibnu Qudaimah, sebagian ulama Hanafi menggunakan maslāhah mursālah, tampaknya pendapat
ini lebih tepat karena kedekatan metode ini dengan istihsān di kalangan ulama Hanafiah.14 Begitu
pula pada pandangan ulama Syafi’iyah ada perbedaan pendapat. Al-Amidi dan Ibnu al-Hajib
dalam kitabnya al-Bidākhsyi, mengatakan bahwa ulama Syafi’iyah tidak menggunakan maslahah
mursalah, karena Syafi’i sendiri tidak pernah menyinggung metode ini dalam kitabnya al-
Risālah. Namun ulama lain seperti al-Ghazali menukilkan bahwa imam Syafi’i pernah
menggunakan maslahah mursalah dalam berhujjah. Akan tetapi, Imam Syafi’i memasukkannya
dalam qiyas.15

Adapun kalangan ulama yang menolak penggunaan maslāhah mursālah adalah al-Zahiriyah,
Bahkan dikabarkan bahwa mazhab Zahiriyah merupakan mazhab penentang utama atas
kehujjahan maslāhah mursālah. ulama Syi’ah dan sebagian ulama kalam Mu’tazilah, begitu
pula Qādhi al-Baidhāqi juga menolak penggunaan maslāhah mursālah dalam berijtihad.

Berikut ini akan dijelaskan perbedaan pendapat antara kalangan mazhab ushul yang menerima
dan yang menolak serta argumentasi mereka masing-masing.

a. Kelompok pertama mengatakan bahwa maslāhah mursālah adalah merupakan salah satu
dari sumber hukum dan sekaligus hujjah syariah. Adapun argumentasi kelompok ini adalah:

1. Adanya taqrir (pengakuan) Nabi atas penjelasan Mu’az bin Jabal yang akan menggunakan
ijtihad bi al-ra’yi bila tidak menemukan ayat Alquran dan Sunnah Nabi untuk menyelesaikan
sebuah kasus hukum. Penggunaan ijtihad ini mengacu pada penggunaan daya nalar atau suatu
yang dianggap maslahah. Nabi sendiri waktu itu tidak membebaninya untuk mencari
dukungan nash.

2. Adanya amaliah praktek yang begitu meluas di kalangan sahabat Nabi tentang penggunaan
maslāhah mursālah sebagai suatu keadaan yang sudah diterima bersama oleh para sahabat tanpa
saling menyalahkan. Misalnya, para sahabat telah menghimpun Alquran dalam satu mushaf, dan
ini dilakukan karena khawatir Alquran bisa hilang. Hal ini tidak ada pada masa Nabi dan tidak
pula ada larangannya. Pengumpulan Alquran dalam satu mushaf ini, semata-mata demi
kemaslahatan. Dan dalam prakteknya para sahabat telah menggunakan mashlahah mursalah yang
sama sekali tidak ditemukan satu dalil pun yang melarang atau menyuruhnya.Sesungguhnya para
sahabat telah menggunakan mashlahah mursalah sesuai dengan tujuan syara’, maka harus
diamalkan sesuai dengan tujuan itu. Jika mengenyampingkan berarti telah mengenyampingkan

14
Ibid
15
Abu Hamid al-Ghazali, Al-Musytasyfa fi ilmi al-Ushul (Beirut; Dar al -Kutub al-Ilmiyyah,) Hal :311

8
tujuan syariat dan hal itu dianggap batal dan tidak dapat diterima. Oleh karena itu, berpegang
kepada mashlahat adalah suatu kewajiban.16

3. Suatu maslahat bila nyata kemaslahatannya dan telah sejalan dengan maksud pembuat
hukum (Syari’), maka menggunakan maslahat tersebut berarti telah memenuhi tujuan syar’i,
meskipun tidak ada dalil khusus ynag mendukungnya. Sebaiknya apabila tidak digunakan untuk
menetapkan suatu kemaslahatan dalam kebijaksanaan hukum akan berarti melalaikan tujuan
yang dimaksud oleh syar’i. Karena itu dalam menggunakan maslahah mursalah itu sendiri tidak
keluar dari prinsip-prinsip syara’.

4. Sesungguhnya tujuan pensyariatan hukum adalah untuk merealisir kemaslahatan dan


menolak timbulnya kerusakan dalam kehidupan manusia. Dan tidak dapat diragukan lagi bahwa
kemaslahatan itu terus berkembang dengan perkembangan zaman dan begitu pula kemaslahatan
itu akan terus berubah dengan perubahan situasi dan lingkungan. Jika kemaslahatan itu tidak
dicermati dan direspon dengan ketetapan yang sesuai kecuali hanya terpaku kepada dalil, niscaya
kemaslahatan itu akan hilang dari kehidupan manusia.17

b. Kelompok kedua berpendapat bahwa maslāhah mursālah tidak dapat diterima sebagai
hujjah dalam menetapkan hukum. Adapun argumentasi mereka adalah:

1. Bila suatu maslahat ada petunjuk syar’i yang membenarkannya, maka ia telah termasuk
bagian dari qiyas. Seandainya tidak ada petunjuk syara’ yang membenarkannya, maka ia tidak
mungkin disebut sebagai suatu maslahat. Mengamalkan sesuatu yang di luar petunjuk syara’
berarti mengakui akan kurang lengkapnya Alquran dan sunnah Nabi.

2. Beramal dengan maslahat yang tidak mendapat pengakuan tersendiri dari nash akan
membawa kepada pengamalan hukum yang berlandaskan pada sekehendak hati dan menurut
hawa nafsu. Keberatan al-Ghazali untuk menggunakan maslāhah mursālah sebenarnya karena
tidak ingin melaksanakan hukum secara seenaknya.

3. Menggunakan maslahat dalam ijtihad tanpa berpegang pada nash akan mengakibatkan
munculnya sikap bebas dalam menetapkan hukum yang mengakibatkan seseorang teraniaya atas
nama hukum. Hal yang demikian menyalahi prinsip penetapan hukum dalam Islam, yaitu “tidak
boleh merusak, juga tidak ada yang dirusak”.
16
Romli SA, Muqaranah Muzahib fii Ushul (Cet, I, Jakarta: Gaya Media Pratama) Hal :168
17
Zaki al-Din Sya’ban, Ushul al-Fiqh al Islami (Mesir; Mathba’ah Dar al-Ta’lif) Hal: 176

9
4. Seandainya dibolehkan berijtihad dengan maslahah yang tidak mendapat dukungan dari
nash, maka akan memberi kemungkinan untuk berubahnya hukum syara’ karena alasa
berubahnya waktu dan berlainannya tempat berlakunya hukum syara’, juga karena berlainan
antara seseorang dengan orang lain. Dalam keadaan demikian, tidak akan ada kepastian hukum.

D. Contoh-contoh Maslahah Mursalah


1. Abu Bakar terhadap orang-orang yang ingkar membayar zakat, itu adalah demi
kemaslahatan.
2. Mensyaratkan adanya surat kawin, untuk syahnya gugatan dalam soal perkawinan.
3. Menulis huruf Al-Qur’an kepada huruf latin.
4. Membuang barang yang ada di atas kapal laut tanpa izin yang punya barang, karena ada
gelombang besar yang menjadikan kapal oleng. Demi kemaslahatan penumpang dan
menolak bahaya.
5. Dalam Al-Qur’an tidak ada perintah untuk mengumpulkan Al-Qur’an dari hafalan dan
tulisan, tetapi para sahabat melakukannya.18

18
Drs.Deding Siswanto Op,Cit

10
BAB III
PENUTUP
1. Masalahah mursalah ialah kemaslahatan yang tidak di tetapkan oleh syara’ dalam penetapan
hukum dan tidak ada dalil yang menyuruh mengambil atau menolaknya.

2. Dari segi pandangan syara’ maslahah di bagi menjadi 3, yaitu maslahah mu’tabarah,
maslahah mulghoh dan maslahah mursalah. Ulama’ ushul fiqh membagi maslahah menjadi 3,
yaitu maslahah dharuriyah, maslahah hajjiyah dan maslahah tahsiniyah.

3,Maslahah mursalah dapat dijadikan sebagai dalil dengan syarat:

a. Maslahah tersebut harus maslahah yang hakiki, bukan sekedar maslahah yang
diduga atau di asumsikan.
b. Kemaslahatan tersebut harus kemaslahatan umum, bukan kemaslahatan pribadi atau
kemaslahaan khusus
c. Kemaslahatan tersebut sesuai dengan maqashid al syari’ah dan tidak bertentangan
dengan dalil-dalil syara’

11
DAFTAR PUSTAKA

Prof.Dr. Rachmat syafei, MA, Ilmu Ushul fiqih, Jakarta :Pustaka Setia.
Zurifah Nurdin, M.Ag, Ushul fiqh 1, Bengkulu
Rachmat Syafei, Op, cit.
Jaih Mubarok, Kaidah Fiqiyah (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada)
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir: Kamus Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka Progessif)
Al-Ghazali, Al-Mustafa min Al-Ilmi al-Ushul (Beirut: al Resalah)

Department Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta : Yayasan Penyelenggara


Penerjemah Al-Qur’an)

Ibid
Abdul Aziz Dahlan ct al, Ensiklopedi Hukum Islam (Cet III; Ichtiar Baru Van Hoeve,)
Amir Syarifuddin, Ushul fiqh Jilid 2 (Cet.I:Jakarta:Logos Wacana Ilmu)
Nasrun Hareon, Ushul fiqh (cet.II:Jakarta: Logos Wacana Ilmu)
Abu Ishak Assyathaibi, Al Muwafaqad fi Ushul asy-Syariah. Jilid IV (Beirut; Dar al-Kutub al -
Ilmiyah)

Abu Hamid al-Ghazali, Al-Musytasyfa fi ilmi al-Ushul (Beirut; Dar al -Kutub al-Ilmiyyah,)
Romli SA, Muqaranah, Muzahib fii Ushul (Cet, I, Jakarta: Gaya Media Pratama)

Zaki al-Din Sya’ban, Ushul al-Fiqh al Islami (Mesir; Mathba’ah Dar al-Ta’lif)

Drs.Dading Siswanto Op,Cit

12
13

Anda mungkin juga menyukai