Anda di halaman 1dari 41

Dicetak pada tanggal 2020-12-12

Id Doc: 589c891e81944d46104946d2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tentang Pola Asuh

2.1.1 Pengertian Pola Asuh

Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan

anak-anaknya. Sikap tersebut meliputi cara orangtua memberikan aturan-

aturan, memberikan perhatian. Pola asuh sebagai suatu perlakuakn orangtua

dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik

anak dalam kesehariannya. Sedangkan Pengertian pola asuh orangtua

terhadap anak merupakan bentuk interaksi antara anak dan orangtua selama

mengadakan pengasuhan yang berarti orangtua mendidik, membimbing dan

melindungi anak (Yusuf, 2013:45 ).

Pola berarti susunan, model, bentuk, tata cara, gaya dalam melakukan

sesuatu. Sedangkan mengasuh berarti, membina interaksi dan komunikasi

secara penuh perhatian sehingga anak tumbuh dan berkembang menjadi

pribadi yang dewasa serta mampu menciptakan suatu kondisi yang harmonis

dalam lingkungan keluarga dan masyarakat (Desmita, 2013:8).

Berdasarkan kedua pengertian ini maka pola asuh dapat diartikan

sebagai gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak dalam

berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan.

Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orang tua akan

memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta

8
Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
9

tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang

tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu

secara sadar atau tidak sadar akan diresapi, kemudian menjadi kebiasaan pula

bagi anak-anaknya (Desmita, 2013:64). Mengasuh anak orang tua tidak hanya

mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan pengetahuan saja, melainkan

membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak (Hurlock, 2013).

Menurut Soetjiningsih (2013), kebutuhan dasar anak untuk tumbuh

kembang, secara umum digolongkan menjadi 3 kebutuhan dasar, antara lain :

a. Kebutuhan fisik-biomedis (“ASUH”)

Pola asuh orang tua terhadap anak meliputi :

1) Pangan/ gizi merupakan kebutuhan terpenting.

2) Perawatan kesehatan dasar, antara lain imunisasi, pemberian ASI,

penimbangan bayi/ anak yang teratur, pengobatan jika sakit, dll.

3) Papan/ pemukiman yang layak.

4) Higiene perorangan, sanitasi lingkungan.

5) Sandang.

6) Kesegaran jasmani, rekreasi.

b. Kebutuhan emosi/kasih sayang (“ASIH”)

Pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra dan

selaras antara ibu dengan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin

tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental maupun psikososial. Kasih

sayang orang tua baik dari ayah maupun ibu menciptakan ikatan yang erat

dan kepercayaan dasar ( basic trust).


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
10

c. Kebutuhan akan stimulasi (“ASAH”)

Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar

(pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental (ASAH) ini

mengembangkan perkembangan mental psikososial : kecerdasan,

keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, moral,

produktivitas, dan sebagainya. dapar membahagiakan dan membanggakan

orang tua yang telah susah payah membesarkannya dengan cina dan kasih

sayang.

Masa remaja merupakan masa yang rentan terhadap masalah yang

dihadapi, padahal disisi lain remaja merupakan generasi penerus bangsa,

calon pemegang estafet kepemimpinan bangsa di masa yang akan datang.

Pola asuh orangtua turut membentuk dasar kepribadian seseorang, apakah

akan menjadi seorang yang yang memiliki kepribadian yang kokoh atau

rapuh sehingga mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap stresor

(Suwanto, 2009).

2.1.2 Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Orang tua (yaitu ayah dan ibu) merupakan orang yang bertanggung

jawab pada seluruh keluarga. Orang tua juga menentukan kemana keluarga

akan dibawa dan apa yang harus diberikan sebelum anak-anak dapat

bertanggung jawab pada dirinya sendiri, ia masih tergantung dan sangat

memerlukan bekal dari orang tuanya sehingga orang tua harus mampu

memberi bekal kepada anaknya tersebut.


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
11

Keluarga merupakan tempat untuk pertama kalinya seorang anak

memperoleh pendidikan dan mengenal nilai-nilai maupun peraturan-peraturan

yang harus diikutinya yang mendasari anak untuk melakukan hubungan sosial

dengan lingkungan yang lebih luas. Namun dengan adanya perbedaan latar

belakang, pengalaman, pendidikan dan kepentingan dari orang tua maka

terjadilah cara mendidik anak.

1. Pola Asuh Otoriter

a. Bentuk-Bentuk pola asuh orang tua

Menurut Baumrid (1971) dalam John W. Sandtrock (2013:167)

menjelaskan tiga bentuk pola asuh orang tua dalam mendidik dan

memberikan metode disiplin kepada anak yaitu :

Pengasuha otorian adalah gaya yang membatasi dan

menghukum,dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan

mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Orang tua yang

otoriter menerapkan batas kendali yang tegas pada anak dan menimalisir

perdbatan verbal. Anak dari orang tua yang otoriter sering kali tidak bahagia,

ketakutan, mindaer ketika membandingkan diri dengan orang lain,tidak

mampu memulai aktivitas dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah.

1. Pengasuhan otorian adalah gaya yang membatasi dan menghukum,dimana

orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati

pekerjaan dan upaya mereka. Orang tua yang otoriter menerapkan batas

kendali yang tegas pada anak dan menimalisir perdbatan verbal. Anak dari

orang tua yang otoriter sering kali tidak bahagia, ketakutan, mindaer ketika
Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
12

membandingkan diri dengan orang lain,tidak mampu memulai aktivitas dan

memiliki kemampuan komunikasi yang lemah.

2. Pengasuhan otoritatif mendorong anak untuk mandiri namun masih

menerapkan batas kendali pada tindakan mereka tindakan verbal memberi

dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat dan penyayang

terhadap anak. Anak yang memiliki orang tua otoritatif sering kali ceria, bisa

mengendalikan diri dan mandiri,dan berorientasi dalam prestasi, mereka

cenderung untukmempertahankan hubungan yang ramah dengan teman

sebaya , bekerja sama dengan orang dewasa dan bisa mengatasi stress dengan

baik.

3. Pengasuhan yang mengabaikan (permisif) adalah gaya dimana orang tua

sangat tidak terlibat dalam kehidupanan anak. Anak yang memiliki orang tua

yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain dari kehidupan orang tua

daripada diri mereka. Anak-anak ini cenderung tidak memilikimkemampuan

mandiri. Mereka sering kali memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa

dan mungkin terasing dati keluarga. Dalam masa remaja, mereka mungkin

menunjukkan sikap membolos dan nakal.

4. Pengasuhan yang menuruti adalah gaya pengasuhan dimana orang tua sangat

terlibat dengan anak,namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka.

Orang tua macam ini membiarkan anak melakukan apa yang ia inginkan.
Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
13

b. Faktor – faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua Otoriter:

Setiap orang mempunyai sejarah sendiri – sendiri dan latar belakang

yang seringkali sangat jauh berbeda. Perbedaan ini sangat memungkinkan

terjadinya pola asuh yang berbeda terhadap anak. Menurut Maccoby & Mc

loby ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu:

a. Sosial ekonomi

Lingkungan sosial berkaitan dengan pola hubungan sosial atau pergaulan

yang dibentuk oleh orang tua maupun anak dengan lingkungan sekitarnya.

Anak yang sosial ekonaminya rendah cenderung tidak melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau bahkan tidak pernah mengenal

bangku pendidikan sama sekali karena terkendala oleh status ekonomi.

b. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan

sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Latar

belakang pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pola pikir orang tua baik

formal maupun non formal kemudian juga berpengaruh pada aspirasi atau

harapan orang tua kepada anaknya.

c. Nilai-nilai agama yang dianut orang tua

Nilai – nilai agama juga menjadi salah satu hal yang penting yang

ditanamkan orang tua pada anak dalam pengasuhan yang mereka lakukan

sehingga lembaga keagamaan juga turut berperan didalamnya.


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
14

d. Kepribadian

Dalam mengasuh anak orang tua bukan hanya mampu

mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan saja, melainkan

membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak (Riyanto, 2002).

Pendapat tersebut merujuk pada teori Humanistik yang menitikberatkan

pendidikan bertumpu pada peserta didik, artinya anak perlu mendapat

perhatian dalam membangun sistem pendidikan. Apabila anak telah

menunjukkan gejala-gejala yang kurang baik, berarti mereka sudah tidak

menunjukkan niat belajar yang sesungguhnya. Kalau gejala ini dibiarkan

terus akan menjadi masalah di dalam mencapai keberhasilan belajarnya.

e. Jumlah anak

Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi pola asuh yang

diterapkan orang tua. Semakin banyak jumlah anak dalam keluarga, maka ada

kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu menerapkan pola pengasuhan

secara maksimal pada anak karena perhatian dan waktunya terbagi antara

anak yang satu dengan anak yang lainnya, (Okta Sofia, 2009).

c. Pola asuh orang tua otoriter

1. Pengertian pola asuh orang tua otoriter

Menurut sri lestari (2012:48-49) pola asuh otoriter merupakan pola

asuh orang tua yang selalu berusaha membentuk, mengontrol, mengevaluasi

perilaku dan tindakan anak agar sesuai dengan aturan standar.


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
15

Menurut Desmita (2013:138) menyatakan orang tua otoriter

merupakan orang tua yang menampilkan sedikit keramahan dan kontrol yang

tinggi.

Menurut Juntika (2013:115) orang tua otoriter adalah orang tua yang

menampilkan sedikit keramahan dan kontrol yang tinggi, dan disiplin yang

keras menggunakan batasan, gaya menghukum, dan menuntutt remajanya

mengikuti petunjuk orang tua.

Menurut Santrock (2013:15) pola asuh orang tua otoriter adalah gaya

yang membatasi dan menghukum,dimana orang tua mendesak anak untuk

mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka.

Orang tua yang otoriter menerapkan batas kendali yang tegas pada anak dan

menimalisir perdbatan verbal. Anak dari orang tua yang otoriter sering kali

tidak bahagia, ketakutan, mindaer ketika membandingkan diri dengan orang

lain,tidak mampu memulai aktivitas dan memiliki kemampuan komunikasi

yang lemah.

Menurut Dariyo (2004:96) pola asuh otoriter merupakan pola asuh

yang memiliki ciri-ciri, menekankan segala aturan orang tua harus di taati

oleh anak. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat di kontrol oleh

anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apayang di

perintahkan oleh orang tua. Dalam hal ini, anak seolah-olah menjadi “robot”,

sehingga ia kurang inisiatif,merasa takut,tidak percaya diri, pencemas rendah

diri, minder dalam pergaulantetapi disisi lainanak bisa mwmberontak, nakal,

atau melarikan diri dari kenyataan, misalnya dengan menggunakan narkoba.


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
16

Dari segi positifnya, anak yang dididik dalam pola asuh ini, cenderung akan

menjadi disiplin yakni mentaati peraturan. Akan tetapi bisa jadi ia hanya mau

menunjukkan kedisiplinan di hadapan orang tua anak bersikap dan bertindak

alain. Hal itu tujuannya seata mata hanya untuk menyenangkan hati orang tua.

Jadi anak cenderung memiliki kedisiplinan dan kepatuhan yang semu.

b. Aspek-aspek pola asuh otoriter

1. Aspek batasan perilaku (behavioral guidelines)

Pada aspek ini, orangtua sangat kaku dan memaksa. Anak – anak

sudah dibentuk sejak kecil sehingga mereka tidak mempunyai ruang untuk

berdiskusi atau meminta keterangan. Cara yang digunakan untuk

memaksakan petunjuk – petunjuk perilaku tersebut melalui cara – cara

diktator, seringkali memakai hukuman yang berlebihan atau keras dan di luar

kemampuan si anak untuk menjalankan hukuman tersebut. Keseluruhan

tujuan dari gaya ini adalah untuk melakukan kontrol anak dan bukannya

mengajari anak atau membantu anak untuk mengembangkan otonominya.

2. Aspek kualitas hubungan emosional orangtua-anak (emotional quality of

parent-child relationship)

Gaya pengasuhan ini mempersulit perkembangan kedekatan antara

orangtua dan anak. Kedekatan yang sebenarnya didasari oleh saling

menghormati dan satu keyakinan pada diri orangtua bahwa anak mempunyai

kapasitas untuk belajar mengontrol dirinya dan membuat keputusan melalui

petunjuk – petunjuk perilaku dan kapasitas kognitif yang mereka miliki.


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
17

Gaya pengasuhan ini tidak mengakui proses individuasi pada anak dan

pertumbuhan otonomi pada diri anak. Kedekatan yang dapat berkembang

dengan gaya pengasuhan seperti ini adalah kedekatan semu karena kedekatan

tersebut muncul dari rasa takut anak untuk tidak menyenangkan orangtua dari

pada keinginan untuk tumbuh dan berkembang.

3. Aspek perilaku mendukung (behavioral encouraged)

Pada aspek ini perilaku orangtua di tunjukkan dengan mengontrol

anaknya daripada mendukung anaknya agar mereka mampu berfikir

memecahkan masalah. Orangtua sering melarang anaknya dan berperilaku

negatif dan memberi hukuman. Jadi orangtua lebih memberi perintah

daripada menjelaskan untuk melakukan sesuatu atau menyelesaikan masalah.

4. Aspek tingkat konflik orangtua – anak (levels of parent-child conflict)

Kontrol berlebihan tanpa kedekatan yang nyata dan rasa saling

menghormati akan memunculkan pemberontakan pada anak. Dengan kata

lain pengasuhan ini dapat menimbulkan banyak konflik antara orangtua

dengan anak sekalipun hal itu tidak ditunjukkan secara terang –terangan.

d. Dampak pengasuhan otoriter pada anak adalah sebagai berikut:

1. Harga diri

Kemungkinan besar yang terjadi pada anak adalah gagal mengakui

individualitas mereka. Akhirnya anak-anak menderita rendah harga diri

karena menganggap dirinya tidak berperan penting dan tidak cukup valid

menentukan keberadaan mereka di tengah masyarakat.


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
18

2. Kepercayaan diri

Anak-anak dengan orangtua otoriter selalu mengambil keputusan

sepihak tanpa kompromi dengan anak. Anak pun akan gagal mengakui

keinginan karena naluri mereka selalu dikendalikan. Mereka juga tidak

percaya akan kemampuan diri mengambil keputusan penting.

3. Kepatuhan

Karena cenderung dibatasi individualitasnya, anak-anak akan selalu

mengikuti perintah orangtua tanpa keraguan. Mereka tidak berani

bereksperimen dalam menangani situasi. Bahkan tidak mampu berhadapan

dengan situasi stres dan tidak bisa mengekspresikan diri.

4. Menang sendiri

Orang tua otoriter selalu menetapkan aturan dan panduan agar anak

mengikutinya tanpa mempertanyakan baik dan buruknya. Bila mereka gagal

melakukan sesuatu biasanya dikenakan hukuman. Anak-anak pun terbiasa

untuk harus unggul dalam kegiatan di luar sekolah atau di lingkungan

masyarakat.

5. Kesepian

Sementara orangtua sibuk merumuskan pedoman, anak-anak mulai

merasa kesepian dan menarik diri. Kemudian menjadi pendiam dan menutup

diri. Banyak kasus anak menjadi depresi karena mereka tidak mendapatkan

perhatian yang layak untuk didengar dan dilihat sebagai individu.

e. Ciri-ciri pola asuh otoriter

1. Adanya kontrol yang ketat dan kaku dari orang tua.


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
19

2. Aturan dan batasan dari orang tua harus ditaati oleh anak.

3. Anak harus bertingkah laku sesuai aturan yang diterapkan orang tua

4. Orang tua tidak mempertimbangkan pandangan dan pendapat anak.

5. Orang tua memusatkan perhatian dan pengendalian cara otoriter yaitu berupa

hukuman fisik.

6. Cenderung memberi dukungan rendah, tetapi ekspektasi yang tinggi terhadap

anak.

7. Selalu berusaha mengontrol dan memaksakan kehendaknya pada anak.

8. Memiliki disiplin yang kaku dan biasanya dilakukan tanpa menunjukan

kehangatan dan kasih sayang.

9. Biasanya kaku dan cenderung suka mengkritik anak jika tidak patuh.

10. Terbiasa mendikte anak hal yang harus dilakukan.

11. Memaksa anak untuk patuh dan tidak memberikan pilihan bagi anak.

Orang tua otoriter biasanya tidak menerangkan pada anak alasan

dibalik permintaan mereka. Jika anak mempertanyaan perintah orang tua,

mereka menjawab ”jalankan saja, tidak usah banyal Tanya atau kamu mau

dihukum?”

Anak dari keluarga otoriter biasanya tidak belajar untuk berpikir

mandiri, dan tidak berusaha membahami mengapa orang tua menuntut

perilaku tertentu.

2. Pengertian Pola Asuh Demokratis

Menurut Hurlock (2013:93-94), kecenderungan untuk menyenangi

disiplin yang berdasarkan prinsip-prinsip demokratis sekarang meningkat.


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
20

Prinsip demikian menekankan hak anak untuk mengetahui mengapa

peraturan-peraturan dibuat dan memperoleh kesempatan mengemukakan

pendapatnya sendiri bila ia menganggap bahwa peraturan itu tidak adil.

Sekalipun anak masih sangat muda tetapi dari padanya tidak diharapkan

perilaku patuh dan buta-butaan diusahakan agar anak mengerti apa arti

peraturan-peraturan itu. Dalam disiplin yang demokratis hukuman

“disesuaikan dengan kejahatan” dalam arti diusahakan agar hukuman yang

diberikan berhubungan dengan kesalahan perbuatannya, tidak lagi diberi

hukuman badan.

Penghargaan terhadap usaha-usaha untuk menyesuaikan dengan

harapan sosial yang tercakup dalam peraturan-peraturan diperlihatkan melalui

pemberian hadiah terutama dalam bentuk pujian dan pengakuan sosial. Pola

asuh orang tua yang menekankan pada pendidikan aspek-aspek disiplin

dengan menerangkan, berdiskusi dan menolong agar anak mengerti mengapa

ia diminta untuk bertindak menurut aturan-aturan tertentu beserta akibat-

akibatnya pada anak, penjelasan dilakukan berulang- ulang sampai anak dapat

menerimanya orang tua memberi kesempatan kepada anak untuk

mengemukakan pendapatnya apabila peraturan tersebut dirasa kurang sesuai.

Jika anak mempunyai alasan – alasan yang kuat, orang tua demokratis akan

bersedia merubah atau memodifikasi peraturan tersebut.

Pola asuh Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan

kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang

tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada
Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
21

rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis

terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui

kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada

anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya

kepada anak bersifat hangat.

Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak anak yang

mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman,

mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan

koperatif terhadap orang-orang lain.

Bagaimanapun dalam hidup aturan memang diperlukan, tak terkecuali

bagi anak, namun peraturan itu bersifat ada dan mengikat dan bukannya

mengekang apalagi membatasi ruang gerak dan berpikir anak. Menurut ahli

psikologi ada cara yang ampuh adalah menerapkan pola asuh demokratis,

seperti prinsip negara demokratis dimana suara rakyat harus didengar begitu

pula dengan suara anak dalam keluarga juga patut diperhitungkan, demikian

pula halnya dengan penerapan aturan dalam keluarga, anak juga perlu

dilibatkan saat membuat aturan dan penerapan aturan tersebut.

Anak-anak di usia sekolah sangat anti didikte sehingga saat membuat

aturan bersama ia tidak merasa digurui selain itu ia tidak hanya mengetahui

manfaat dari aturan yang dibuat tetapi juga konsekuensi saat aturan tersebut

dilanggar. Saat ia melanggar kesepakatan, kita cukup mengingatkan

konsekuensinya atau mengingatkan saat ia ingin membuat aturan baru ia

harus membaca lagi aturan yang telah dibuat. Nah, jika seperti ini kita sebagai
Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
22

orang tua tidak perlu lagi adu urat leher hanya agar anak menjadi disiplin dan

teratur.

Langkah-langkah membuat aturan bersama yang pertama adalah

dengan menghargai cara pandang anak terlebih dahulu, kuncinya kita sebagai

orang tua harus mau “turun”, sehingga kita tahu apa apa yang anak lihat,

rasakan dan ia inginkan. Kemudian berikan kesempatan pada anak untuk

mengungkapkan pendapatnya.

Tetapkan konsekuensi positif dan negatif, bila melanggar mendapat

hukuman (punishment) dan jika menaati akan mendapatkan reward. Di sini

anak juga perlu dilibatkan memberikan masukan jenis hukuman dan reward

yang akan diberikan. Laksanakan dengan tepat dan tegas. Maksudnya, jangan

ditunda jika hari itu anak mendapat hukuman maka laksanakan hari itu. Dan

yang terakhir adalah laksanakan peraturan tersebut dengan tepat dan tegas,

jika aturan tersebut juga berlaku bagi orang tua maka orang tua juga akan

mendapat sanksi yang serupa.

Manfaat pembuatan aturan bersama diantaranya;

1. Anak akan mengetahui alasan dibuatnya peraturan.

2. Anak juga belajar tatakrama bersama-sama dengan menjalankan aturan

tersebut.

3. Anak mengetahui konsekuensi positif maupun negative dari aturan yang

dibuat.

4. Orang tua dan anak konsisten menjalankan secara bersama-sama aturan yang

dibuat.
Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
23

5. Menciptakan keharmonisan antara orang tua dan anak.

Namun orang tua harus konsisten dengan pelaksanaan aturan tersebut

juga konsisten terhadap aturan baik positif maupun negative, tanpa hal

tersebut mustahil aturan yang dicanangkan akan berjalan efisien dan efektif.

Menurut psikolog Tika Bisono, orang tua perlu memahami dan mengenal

dunia anak mereka untuk mengembangkan pola asuh yang demokratis.

"Nantinya pola asuh akan lebih demokratis. Tidak ada pemaksaan antar anak

dan orangtua," kata psikolog Tika Bisono, Sabtu (27/4/2013) di Jakarta.

Pola asuh demokratis memungkinkan orangtua dan anak saling

menyesuaikan diri dengan berbagai keadaan dirinya. Pola asuh demokratis,

papar Tika, memprioritaskan kepentingan anak, tetapi tidak ragu dalam

mengendalikan mereka.Orang tua seperti ini bersikap rasional dan selalu

mendasari tindakannya pada pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap

realistis terhadap kemampuan anak. Mereka tidak berharap lebih pada

kemampuan yang dimiliki anak. Orang tua demokratis juga memberikan

kebebasan kepada anak untuk memilih. Mereka juga membebaskan anak

dalam memutuskan suatu tindakan. Apabila hendak menasehati, orangtua

demokratis selalu melakukannya dengan pendekatan yang hangat.

Pola asuh demokratis cocok diterapkan pada usia 6-12 tahun. Pada

tahap ini anak mulai mampu memilih apa yang diminati. Anak juga tertarik

pada hal baru, dan cenderung bosan pada sesuatu yang monoton. Yang lebih

penting, menurut Tika, anak mulai faham hal yang bersifat konseptual seperti

hak dan kewajiban.


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
24

"Demokratis mengharuskan orangtua memberi alasan logis pada tiap

aturan yang diberikan, jadi tidak asal suruh. Pola asuh demokratis

memungkinkan anak bebas tapi tetap bisa bertanggungjawab," kata Tika.

Dengan kebebasan yang ada, pola asuh demokratis memungkinkan anak dan

orangtua berekspresi terkait keadaan di sekelilingnya. Sehingga, orangtua

harus memperhatikan dengan tepat kapan ekspresi dan mood anak berubah.

Perubahan mood akan menentukan cara berkomunikasi antar orangtua dan

anak, sehingga menjadi lebih efektif4.

Menurut shochib (2010:6), pola asuh demokratis menjadikan adanya

komunikasi yang dialogis antara anak dan orang tua dan adanya kehangatan

yang membuat anak remaja merasa diterima oleh orang tua sehingga ada

pertautan perasaan. Baldwin dalam Abu Ahmadi (2009:221), dalam

penyelidikanya ia mendefinisikan pola asuh demokratis sebagai didikan

dimana orang tuanya sering berembuk mengenai tndakan-tindakan yang harus

diambil, menerangkan alasan-alasan dari pada peraturan-peraturan,

menjawab kepada pertanyaan- pertanyaan anak.

a. Tanggung Jawab Orang Tua

Menurut shochib (2010:121), “orang tua yang demokratis

mengharapkan tanggungjawab terakhir terletak pada aktivitas anak tetapi ada

dalam batas-batas rasional, seperti nilai-nilai mengenai otonomi diri sendiri

dan tingkah laku berdisiplin yang diharakan orang tua”.

Setiap orangtua selalu menginginkan yang terbaik bagi anak-anak

mereka. Perasaan ini kemudian mendorong orangtua untuk memiliki perilaku


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
25

tertentu dalam mengasuh anak-anak mereka. Keluarga adalah lingkungan

sosial pertama yang ditemui anak ketika anak di izinkan untuk melihat dan

menikmati dunia. Pertemuan dengan ibu, ayah dan lingkungan dalam

keluarga itu sendiri menjadi subjek sosial yang nantinya akan membentuk

dasar anak dengan orang lain. Hubungan anak dengan keluarga merupakan

hubungan yang pertama yang ditemui anak. Hubungan anak dengan orangtua

dan anggota keluarga lainnya dapat dianggap sebagai suatu sistem yang

saling berinteraksi. Sistem-sistem tersebut berpengaruh pada anak baik secara

langsung maupun tidak, melalui sikap dan cara pengasuhan anak oleh

orangtua.

Banyak yang dipelajari anak dalam keluarga, terutama hubungannya

dengan orangtua. Kasih sayang dan cinta kasih yang anak kembangkan dalam

hubungan sosialnya, erat hubungannya dengan apa yang anak terima dan

rasakan dalam keluarganya. Ketika anak merasa disayangi, anak belajar juga

untuk berbagi kasih sayang dengan temannya. Sebaliknya jika pengasuhan

yang anak terima selalu menyalahkan anak, anak akan belajar

mengembangkan perilaku yang sama ketika ia bermain dengan teman-

temannya.

Setiap orangtua selalu menginginkan yang terbaik bagi anak-anak

mereka. Perasaan ini kemudian mendorong orangtua untuk memiliki perilaku

tertentu dalam mengasuh anak-anak mereka.


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
26

b. Ciri-Ciri Pola Asuh Demokratis

Suatu riset yang dilakukan Diana Baumrind (dalam Papalia,

2009:394), menjelaskan gaya pengasuhan demokratis bercirikan oleh

keterbukaan orang tua untuk melibatkan remaja berperan serta dalam

pengambilan keputusan keluarga.

Pola asuh demokratis ini memiliki ciri-ciri;

1. Orang tua menjadikan dirinya sebagai model panutan bagi remaja.

2. Orang tua hangat dan berupaya membimbing remaja.

3. Orang tua melibatkan remaja dalam membuat keputusan

4. Orang tua berwewenang untuk mengambil keputusan akhir dalam keluarga

5. Orang tua menghargai disiplin remaja.

c. Kualitas Anak Pola Asuh Demokratis

Dalam shochib (2010:6), kualitas anak dalam pola asuh demokratis

adalah diposisi bahagia dan lincah, selfconfident tentang kemampuan untuk

menguasai tugas dengan baik mengembangkan emosinya, dan lebih sedikit

kaku sekitar ciri gendertyped (misalnya : kepekaan di dalam anak laki-laki

dan kemerdekaan didalam anak perempuan).

Menurut Baldwin (dalam Gerungan, 2004:203) dalam penelitiannya

bahwa kualitas anak dalam didikan demokratis adalah berinisiatif , tidak

takut-takut, lebih giat, dan lebih bertujuan, tetapi juga memberi kemungkinan

berkembangnya sifat-sifat tidak taat dan tidak mau menyesuaikan diri.

Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan pola asuh demokratis

adalah tekhnik yang menerapkan adanya suatu keharmonisan, saling


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
27

menghargai, toleransi, dan hormat menghormati dalam hubungan orang tua

dengan anak, sehingga remaja merasakan adanya kecocokan, kehangatan dan

suasana kekeluargaan dalam memenuhi kebutuhan perkembangan masa

dewasanya.

3. Pola Asuh Orang Tua Permisif

Permisif adalah suatu bentuk pola asuh orangtua dimana didalamnya

terdapat aspek-aspek kontrol yang sangat longgar terhadap anak, hukuman

dan hadiah tidak pernah di berikan, semua keputusan di serahkan kepada

anak, orang tua bersikap masa bodoh dan pendidikan bersifat bebas (Hurlock

2007:125).

Pola asuh permisif dapat diartikan sebagai pola perilaku orang tua

dalam berinteraksi dengan anak, yang membebaskan anak untuk melakukan

apa yang ingin di lakukan tanpa mempertanyakan. Pola asuh ini tidak

menggunakan aturan-aturan yang ketat bahkan bimbinganpun kurang

diberikan, sehingga tidak ada pengendalian atau pengontrolan serta tuntutan

kepada anak. Kebebasan diberikan penuh dan anak diijinkan untuk member

keputusan untuk dirinya sendiri, tanpa pertimbangan orang tua dan

berperilaku menurut apa yang diinginkannya tanpa ada kontrol dari orang tua.

Dengan hal ini anak berusaha belajar sendiri bagaimana harus berperilaku

dalam lingkungan sosial.

Karena kurang adanya arahan, baik yang berlaku dalam lingkungan

keluarga maupun di lingkungan sosial, meskipun sengaja melanggar

peraturan, tidak diberlakukan hukuman dan juga tidak ada hadiah bagi yang
Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
28

berperilaku sosial dengan baik. Jadi orang tua membiarkan anak berbuat

dengan sesuka hati dengan sedikit kekangan, memanjakan dan memenuhi

kehendaknya agar mereka senang. Remaja dengan orang tua permisif

cenderung seenaknya sendiri, kurang bertanggung jawab, manja dan kurang

berfikir dalam bertindak karena remaja tidak diberi bimbingan dan arahan

oleh orang tua untuk berperilaku yang baik.

Dalam pola asuh ini orangtua bersifat permisif (serba membolehkan),

tidak mengendalikan, kurang menuntut. Mereka tidak terorganisasi dengan

baik atau tidak efektif dalam menjalankan rumah tangga, lemah dalam

mendisiplinkan dan mengajar anak-anak, hanya menuntut sedikit dewasa dan

hanya member sedikit perhatian dalam melatih kemandirian dan kepercayaan

diri. Orang tua dengan pola asuh permisif dibiarkan mengatur tingkah laku

mereka sendiri dan membuat keputusan sendiri.

Hurlock (2007:94) pola asuh permisif tidak menggunakan aturan-

aturan ketat bahkan bimbinganpun jarang sekali di berikan sehingga tidak ada

pengendalian dan pengontrolan serta tuntutan kepada anak. Kebebasan

diberikan penuh dan anak diijinkan membuat keputusan untuk dirinya sendiri

tanpa pertimbangan orang tua dan boleh berperilaku menurut apa yang

diinginkan tanpa ada kontrol dari orangtua.

Adapun pola asuh permisif adalah suatu bentuk pola asuh dimana

orang tua memberikan kebebasan penuh kepada anak. Cirinya orang tua

bersikap longgar, tidak terlalu memberikan bimbingan dan kontrol,

perhatianpun terkesan kurang. Kendali anak sepenuhnya terdapat pada anak


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
29

itu sendiri (Papalia, Olds, 2009: 54). Gunarsa dan Gunarsa, 1995; Helm dan

Turner, 1995; Papalia, Olds dan Feldman, 2011 dalam (Dariyo, 2004: 98)

mengemukakan bahwa pola asuh permisif merupakan children centered yakni

segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan

oleh anak diperbolehkan orang tua.

Dalam pola asuh permisif orang tua membiarkan anak mencari dan

menemukan sendiri tatacara dan batasan-batasan dari tingkah lakunya.Hanya

pada hal-hal yang dianggapnya sudah “keterlaluan” orang tua baru bertindak.

Pada cara ini pengawasan menjadi longgar.

Anak telah terbiasa mengatur dan menentukan sendiri apa yang

dianggapnya baik. Pada umumnya keadaan seperti ini terdapat pada keluarga-

keluarga yang kedua orang tuanya bekerja, terlalu sibuk dengan berbagai

kegiatan sehingga tidak ada waktu untuk mendidik anak dalam arti yang

sebaik-baiknya (Gunarsa, 2006:83).

Sementara menurut peneliti sendiri pola asuh permisif adalah suatu

bentuk bimbingan orang tua, dimana orang tua sangat memberi kelonggaran

dan kebebasan sepenuhnya tanpa adanya peraturan dalam keluarga.

Dari pemaparan diatas, maka pola asuh permisif yang diterapkan

orang tua dapat menjadikan anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial

yang berlaku, namun bila anak mampu menggunakan kebebasan secara

bertanggung jawab, maka dapat menjadi seorang yang mandiri, kreatif, dan

mampu mewujudkan aktualitasnya.


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
30

a. Aspek-Aspek Pola Asuh Permisif Orangtua

Menurut Baumrind (Gunarsa, 2006:399), secara garis besar pola asuh

orang tua terdiri dari empat aspek, antara lain :

a. Kontrol

b. Hukuman dan Hadiah

c. Dominasi

d. Komunikasi

Empat aspek tersebut terdap dalam semua jenis pola asuh, termasuk

dalam pola asuh permisif hanya saja kadarnya yang berbeda. Shocib

(2013:23) bahwa aspek-aspek dari salah satu jenis pola asuh, yaitu pola asuh

permisif orangtua, antara lain :

a. Orang tua bersifat toleran terhadap anak

Orang tua tidak peduli dengan tindakan anak yaitu dengan tidak ada batasan

atau peraturan-peraturan tertentu dalam keluarga.

b. Hukuman atau hadiah tidak pernah diberikan

Tidak ada tindakan dari orang tua terhadap sikap anak baik yang bersifat

positif maupun negative, yang berupa hadiah atau hukuman.

c. Komunikasi hampir tidak ada

Orang tua dan anak jarang sekali terjalin komunikasi yang melibatkan kedua

belah pihak yang aktif.

d. Semua keputusan di serahkan kepada anak

Kebebasan di berikan kepada anak sepenuhnya dalma penagmabilan

keputusan tanpa memperhatikan kebutuhannya.


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
31

e. Kontrol terhadap anak longgar

Tindakan orang tua yang tidak peduli dengan semua tindakan anak atau sikap

anak.

Menurut Shocib (2013: 23) aspek-aspek yang terdapat dalam pola

asuh permisif antara lain:

a. Orang tua bersifat toleran terhadap anak, bahkan orang tua tidak peduli

tindakan anak, sehingga orang tua tidak memberi batasan atau peraturan-

peraturan tertentu dalam keluarga.

b. Hukuman atau hadiah tidak pernah diberikan orang tua terhadap sikap anak

baik yang bersifat positif maupun negative.

c. Komunikasi hampir tidak ada antara orang tua dan anak.

d. Semua keputusan diserahkan kepada anak sepenuhnya tanpa memperhatikan

kebutuhannya.

e. Kontrol orang tua terhadap anak sangatlah longgar.

b. Pola asuh permisif atau pemanja

Merupakan suatu bentuk pengasuhan dimana orang tua memberikan

kebebasan sebanyak mungkin kepada anak untuk mengatur dirinya, anak

tidak dituntut untuk bertanggung jawab dan tidak banyak kontrol oleh orang

tua. Secara umum ciri-ciri pola asuh orang tua yang bersifat pemanja yaitu:

1. Orang tua tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang

dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka.

2. Orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan

atau keinginannya.
Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
32

3. Orang tua tidak pernah menegur atau tidak berani menegur perilaku anak,

meskipun perilaku tersebut sudah keterlaluan atau diluar batas kewajaran.

c. Sebab-sebab Pola Asuh Permisif Orang Tua

Alasan tersembunyi yang sering kali menjadi latar belakang

mendorong banyak orang tua menerapkan pola asuh permisif adalah sebagai

berikut:

1. Tidak ingin terganggu

Beberapa orang tua tidak ingin diganggu kehidupan pribadi mereka. Orang

tua model ini menganggap keberadaan anak remaja dengan berbagai

masalahnya merupakan gangguan serius terhadap kehidupan privasi mereka.

Itulah sebabnya, mereka membiarkan anak remaja mereka melakukan apa

saja sepanjang tidak mengganggu kehidupan privasi mereka.

2. Kurang pengetahuan dan pengalaman

Tidak sedikit orang tua yang kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman

tentang bagaimana mengasuh anak remaja yang terus berubah dan bergejolak.

Kurangnya pengetahuan dan pengalaman sangat berpotensi mendorong orang

tua membiarkan anak remajanya melakukan apa saja sesuai kehendak

mereka.

3. Gengsi dan harga diri

Faktor gengsi dan harga diri dapat memicu orang tua menerapkan pola asuh

serba memperbolehkan (permisif) terhadap anak remajanya. Jikalau anak

tetangga sebelah rumah sudah memiliki telepon genggam model terbaru,

mengapa tidak membelikan anak remaja sendiri hal yang sama? Demikian
Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
33

halnya jika anak remaja tetangga sebelah rumah sudah mulai rajin ke

diskotik, mengapa tidak membiarkan anak remaja sendiri ke diskotik ?

Kompetisi sia-sia inilah salah satu penyebab banyaknya remaja menjadi

konsumtif, tidak produktif, bahkan terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak

senonoh.

4. Akibat penderitaan masa kecil

Orang tua yang mengalami berbagai kesukaran dan kesulitan hidup masa lalu

biasanya menyimpan obsesi. Obsesi bisa jadi pemicu orang tua menganut

pola asuh permisif karena tidak ingin melihat anak remajanya mengalami

kesukaran atau kesulitan seperti ketika dirinya menjalani masa remaja dulu.

5. Ingin membahagiakan anak remaja

Ingin membahagiakan anak remaja adalah alasan klasik yang paling banyak

menjadi pendorong para orang tua menerapkan pola asuh serba membolehkan

(permisif) terhadap anak-anak

remaja mereka.

6. Perasaan bersalah.

Perasaan bersalah orang tua terhadap anak remaja mereka bisa menjadi

pemicu penerapan pola asuh permisif. Dengan menerapkan aturan serba

membolehkan banyak orang tua merasa telah berbuat baik kepada anak-anak

remaja mereka, sekaligus menghapus perasaan bersalah tersebut (Shocib,

2013:48-49). Dari beberapa aspek mengenai ciri-ciri pola asuh permisif yang

telah dikemukakan oleh Shocib dan sebab-sebab orang tua memilih pola asuh

permisif menurut pendapat Surbaktidiatas adalah hal yang menjadi pemicu


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
34

terjadinya kenakalan remaja, sehingga dengan pengertian tersebut orang tua

setidaknya bisa mengetahui dan memilih pola asuh yang terbaik bagi anak.

d. Dampak Pola Asuh Permisif

Menurut Shocib (2013: 51) Dampak pola asuh permisif adalah anak-

anak remaja berkembang dengan kepribadian dan emosional yang kacau.

Sebagai contoh, dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Bertindak sekehendak hati.

2. Tidak mampu mengendalikan diri.

3. Tingkat kesadaran mereka rendah

4. Menganut pola hidup bebas, nyaris tanpa aturan.

5. Selalu memaksakan kehendak.

6. Tidak mampu membedakan baik dan buruk.

7. Kemampuan berkompetisi rendah sekali.

8. Tidak mampu menghargai prestasi dan kerja keras.

9. Mudah putus asa dan sering kalah sebelum bertanding.

10. Miskin inisiatif dan daya juang rendah.

11. Tidak produktif dan hidup konsumtif.

12. Kemampuan mengambil keputusan rendah (Shocib 2013: 51).

2.2 Konsep Tentang Kemandirian Anak Usia Dini

2.2.1 Pengertian Kemandirian

Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus

dimiliki setiap individu dan anak. Karena selain dapat mempengaruhi


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
35

kinerjanya, juga berfungsi untuk membantu mencapai tujuan hidupnya,

prestasi, kesuksesan serta memperoleh penghargaan. Tanpa didukung oleh

sifat mandiri, maka individu maupun anak akan sulit untuk mencapai sesuatu

secara maksimal dan akan sulit pula baginya untuk meraih kesuksesan

(Yusuf, 2013:78)

Mandiri sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini

menunjukkan bahwa mandiri berkaitan dengan suatu keadaan atau kondisi

dimana seseorang mampu berdiri sendiri tanpa harus bergantung pada orang

lain. Kemandirian berasal dari kata mandiri. dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional, 2005). Mandiri berarti keadaan

dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain, sedangkan

kemandirian adalah hal-hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa

bergantung pada orang lain.

Kemandirian (autonomi) menurut Hurlock (Yusuf, 2013:78) adalah

individu memiliki sikap mandiri dalam cara berpikir dan bertindak, mampu

mengambil keputusan mengarahkan dan mengembangkan serta

menyesuaikan diri sesuai dengan norma yang berlaku dilingkungannya.

Setiap siswa memiliki gaya dan tipe yang berbeda dengan teman-

temannya, hal ini disebabkan karena siswa memiliki potensi dan latar

belakang yang berbeda dengan orang lain. Kemandirian belajar adalah

aktivitas belajar yang didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan

tanggung jawab sendiri tanpa bantuan orang lain serta mampu

mempertanggung jawabkan tindakannya.


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
36

2.2.2 Pengertian Belajar

Keberhasilan proses belajar mengajar tidak dapat dipisahkan dengan

prestasi belajar, telah banyak para ahli mencoba untuk menyelidiki peristiwa

belajar dengan memandang dari berbagai aspek, sehingga menimbulkan

berbagai macam pengertian belajar.

Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan

masyarakat, bagi para pelajar atau siswa, kata “belajar” merupakan kata yang

tidak asing. Bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal.

2.2.3 Kemandirian Anak Usia Dini dalam Belajar

Setiap siswa memiliki gaya dan tipe belajar yang berbeda dengan

teman-temannya, hal ini disebabkan karena siswa memiliki potensi dan latar

belakang yang berbeda dengan orang lain. Kemandirian belajar adalah

aktivitas belajar yang didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan

tanggung jawab sendiri tanpa bantuan orang lain serta mampu

mempertanggung jawabkan tindakannya.

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar

Sementara itu menurut Chabib Thoha (2013:46), faktor-faktor yang

mempengaruhi kemandirian

a) Faktor Internal

Faktor internal merupakan semua pengaruh yang bersumber dari dalam diri

anak itu sendiri, seperti keadaan keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak lahir

dengan segala perlengkapan yang melekat padanya.


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
37

1) Faktor Peran Jenis Kelamin

Secara fisik anak laki-laki dan wanita tampak jelas perbedaan dalam

perkembangan kemandiriannya. Dalam perkembangan kemandirian

anak laki-laki biasanya lebih aktif dari pada anak perempuan.

2) Faktor Kecerdasan atau Intelegensi

Anak yang memiliki intelegensi yang tinggi akan lebih cepat

menangkap sesuatu yang membutuhkan kemampuan berfikir. Sehingga,

anak yang cerdas cenderung cepat dalam membuat keputusan untuk

bertindak, dibarengi dengan kemampuan menganalisis yang baik

terhadap resiko-resiko yang akan dihadapi. Intelegensi berhubungan

dengan tingkat kemandirian anak. Artinya, semakin tinggi intelegensi

seseorang anak maka semakin tinggi pula tingkat kemandiriannya.

3) Faktor Perkembangan

Kemandirian akan banyak memberikan dampak yang positif bagi

perkembangan anak. Oleh sebab itu, orang tua perlu mengajarkan

kemandirian sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak.

b) Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan pengaruh yang berasal dari luar anak, sering pula

dinamakan faktor lingkungan. Lingkungan kehidupan yang dihadapi anak

sangat mempengaruhi perkembangan keperibadian seseorang, baik dalam

segi-segi positif maupun negatif. Biasanya, jika lingkungan keluarga, sosial,

dan masyarakatnya. Meskipun cenderung akan berdampak positif dalam hal


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
38

kemandirian anak terutama dalam bidang nilai dan kebiasaan dalam

melaksanakan tugas-tugas kehidupan.

1) Faktor Pola Asuh

Untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan

dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya. Pada saat ini

orang tua dan respon dari lingkungan sangat diperlukan bagi anak untuk

setiap perilaku yang telah dilakukannya.

2) Faktor Sosial Budaya

Faktor sosial budaya merupakan salah satu faktor eksternal yang

mempengaruhi kemandirian anak, terutama di Indonesia yang terdiri

dari berbagai macam suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya

yang beragam.

2.2.5 Ciri-Ciri Kemandirian Anak

Adapun ciri khas kemandirian pada anak, diantaranya (Familia,

2006:15).

a) Anak yang mandiri mempunyai kecenderungan memecahkan masalah dari

pada berkutat dalam kekhawatiran bila terlibat masalah.

b) Anak yang mandiri tidak takut dalam mengambil resiko karena sudah

mempertimbangkan hasil sebelum berbuat.

c) Anak percaya terhadap penilaian sendiri, sehingga tidak sedikit-sedikit

bertanya atau meminta bantuan.

d) Anak mempunyai kontrol yang lebih baik terhadap kehidupannya.


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
39

Ansori (2013) membagi kemandirian ke dalam lima komponen yaitu

sebagai berikut.

a) bebas, artinya bertindak atas kehendaknya sendiri bukan karena orang lain

dan tidak bergantung pada orang lain.

b) progresif, artinya berusaha untuk mengejar prestasi, tekun dan terencana

dalam mewujudkan harapannya.

c) inisiatif, yaitu mampu berpikir dan bertindak secara original, kreatif dan

penuh inisiatif.

d) terkendali dari dalam, dimana individu mampu mengatasi masalah yang

dihadapi, mampu mengendalikan tindakannya serta mampu mempengaruhi

lingkungan, dan atas usahanya sendiri.

e) kemantapan diri (harga diri dan percaya diri), termasuk dalam hal ini

mempunyai rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri, menerima dirinya

dan memperoleh kepuasan dari usahanya.

2.2.6 Aspek-Aspek Kemandirian Anak

Havighurst (1972, dalam Agus, Ds. 2009) menkategorikan aspek-

aspek kemandirian anak sebagai berikut.

a. Aspek intelektual, yaitu kemauan untuk berfikir dan menyelesaikan masalah

sendiri.

b. Aspek sosial, yaitu kemauan untuk membina relasi secara aktif.

c. Aspek emosi, yaitu kemauan untuk mengelola emosinya sendiri.

d. Aspek ekonomi, yaitu kemauan untuk mengatur ekonomi sendiri.

Aspek-aspek kemandirian anak sebagai berikut.


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
40

a. Kebebasan

Kebebasan merupakan hak asasi bagi setiap manusia, begitu juga seorang

anak. Anak cenderung akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan

kemampuan dirinya dan mencapai tujuan hidupnya, bila tanpa kebebasan.

Perwujudan kemandirian seseorang dapat dilihat dalam kebebasannya

membuat keputusan.

b. Inisiatif

Inisiatif merupakan suatu ide yang diwujudkan ke dalam bentuk tingkah laku.

Perwujudan kemandirian seseorang dapat dilihat dalam kemampuannya untuk

mengemukakan ide, berpendapat, memenuhi kebutuhan sendiri dan berani

mempertahankan sikap.

c. Percaya Diri

Kepercayaan diri merupakan sikap individu yang menunjukkan keyakinan

bahwa dirinya dapat mengembangkan rasa dihargai. Perwujudan kemandirian

anak dapat dilihat dalam kemampuan untuk berani memilih, percaya akan

kemampuannya dalam mengorganisasikan diri dan menghasilkan sesuatu

yang baik.

d. Tanggung Jawab

Aspek tanggung jawab tidak hanya ditunjukkan pada diri anak itu sendiri

tetapi juga kepada orang lain. Perwujudan kemandirian dapat dilihat dalam

tanggung jawab seseorang untuk berani menanggung resiko atas konsekuensi

dari keputusan yang telah diambil, menunjukkan loyalitas dan memiliki


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
41

kemampuan untuk membedakan atau memisahkan antara kehidupan dirinya

dengan orang lain di lingkungannya.

e. Ketegasan Diri

Ketegasan diri menunjukkan adanya suatu kemampuan untuk mengandalkan

dirinya sendiri. Perwujudan kemandirian seeorang dapat dilihat dalam

keberanian seseorang untuk mengambil resiko dan mempertahankan pendapat

meskipun pendapatnya berbeda dengan orang lain.

f. Pengambilan Keputusan

Dalam kehidupannya, anak selalu dihadapkan pada berbagai pilihan yang

memaksanya mengambil keputusan untuk memilih. Perwujudan kemandirian

seseorang anak dapat dilihat di dalam kemampuan untuk menemukan akar

permasalahan, mengevaluasi segala kemungkinan di dalam mengatasi

masalah dan berbagai tantangan serta kesulitan lainnya, tanpa harus mendapat

bantuan atau bimbingan dari orang yang lebih dewasa.

g. Kontrol Diri

Kontrol diri memiliki pengertian yaitu suatu kemampuan untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya, baik dengan mengubah

tingkah laku atau menunda tingkah laku, tanpa peraturan atau bimbingan dari

orang lain. Dengan kata lain, sebagai kemempuan untuk mengontrol diri dan

perasannya, sehingga seseorang tidak merasa takut, tidak cemas, tidak ragu

atau tidak marah yang berlebihan saat dirinya berinteraksi dengan orang lain

atau lingkungan.
Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
42

2.2.7 Indikator Penelitian

Menurut Diane dalam Yamin (2013: 60-61) kemandirian anak usia

dini dapat di lihat dari pembiasan prilaku dan kemampuan anak dalam

kempuan fisik, percaya diri, bertanggung jawab, disiplin, pandai bergaul, mau

berbagi, mengendalikan emosi.

Menurut Brewer dalam Yamin (2013: 61) juga menyatakan bahwa

kemandirian anak Taman Kanak-kanak indikatornya adalah pembiasaan yang

terdiri dari kemampuan fisik, percaya diri, bertanggung jawab, disiplin,

pandai bergaul, mau berbagi, mengendalikan emosi.

Dari pendapat diatas dapat diketahui kemandirian anak usia dini dapat

diukur dengan indikator-indikator yang telah dikemukakan oleh para ahli,

dimana indikator tersebut merupakan pedoman atau acuan dalam melihat dan

mengevaluasi perkembangan dan pertumbuhan anak.

Hal ini sangat jelas dikatakan para ahli bahwa kemandirian anak usia

dini dapat dilihat dari setidaknya ada tujuh indikator yaitu sebagai berikut:

1. Kemampuan fisik

Dalam hal ini mencakup kemampuan anak dalam hal memenuhi

kebutuhannya sendiri. Misalnya anak butuh makan, maka secara mandiri anak

harus bisa makan sendiri. Anak belajar untuk mengenakan pakaian sendiri,

membiasakan membersihkan diri (mandi atau buang air) sendiri, dll.

2. Percaya diri

Kepercayaan diri merupakan sikap individu yang menunjukkan

keyakinan bahwa dirinya dapat mengembangkan rasa dihargai. Perwujudan


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
43

kemandirian anak dapat dilihat dalam kemampuan untuk berani memilih,

percaya akan kemampuannya dalam mengorganisasikan diri dan

menghasilkan sesuatu yang baik.

3. Bertanggung jawab

Dalam hal ini ditunjukkan dengan kemampuan seseorang untuk berani

menanggung resiko atas konsekuensi dari keputusan yang telah diambil.

4. Disiplin

Yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri, karakter dan keadaan

secara tertib serta efisien.

5. Pandai bergaul

Yaitu kemampuan menempatkan diri dalam berinteraksi dengan

sesamanya dimana pun berada.

6. Saling berbagi

Dalam hal ini ditunjukkan dengan kemampuan memahami kebutuhan

orang lain dan bersedia memberikan apa yang dimiliki untuk memenuhi

kebutuhan orang lain.

7. Mengendalikan emosi

Yaitu kemampuan untuk mengatasi rasa tidak puas pada saat

mengalami kejadian yang tidak sesuai dengan keingingannya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang anak yang

mandiri dapat dilihat dari pembiasaan-pembiasaan perilaku yang dapat

menjadikan seseorang untuk maju demi kebaikan dirinya, mampu mengambil

keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
44

kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, serta bertanggung jawab

terhadap apa yang dilakukannya.

2.3 Kaitan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Siswa Dalam

Belajar

Menurut Santrock (2013:11) munculnya kemandirian tidak terjadi

begitu saja, salah satunya faktor yang mempengaruhi kemandirian anak

adalah pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Baumerind dalam Santrock

(2013:257) “mengemukakan bahwa pola asuh orang tua adalah cara terbaik

orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab

kepada anak”.

Beberapa macam pola asuh yaitu otoriter, permissive, demokratis,

penelantar. Pola asuh yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pola asuh

demokratis. Menurut Yusuf (2013:26) pola asuh demokratis adalah pola asuh

pola asuh yang menerima anak dan melibatkan anak sepenuhnya, dengan

batasan-batasan sebagai pengendalian dan mengharuskan anak bertindak pada

tingkat kemampuan dan perkembangan anak dengan tetap bimbingan dengan

kehangatan kasih sayangnya dan komunikasi dua arah.

Adapun ciri pola asuh ini adalah orang tua memandang anak sebagai

individu yang berkembang dan mempunyai inisiatif sendiri, orang tua

memberikan kebebasan pada anak, adanya sikap penerimaan dari orang tua,

komunikasi terjadi dua arah, pengambilan keputusan didasarkan atas

konsensus bersama. Melalui ciri-ciri tersebut dimungkinkan akan muncul


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
45

kemandirian anak yaitu percaya diri, mampu bekerja sendiri, menguasai

keahliannya sesuai dengan tahap perkembangan anak, menghargai waktu,

bertanggung jawab.

Keluarga merupakan wadah pendidikan yang sangat besar

pengaruhnya dalam perkembangan kemandirian anak. Oleh karena itu

pendidikan anak tidak dapat dipisahkan dari keluarganya karena keluarga

merupakan tempat pertama kali anak belajar menyatakan diri sebagai

mahkluk sosial dalam berinteraksi dengan kelompoknya.

1) Pengaruh Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis akan

menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol

diri, mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya, mampu

menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru, dan

kooperatif terhadap orang lain.

2) Pengaruh Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter akan menghasilkan

karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif,

gemar menentang, suka melanggar norma-norma, berkepribadian lemah,

cemas dan terkesan menarik diri.

3) Pengaruh Pola Asuh Permisif Pola asuh permisif akan menghasilkan

karakteristik anak-anak yang impulsif, agresif, tidak patuh, manja,

kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang matang secara sosial dan

kurang percaya diri.

Pola asuh orang tua tetap merupakan pilar utama dan pertama dalam

membentuk anak untuk mandiri. Orang tua mana yang tidak mau melihat
Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
46

anaknya tumbuh menjadi anak mandiri. Tampaknya memang itulah salah satu

tujuan yang ingin dicapai orang tua dalam mendidik anak-anaknya.

Kemandirian pada anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh

pola asuh orang tua. Di dalam keluarga, orang tualah yang berperan dalam

mengasuh,membimbing, dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi

mandiri. Meskipun dunia pendidikan juga turut berperan dalam memberikan

kesempatan kepada anak untuk mandiri, keluarga tetap merupakan pilar dan

pertama dalam membentuk anak untuk mandiri.

Bila pendidikan orang tua yang pertama dan utama ini tidak berhasil

maka akan dapat menimbulkan sikap dan perilaku yang kurang mandiri

dalam mendidik atau mengasuh anak menjadi anak menjadi mandiri, tidaklah

mudah ada banyak hal yang harus dipersiapkan sedini mungkin oleh orang

tua ketika mendidik atau mengasuh anak.

Peran orang tua sangatlah besar dalam proses pembentukan

kemandirian seseorang, orang tua diharapkan dapat memberikan kesempatan

pada anak agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar

mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin

dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.

2.4 Penelitian Yang Relevan

1. Purwati Tri 2014.” Hubungan Pola Asuh Orang tua dengan Prestasi

Belajar Siswa Kelas V SDN No.110/I Desa Tenam Kecamatan Muara


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
47

Bulian”. Skripsi Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar, Jurusan Ilmu

Pendidikan.

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan analisis korelasi product

moment menunjukkan angka nilai koefisien korelasi antara hasil penilitian

angket pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa sebesar 0,605. Jadi

terdapat hubungan yang positif dan signifikansi antara pola asuh dengan

prestasi belajar siswa kelas V SDN no.110/I Desa Tenam. Pola asuh yang

diterapkan oleh masing-masing orang tua siswa secara umum dapat

dikatakan cukup demokratis, namun tak satupun dari orang tua siswa

menerapkan pola asuh yang murni. Prestasi belajar siswa yang diambil dari

nilai rata-rata raport semester I menunjukkan sembilan orang siswa yang

mendapat nilai baik dengan nilai rata-rata masing-masing adalah

70,71,74,75. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan pola asuh orang tua

yang diterapkan cukup demokratis dengan jumlah 9 orang siswa yang

mendapat nilai baik, dan 16 orang siswa dengan nilai rata-rata cukup. Maka

dapat dikatakan adanya hubungan positif yang signifikan antara variabel X

dan variabel Y.

2. Retno Dwi Astuti, 2005. Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap

Kemandirian Siswa Dalam Belajar Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri

Sumpiuh Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2005/2006.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis mengajukan saran yaitu 1).

Hendaknya untuk meningkatkan kemandirian anak dalam belajar orang

tua menerapkan pola asuh demokratis dan untuk penanaman nilai-nilai

agama dengan pola asuh otoriter.2). Guru pembimbing lebih


Dicetak pada tanggal 2020-12-12
Id Doc: 589c891e81944d46104946d2
48

meningkatkan materi layanan dan bidang bimbingan mengenai belajar

dan lebih memperhatikan siswa-siswa yang menunjukkan gejala

kemandirian rendah dengan cara memberikan layanan konseling

individual.

Dari penelitian yang sudah ada, peneliti tertarik untuk meneliti

kembali pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemandirian anak usia dini

dalam belajar di TK Al Falah 1 Kota Jambi dengan harapan agar orang tua,

guru dan juga anak dapat menyelaraskan antara pendidikan di sekolah dan

keluarga di bawah pengasuhan orang tua yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai