Dosen pengampu :
1. Dra. Ike Yulia Wiendarlina, M.Farm., Apt
2. Yulianita, M.Farm.
3. Novi Fajar Utami, M.Farm., Apt.
4. Siti Mahyuni, M.Sc
5. Merybet Tri R.H, M.Farm., Apt
6. Mindiya Fatmi, M.Farm., Apt
7. Cyntia Wulandari, M.Farm
Asisten dosen :
1. Andhika Edvis 4. Rani Meilana Wulandari
2. Juju Julianti 5. Fany Yuliana
3. Riffa Kurnia Meidistiana
Disusun oleh:
Salsa Syifa Nabilla
066118151
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Proses Distilasi merupakan salah satu cara untuk memisahkan komponen dalam larutan
yang berbentuk cair atau gas dengan mendasarkan pada perbedaan titik didih komponen yang
ada di dalamnya. Dasar dari pemisahan dengan distilasi adalah jika suatu campuran komponen
diuapkan maka komposisi pada fase uap akan berbeda dengan fase cairnya. Untuk komponen
yang memiliki titik didih lebih rendah maka akan didapatkan komposisi yang cenderung lebih
besar pada fase uapnya, uap ini diembunkan dan dididihkan kembali secara bertingkat–tingkat
maka akan diperoleh komposisi yang semakin murni pada salah satu komponen. Pada beberapa
campuran komponen, untuk komposisi, suhu dan tekanan tertentu tidak memenuhi
kecenderungan tersebut, artinya jika campuran tersebut dididihkan maka komposisi fase
uapnya akan memiliki komposisi yang sama dengan fase cairnya, keadaan ini disebut kondisi
azeotrop, sehingga campuran pada kondisi ini tidak dapat dipisahkan dengan cara distilasi biasa
(Abassato, 2007).
Destilasi air merupakan salah satu cara untuk memisahkan minyak atsiri dari dalam
bahan. Pada metode ini, bahan yang didestilasi akan kontak langsung dengan air
mendidi.Sebelum rimpang jeringau didestilasi, rimpang terlebih dahulu diubah dalam
bentuk chipsuntuk mempermudah dalam proses destilasi. Permintaan akan minyak jeringau ini
sangat luas yaitu dari bidang industri makanan, farmasi, kecantikan maupun industri parfum
(Prisca, 2014).
Minyak cengkeh berasal dari tanaman cengkeh (Eugenia aromaticum) baik dari bunga,
batang, daun, dan gagang cengkeh. Cengkeh termasuk suku Myrtaceae yang banyak ditanam
di beberapa negara termasuk Indonesia. Minyak atsiri ini memiliki aktivitas biologis seperti
antibakteri, antijamur, insectisida dan antioksidan, dan digunakan sebagi sumber aroma dan
bahan antimikroba dalam makanan (Huang et al. 2002; Velluti et al. 2003). Minyak cengkeh
juga memiliki efek terapi untuk asma dan beberapa alergi (Kim et al. 1998). Eugenol
bermanfaat dalam pembuatan vanilin, eugenil metil ester, dan eugenil asetat. Vanilin
merupakan bahan pemberi aroma pada makanan, permen, coklat dan parfum (Guenther 1990).
Pada dasarnya minyak cengkeh dapat diproduksi menggunakan distilasi kukus, distilasi air,
dan distilasi uap. Secara tradisional, metode yang sering digunakan di pedesaan di Indonesia
adalah distilasi kukus.
Menurut Guaenther (1987), minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap
dan banyak digunakan dalam industri sebagai pemberi aroma dan rasa. Nilai jual dari minyak
atsiri sangat ditentukan oleh kualitas minyak dan kadar komponen utamanya. Menurut Sumarni
(2008), kualitas minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing masing minyak
tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya. Faktor lain yang menentukan
mutu minyak yaitu sifat-sifat fisika-kimia minyak, jenis tanaman, umur panen, perlakuan bahan
sebelum penyulingan, jenis peralatan yang digunakan dan kondisi prosesnya, perlakuan
minyak setelah penyulingan, kemasan, dan penyimpanan. Menurut Ketaren (1989),
penanganan pendahuluan terhadap bahan baku yang kurang tepat sebelum penyulingan akan
menyebabkan kehilangan minyak atsiri yang cukup besar dan menurunkan mutu. Untuk itu
diperlukan perlakuan pendahuluan terhadap bahan untuk mempertinggi rendemen dan mutu
yang dihasilkan. Beberapa cara perlakuan pendahuluan yang dapat dilakukan meliputi
pengecilan ukuran bahan, pengeringan, pelayuan, pemeraman dan fermentasi mikroorganisme.
Pengecilan ukuran biasanya dilakukan dengan perajangan dengan tujuan untuk menambah luas
permukaan bahan sehingga minyak yang dihasilkan lebih banyak. Tujuan dari pelayuan dan
pengeringan yaitu untuk menguapkan sebagian kecil air dari bahan sehingga destilasi lebih
mudah dan lebih singkat. Menurut Hernani (2009), lama pelayuan dan penjemuran yang
dilakukan akan berpengaruh terhadap rendemen minyak atsiri. Proses pemeraman maupun
fermentasi mikroorganisme dilakukan pada minyak-minyak tertentu untuk memecahkan sel-
sel minyak pada daun. Perlakuan pemeraman dilakukan dengan meremas-remas serta
menyobek daun kayu manis terlebih dahulu untuk merusak selsel daun, kemudian diperam
selama 1 hari. Perlakuan ini dilakukan seperti fermentasi pada teh.
BAB II
METODE KERJA
2.1.1 Alat
1. Gelas Ukur 5 mL
2. Pisau
3. Set Alat Destilasi
2.1.2 Bahan
1. Batu Didih
2. Magnesium sulfat anhidrat
3. Tanaman Cengkeh
1. Dipotong-potong kecil sampel cengkeh (daun, bunga, atau batang) yang sudah bersih
dan kering (dengan jumlah air minimum).
2. Di siapkan set alat destilasi
3. Dimasukkan 50 g sampel kedalam labu alas bulat 250 mL. Labu dipenuhi dengan
aquades hingga setengah volume total labu. Ditambahkan batu didih.
4. Dipasang kembali labu pada set up alat distilasi.
5. Dipanaskan labu pada mantel pemanas secara perlahan-lahan.
6. Destilasi dihentikan jika sudah diperoleh distilat sebanyak 100 mL atau telah
dipanaskan selama 1-1.5 jam. Dicatat volume distilat yang diperoleh.
7. Dibiarkan distilat beberapa saat hingga nantinya diperoleh dua fasa, aqueous phase dan
organik phase.
8. Dipisahkan minyak atsiri dari air yang ada dalam campuran distilat, lalu ditambahkan
sedikit magnesium sulfat pada distilat minyak atsiri.
9. Diperoleh minyak atsiri dengan cara dekantasi.
10. Dicatat volume minyak atsiri yang diperoleh.
11. Dihitung rendemen minyak atsiri yang diperoleh.
12. Diamati bau dan warna dari minyak atsiri tersebut.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.2 Perhitungan
• Massa Minyak Atsiri
Massa Minyak Atsiri = Massa Jenis Atsiri × Volume Minyak Atsiri
Massa Minyak Atsiri = 1,0315 g/cm−3 × 3,7 ml
Massa Minyak Atsiri = 3,81655 gram
• Rendemen Minyak Atsiri
Berat ekstrak kental
Rendemen Ekstrak Daun = × 100%
Berat simplisia
3,81655 gram
Rendemen Ekstrak Daun = × 100%
52 gram
Rendemen Ekstrak Daun = 7,34 %
3.3 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, membahas mengenai pembuatan ekstraksi tanaman cengkeh
dengan menggunakan pelarut magnesium sulfat dan metode yang digunakan adalah destilasi
atau penyulingan. Penyulingan atau destilasi adalah proses pemisahan komponen yang berupa
cairan atau padatan dari dua macam campuran, berdasarkan perbedaan titik uapnya dan proses
ini di lakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut terhadap air. Metode penyulingan ada
tiga macam yaitu penyulingan dengan air, penyulingan dengan uap dan air, dan penyulingan
dengan uap langsung. Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri yang diperoleh dengan cara
penyulingan, ekstraksi dengan pelarut, dan ekstraksi dengan lemak padat. Minyak atsiri
merupakan minyak dari tanaman yang komponennya secara umum mudah menguap sehingga
banyak yang menyebut minyak terbang. Minyak atsiri disebut juga etherial oil atau minyak
eteris karena bersifat seperti eter, dalam bahasa internasional biasa disebut essential oil (minyak
essen) karena bersifat khas sebagai pemberi aroma/bau. Minyak atsiri dalam keadaan segar dan
murni umumnya tidak berwarna, namun pada penyimpanan yang lama warnanya berubah
menjadi lebih gelap. Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah
sebagaimana minyak lainnya, sebagian besar minyak atsiri tidak larut dalam air dan pelarut
polar lainnya. Secara kimiawi, minyak atsiri tersusun dari campuran yang rumit berbagai
senyawa, namun suatu senyawa tertentu biasanya bertanggung jawab atas suatu aroma tertentu.
Minyak atsiri sebagian besar termasuk dalam golongan senyawa organik terpena dan terpenoid
yang bersifat larut dalam minyak (lipofil). Minyak atsiri dapat bersumber pada setiap bagian
tanaman yaitu dari daun, bunga, buah, biji, batang atau kulit dan akar atau rhizome.
Pada destilasi uap, uap yang diumpankan akan memberikan panas vaporisasi, sehingga
bahan yang didestilasi akan memanas. Uap akan mendorong selsel pada jaringan tanaman yang
mengandung minyak atsiri untuk membuka dan membebaskan komponen volatil di dalamnya.
Komponen-komponen volatil dalam minyak atsiri akan menguap dan bergabung dengan uap
sebagai campuran fase gas. Campuran fase gas kemudian melalui ketel suling menuju proses
kondensasi. Minyak atsiri tidak bercampur dengan air, sehingga akan diperoleh dua fase yang
terpisah setelah destilat dikondensasi. Minyak atsiri akan berada di atas lapisan air, kemudian
minyak atsiri dipisahkan dan disimpan. Mekanisme yang terjadi pada ekstraksi dengan pelarut
adalah difusi tanpa diikuti reaksi kimia dalam dua fase tidak saling larut yang saling kontak,
sehingga terjadi distribusi solut di antara dua cairan atau dua fase yang tidak saling campur.
Distribusi tersebut terjadi berdasarkan kelarutan masing-masing komponen dalam
kesetimbangan. Kelarutan senyawa dalam pelarut ditentukan oleh polaritas senyawa dan
pelarut. Komponen minyak atsiri akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya
dengan komponen yang diekstrak.
Metode destilasi yang umum digunakan dalam produksi minyak atsiri adalah destilasi
air dan destilasi uap-air. Karena metode tersebut merupakan metode yang sederhana dan
membutuhkan biaya yang lebih rendah jika dibandingkan dengan destilasi uap. Namun belum
ada penelitian tentang pengaruh kedua metode destilasi tersebut terhadap minyak atsiri yang
dihasilkan. Minyak atsiri dalam tanaman aromatik diselubungi oleh kelenjar minyak,
pembuluh–pembuluh, kantung minyak atau rambut granular. Sebelum diproses, sebaiknya
bahan tanaman dirajang (dikecilkan ukurannya) terlebih dahulu. Namun dalam proses destilasi
tradisional pada umumnya ukuran bahan yang digunakan tidak seragam, karena proses
pengecilan ukurannya hanya melalui proses penghancuran sederhana.
Minyak atsiri cengkeh dapat diperoleh dengan berbagai teknik penyulingan, yaitu : 1.
Penyulingan dengan sistem rebus (Water Distillation) Cara penyulingan dengan sistem ini
adalah dengan memasukkan bahan baku, baik yang sudah dilayukan, kering ataupun bahan
basah ke dalam ketel penyuling yang telah berisi air kemudian dipanaskan. Uap yang keluar
dari ketel dialirkan dengan pipa yang dihubungkan dengan kondensor. Uap yang merupakan
campuran uap air dan minyak akan terkondensasi menjadi cair dan ditampung dalam wadah,
selanjutnya cairan minyak dan air tersebut dipisahkan dengan separator pemisah minyak untuk
diambil minyaknya saja. 2. Penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam Distillation)
Penyulingan dengan air dan uap ini biasa dikenal dengan sistem kukus. Cara ini sebenarnya
mirip dengan system rebus, hanya saja bahan baku dan air tidak bersinggungan langsung
karena dibatasi dengan saringan diatas air. Cara ini adalah yang paling banyak dilakukan pada
dunia industri karena cukup membutuhkan sedikit air sehingga bisa menyingkat waktu proses
produksi. Metode kukus ini biasa dilengkapi sistem kohobasi yaitu air kondensat yang keluar
dari separator masuk kembali secara otomatis ke dalam ketel agar meminimkan kehilangan air.
Melihat dari beberapa keadaan, tekanan uap yang rendah akan menghasilkan minyak atsiri
berkualitas baik. 3. Penyulingan dengan uap langsung (Direct Steam Distillation) Sistem ini
bahan baku tidak kontak langsung dengan air maupun api namun hanya uap bertekanan tinggi
yang difungsikan untuk menyuling minyak. Prinsip kerja metode ini adalah membuat uap
bertekanan tinggi didalam boiler, kemudian uap tersebut dialirkan melalui pipa dan masuk ketel
yang berisi bahan baku. Uap yang keluar dari ketel dihubungkan dengan kondensor. Cairan
kondensat yang berisi campuran minyak dan air dipisahkan dengan separator yang sesuai berat
jenis minyak. Penyulingan dengan metode ini biasa dipakai untuk bahan baku yang
membutuhkan tekanan tinggi.
BAB IV
PENUTUP
Dari praktikum fitokimia mengenai ekstraksi menggunakan metode destilasi ini dapat
ditarik sebuah kesimpulan bahwa :
Abbassato, Tony Irwanto & Eko Aris Budiarto. (2007).Efisiensi Kolom Sieve Tray pada
Destilasi yang Mengandung Tiga Komponen (Aceton-Alkohol-Air). Jurnal Nasional. 978-
979.
Ketaren, S., 1989. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta
Prisca, Violetta Effendi & Simon Bambang Widjanarko. (2014). Distilasi dan Karakterisasi
Minyak Atsiri Rimpang Jeringau. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol.2, No.2. 1-8
Sumarni, Nunung Bayu Aji Dan Solehan. 2008. Pengaruh Volume Air Dan Berat Bahan Pada
Penyulingan Minyak Atsiri. Jurnal Teknologi Vol 1 No 1 Hal 83-88. Yogyakarta