Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan teknologi yang semangkin pesat, memberikan dampak
yang positif terhadap perkembangan dunia pendidikan, dan membuat
persaingan semakin ketat antar lembaga pendidikan. Salah satu lembaga
pendidikan berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan prestasi
mahasiswa dengan meluncurkan adanya program kuliah online atau daring.
Istilah daring merupakan akronim dari “dalam jaringan“. Perkuliahan daring
adalah salah metode pembelajaran online atau dilakukan melalui jaringan
internet. Sistem perkuliahan daring ini dikembangkan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Program Kuliah
Daring Indonesia Terbuka dan Terpadu (KDITT). Kuliah online
mempermudah dosen dan mahasiswa untuk melakukan kegiatan belajar
mengajar. Dengan adanya kuliah online mahasiswa dapat mendownload
materi yang telah di uploud oleh dosen pengampu mata kuliah tersebut. Kuliah
online biasanya diterapkan dengan pemberian materi, presentasi, tugas, dan
pelaksanaan quiz maupun ujian melalui online. (Mustofa, Mokhamad Iklil,
dkk. 2019)
Penerapan kuliah online mewajibkan mahasiswa tetap diperkenankan
hadir dalam kelas online sesuai dengan aturan dan jadwal perkuliahan.
Pelaksanaan kuliah online dapat dilakukan dimana saja termasuk di rumah
maupun di tempat-tempat tertentu. Namun, penerapan kuliah online dalam
pelaksanaannya tidak menjamin keefektifan seluruh mahasiswa untuk ikut
berpartisipasi dalam pembelajaran tersebut. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
sarana dan prasarana yang mendukung terlaksananya kuliah online secara
maksimal. Sarana prasarana tersebut salah satuseperti buku-buku yang masih
minim, keterbatasan pengaksesan komputer, jaringan, dan lain sebagainya.
Selain itu, hal lain dapat disebabkan oleh lingkungan sekitar.
Pelaksanaan kuliah online yang dapat dilakukan dimana saja ternyata
tidak menjamin kebebasan dalam belajar. Hal ini dikarenakan mahasiswa yang
melakukan kuliah online di rumah maupun di luar rumah akan kehilangan
fokus terhadap perkuliahan yang diberikan. Misalnya, mahasiswa harus
membagi waktu antara kuliah dan membantu orang tua di rumah atau
memikirkan perkumpulan dengan teman-temannya sehingga mahasiswa
mengalami konflik untuk membagi waktunya antara perkuliahan, keluarga,
dan lingkungan sosialnya. Kurangnya pengaksesan jaringan maupun referensi
juga menjadi penyebab terganggunya proses belajar pada mahasiswa.
Perkuliahan yang dilakukan secara daring ini juga cenderung membuat kita
terlalu berfokus pada media sosial sehingga menyebabkan kelelahan tidak
hanya pada pikiran tetapi juga membuat mata menjadi lelah. Selain
menghadiri kuliah online, mahasiswa cenderung juga harus mengerjakan
berbagai tugas dan laporan yang menumpuk sehingga waktu yang dihabiskan
mahasiswa kebanyakan berpusat pada laptop dan smartphone hingga berjam-
jam. Hal ini tentu menyebabkan kejenuhan pada mahasiswa dalam belajar
apabila terus berlanjut atau biasa disebut dengan istilah burnout.
Burnout adalah suatu kondisi mental seseorang saat mengalami rasa
bosan dan lelah yang amat sangat sehingga mengakibatkan timbulnya rasa
lesu, tidak bersemangat atau hidup tidak bergairah untuk melakukan aktifitas
belajar (Hakim, 2004). Menurut Robert (dalam Muhibbin syah,1999)
kejenuhan belajar adalah rentang waktu yang digunakan untuk belajar, tetapi
tidak mendatangkan hasil. Selain itu, jenuh juga dapat berati jemu atau bosan.
Peristiwa jenuh ini kalau dialami seorang mahasiswa yang sedang dalam
proses belajar (kejenuhan belajar) dapat membuat mahasiswa tersebut merasa
telah memubazirkan usahanya (Syah, 1995).
Peristiwa permasalahan burnout berpotensi terjadi kepada siapapun
yang merasa terbebani atas kegiatan atau rutinitas harian yang dilakukan
dalam bidang atau profesi apapun misalnya dokter, perawat, pegawai, maupun
seorang pelajar juga berpotensi untuk mengalami burnout itu sendiri.
Schaufeli, dkk pada penelitiannya mengungkapkan bahwa perilaku burnout
yang terjadi pada kalangan mahasiswa/pelajar merujuk pada rasa lelah secara
emosional yang disebabkan karena adanya tuntunan belajar, memiliki perilaku
sinis dan meninggalkan pelajaran, serta merasa sebagai pelajar yang tidak
kompeten. Fenomena ini dapat terjelaskan pada beberapa hasil penelitian yang
membahas banyak tentang burnout di kalangan pelajar salah satunya adalah
artikel yang dituliskan oleh Gan, Shang, & Zhang pada tahun 2007 sebagai
salah satu konstribusi penelitiannya yang berisi tentang mengatasi fleksibilitas
dan kontrol locus sebagai prediktor terjadinya kelelahan pada mahasiswa
China.
Baron dan Greenberg (2001) menyatakan bahwa burnout adalah suatu
sindrom kelelahan fisik, emosional dan mental yang didukung oleh rendahnya
harga diri (self esteem) dan efikasi diri (self efficacy), yang disebabkan karena
stress dalam jangka waktu lama dan intens. Hal ini menandakan bahwa
fenomena burnout umumnya tergantung pada kemampuan individu dalam
mengatasi situasi yang sulit, di mana kemampuan tersebut dapat mengurangi
gejala burnout. Self efficacy merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
cara seseorang dalam menghadapi tekanan.
Bandura (1997) mendefinisikan self efficacy sebagai “keyakinan
manusia pada kemampuan mereka untuk melatih sejumlah ukuran
pengendalian terhadap fungsi diri mereka dan kejadian-kejadian di
lingkungannya”. Para peneliti menyatakan, terdapat tiga aspek self efficacy
yang menjadi prediktor penting pada tingkah laku yaitu self efficacy akademis
berhubungan dengan keyakinan akan kemampuannya melakukan tugas-tugas,
mengatur kegiatan belajar mereka sendiri, dan hidup dengan harapan akademis
mereka sendiri dan orang lain. Baron & Byrne (2004) juga menambahkan
bahwa keyakinan diri yang tinggi adalah penting bagi performa tugas yang
sukses, tugas-tugas sekolah, latihan fisik, kesehatan, aksi politik, dan
menghindari tingkah laku pelanggaran.
Efikasi diri yang kuat yang dimiliki individu, akan menumbuhkan
sikap yang lebih positif terhadap pekerjaan. Keyakinan individu bahwa ia
mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan mengatasi berbagai
kesulitan yang muncul, akan mengarahkannya pada perasaan kontrol internal
yang lebih besar pada pekerjaan yang dilakukannya. Mengacu pada uraian
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa diperlukan individu dengan tingkat
efikasi diri yang tinggi untuk menjalankan semua tugas dan tanggung jawab
sebagai mahasiswa (Jerusalem & Mittag, dalam Bandura, 1995).. Efikasi diri
yang tinggi dapat membantu mahasiswa dalam mengatasi berbagai tekanan
dan hambatan yang ditemui di dalam perkuliahan maupun pembelajaran
sehingga dapat memperkecil stres bahkan akan mencegah timbulnya burnout.
Konsep efikasi diri itu sendiri merupakan keyakinan pada kemampuan
diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif.
Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses.
Individu dengan Efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan
masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang
sedang digunakan itu tidak berhasil (Reivich dan Shatte, dalam Wikipedia,
2009).
Berdasarkan problem yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti
tertarik untuk melakukan psikoedukasi efikasi diri pada mahasiswa yang
mengalami burnout saat kuliah online.

B. Tujuan Psikoedukasi
Tujuan diadakannya psikoedukasi ini adalah untuk memberikan informasi
mengenai pentingnya efikasi diri pada mahasiswa yang mengalami burnout
kuliah online.

C. Manfaat Psikoedukasi
Manfaat psikoedukasi ini adalah untuk meningkatkan efikasi diri pada
mahasiswa yang mengalami burnout kuliah online.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Efikasi Diri
1. Pengertian Efikasi Diri
Bandura (1997) mendefinisikan Self-Efficacy sebagai “keyakinan
manusia pada kemampuan mereka untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian
terhadap fungsi diri mereka dan kejadian-kejadian di lingkungannya”. Perasaan
Self-Efficacy yang kuat dapat meningkatkan performa fisik, tugas akademis,
performa dalam pekerjaan dan kemampuan untuk mengatasi kecemasan dan
depresi (Baron & Byrne 2004). Para peneliti menyatakan, terdapat tiga aspek
Self-Efficacy yang menjadi prediktor penting pada tingkah laku yaitu Self-
Efficacy akademis berhubungan dengan keyakinan akan kemampuannya
melakukan tugas-tugas, mengatur kegiatan belajar mereka sendiri, dan hidup
dengan harapan akademis mereka sendiri dan orang lain.
Baron & Byrne (2004) juga menambahkan bahwa keyakinan diri yang
tinggi adalah penting bagi performa tugas yang sukses, tugas-tugas sekolah,
latihan fisik, kesehatan, aksi politik, dan menghindari tingkah laku pelanggaran.
Berdasarkan uraian di atas mengenai tiga aspek Self-Efficacy, terlihat bahwa
Self-Efficacy berkaitan erat dengan kegiatan akademis atau yang sering disebut
dengan academic self-efficacy.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efikasi diri
akademik merupakan suatu keyakinan diri untuk melakukan dan
menyelesaiakan tugas-tugas akademiknya serta dapat mencapai keberhasilan
berdasarkan tingkatan tugas akademiknya.

2. Aspek-Aspek Efikasi Diri


Bandura (1997) mengemukakan beberapa aspek-aspek dari efikasi diri, yaitu:
a) Tingkat kesulitan (Magnitude)
Magnitude berkaitan dengan tingkat kesulitan suatu tugas yang
dibebankan pada individu. Jika seseorang dihadapkan pada suatu tugas-
tugas yang disusun menurut tingkat kesulitan, maka pengharapan efikasi-
nya akan mudah jatuh pada tugas-tugas yang mudah, sedang dan sulit
sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan
perilaku yang dibutuhkan bagi masing-masing tingkat.
b) Tingkat kekuatan(Strength)
Strenght berkaitan dengan kekuatan penilaian tentang kecakapan
individu. mengacu pada derajat kemantapan individu terhadap keyakinan
atau harapan yang dibuatnya. Tingkat efikasi diri yang rendah lebih mudah
digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang memperlemahkannya.
Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan tekun meningkatkan
usahanya meskipun banyak pengalaman yang memperlemahkannya.
c) Keadaan umum (Generality)
Generality adalah derajat kemantapan individu terhadap keyakinan
akan kemampuannya, yakni berkaitan dengan bidang tugas atau tingkah
laku, seberapa luas individu mempunyai keyakinan dalam melaksanakan
tugas-tugas. Pengalaman yang berangsur-angsur menimbulkan penguasaan
terhadap pengharapan terbatas pada bidang tingkah laku khusus, sedangkan
pengalaman lain membangkitkan keyakinan yang meliputi berbagai bidang
tugas. Ada individu yang merasa yakin pada bidang-bidang tugas tertentu,
ada individu yang merasa yakin pada banyak bidang tugas.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efikasi Diri


Faktor-faktor yang mempengaruhi efikasi diri akademik menurut Bandura
(1997), yaitu :
a) Pengalaman pencapaian prestasi (enactive master experience)
Pengalaman pencapaian prestasi adalah prestasi yang pernah dicapai
dimasa lalu. Prestasi masa lalu dapat menjadi sumber efikasi diri yang paling
kuat pengaruhnya. Prestasi yang baik di masa lalu dapat meningkatkan
efikasi diri individu, begitu pula sebaliknya.
b) Pengalaman orang lain (vicarious experiences)
Pengalaman orang lain merupakan pengalaman berupa keberhasilan
atau kegagalan orang lain. Efikasi diri akan meningkat ketika individu
mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi diri individu akan
menurun jika mengamati orang lain yang dinilai sama dengan diri invividu
dan ternyata mengalami kegagalan. Namun pengalaman ini tidak terlalu
berpengaruh ketika figur yang amati berbeda dengan diri individu.
c) Persuasi verbal (verbal persuation)
Persuasi verbal dapat mempengaruhi tingkat efikasi diri individu.
Dorongan orang lain yang menyatakan hal positif atau pujian tentang
kemampuan seseorang akan meningkatkan penilaian terhadap kemampuan
individu tersebut. Sehingga dapat mengarahkan individu untuk berusaha
lebih gigih dalam pencapaian tujuan.
d) Kondisi fisiologis dan psikologis (Psychological State and Emotional
Arousal).
Kondisi situasi yang menekan emosional dapat mempengaruhi
efikasi diri. Gejolak emosi, goncangan, dan kegelisahan yang mendalam
dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan
sebagai suatu isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka
situasi yang menekan dan mengancam akan cenderung dihindari.

B. Burnout
1. Definisi Burnout Belajar
Secara harfiah, arti kejenuhan ialah padat atau penuh sehingga tidak
mampu lagi memuat apapun. Selain itu, jenuh juga dapat berati jemu atau bosan.
Peristiwa jenuh ini kalau dialami seorang siswa yang sedang dalam proses belajar
(kejenuhan belajar) dapat membuat siswa tersebut merasa telah memubazirkan
usahanya (Syah, 1995). Menurut Al-Qawiy (2004) kejenuhan adalah tekanan
sangat mendalam yang sudah sampai titik jenuh. Kejenuhan belajar adalah suatu
kondisi mental seseorang saat mengalami rasa bosan dan lelah yang amat sangat
sehingga mengakibatkan timbulnya rasa lesu, tidak bersemangat atau hidup tidak
bergairah untuk melakukan aktifitas belajar (Hakim, 2004). Sedangkan menurut
Robert (dalam Muhibbin syah,1999) kejenuhan belajar adalah rentang waktu yang
digunakan untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil.
Berdasarkan pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kejenuhan
belajar adalah dimana kondisi emosional dan fisik seseorang yang tidak dapat
memproses informasi-informasi atau pengalaman baru karena tekanan sangat
mendalam yang berkaitan dengan belajar sehingga tidak bersemangat untuk
melakukan aktivitas belajar.

2. Aspek-aspek burnout

Menurut Hakim (2004) kejenuhan belajar juga mempunyai tanda-tanda


atau gejala-gejala yang sering dialami yaitu timbulnya rasa enggan, malas, lesu
dan tidak bergairah untuk belajar. Sedangkan menurut Reber (dalam muhibbin
syah, 2010) gejala-gejala kejenuhan belajar yaitu :
a) Merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari proses
belajar tidak ada kemajuan. Siswa yang mulai memasuki kejenuhan dalam
belajarnya merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang diperolehnya
dalam belajar tidak meningkat, sehingga siswa merasa sisa-sia dengan waktu
belajarnya.
b) Sistem akalnya tidak dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan dalam
memproses informasi atau pengalaman, sehingga mengalami stagnan dalam
kemajuan belajarnya. Seorang siswa yang sedang dalam keadaan jenuh, sistem
akalnya tidak dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan dalam memproses
berbagai informasi yang diterima atau pengalaman baru yang didapat.
c) Kehilangan motivasi dan konsolidasi. Siswa yang dalam keadaan jenuh
merasa bahwa dirinyatidak lagi mempunyai motivasi yang dapat membuatnya
bersemangat untuk meningkatkan pemahamannya terhadap pelajaran yang
diterimanya atau dipelajarinya.

Menurut Maslach (dalam Leon, Halbesleben, dan Paustian Underdahl, 2015),


burnout memiliki tiga aspek utama, yaitu :

a) Kejenuhan Emosional (Emotional Exhaustion), yaitu seseorang yang


mengalami burnout akan mengalami kelelahan emosi dan kewalahan saat
menghadapi pekerjaannya dan aktivitas yang dijalani setiap harinya.
Kejenuhan emosi ditandai dengan terkurasnya sumber-sumber emosional,
misalnya perasaan frustrasi, putus asa, sedih, tidak berdaya apatis terhadap
pekerjaan dan merasa terbelenggu oleh tugas-tugas dalam pekerjaan, tertekan,
sehingga seseorang merasa tidak mampu memberikan pelayanan secara
psikologis yang maksimal (Maslach dalam Diaz, 2007);
b) Depersonalisasi (Depersonalization), yaitu perkembangan dari dimensi
kejenuhan emosi. Ia menjelaskan depersonalisasi adalah coping (proses
mengatasi ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan individu) yang
dilakukan individu untuk mengatasi kelelahan emosional. Perilaku tersebut
adalah suatu upaya untuk melindungi diri dari tuntutan emosional yang
berlebihan dengan memperlakukan orang lain disekitarnya sebagai objek
(Schaufeli, dalam Diaz, 2007,
c) Pencapaian Personal (Personal Accomplishment), yaitu tendensi untuk
mengevaluasi upaya dan usaha atau prestasi seseorang dengan pemikiran
negatif.
3. Faktor yang Mempengaruhi Burnout
Menurut Hakim (2004) faktor penyebab kejenuhan belajar adalah :
a) Cara atau metode yang tidak bervariasi
b) Belajar hanya ditempat tertentu
c) Suasana belajar yang tidak berubah-ubah
d) Kurang aktifitas rekreasi atau hiburan
e) Adanya ketegangan mental kuat dan berlarut-larut pada saat belajar.

Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan kejenuhan belajar menurut Muhibbin


Syah (1999) yaitu:
a) Terlalu lama waktu untuk belajar tanpa atau kurang istirahat. Belajar secara
rutin atau monoton tanpa variasi.
b) Lingkungan belajar yang buruk atau tidak mendukung. Lingkungan yang
mendukung dapat meningkatkan motivasi belajar begitu pula dengan
lingkungan yang kurang mendukung dapat menyebabkan kejenuhan belajar.
c) Lingkungan yang baik menimbulkan suasana belajar yang baik, sehingga
kejenuhan dalam belajar akan berkurang, begitupun sebaliknya.
d) Konflik. Adanya konflik dalam lingkungan belajar anak baik itu konflik
dengan guru maupun teman.
e) Tidak adanya umpan balik positif terhadap belajar, gaya belajar yang berpusat
pada guru atau siswa tidak diberi kesempatan dalam menjelaskan maka siswa
dapat merasa jenuh.
f) Mengerjakan sesuatu karena terpaksa. Tidak ada minat siswa dalam belajar
dapat menyebabkan kejenuhan belajar pada pelajaran itu.
BAB III
METODE PSIKOEDUKASI
A. Judul Kegiatan
Tema yang digunakan pada Psikoedukasi kali ini adalah efikasi diri pada
mahasiswa semester 2 & 4 fakultas psikologi dengan judul psikoedukasi kanali
dan fahami diri “atasi kejenuhan belajar”
B. Pelaksanaan Kegiatan
Adapun kegiatan yang akan dilaksanakan pada saat Psikoedukasi yaitu,
penjelasan tentang efikasi diri. Adapun pelaksanaan kegiatan secara lengkap akan
kami rincikan sebagai berikut :
1. Tata Tertib Acara Psikoedukasi melalui Seminar Online
Sesi I
19.30-19.35 Pembukaan dan Perkenalan
19.35-19.40 Penjelasan Tujuan Psikoedukasi
Sesi II
19.40-21.30 Pemberian materi (Ppt & Vedio)
19.40-21.30 Diskusi Tanya Jawab
21.30-21.45 Kuis
Sesi III
21.45-22.00 Penutup dan Evaluasi

2. Peserta
Peserta yang mengikuti psikoedukasi mengenai efikasi diri dengan judul
kenali dan pahami diri “Atasi kejenuhan belajar” adalah mahasiswa Fakultas
Psikologi UIN Suska Riau semester 2 & 4
3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Jum’at, 22 Mei 2020
Tempat : WhatsApp Grub
Waktu : 19.30- 22.00 WIB
C. Peranan dan Tanggung Jawab
Narasumber 1 : ...............................................
(Dosen Fakultas Psikologi UIN Suska Riau)
Narasumber 2 : M. Algi Saputra
(Mahasiswa Berprestasi)
Moderator : Rosma Winda Sari
Narahubung : Vasha Salwa
Notulen : Ikhlas Wardina Salsabila
D. Modul
Modul Psikoedukasi Efikasi Diri Untuk Mengurangi Tingkat
Kejenuhan Belajar pada Mahasiswa Saat kuliah online
1. Latar Belakang
Efikasi diri adalah keyakinan tentang sejauh mana individu
memperkirakan kemampuannya dalam melaksanakan suatu tugas atau tindakan
yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil Bandura (1997). Efikasi diri
merupakan hasil proses kognitif berupa keputusan, keyakinan atau pengharapan
individu. Individu yang merasa mampu atau memiliki efikasi diri tinggi akan
melihat stresor yang ada bukan sebagai ancaman sebagaimana individu yang
memiliki tingkat efikasi diri rendah memandangnya. Pada beberapa dimensi,
pengharapan individu terhadap efikasi diri dalam dirinya berbeda-beda dan
memberikan manifestasi yang cukup berarti pada perasaan dan perilaku individu
yang pada akhirnya akan berimplikasi pada kinerja. Bandura menyebutkan dimensi-
dimensi tersebut adalah magnitude, berkaitan dengan tingkat kesulitan yang
dilakukan ; generality, berkaitan dengan luas bidang yang dilakukan ; strength,
berkaitan dengan kemantapan atau tingkat keyakinan individu. Orang yang
memiliki efikasi diri tinggi mempunyai keyakinan mampu berperilaku tertentu
untuk dapat mencapai hasil yang diinginkan. Orang-orang yang mempunyai efikasi
diri tinggi juga lebih giat dan lebih tekun dalam berusaha dan mengatasi kesulitan,
serta mengerahkan tenaga yang lebih besar untuk mengatasi tantangan, sedangkan
orang yang mempunyai efikasi diri rendah cenderung mengurangi usahanya atau
menyerah ketika dihadapkan pada suatu permasalahan. Bandura mengatakan bahwa
orang cenderung menghindari situasi yang diyakini melampaui batas kemampuan
mereka, tetapi akan melakukan tindakan yang menurut penilaiannya mampu
dilakukan. Hal ini berkaitan dengan penentuan target, dimana individu yang
memiliki efikasi diri tinggi akan menetapkan target lebih tinggi dengan usaha keras
untuk mencapainya. Individu tersebut kemudian akan berupaya menetapkan target
yang lebih tinggi lagi bila target yang sesungguhnya telah mampu dicapai.
Kegagalan dalam mencapai suatu target justru akan membuat individu
berusaha lebih giat lagi untuk meraihnya kembali serta mengatasi rintangan yang
membuatnya gagal dan kemungkinan akan menetapkan target lain yang lebih tinggi
lagi. Individu yang mempunyai efikasi diri rendah menetapkan target yang lebih
rendah pula serta keyakinan terhadap keberhasilan akan pencapaian target yang
juga rendah sehingga usaha yang dilakukan lemah. Beberapa aspek-aspek efikasi
diri adalah ; a. keyakinan terhadap kemampuan dalam menghadapi situasi yang
tidak menentu yang mengandung kekaburan, tidak dapat diprediksikan dan penuh
tekanan ; b. keyakinan terhadap kemampuan menggerakkan motivasi, kemampuan
kognitif, serta tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil ; c. keyakinan
mencapai target yang telah ditetapkan ; dan d. keyakinan terhadap kemampuan
mengatasi masalah yang muncul. Bandura mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan efikasi diri meliputi : (1) sifat tugas yang dihadapi,
beberapa tugas menuntut kinerja yang tinggi dan lebih berat dibanding dengan tugas
yang lain. Jenis tugas tertentu mengandung tantangan yang berbeda dan ada nilai
kompetitif ; (2) Insentif ekternal, merupakan hadiah yang diberikan oleh orang lain
atas keberhasilan individu dalam melaksanakan suatu tugas ; (3) status atau peran
individu dalam lingkungan, semakin tinggi status sosial individu maka semakin
tinggi pula kepercayaan dirinya dan akan semakin besar penghargaan dari orang
lain, dan sebaliknya ; (4) informasi tentang kemampuan diri, efikasi diri seseorang
akan meningkat atau menurun tergantung dari informasi yang diterima dari orang
lain mengenai sisi positif atau negatif dari dirinya. Faktor lain yang mempengaruhi
pembentukan efikasi diri (Pajares dan Schunck, 2000) adalah ada tidaknya
pendorong dalam melakukan sesuatu dan batasan pencapaians esuatu. Bandura
menyatakan bahwa efikasi diri dapat tumbuh dan dipelajari melalui empat sumber
yaitu pencapaian prestasi, pengalaman orang lain, persuasi verbal dan kondisi
psikologis. Disamping keempat sumber tersebut efikasi diri dipengaruhi oleh
standar internal tingkah laku seseorang (Feist dan Feist, 1998). Pelatihan ini akan
membahas efikasi diri sebagai pemahaman individu terhadap salah satu aspek
penting yang mendukung individu dalam menghadapi pekerjaan apa pun.
2. Tujuan
Tujuan dari psikoedukasi efikasi diri adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu mengenali dan memahami potensi yang dimilikinya
2. Melatih mahasiswa untuk membentuk keyakinan terhadap potensi yang
dimilikinya
3. Mahasiswa mampu membentuk persepsi positif dalam menghadapi stimulus yang
dihadapinya
3. Materi Kegiatan
Pelatihan efikasi diri disusun dalam bentuk modul pelatihan yang terdiri dari dua
modul, yaitu :
1. Mengenali Potensi Diri
2. Membentuk Persepsi Positif
4. Peserta
Peserta dari psikoedukasi ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Suska
Riau semester 2 & 4
5. Metode Pelatihan
Metode pelatihan yang dilakukan mengutamakan experiential learning, dengan
ceramah disesuaikan dengan sasaran dan materi. Psikoedukasi ini menggunakan metode
yang mengacu pada model pembelajaran berdasarkan pengalaman, yaitu proses
pembelajaran yang terjadi ketika subjek melakukan suatu aktivitas, kemudian
memperhatikan, menganalisis aktivitas yang dilakukannya itu secara kritis, lalu mencari
pemahaman dari analisis tadi dan menjadikan pemahaman tersebut dalam perilaku
mendatang.
6. Alokasi Waktu
Waktu secara keseluruhan untuk menyelenggarakan Seminar Online adalah 2 jam
30 menit yang dilakukan dalam satu hari.
7. Waktu Pelaksanaan Psikoedukasi Seminar Online
Hari/Tanggal : Jum’at, 22 Mei 2020
Tempat : WhatsApp Grub
Waktu : 19.30- 22.00 WIB
8. Fasilitas Pelatihan
1. Ppt mengenai Self Efikasi
2. Vedio mengenai Self Efikasi
3. Brosur mengenai Efikasi Diri
4. E- Sertifikat
5. Reward Pemenang kuis
9. Pelaksanaan Psikoedukasi
Pelatihan Efikasi Diri
Kenali dan Pahami Diri “We Can Do Everything”

TOPIK KEGIATAN WAKTU


Pembukaan dan Perkenalan 5’
Penjelasan tujuan Psikoedukasi 5’
Penjelasan Alokasi waktu selama
Pembukaan 19.30-20.10
Psikoedukasi dan Pemberian materi 30’
(Ppt & Vedio)
Materi I Mengenali Potensi Diri 40’ 20.10-21.30
(Diskusi dan tanya jawab)
Membentuk Persepsi Positif
Materi II 40’
(Diskusi dan tanya jawab)

Penutup Kuis dan Evaluasi 30’ 21.30-22.00

Detail Pelaksanaan Pelatihan Efikasi Diri

KEGIATAN TUJUAN DESKRIPSI Perlengkapan PJ


Pembukaan  Memperkenalkan  Pembukaan (Ppt & Vedio) Moderator
psikoedukasi dan dan Notulen
kepada para Perkenalan
peserta  Penjelasan
 Menumbuhkan tujuan
keakraban Psikoedukasi
diantara peserta  Penjelasan
dan tim Alokasi
waktu selama
Psikoedukasi
dan
Pemberian
materi
Mengenali  Peserta Ceramah dan Dosen
Potensi Diri mampu Diskusi
memahami
pentingnya
mengenali potensi
diri.
 Mampu untuk
memahami dan
mengetahui
bagaimana
mengenal potensi
yang dimiliki
 Melatih peserta
untuk mengenali
potensi diri
 Menyadari dan
menerima
kelebihan dan
kekurangan diri
Membentu  Peserta menyadari Ceramah dan M. Algi
k Persepsi pentingnya diskusi Saputra
Positif membentuk dan
memiliki persepsi
yang positif
 Memahami
persepsi
Kuis dan  Mengevaluasi Lembar Google form Moderator
Evaluasi keseluruhan Kerja dan dan notulen
rangkaian pertanyaan
psikoedukasi dan
memberikan kuis
 Peserta mampu
memahami secara
konprehensif
mengenai efikasi
diri dan mampu
mengaplikasikann
ya di dalam
kehidupan sehari-
hari
Penberian  E- Sertifikat E- Sertifikat Narahubung
Reward
PERKENALAN
A. Penjelasan
Suatu aktivitas memerlukan suatu pertemuan yang akan mengawali rangkaian
aktivitas selanjutnya. Dalam pertemuan pembuka biasanya diawali dengan
perkenalan antara tim dan peserta agar saling mengenal satu sama lain dan
bekerjasama agar kegiatan dapat berjalan dengan lancar.
B. Tujuan
1. Memperkenalkan psikoedukasi kepada para peserta
2. Menumbuhkan keakraban diantara peserta dan tim
C. Waktu
5 menit
D. Metode
Pesan melalui group chat atau comment social media
E. Alat & Bahan
1. Alat Komunikasi dan Aplikasi Social Media
2. Forum diskusi online
F. Prosedur
1. Tim memperkenalkan diri kepada peserta psikoedukasi.
2. Para peserta diminta untuk berkenalan dengan sesama peserta.
TUJUAN PSIKOEDUKASI
A. Penjelasan dan Tujuan
1. Menjelaskan tujuan psikoedukasi, yaitu bagaimana untuk menjadi mahasiswa
yang memiliki efikasi diri yang tinggi dalam kuliah online sehingga setelah
mengikuti psikoedukasi peserta dapat menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Menjelaskan rangkaian kegiatan yang akan dilakukan selama psikoedukasi
beserta aturan-aturan yang harus diikuti selama psikoedukasi berlangsung.
B. Waktu
5 menit
C. Metode
Ceramah melalui video
D. Prosedur
1. Tim menjelaskan secara singkat tujuan psikoedukasi yang diadakan.
2. Tim menjelaskan rangkaian aktivitas yang dilakukan selama psikoedukasi.
3. Tim menjelaskan tentang manfaat yang akan diperoleh peserta apabila terlibat
aktif dalam setiap kegiatan psikoedukasi.
PENYAMPAIAN MATERI
(Materi 1 : Mengenali Diri)
A. Tujuan
1. Menyadari bahwa untuk menghadapi sesuatu, perlu mengenal diri terlebih
dahulu, baik positif maupun negatif pada diri
2. Menyadari dan menerima kelebihan dan kekurangan diri
3. Belajar untuk memahami dan mengetahui bagaimana mengenal potensi yang
dimiliki
B. Waktu
30 menit
C. Metode
1. Ceramah melalui video dan slide PPT
2. Sharing
3. Diskusi
D. Alat & Bahan
Video dan slide PPT
E. Prosedur
1. Tim memberikan pengantar materi
2. Melakukan sharing dan diskusi
3. Tim menutup sesi dengan memberikan kesimpulan kepada peserta agar peserta
dapat menerapkan materi tersebut
PENYAMPAIAN MATERI
(Materi 2 : Membentuk Persepsi Positif)
A. Tujuan
1. Menyadari pentingnya membentuk dan memiliki persepsi yang positif
2. Memahami persepsi positif
3. Belajar membentuk persepsi positif
B. Waktu
30 menit
C. Metode
1. Ceramah melalui video dan slide PPT
2. Sharing
3. Diskusi
D. Alat & Bahan
Video dan slide PPT
E. Prosedur
1. Tim memberikan pengantar materi
2. Tim menjelaskan tentang persepsi positif
3. Tim mengevaluasi dan menjelaskan isi materi
EVALUASI DAN PENUTUP
A. Tujuan
1. Melakukan review terhadap seluruh rangkaian psikoedukasi
2. Mengevaluasi keseluruhan rangkaian psikoedukasi
3. Mengevaluasi reaksi dan pengetahuan
B. Waktu
30 menit
C. Metode
1. Ceramah
2. Lembar Evaluasi
D. Alat & Bahan
1. Documen/File/Form
2. Lembar Evaluasi
E. Prosedur
1. Peserta dibagikan lembar evaluasi psikoedukasi dan mengerjakannya
Lembar Evaluasi

1. Bagaimana perasaan Anda sebelum mendapatkan psikoedukasi ?

2. Bagaimana perasaan Anda Setelah mendapatkan psikoedukasi ?

3. Tuliskan Evaluasi Anda terhadap kegiatan yang kami lakukan ?


DAFTAR PUSTAKA
Bandura, A. (1997). Self-Efficacy:The Exercise of Control, W.H. Freeman, New York, NY.

Baron, Robert A & Donn Byrne. (2004). Psikologi Sosial: Edisi Ke Sepuluh. Jakarta:
Erlangga

Greenberg, J., & Baron, R.A. (2000). Behavior in Organization. 7thedition. New Jersey:
Prentice Hall, Inc

Mustofa, Mokhamad Iklil, dkk. 2019. Formulasi Model Perkuliahan Daring Sebagai Upaya
Menekan Disparitas Kualitas Perguruan Tinggi. Walisongo Journal of
Information Technology. 1 (2) : 153

Anda mungkin juga menyukai