Anda di halaman 1dari 16

1

PELINDUNGAN HAK PEKERJA PEREMPUAN


DALAM PERSPEKTIF FEMINISME

Protection of Women Work Rights


in Feminism Perspective

Sali Susiana
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI
Jl. Gatot Subroto Senayan Jakarta

Naskah diterima: 31 Oktober 2017


Naskah dikoreksi: 25 November 2017
Naskah diterbitkan: Desember 2017

Abstrak: Hak pekerja perempuan telah dijamin dalam konstitusi, undang-undang, dan beberapa peraturan
pelaksananya. Dalam konstitusi, persamaan hak perempuan untuk bekerja dan mendapat perlakuan yang layak
terdapat dalam Pasal 27 dan Pasal 33. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur hak pekerja
perempuan antara lain: Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Pelindungan Upah, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 8 Per-04/Men/1989
tentang Syarat-syarat Kerja Malam dan Tata Cara Mempekerjakan Pekerja Perempuan pada Malam Hari,
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep. 224/Men/2003 tentang Kewajiban Pengusaha
yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Hak pekerja
perempuan tersebut antara lain: pelindungan jam kerja, pelindungan dalam masa haid (cuti haid), pelindungan
selama hamil dan melahirkan, termasuk ketika pekerja perempuan mengalami keguguran (cuti hamil dan
melahirkan), pemberian lokasi menyusui (hak menyusui dan/atau memerah ASI), hak kompetensi kerja, hak
pemeriksaan selama masa kehamilan dan pasca-melahirkan. Jaminan hak tersebut sejalan dengan konvensi
internasional yang mengatur tentang hak pekerja perempuan yang terdapat dalam Convention on the Elimination
of All Forms of Discrimination Againts Women (CEDAW) yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1984 dan beberapa konvensi terkait lainnya. Dengan perspektif feminisme, studi ini menyimpulkan
bahwa sampai saat ini belum semua hak pekerja perempuan tersebut dapat dipenuhi, baik yang disebabkan oleh
faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal tampak pada masih rendahnya pengetahuan dan
pemahaman pekerja perempuan mengenai hak yang dimiliknya. Sementara faktor eksternal tampak pada: adanya
budaya patriarki, marginalisasi dalam pekerjaan, adanya stereotype kepada perempuan, dan kurangnya
sosialisasi.
Kata kunci: ketenagakerjaan, pelindungan, pekerja perempuan, hak pekerja perempuan.
Pendahuluan dengan pekerja laki-laki. Ketimpangan gender
Persamaan hak pekerja laki-laki dan pekerja dalam bidang ketenagakerjaan tersebut dapat
perempuan dijamin dalam konstitusi. diketahui dengan melihat Tingkat Partisipasi
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Angkatan Kerja (TPAK) perempuan dan laki-laki.
Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 28D ayat (2) Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan,
menegaskan, setiap orang berhak untuk bekerja masih ada kesenjangan yang tinggi antara TPAK
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan berdasarkan jenis kelamin pada Februari 2017.
layak dalam hubungan kerja. Dalam hal ini negara TPAK laki-laki pada Februari 2017 sebesar
menjamin adanya perlakuan yang adil terhadap para 83,05%, turun dibandingkan periode yang sama
pekerja, baik dalam hal jenis pekerjaan, penempatan tahun lalu sebesar 83,46%. TPAK perempuan hanya
jabatan dalam bekerja, maupun pemberian upah. 55,04%, tetapi meningkat dibandingkan periode
Meskipun secara normatif terdapat kesamaan yang sama tahun lalu sebesar 52,71%. Namun
hak antara pekerja perempuan dan pekerja laki-laki, dibandingkan periode yang sama tahun lalu, TPAK
tetapi kondisi perempuan di bidang ketenagakerjaan perempuan mengalami kenaikan sebesar 2,33%
secara umum sampai saat ini masih jauh dari poin, sementara TPAK laki-laki justru mengalami
harapan, baik dilihat secara kuantitas maupun penurunan sebesar 0,41% poin.
kualitas. Masih terjadi ketimpangan gender dalam Data BPS juga menunjukkan bahwa jumlah
bidang ketenagakerjaan antara pekerja perempuan penduduk bekerja meningkat 6,13 juta
dibandingkan dengan per Agustus 2016. Jumlah yang telah diatur dalam konstitusi. Pengaturan
angkatan kerja Indonesia pada Februari 2017 tersebut terdapat pula dalam Convention on the
sebanyak 131,55 juta orang. Ada pun per Februari Elimination of All Forms of Discrimination Against
2017 terdapat 124,54 juta yang bekerja, naik 6,13 Women (Konvensi CEDAW) yang telah diratifikasi
juta orang dibandingkan keadaan semester lalu, dan dengan UndangUndang Nomor 7 Tahun 1984 dan
bertambah 3,89 juta orang dibanding Februari 2017. konvensi terkait lainnya. Konvensi tersebut, antara
Sementara itu terdapat 7,01 juta penduduk yang lain: Konvensi Nomor 100 tentang Pengupahan
menganggur. yang Sama bagi Laki-Laki dan Perempuan untuk
Dibandingkan dengan TPAK perempuan tahun Pekerjaan yang Sama Nilainya (diratifikasi dengan
2011, TPAK perempuan pada tahun 2017 tersebut Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1957), Konvensi
relatif tidak mengalami peningkatan. Pada tahun Nomor 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan
2011, TPAK laki-laki sebesar 84,9%, sementara dan Jabatan (diratifikasi dengan Undang-Undang
TPAK perempuan 55,1%. Dengan demikian, Nomor 21 Tahun 1999), dan Konvensi ILO Nomor
selama kurang lebih 6 tahun, TPAK perempuan 183 Tahun 2000 tentang Maternity Protection
hanya bertambah sekitar 0,06%. Data BPS pada (Konvensi ILO mengenai Perlindungan
tahun yang sama mencatat bahwa 39% penduduk Maternitas).
berusia 15 tahun ke atas yang bekerja adalah Tulisan ini diawali dengan paparan tentang
perempuan, dan sepertiganya merupakan pekerja konsep pelindungan tenaga kerja secara umum,
keluarga yang secara ekonomi tidak mendapatkan pengaturan pelindungan pekerja perempuan yang
imbalan jasa. Angka ini lebih besar dibandingkan terdapat dalam berbagai peraturan
dengan pekerja keluarga laki-laki yang hanya 8,7%. perundangundangan, termasuk konvensi
Karyawan perempuan juga menerima upah yang internasional tentang hak pekerja perempuan, dan
lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki, yaitu ditutup dengan implementasi pelindungan hak
hanya sekitar 77,8% dari upah yang diterima pekerja perempuan. Perspektif feminisme dalam
karyawan laki-laki. tulisan ini tidak dipaparkan dalam subbab tersendiri,
Data lain juga menunjukkan bahwa jumlah melainkan digunakan secara langsung pada saat
pekerja perempuan di Indonesia mengalami menganalisis implementasi pelindungan hak
peningkatan setiap tahun. Persentase jumlah pekerja pekerja perempuan.
perempuan mencapai 50% lebih dibandingkan
jumlah pekerja laki-laki. Pada sektor tertentu seperti Pelindungan Tenaga Kerja
jasa kemasyarakatan, jumlah pekerja perempuan Menurut Soepomo, pelindungan tenaga kerja
hampir menyamai jumlah pekerja laki-laki. Data dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) juga a. Pelindungan ekonomis, yaitu pelindungan
menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah pekerja tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang
perempuan meningkat setiap tahunnya, di mana cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu
pada tahun 2015, sebanyak 38% dari 120 juta bekerja di luar kehendaknya.
pekerja di Indonesia adalah perempuan. b. Pelindungan sosial, yaitu pelindungan tenaga
Apabila secara yuridis formal jaminan terhadap kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja,
hak pekerja perempuan telah diatur dalam dan kebebasan berserikat dan pelindungan hak
konstitusi, menjadi pertanyaan kemudian untuk berorganisasi.
bagaimana pengaturan mengenai pelindungan hak- c. Pelindungan teknis, yaitu pelindungan tenaga
hak pekerja perempuan tersebut dalam undang- kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan
undang tentang ketenagakerjaan dan peraturan kerja.
pelaksananya? Apakah substansi berbagai Pelindungan Ekonomis atau Jaminan Sosial
ketentuan tersebut telah mengakomodasi kebutuhan Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu
dan kepentingan pekerja perempuan yang memiliki pelindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk
karakteristik yang berbeda dengan pekerja laki- santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian
laki? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tulisan penghasilan yang hilang atau berkurang dan
ini berusaha untuk menganalisis pengaturan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan
mengenai pelindungan hak-hak pekerja perempuan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan
yang terdapat dalam undang-undang tentang kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal
ketenagakerjaan dan peraturan pelaksananya yang dunia. Terdapat beberapa jenis jaminan sosial
memuat substansi mengenai hak pekerja perempuan tenaga kerja, antara lain:
3

1. Jaminan Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja memperlakukan pekerja/buruh ”semaunya” tanpa


maupun penyakit akibat kerja merupakan risiko memperhatikan norma-norma yang berlaku, dengan
yang dihadapi oleh tenaga kerja yang tidak memandang pekerja/buruh sebagai makhluk
melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi Tuhan yang mempunyai hak asasi. Kesehatan kerja
hilangnya sebagian atau seluruh bermaksud melindungi atau menjaga pekerja/ buruh
penghasilannya yang diakibatkan oleh dari kejadian/keadaan hubungan kerja yang
kematian atau cacat karena kecelakaan kerja merugikan kesehatan dan kesusilaannya dalam hal
baik fisik maupun mental, maka perlu adanya pekerja/buruh melakukan pekerjaannya. Adanya
jaminan kecelakaan kerja. penekanan ”dalam suatu hubungan kerja”
2. Jaminan Kematian menunjukkan bahwa semua tenaga kerja yang tidak
Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan melakukan hubungan kerja dengan pengusaha tidak
akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan mendapatkan pelindungan sosial.
terputusnya penghasilan, dan sangat Pelindungan Teknis Atau Keselamatan Kerja
berpengaruh kepada kehidupan sosial ekonomi Keselamatan kerja termasuk ke dalam
bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena pelindungan teknis, yaitu pelindungan terhadap
itu, diperlukan jaminan kematian dalam upaya pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat
meringankan beban keluarga, baik dalam ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang
bentuk biaya pemakaman maupun santunan dikerjakan.
berupa uang. Dengan demikian, sebagai tenaga kerja, pekerja
3. Jaminan Hari Tua perempuan memiliki hak yang sama dengan pekerja
Hari tua dapat mengkibatkan terputusnya upah laki-laki untuk memperoleh tiga jenis pelindungan
karena tidak mampu lagi bekerja. Terputusnya tersebut, baik pelindungan ekonomis, pelindungan
upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan sosial, maupun pelindungan teknis. Dalam
bagi tenaga kerja, terutama bagi mereka yang Konvensi CEDAW, pelindungan yang seharusnya
berpenghasilan rendah. Jaminan hari tua diperoleh pekerja perempuan antara lain diatur
memberikan kepastian penerimaan yang dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf
dibayarkan sekaligus dan/atau berkala pada f, yaitu:
saat tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh (1) Negara-negara Peserta wajib membuat
lima) tahun atau memenuhi persyaratan peraturan-peraturan yang tepat untuk
tersebut. menghapus diskriminasi terhadap wanita di
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan lapangan kerja guna menjamin hak-hak yang
Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk sama atas dasar persamaan antara pria dan
meningkatkan produktivitas tenaga kerja, wanita, khususnya: a. ....
sehingga dapat melaksanakan tugas d. Hak untuk menerima upah yang sama,
sebaikbaiknya. Ini merupakan upaya kesehatan termasuk tunjangan-tunjangan, baik untuk
yang bersifat penyembuhan (kuratif). Upaya perlakuan yang sama sehubungan dengan
penyembuhan memerlukan dana yang tidak pekerjaan yang sama nilainya maupun
sedikit dan memberatkan jika dibebankan persamaan perlakuan dan penilaian
kepada perorangan, sehingga sudah selayaknya kualitas pekerjaan;
diupayakan penggalangan kemampuan e. Hak atas jaminan sosial, khususnya dalam
masyarakat melalui program jaminan sosial
hal pensiun, pengangguran, sakit cacat,
tenaga kerja. Di samping itu, pengusaha tetap
lanjut usia, serta lain-lain
berkewajiban mengadakan pemeliharaan ketidakmampuan untuk bekerja, hak atas
kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya
cuti yang dibayar;
peningkatan (promotif), pencegahan
f. Hak atas pelindungan kesehatan dan
(preventif), penyembuhan (kuratif), dan
keselamatan kerja, termasuk usaha
pemulihan (rehabilitatif).
pelindungan terhadap fungsi reproduksi.
Pelindungan Sosial atau Kesehatan Kerja
Dapat dilihat bahwa Pasal 11 ayat (1) tersebut
Kesehatan kerja termasuk jenis pelindungan telah mengakomodasi ketiga jenis pelindungan,
sosial karena ketentuan mengenai kesehatan kerja
yaitu pelindungan ekonomis, pelindungan sosial,
ini berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, yaitu dan pelindungan teknis. Khusus untuk pekerja
aturan yang bermaksud mengadakan pembatasan
perempuan, pelindungan terhadap fungsi
terhadap kekuasaan pengusaha untuk
reproduksi sebagaimana diatur dalam huruf f Beberapa isu pokok tenaga kerja perempuan
merupakan salah satu bentuk pelindungan teknis selain berkaitan dengan upah dan diskriminasi yaitu
yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan tentang jaminan sosial, pelindungan kehamilan,
kerja. bekerja pada malam hari, pemutusan hubungan
kerja, serta keselamatan dan kesehatan kerja.
Pelindungan Pekerja Perempuan dalam Beberapa isu tersebut juga telah diatur dalam UU
Undang-Undang dan Peraturan Lainnya Ketenagakerjaan, misalnya larangan untuk bekerja
Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 28D ayat pada malam hari (Pasal 76); pelindungan fungsi
(2) UUD 1945, setiap orang berhak untuk bekerja reproduksi (Pasal 81); dan pelindungan kehamilan
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan [Pasal 82 ayat (1)].
layak dalam hubungan kerja. Bagaimana kemudian Khusus tentang pelindungan untuk pekerja
dengan pengaturannya dalam undang-undang dan perempuan, terdapat beberapa ketentuan dalam
peraturan pelaksananya? Kebijakan undang-undang dasar, undang-undang, dan
ketenagakerjaan di Indonesia diatur dalam Undang- peraturan pelaksananya. Dalam UUD 1945
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang tercantum bahwa setiap orang berhak untuk bekerja
Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Dalam serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
Pasal 5 dan Pasal 6 UU Ketenagakerjaan dinyatakan layak dalam hubungan kerja. Ini artinya pekerja
adanya kesamaan hak tanpa diskriminasi antara perempuan juga berhak mendapatkan hak yang
tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan di sama dengan kaum laki laki terkait perlakuan yang
pasar kerja seperti berikut: Pasal 5: “Setiap tenaga layak. UUD tersebut merupakan satu bentuk
kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa peraturan yang melindungi hak pekerja secara
diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan”. Pasal umum. Hal ini diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 33
6: “Setiap pekerja/ buruh berhak memperoleh Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, hak pekerja
perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari perempuan juga diatur dalam beberapa undang-
pengusaha”. undang dan peraturan pelaksananya, yaitu:
Selanjutnya, ketentuan dalam UU a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Ketenagakerjaan tersebut diatur secara lebih rinci tentang Ketenagakerjaan;
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
tentang Perlindungan Upah (PP Perlindungan Pelindungan Upah;
Upah). Pasal 3 PP Perlindungan Upah menegaskan c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 8 Per-
bahwa Pengusaha dalam menetapkan upah tidak 04/Men/1989 tentang Syarat-syarat Kerja
boleh mengadakan diskriminasi antara buruh Malam dan Tata Cara Mempekerjakan Pekerja
lakilaki dan buruh perempuan untuk pekerjaan yang Perempuan pada Malam Hari;
sama nilainya. Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal d. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
3 tersebut, dinyatakan bahwa yang dimaksud Transmigrasi Nomor Kep. 224/Men/2003
dengan tidak boleh mengadakan diskriminasi ialah tentang Kewajiban Pengusaha yang
bahwa upah dan tunjangan lainnya yang diterima Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan
oleh buruh pria sama besarnya dengan upah dan antara pukul 23.00 sampai dengan Pukul 07.00.
tunjangan lainnya yang diterima oleh buruh
Berikut ini beberapa bentuk pelindungan
perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya.
hukum terhadap pekerja perempuan yang terdapat
Terkait dengan jaminan upah yang sama antara
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
pekerja perempuan dan laki-laki, selain diatur
tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 76, Pasal
dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d Konvensi CEDAW,
81, Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, dan Pasal 93;
ketentuan tersebut juga terdapat dalam konvensi
Kepmenaker No. 224 Tahun 2003 serta
ketenagakerjaan internasional yang telah
Peraturan Perusahaan atau perjanjian kerja bersama
diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, antara lain:
perusahaan yang meliputi: perlindungan jam kerja,
Konvensi No. 100 tentang Pengupahan yang Sama
perlindungan dalam masa haid (cuti haid),
bagi Laki-Laki dan Perempuan untuk Pekerjaan
pelindungan selama cuti hamil, pemberian lokasi
yang Sama Nilainya (diratifikasi dengan
menyusui, pengakuan kompetensi kerja, larangan
UndangUndang No.80 Tahun 1957) dan Konvensi
melakukan PHK terhadap pekerja perempuan, dan
No. 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan
hak atas pemeriksaan kesehatan, kehamilan, dan
Jabatan (diratifikasi dengan Undang-Undang No.
biaya persalinan.
21 Tahun 1999).
5

Pelindungan Jam Kerja yang tidak menggunakan haknya dengan alasan


Pelindungan kerja malam bagi pekerja wanita tidak mendapatkan premi hadir.
(pukul 23.00 sampai pukul 07.00) diatur dalam Pelindungan Selama Cuti Hamil (Cuti Hamil dan
Pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Melahirkan)
tentang Ketenagakerjaan, dengan ketentuan sebagai Pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
berikut: 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah
1) Pekerja perempuan yang berumur kurang dari cuti hamil bagi pekerja perempuan. Pekerja
18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul perempuan memiliki hak memperoleh istirahat
23.00 sampai dengan pukul 07.00 pagi; selama 1,5 bulan sebelum melahirkan anak dan 1,5
2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja bulan setelah melahirkan. Untuk itu, ia sebaiknya
perempuan hamil yang menurut keterangan memberitahu pihak manajemen perusahaan baik
dokter berbahaya bagi kesehatan dan secara lisan maupun secara tertulis maksimal 1,5
keselamatan kandungannya maupun dirinya, bulan sebelum perkiraan kelahiran. Setelah
bila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan melahirkan keluarga pekerja perempuan juga wajib
pukul 07.00 pagi. memberitahukan kelahiran anaknya dalam tempo
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja tujuh hari setelah kelahiran. Pekerja perempuan
perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul juga wajib memberikan bukti kelahiran dari rumah
07.00 (pagi) wajib: sakit atau akta kelahiran dalam tempo enam bulan
1) Memberikan makanan dan minuman bergizi; setelah melahirkan. Meskipun dalam pasal ini telah
2) Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di diatur bahwa selama cuti hamil dan melahirkan
tempat kerja. pekerja perempuan memperoleh upah penuh, tetapi
dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja
tidak membayar upah secara penuh.
perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul
Pekerja perempuan yang mengalami keguguran
05.00 pagi wajib menyediakan antar jemput.
kandungan juga memiliki hak cuti melahirkan
Pengusaha juga dilarang mempekerjakan
selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat
pekerja melebihi ketentuan Pasal 77 ayat (2), yaitu
keterangan dokter kandungan atau bidan. Dalam
7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam
Pasal 82 ayat (2) Undang-undang No. 13 Tahun
seminggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam
2003 dinyatakan bahwa pekerja perempuan yang
seminggu atau 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat
mengalami keguguran kandungan berhak
puluh) jam seminggu untuk 5 (lima) hari kerja
memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan
dalam seminggu. Bila pekerjaan membutuhkan
surat keterangan dokter kandungan atau bidan yang
waktu yang lebih lama, maka harus ada persetujuan
menangani kasus keguguran tersebut. Seperti saat
dari pekerja dan hanya dapat dilakukan paling
melahirkan, seorang pekerja laki-laki juga memiliki
banyak 3 (tiga) jam dalam sehari dan 14 (empat
hak cuti selama 2 hari ketika istrinya mengalami
belas) jam dalam seminggu, dengan demikian
keguguran.
pengusaha wajib membayar upah kerja lembur
Pemberian Lokasi Menyusui (Hak Menyusui dan/
untuk kelebihan jam kerja tersebut. Hal ini
atau Memerah ASI)
merupakan ketentuan dalam Pasal 78 ayat (1) dan
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
ayat (2). Dalam pelaksanaannya masih ada
2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah
perusahaan yang tidak memberikan makanan dan
ibu yang sedang menyusui. Setelah melahirkan,
minuman bergizi tetapi diganti dengan uang,
seorang pekerja perempuan harus menyusui
padahal ketentuannya tidak boleh diganti dengan
anaknya. Hal ini juga diatur dalam hukum
uang.
internasional dan nasional. Pasal 83 Undang-
Pelindungan dalam Masa Haid (Cuti Haid) Undang No. 13 Tahun 2003 mengatur bahwa
Pasal 81 Undang-Undang Nomor 13 Tahun pekerja perempuan yang masih menyusui anaknya
2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah harus diberi kesempatan, minimal diberi waktu
pelindungan dalam masa haid. Pekerja perempuan untuk memerah ASI pada waktu jam kerja. Dalam
yang sedang dalam masa haid (menstruasi) tidak hal ini seharusnya setiap perusahaan menyediakan
wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada ruangan untuk memerah ASI. Pasal 10 Konvensi
waktu haid dengan upah penuh dan wajib ILO No. 183 Tahun 2000 mengatur lebih detail
memberitahukannya kepada manajemen bahwa pekerja perempuan yang menyusui memiliki
perusahaan. Dalam pelaksanaannya lebih banyak hak untuk satu atau lebih jeda di antara waktu kerja
atau pengurangan jam kerja setiap harinya untuk pemutusan hubungan kerja (PHK) karena alasan
menyusui bayinya atau memerah ASI. Sesuai pekerja perempuan hamil, melahirkan, keguguran,
rekomendasi WHO, masa menyusui tersebut maupun menyusui seperti yang tercantum dalam
sekurang-kurangnya selama 2 tahun. Dalam Pasal 153 ayat (1) huruf e. Ketentuan yang terdapat
praktiknya. pemberian kesempatan kepada pekerja pada Pasal 153 ayat (2) pada undang-undang
perempuan yang anaknya masih menyusui untuk tersebut juga mengatur jika PHK dilakukan karena
menyusui anaknya hanya efektif untuk yang pekerja hamil adalah batal demi hukum dan
lokasinya dekat dengan perusahaan. perusahaan wajib mempekerjakannya kembali.
Waktu Istirahat Larangan tersebut juga diatur dalam Peraturan
Pekerja berhak atas waktu istirahat yang telah Menteri Tenaga Kerja No. 03/Men/1989 yang
diatur dalam Pasal 79 ayat (2) yang meliputi waktu menyatakan adanya larangan melakukan PHK
istirahat untuk: terhadap pekerja perempuan dengan alasan berikut:
1) Pekerja perempuan menikah;
1) Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya
setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) 2) Pekerja perempuan sedang hamil; 3)
jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut Pekerja perempuan melahirkan.
tidak termasuk jam kerja; Larangan tersebut merupakan bentuk
2) Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) perlindungan bagi pekerja perempuan sesuai kodrat,
hari kerja dalam seminggu atau 2 (dua) hari harkat, dan martabatnya dan merupakan
untuk 5 (lima) hari kerja dalam seminggu; konsekuensi logis dengan diratifikasinya Konvensi
3) Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 (dua ILO No. 100 dan Nomor 111 tentang Diskriminasi.
belas) hari kerja setelah pekerja bekerja selama
Hak atas Pemeriksaan Kesehatan, Kehamilan,
12 (dua belas) bulan secara terus menerus;
dan Biaya Persalinan
4) Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua)
Terdapat 4 dasar hukum yang memberikan
bulan apabila pekerja telah bekerja selama 6
pelindungan pekerja perempuan atas pemeriksaan
(enam) tahun secara terus menerus pada
kesehatan, kehamilan, dan biaya persalinan, yaitu:
perusahaan yang sama dengan ketentuan
1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
pekerja tersebut tidak berhak lagi istirahat
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan.
(BPJS);
Pengakuan Kompetensi Kerja Pasal 18 Undang- 2) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013
Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa: tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi
1) Seorang tenaga kerja perempuan berhak Administratif kepada Pemberi Kerja Selain
memperoleh pengakuan kompetensi kerja Penyelenggara Negara dan Setiap Orang,
setelah mengikuti pelatihan kerja yang Selain
diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan
pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial;
atau pelatihan di tempat kerja; 3) Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013
2) Pengakuan kompetensi kerja sebagaimana tentang Perubahan atas Peraturan Presiden
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
sertifikat kompetensi kerja; Kesehatan;
3) Sertifikat kompetensi kerja sebagaimana 4) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun
dimaksud dalam ayat (2) dapat pula diikuti oleh 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada
tenaga kerja yang telah berpengalaman; Jaminan Kesehatan Nasional.
4) Untuk melakukan sertifikat kompetensi kerja
Sejak beroperasinya BPJS Kesehatan,
dibentuk badan nasional sertifikat profesi yang
perusahaan wajib untuk mendaftarkan pekerjanya
independen. Pembentukan badan nasional
paling lambat pada tanggal 1 Januari 2015. Akan
sertifikat profesi yang independen
tetapi, jika perusahaan tersebut berskala usaha
sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (4)
mikro, batas waktu pendaftarannya adalah 1 Januari
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2016. Hal tersebut diatur dalam Pasal 6 ayat (3)
Larangan melakukan PHK terhadap Pekerja Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang
Perempuan Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Ketenagakerjaan melarang perusahaan melakukan
7

Selain itu, dalam Manual Pelaksanaan Pasal 16C Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun
JKNBPJS Kesehatan, pada sub-bab tentang 2013.
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama untuk bidang Sanksi bagi perusahaan yang tidak
Kebidanan dan Neonatal, dinyatakan bahwa mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta jaminan
pelayanan ini merupakan upaya untuk menjamin kesehatan adalah sanksi administratif. Hal itu diatur
dan melindungi proses kehamilan, persalinan, dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 24 Tahun
pasca-persalinan, penanganan perdarahan pasca- 2011 tentang BPJS. Sanksi administratif itu berupa
keguguran dan pelayanan KB pasca-salin serta teguran lisan, teguran tertulis dan/atau tidak
komplikasi yang terkait dengan kehamilan, mendapat pelayanan publik tertentu. Sanksi tidak
persalinan, nifas dan KB pasca-salin. mendapat pelayanan publik tertentu itu meliputi
Cakupan pelayanan kesehatan tingkat pertama perizinan terkait usaha; izin untuk mengikuti suatu
untuk kebidanan dan neonatal meliputi: tender; izin untuk mempekerjakan tenaga kerja
1) Pelayanan pemeriksaan kehamilan atau asing; izin perusahaan penyedia jasa/ buruh
Antenatal Care (ANC) (outsourcing); atau izin mendirikan bangunan. Hal
Tujuan Antenatal Care (ANC) adalah untuk ini terdapat dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah
menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara
kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi
selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap
sehingga mengurangi angka kematian ibu dan Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan
angka kematian bayi dari suatu proses persalinan; 2) Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan
Persalinan; Jaminan Sosial.
3) Pemeriksaan bayi baru lahir; Pelayanan kesehatan yang ditanggung oleh
4) Pemeriksaan pasca-persalinan atau Postnatal BPJS Kesehatan termasuk di dalamnya
Care (PNC); pemeriksaan kehamilan dan persalinan. Salah satu
Pemeriksaan bayi baru lahir dan ibu pasca manfaat yang diterima adalah pertolongan
persalinan sangat penting untuk memastikan persalinan pervaginam atau lazim disebut dengan
kesehatan dan keselamatan bayi dan ibu, persalinan normal seperti diatur dalam Peraturan
terutama pada masa nifas awal yaitu setelah Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang
kelahiran bayi dan selama 7 (tujuh) hari Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan
pertama setelah melahirkan. Namun demikian, Nasional.
sepanjang periode nifas yaitu setelah Jika perusahaan ternyata belum mendaftarkan
melahirkan hingga 28 hari setelah kelahiran pekerjanya ke BPJS Kesehatan, maka berdasarkan
adalah masa-masa risiko tinggi. Kematian bayi Pasal 11 ayat (2b) Peraturan Presiden Nomor 111
lahir hidup dalam masa 28 hari sejak kelahiran Tahun 2013, perusahaan wajib bertanggung jawab
yang dikenal sebagai tingkat kematian neonatal pada saat pekerjanya membutuhkan pelayanan
(neonatal mortality rate) dilaporkan terjadi di kesehatan sesuai dengan manfaat yang diberikan
seluruh dunia. Begitu juga dengan kematian oleh BPJS Kesehatan. Perusahaan harus
ibu karena komplikasi pasca menanggung pelayanan kesehatan pekerjanya
persalinan cukup tinggi’ sesuai manfaat yang diberikan BPJS Kesehatan.
5) Pelayanan KB. Selain tentunya, ada sanksi administratif lain yang
siap mengancam perusahaan.
Dengan demikian, kewajiban perusahaan
terhadap pekerjanya sesuai peraturan
Konvensi Internasional tentang Hak Pekerja
perundangundangan sudah tuntas ketika
Perempuan
mendaftarkan pekerjanya ke dalam program
Hak pekerja perempuan juga diatur dalam
jaminan kesehatan di BPJS Kesehatan dan
beberapa konvensi internasional, antara lain
membayarkan iurannya tiap bulan. Ada pun besaran
Konvensi International Labour Organization (ILO)
iuran jaminan kesehatan yang wajib dibayar adalah
No.100 dan Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1957
4,5 persen dari gaji pekerja dengan ketentuan 4
tentang Upah yang Setara dan Pengupahan bagi
persen dibayar oleh perusahaan dan 0,5 persen oleh
Pekerja Laki-laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang
pekerja. Namun besaran iuran ini akan berubah
Sama Nilainya. Disebutkan dalam konvensi itu,
pada 1 Juli 2015 mendatang menjadi 5 persen
“Pengupahan meliputi upah atau gaji biasa, pokok
dengan komposisi 4 persen dibayar perusahaan dan
atau minimum dan pendapatan-pendapatan
1 persen oleh pekerja. Hal ini terdapat di dalam
tambahan apa pun juga, yang harus dibayar secara mereka untuk bekerja, negara-negara peserta
langsung atau tidak, maupun secara tunai atau wajib membuat peraturan-peraturan yang
dengan barang oleh pengusaha dengan buruh tepat:
berhubung dengan pekerjaan buruh”. a. Untuk melarang, dengan dikenakan sanksi
Dalam Convention on the Elimination of All pemecatan atas dasar kehamilan atau cuti
Forms of Discrimination Againts Women hamil dan diskriminasi dalam
(CEDAW) yang telah diratifikasi dengan pemberhentian atas dasar status
UndangUndang No. 7 Tahun 1984, diatur beberapa perkawinan;
aspek yang terkait dengan hak perempuan untuk b. Untuk mengadakan peraturan cuti hamil
bekerja dan kewajiban negara untuk menjamin hak dengan bayaran atau dengan tunjangan
tersebut. Hal itu terdapat dalam Pasal 11 yang sosial yang sebanding tanpa kehilangan
menyatakan bahwa: pekerjaan semula;
1) Negara-negara peserta wajib membuat c. Untuk menganjurkan pengadaan
peraturan-peraturan yang tepat untuk pelayanan sosial yang perlu guna
menghapus diskriminasi terhadap perempuan memungkinkan para orang tua
dilapangan pekerjaan guna menjamin hak-hak menggabungkan kewajiban-kewajiban
yang sama atas dasar persamaan antara lakilaki keluarga dengan tanggung jawab
dan perempuan, khususnya: pekerjaan dan partisipasi dalam kehidupan
a. Hak untuk bekerja sebagai hak asasi masyarakat, khususnya dengan
manusia; meningkatkan pembentukan dan
b. Hak atas kesempatan kerja yang sama, pengembangan suatu jaringan
termasuk penerapan kriteria seleksi yang tempattempat penitipan anak;
sama dalam penerimaan pegawai; d. Untuk memberi pelindungan khusus
c. Hak untuk memilih dengan bebas profesi kepada kaum perempuan selama
dan pekerjaan, hak untuk promosi, kehamilan pada jenis pekerjaan yang
jaminan pekerjaan dan semua tunjangan terbukti berbahaya bagi mereka.
serta fasilitas kerja, hak untuk 3) Perundang-undangan yang bersifat melindungi
rnemperoleh pelatihan kejuruan dan sehubungan dengan hal-hal yang tercakup
pelatihan ulang termasuk masa kerja dalam pasal ini wajib ditinjau kembali secara
sebagai magang, pelatihan kejuruan berkala berdasar ilmu pengetahuan dan
lanjutan, dan pelatihan ulang lanjutan; tehnologi, serta direvisi, dicabut, atau diperluas
d. Hak untuk menerima upah yang sama, menurut keperluan.
termasuk tunjangan-tunjangan, baik untuk
Ada pun yang terkait dengan hak reproduksi
perlakuan yang sama sehubungan dengan
pekerja perempuan diatur dalam Pasal 12 Konvensi
pekerjaan dengan nilai yang sama;
CEDAW, yaitu:
e. Hak untuk menerima upah yang sama,
1) Negara-negara peserta wajib membuat
termasuk tunjangan-tunjangan, baik untuk
peraturan-peraturan yang tepat untuk
perlakuan yang sama sehubungan dengan
menghapus diskriminasi terhadap perempuan
pekerjaan dengan nilai yang sama,
di bidang pemeliharaan kesehatan dan supaya
maupun persamaan perlakuan dalam
menjamin diperolehnya pelayanan kesehatan
penilaian kualitas pekerjaan;
termasuk pelayanan yang berhubungan dengan
f. Hak atas jaminan sosial, khususnya dalam
keluarga berencana, atas dasar persamaan
hal pensiun, pengangguran, sakit, cacat,
antara laki-laki dan perempuan.
lanjut usia, serta lain-lain
2) Sekalipun terdapat ketentuan pada ayat (1) ini,
ketidakmampuan untuk bekerja, hak atas
negara-negara peserta wajib menjamin kepada
masa cuti yang dibayar;
perempuan pelayanan yang layak berkaitan
g. Hak atas pelindungan kesehatan dan
dengan kehamilan, persalinan dan masa
keselamatan kerja, termasuk usaha
sesudah persalinan, dengan memberikan
pelindungan terhadap fungsi melanjutkan
pelayanan cuma-cuma di mana perlu, serta
keturunan.
pemberian makanan bergizi yang cukup selama
2) Untuk mencegah diskriminasi terhadap
kehamilan dan masa menyusui.
perempuan atas dasar perkawinan atau
kehamilan dan untuk menjamin hak efektif
9

Selain itu, terdapat Konvensi ILO Nomor 183 mendapatkan upah yang sama dengan upah
Tahun 2000 tentang Maternity Protection ketika sebelum cuti melahirkan.
(Konvensi ILO mengenai Perlindungan Maternitas c. Waktu Menyusui
dan Rekomendasi No. 191 Tahun 2000 yang Pasal 10 mengatur bahwa pekerja atau buruh
merupakan pelengkap untuk mencegah terjadinya perempuan yang sedang menyusui berhak
diskriminasi terhadap pekerja perempuan seperti menggunakan jam kerjanya untuk menyusui
yang ditegaskan dalam Pasal 11 (f) CEDAW. minimal satu jam sehari dengan tetap mendapat
Pelindungan maternitas juga dibutuhkan untuk upah.
melindungi kesehatan perempuan dan janin yang d. Pelindungan Kesehatan
dikandungnya dan/atau bayi yang dilahirkan dan Pasal 3 juga mengatur tentang pelindungan
disusuinya dari kondisi kerja yang tidak aman kesehatan bagi pekerja/buruh perempuan yang
(berbahaya) dan tidak sehat. Pemberian kesempatan sedang hamil dan menyusui.
yang sama untuk pekerja dengan tanggung jawab e. Pelindungan terhadap Pekerjaan Jenis Tertentu
keluarga yakni tugas-tugas reproduktif di Pasal 3 juga mengatur tentang jenis pekerjaan
masyarakat ini sangat perlu mengingat banyak
yang tidak wajib dilakukan oleh buruh
masyarakat termasuk Indonesia hampir semua
perempuan yang sedang hamil dan menyusui.
tugas rumah tangga dan pengasuhan dibebankan
f. Pelindungan bagi Pekerja Perempuan yang
kepada perempuan dan anak perempuan. Dalam
mengalami Keguguran
Konvensi ILO No. 183 Tahun 2000 diatur tentang
hal-hal berikut: Diatur dalam Pasal 10, pekerja perempuan
a. Fase Kehamilan (Sebelum Melahirkan) Pasal 3 yang mengalami keguguran kandungan berhak
mengatur tentang pelindungan kesehatan, untuk memperoleh waktu istirahat 1,5 (satu
perempuan hamil dan menyusui tidak harus setengah) bulan sesuai dengan surat keterangan
melakukan pekerjaan yang telah ditentukan dokter kandungan atau bidan. Selama
menjalankan istirahat/cuti tersebut pekerja
Tabel 1. Penggolongan Hak Pekerja Perempuan
Penggolongan Hak Pekerja Perempuan Rincian Hak Pekerja Perempuan

Hak-Hak Pekerja Perempuan di bidang Reproduksi • Hak atas cuti haid


• Hak atas cuti hamil dan keguguran
• Hak atas pemberian kesempatan menyusui
Hak-Hak Pekerja Perempuan di bidang Kesehatan dan • Pencegahan kecelakaan kerja
Keselamatan Kerja • Penetapan waktu kerja sesuai peraturan
• Pemberian istirahat yang cukup
Hak-Hak Pekerja Perempuan di bidang Kehormatan • Penyediaan petugas keamanan.
Perempuan • Penyediaan WC yang layak dengan penerangan yang
memadai dan dipisah antara laki-laki dan perempuan.

Hak-Hak Pekerja Perempuan di bidang Sistem Pengupahan • Upah setara dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama
• Cuti yang dibayar
Sumber: Meliani Rosalina, Tingkat Pemenuhan Hak Pekerja Perempuan di Bidang Pertanian dan Nonpertanian, Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2015, hlm. 22.
oleh penguasa berwenang yang merugikan tetap berhak menerima upah atau gaji penuh.
kesehatan ibu dan anak, atau di mana penilaian Menurut Setyowati (2014) sebagaimana
telah ditetapkan risiko signifikan bagi dikutip oleh Rosalina (2015:23), hak-hak pekerja
kesehatan ibu dan anaknya. Periode cuti perempuan dapat digolongkan menjadi empat
melahirkan adalah selama 14 minggu atau 3,5 bagian, yaitu: (1) hak-hak pekerja perempuan di
bulan. bidang reproduksi; (2) hak-hak pekerja perempuan
b. Larangan Diskriminasi di bidang kesehatan dan keselamatan kerja; (3) hak-
Pasal 8 mencantumkan larangan terhadap hak pekerja perempuan di bidang kehormatan
terjadinya diskriminasi terhadap buruh perempuan; (4) hak-hak pekerja perempuan di
perempuan yang bekerja kembali setelah cuti bidang sistem pengupahan. Secara lebih rinci,
melahirkan. Buruh perempuan yang bekerja berbagai jenis hak pekerja perempuan tersebut
kembali setelah cuti melahirkan berhak dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori
menduduki kembali posisinya dan sebagaimana terlihat dalam Tabel 1.
Implementasi Pelindungan Hak Pekerja pekerjaan, kedudukan perempuan yang subordinat
Perempuan dalam sosial dan budaya, stereotype terhadap
Meskipun secara normatif hak pekerja perempuan, tingkat pendidikan perempuan rendah.
perempuan telah dijamin dalam berbagai peraturan Marginalisasi dalam Pekerjaan
perundang-undangan maupun konvensi Marginalisasi secara umum dapat diartikan
internasional, tetapi sampai saat ini sebagai proses penyingkiran perempuan dalam
implementasinya masih belum sesuai dengan pekerjaan. Sebagaimana dikutip oleh Saptari
harapan. Syamsuddin (2004) sebagaimana dikutip menurut Alison Scott, marginalisasi dalam dilihat
oleh Uli (2005:90) menyatakan bahwa perlakuan empat bentuk yaitu: (1) Proses pengucilan,
diskriminatif terhadap pekerja perempuan telah perempuan dikucilkan dari kerja upahan atau jenis
terjadi sejak proses rekrutmen. Hal ini dapat dilihat kerja tertentu; (2) Proses pergeseran perempuan ke
dari pengumuman penerimaan kerja atau lowongan pinggiran (margin) dari pasar tenaga kerja, berupa
pekerjaan yang memberikan syarat tertentu, seperti kecenderungan bekerja pada jenis pekerjaan yang
mencari tenaga kerja perempuan yang belum memiliki hidup yang tidak stabil, upahnya rendah,
menikah, berparas menarik, dan bersedia tidak dinilai tidak atau kurang terampil; (3) Proses
menikah dalam satu waktu tertentu. Bentuk feminisasi atau segregasi, pemusatan perempuan
pengumuman seperti itu, menurut penulis, tentu pada jenis pekerjaan tertentu (feminisasi pekerjaan),
akan membatasi peluang perempuan yang atau pemisahan yang semata-mata dilakukan oleh
membutuhkan pekerjaan untuk melamar atau perempuan saja atau laki-laki saja; (4) Proses
mengisi lowongan pekerjaan. ketimpangan ekonomi yang mulai meningkat yang
Diskriminasi juga bisa dalam bentuk adanya merujuk di antaranya perbedaan upah.
pembatasan persyaratan jabatan yang mengarah Marginalisasi ini merupakan proses
pada diskriminasi jenis kelamin. Persyaratan dalam pemiskinan perempuan terutama pada masyarakat
lowongan pekerjaan misalnya, masih banyak sekali lapisan bawah yang kesejahteraan keluarga mereka
yang mempersyaratkan jenis kelamin tertentu, sangat memprihatinkan. Marginalisasi perempuan
walaupun jika dikaji lebih lanjut, karakter pekerjaan tidak saja terjadi di tempat pekerjaan akan tetapi
atau jabatan tersebut tidak khas untuk juga dapat terjadi dalam rumah tangga, masyarakat,
mempersyaratkan jenis kelamin tertentu kultur, dan bahkan negara. Marginalisasi terhadap
(Syamsuddin (2004) sebagaimana dikutip oleh Uli perempuan sudah terjadi dalam rumah tangga dalam
(2005:90). Artinya, bahwa pekerjaan atau jabatan bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang
tersebut tidak mempunyai karakter yang khas laki-laki dan perempuan.
sebagai syarat diperbolehkannya dilakukan
Kedudukan Perempuan yang Subordinat dalam
pengecualian atau pengalamanan mengenai Sosial dan Budaya
pekerjaan tertentu yang didasari persyaratan khas
Peran gender dalam masyarakat ternyata juga
dari pekerjaan itu, sehingga tidak dianggap sebagai
dapat menyebabkan subordinasi terhadap
diskriminasi, misalnya pekerjaan sebagai artis di
perempuan terutama dalam pekerjaan. Anggapan
mana pemeran utama pria tentu harus seorang laki-
bahwa perempuan itu irrasional atau emosional
laki.
menjadikan perempuan tidak bisa tampil sebagai
Selanjutnya diskriminasi ini akan berlanjut pemimpin, dan ini berakibat pada munculnya sikap
dalam penempatan posisi pegawai atau promosi.
yang menempatkan perempuan pada posisi yang
Banyak ditemukan peluang jabatan strategis yang kurang penting. Subordinat dapat terjadi dalam
terdapat di pasar kerja cenderung diperuntukkan segala bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat
bagi pekerja laki-laki. Jabatan bagi pekerja
dan dari waktu ke waktu. Berkaitan dengan
perempuan biasanya tersegmentasi pada jenisjenis pekerjaan, tempat-tempat kerja tertutup untuk
jabatan yang berkaitan dengan administrasi,
perempuan dalam angkatan bersenjata atau
keuangan dan hubungan masyarakat. Sedangkan kepolisian. Potensi perempuan sering dinilai secara
jabatan yang berkarakter teknis dan operasional tidak fair. Hal ini mengakibatkan perempuan sulit
selalu diperuntukkan bagi pekerja laki-laki. Pekerja
untuk menembus posisi strategis dalam komunitas
perempuan selalu diposisikan pada jenis-jenis yang berhubungan dengan pengambilan keputusan.
jabatan yang tidak memberikan keputusan final.
Perempuan di sektor pertanian pedesaan, mayoritas
Menurut Khotimah (2009), diskriminasi yang di tingkat buruh tani. Perempuan di sektor industri
dialami oleh pekerja perempuan ini dapat terjadi perkotaan terutama terlibat sebagai buruh di industri
karena beberapa hal, yaitu: marginalisasi dalam
11

tekstil, garmen, sepatu, kebutuhan rumah tangga, hubungan antara perempuan dan laki-laki terlebih
dan elektronik. dahulu melalui pembentukan identitas feminin dan
Di sektor publik, masalah umum yang dihadapi maskulin. Karena tugas utama perempuan adalah di
perempuan dalam pekerjaan adalah kecenderungan sektor domestik, maka pada saat ia masuk ke sektor
perempuan terpinggirkan pada jenis-jenis pekerjaan publik sah-sah saja untuk memberikan upah lebih
yang upahnya rendah, kondisi kerja buruk, dan tidak rendah karena pekerjaan di sektor publik hanya
memiliki keamanan kerja. Hal ini berlaku khusus sebagai sampingan untuk membantu suami.
bagi perempuan berpendidikan menengah ke Tingkat Pendidikan Perempuan Rendah
bawah. Pekerjaan di kota adalah sebagai buruh Analisis Gender dalam Pembangunan
pabrik, sedangkan di pedesaan adalah sebagai buruh Pendidikan di Tingkat Nasional (BPS 2004)
tani. Kecenderungan perempuan terpinggirkan pada menemukan adanya kesenjangan gender dalam
pekerjaan marginal tersebut tidak sematamata pelaksanaan pendidikan terutama di tingkat
disebabkan faktor pendidikan. Dari kalangan SMU/MA, SMK (Sekolah Menengah Kejuruan)
pengusaha sendiri, terdapat preferensi untuk dan PT (Perguruan Tinggi). Jumlah perempuan
mempekerjakan perempuan pada sektor tertentu dan lebih rendah dibandingkan dengan jumlah lakilaki,
jenis pekerjaan tertentu karena upah perempuan tetapi lebih seimbang pada tingkat SD dan SMP.
lebih rendah dari laki-laki. Kenyataan lain juga Kecenderungannya adalah semakin tinggi jenjang
dapat diperlihatkan pada buruh perempuan di sektor pendidikan, maka makin meningkat kesenjangan
informal yang merupakan tempat kerja tidak teratur gendernya, proporsi laki-laki yang bersekolah
dan terorganisasi. Dalam keadaan ini, buruh semakin lebih besar dibandingkan dengan proporsi
perempuan miskin lebih sering mengalami perempuan yang bersekolah. Kesenjangan ini
eksploitasi daripada buruh laki-laki. disebabkan oleh berbagai hal, antara lain
pertimbangan prioritas berdasarkan nilai ekonomi
Stereotype terhadap Perempuan anak, bahwa nilai ekonomi anak laki-laki lebih
Stereotype secara umum diartikan sebagai mahal dibandingkan dengan nilai ekonomi anak
pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok perempuan. Gejala pemisahan gender (gender
tertentu. Pada kenyataannya stereotype selalu segregation) masih banyak tampak dalam
merugikan dan menimbulkan diskriminasi. Salah pemilahan jurusan (SMK-Ekonomi untuk
satu jenis stereotype itu adalah yang bersumber dari perempuan dan SMK-Teknik Industri untuk
pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan lakilaki) yang berakibat pada diskriminasi gender
terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya pada institusi-institusi pekerjaan. Di beberapa
perempuan, yang bersumber dari penandaan tempat di Indonesia, sebagai akibat dari rendahnya
(stereotype) yang dilekatkan pada mereka. pendidikan mereka, banyak mempekerjakan
Masyarakat memiliki anggapan bahwa tugas utama perempuan sebagai tenaga kerja di luar negeri.
kaum perempuan adalah melayani suami. Pendidikan yang rendah merupakan faktor
Stereotype ini berakibat wajar sekali jika yang turut menyebabkan diskriminasi dalam
pendidikan kaum perempuan dinomorduakan. pekerjaan. Rendahnya pendidikan dan keterampilan
Demikian pula perempuan adalah jenis mempersulit perempuan yang masih gadis untuk
manusia yang lemah fisik maupun intektualnya mencari pekerjaan lain agar dapat menghidupi
sehingga tidak layak untuk menjadi pemimpin. dirinya dan keluarganya. Banyak dari
Perempuan sarat dengan keterbatasan, tidak pekerjapekerja yang hanya membutuhkan sedikit
sebagaimana laki-laki. Aktivitas laki-laki lebih keterampilan ini menuntut migrasi ke kota besar
leluasa, bebas, lebih berkualitas, dan produktif. atau ke luar negeri. Dengan rendahnya tingkat
Misalnya laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah pendidikan serta kurangnya keterampilan kerja
utama, perempuan hanya dinilai sebagai suplemen, yang memadai, para perempuan yang masih gadis
karena itu perempuan dalam sistem penggajian atau hanya mencari pekerjaan di sektor informal.
upah boleh dibayar lebih rendah dari laki-laki. Pekerjaan di sektor informal bagi perempuan yang
Keterpurukan ini semakin parah dengan mencari tidak berpendidikan biasanya seperti pramuwisma,
legitimasi agama yang disalahtafsirkan. atau penjual minuman di kaki lima, pembantu
Diskriminasi upah yang terjadi secara eksplisit rumah tangga, penjaja makanan di terminal dan
maupun implisit, seringkali memanipulasi ideologi stasiun, yang tidak memperoleh pelindungan dari
gender sebagai pembenaran. Ideologi gender pemerintah dan tenaga kerja melalui serikat buruh
merupakan aturan, nilai, stereotype yang mengatur atau majikan.
Pendidikan yang minim dan tingkat melek hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar
huruf yang rendah semakin menyulitkan perempuan dengan memperhatikan prinsip kesetaraan.
untuk mencari pekerjaan. Jika akhirnya mendapat Demikian pula dengan tunjangan penghasilan.
pekerjaan, diposisikan pada bagian yang tidak Uli (2005: 90) mengutip Syamsuddin (2004)
memerlukan keterampilan misalnya buruh, tenaga menyatakan bahwa pekerja perempuan yang
suruhan, yang memiliki pengupahan yang sangat seharusnya mendapatkan tunjangan kesejahteraan
rendah, tidak mendapat perlindungan hukum dan dalam kenyataannya tidak mendapatkan hal
juga kesehatan. Mereka tidak tahu bagaimana tersebut. Pekerja perempuan dianggap lajang,
mengakses sumber daya yang tersedia, karena tidak sehingga tidak mendapatkan tunjangan suami dan
dapat membaca dan menulis untuk mencari bantuan anak. Oleh karena itu, kesejahteraan suami dan anak
hukum ataupun rumah singgah jika majikan mereka tidak ditanggung oleh perusahaan. Dalam perspektif
bertindak eksploitatif atau melakukan kekerasan, feminisme, perlakuan diskriminatif ini
baik fisik, psikis, maupun seksual. menunjukkan bahwa perempuan hanya dianggap
Masalah selanjutnya adalah yang berkaitan sebagai pencari nafkah kedua. Sebaliknya, lakilaki
dengan upah. Upah pekerja perempuan juga masih dianggap sebagai breadwinner (pencari nafkah
belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan dan utama). Dikaitkan dengan kondisi riil di lapangan,
masih menghadapi permasalahan. Hasil penelitian anggapan ini tidak sepenuhnya tepat, mengingat
ILO menunjukkan adanya kesenjangan upah banyak perempuan yang menjadi pencari nafkah
antargender (Koni Padaka, tanpa tahun). utama dengan berbagai alasan, seperti suami sakit
Kesenjangan upah antar-gender didefinisikan atau sudah meninggal atau karena bercerai dengan
sebagai perbedaan rata-rata penghasilan kotor suaminya. Bahkan banyak perempuan yang
antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan. berperan menjadi kepala keluarga. Data Susenas
Perbedaan ini terjadi ketika pekerja laki-laki dan 2014 yang dikeluarkan BPS menunjukkan 14,84%
pekerja perempuan menerima gaji dalam jumlah rumah tangga dikepalai oleh perempuan. Data BPS
yang berbeda. Kesenjangan upah antar- gender juga menunjukkan bahwa sejak tahun 1985 terlihat
sebanyak 17-22% berarti bahwa pekerja perempuan konsistensi kenaikan rumah tangga yang dikepalai
berpenghasilan lebih rendah daripada kolega perempuan rata-rata 0,1% setiap tahunnya. Survei
pekerja laki-laki mereka. Secara sederhana, Sistem Pemantauan Kesejahteraan Berbasis
kesenjangan upah antar-gender adalah kesenjangan Komunitas (SPKBK) yang dilaksanakan Sekretariat
antara apa yang didapatkan oleh pekerja laki-laki Nasional PEKKA di 111 desa di 17 propinsi
dan apa yang didapatkan oleh pekerja perempuan. wilayah kerja PEKKA menunjukkan bahwa dalam
ILO menemukan masih ada kesenjangan upah setiap empat keluarga, terdapat satu keluarga yang
antargender di Indonesia dengan selisih hingga dikepalai oleh perempuan. Perempuan menjadi
19%. Pada tahun 2012, perempuan memperoleh kepala keluarga karena berbagai sebab, termasuk
upah rata-rata 81% dari upah laki-laki, meskipun suami meninggal dunia, bercerai, ditinggal, tidak
memiliki tingkat pendidikan dan pengalaman yang atau belum menikah, suami berpoligami, suami
sama. Di Indonesia, perempuan mewakili sekitar merantau, suami sakit permanen, atau suami tidak
38% layanan sipil, tetapi lebih dari sepertiganya bekerja.
melakukan pekerjaan “tradisional”, seperti Berkaitan dengan penerapan pengupahan yang
mengajar dan mengasuh, yang cenderung diskriminatif terhadap pekerja perempuan dan
memperoleh upah kurang dari pekerjaan yang lakilaki, terdapat beberapa faktor yang
didominasi laki-laki. Padahal upah yang diberikan menyebabkan terjadinya hal tersebut (Koni Padaka,
kepada seseorang seharusnya sebanding dengan tanpa tahun), yaitu: budaya patriarki,
kegiatan-kegiatan yang telah penyalahgunaan kodrat perempuan,
dikeluarkan/dikerahkan (activities or efforts) tanpa ketidakseimbangan posisi tawar kerja pekerja
perlu dibeda-bedakan antara pekerja laki-laki dan perempuan, kepentingan penguasa, dan
pekerja perempuan (G. Kartasapoetra 1986:94). ketidaktahuan berlakunya suatu hukum.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Rusli Budaya Patriarki
(2011:75) bahwa setiap pekerja/ buruh terutama
Apabila dicermati lebih lanjut dapat
perempuan berhak memperoleh penghasilan yang
dikemukakan bahwa alasan utama yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi dikemukakan oleh pengusaha dalam menentukan
kemanusiaan, yaitu mampu memenuhi kebutuhan
perbedaan kebijakan pengupahan antara pekerja
perempuan yang sudah menikah dibandingkan
13

pekerja laki-laki sebenarnya terpengaruh oleh sementara pekerja berada pada posisi sebaliknya.
budaya patriarki yang dianut oleh sebagian besar Kondisi ini menyebabkan ketidakseimbangan posisi
daerah dan masyarakat Indonesia. Budaya patriarki tawar antara pengusaha dengan pekerjanya, karena
ini dikonsepkan sebagai sesuatu yang berkaitan di satu sisi pekerja memerlukan biaya untuk
dengan sistem sosial di mana pria/ayah menguasai hidupnya dan keluarganya, sementara pengusaha
seluruh anggota keluarganya, harta milik, segala merupakan pihak yang diharapkan mampu
sumber ekonomi serta pembuat semua keputusan memenuhi kebutuhan tersebut melalui upah yang
penting dan sejalan dengan sistem sosial tersebut diberikan pada pekerja.
adalah pria diposisikan lebih tinggi dari perempuan. Situasi ini diperparah dengan besarnya jumlah
Budaya ini tidak jarang bersumber dari angkatan kerja, terutama perempuan, yang
nilainilai sakral keagamaan dan budaya komunitas, membutuhkan pekerjaan di Indonesia tetapi belum
dan berkembang dan disosialisasikan melalui tersalurkan. Selain itu juga faktor pendidikan
pendidikan dalam keluarga di rumah. Adanya pekerja perempuan juga berpengaruh terhadap
struktur komunitas yang seperti itu, perempuan posisi tawar perempuan. Masih terdapat
seakan ditempatkan pada posisi subordinat kesenjangan tingkat pendidikan formal bagi laki-
dibandingkan dengan lakilaki, sehingga laki dan perempuan. Akibatnya posisi tawar seorang
menyebabkan perempuan semakin dilemahkan pekerja perempuan menjadi lebih rendah dibanding
kesetaraannya. Perempuan hanya dianggap sebagai pekerja laki-laki.
makhluk pelengkap kehidupan laki-laki dan hanya Hal ini diperparah dengan anggapan pengusaha
cocok bekerja di ranah domestik dalam keluarga. bahwa pekerja perempuan lebih banyak mengambil
Budaya ini berdampak pada anggapan terhadap cuti sehubungan dengan kodratnya sebagai
status laki-laki yang memikul tanggung jawab besar perempuan dan anggapan bahwa perempuan bukan
dalam keluarga dan karenanya harus diberi sebagai kepala rumah tangga. Hal ini menyebabkan
kedudukan lebih tinggi atau istimewa dibandingkan pekerja perempuan menjadi semakin lemah
perempuan dalam hal ini adalah pekerja laki-laki kedudukannya.
dengan pekerja perempuan, sehingga memunculkan
berbagai bentuk pembedaan/diskriminasi. Kepentingan Penguasa
Logikanya jika suatu ketentuan telah
Penyalahgunaan Kodrat Perempuan mendapatkan suatu pengaturan secara tegas serta di
Alasan lain yang sering dijadikan alasan dasar dalamnya telah dimuat sanksi maka pihak yang
pendiskriminasian antara pekerja laki-laki dan melakukan pelanggaran mendapat sanksi. Namun
perempuan adalah terutama perempuan yang sudah dalam hal ini seolah-olah penguasa mengalami
menikah dan berprofesi sebagai pekerja akan lebih dilema untuk menegakkan berbagai ketentuan
banyak mengambil cuti dibandingkan pekerja laki- ketenagakerjaan, terutama bidang pengupahan yang
laki. Rasionya karena perempuan yang sudah berkeadilan gender. Pengusaha yang melanggar
menikah seketika akan hamil, melahirkan, dan ketentuan tidak pernah mendapat sanksi dari pejabat
menyusui. Hal ini akan menyebabkan pekerja berwenang.
perempuan lebih banyak mengambil cuti dari pada Hal ini dapat dipahami karena dalam
pekerja laki-laki. pelaksanaanya masih banyak oknum dari pihak
Kondisi demikian menurut kacamata yang berwenang berperan sebagai pelindung.
pengusaha dipandang tidak efisien dan cenderung Berkaitan dengan pemberian upah undang-undang
merugikan perusahaan dalam menjalankan proses telah mengatur tentang sanksi bagi pengusaha yang
produksi. Selain itu kodrat yang telah disandang melakukan diskriminasi upah. Hal ini dapat dilihat
perempuan untuk hamil, melahirkan, dan menyusui pada Pasal 31 PP No 8 Tahun 1981 yang mengatur
tersebut kadang dianggap sebagai bukti otentik bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 3 PP
untuk mengukuhkan pandangan bahwa tugas No 8 Tahun 1981 tentang larangan diskriminasi
perempuan adalah mengurus masalah domestik upah terhadap pekerja laki-laki dan perempuan
rumah tangga. dapat dikenai sanksi pidana kurungan selama-
Ketidakseimbangan Posisi Tawar Kerja Pekerja lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-
Perempuan tingginya Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah).
Demikian pula Pasal 190 UU No 13 Tahun 2003
Antara pengusaha dan pekerja biasanya terjadi
ketidakseimbangan posisi ekonomi. Pengusaha yang menyatakan bahwa bagi pengusaha yang
melanggar ketentuan Pasal 5 dan 6 tentang adanya
biasanya berada pada posisi ekonomi kuat
larangan diskriminasi bagi pekerja dapat dikenai cuti haid karena berbagai alasan, antara lain tetap
sanksi administratif berupa: teguran; peringatan memilih bekerja ketika haid karena jika tidak masuk
tertulis; pembatasan kegiatan usaha; pembekuan kerja karena alasan cuti haid maka gajinya akan
kegiatan usaha; pembatalan persetujuan; dipotong. Selain itu, ada perusahaan yang
pembatalan pendaftaran; penghentian sementara mewajibkan pekerja perempuan yang mengajukan
sebagian atau seluruh alat produksi; dan/atau cuti haid untuk diperiksa oleh dokter perusahaan
pencabutan ijin. terlebih dulu untuk membuktikan bahwa yang
Namun adanya kepentingan penguasa bersangkutan memang sedang haid, karena memang
menyebabkan sanksi-sanksi tersebut seolah hanya ada kasus di mana cuti haid dijadikan alasan untuk
berfungsi sebagai hiasan dalam undang-undang, tidak masuk kerja padahal dia tidak sedang haid.
karena tidak pernah dilaksanakan. Menurut Rosalina (2015: 24), tidak
dipenuhinya hak-hak pekerja perempuan oleh
Ketidaktahuan Berlakunya suatu Hukum perusahaan maupun pengusaha salah satunya
Meskipun ada suatu asas yang menyatakan disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah,
bahwa setiap orang dianggap tahu akan hukumnya, sehingga mereka memiliki pengetahuan yang
tetapi hal ini biasanya hanya merupakan suatu asas minim tentang hakhak pekerja perempuan yang
saja. Sesuai dengan sifatnya yang dapat ditimpangi seharusnya mereka peroleh. Faktor lainnya adalah
maka berkaitan dengan asas tersebut di atas lebih masih kurangnya sosialisasi, baik dari pihak
banyak orang yang tidak mengetahui hukum yang perusahaan maupun pemerintah mengenai hak-hak
mengaturnya. pekerja perempuan. Penulis sependapat dengan
Di Indonesia asas ini hanya berlaku bagi para Rosalina, tingkat pendidikan yang rendah ini dapat
pelaku hukum saja. Selain itu, masyarakat kurang dikategorikan menjadi faktor internal yang
memperdulikannya, sehingga ketika hak dan menghambat terpenuhinya hak pekerja perempuan.
kewajibannya tidak terpenuhi mereka tidak tahu Sementara, kurangnya sosialisasi kepada pekerja
bagaimana prosedur yang tepat untuk perempuan, baik dari pemerintah maupun pihak
memperolehnya. Seharusnya, ketentuan hukum perusahaan dapat digolongkan ke dalam faktor
sebagai dasar pemberian upah terutama yang eksternal.
berkaitan dengan pelindungan pekerja perempuan
terhadap diskriminasi upah perlu diketahui oleh Penutup
pengusaha maupun para pekerja, sehingga benar- Simpulan
benar dipahami sistem pengupahan yang Hak pekerja perempuan telah dijamin dalam
berbasiskan pada keadilan gender. konstitusi, undang-undang, dan beberapa peraturan
Hak pekerja perempuan lainnya yang perlu pelaksananya. Jaminan hak tersebut sejalan dengan
mendapat perhatian adalah yang terkait dengan hak berbagai konvensi internasional yang mengatur
reproduksinya. Menurut Kartika (2010) tentang hak pekerja perempuan. Dalam konstitusi,
sebagaimana dikutip Rosalina (2015:21), hak persamaan hak perempuan untuk bekerja dan
pekerja perempuan yang paling penting untuk mendapat perlakuan yang layak terdapat dalam
dipenuhi terkait dengan jenis kelaminnya adalah Pasal 27 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
yang berkenaan dengan fungsi reproduksi Beberapa peraturan perundang-undangan yang
perempuan. Perusahaan harus memenuhi hak cuti mengatur hak pekerja perempuan antara lain: (1)
haid, cuti melahirkan, dan cuti keguguran. Hal Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
tersebut juga diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang Ketenagakerjaan (Pasal 18, Pasal 76, Pasal 81, Pasal
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 82, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 93, dan Pasal 153 Ayat
yang menyatakan bahwa perempuan berhak 1 huruf e); (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
mendapatkan perlindungan khusus dalam 1981 tentang Pelindungan Upah; (3) Peraturan
pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal- Menteri Tenaga Kerja Nomor 8 Per-04/Men/1989
hal yang berkenaan dengan fungsi reproduksi tentang Syarat-syarat Kerja Malam dan Tata Cara
perempuan. Terkait dengan hak reproduksi ini, Mempekerjakan Pekerja Perempuan pada Malam
sampai saat ini belum semua perusahaan mampu Hari; (4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
dan mau memenuhi hak tersebut, terutama hak cuti Transmigrasi Nomor Kep. 224/Men/2003 tentang
haid. Hasil penelitian yang dilakukan penulis tahun Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan
2017 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00
perempuan memilih untuk tidak mengambil hak sampai dengan pukul 07.00. Hak pekerja
15

perempuan juga dijamin dalam berbagai konvensi Jurnal


internasional, termasuk Konvensi CEDAW. Khotimah, Khusnul. 2009. Diskriminasi Gender
Hak pekerja perempuan tersebut antara lain: (1) Terhadap Perempuan Dalam Sektor Pekerjaan.
pelindungan jam kerja; (2) pelindungan dalam masa Jurnal Studi Jender dan Anak, Vol.4, No.1 Jan-Jun
haid (cuti haid); (3) pelindungan selama hamil dan 2009, hlm. 158-180.
melahirkan, termasuk ketika pekerja perempuan Uli, Sinta. 2005. Pekerja Wanita di Perusahaan dalam
mengalami keguguran (cuti hamil dan melahirkan); Perspektif Hukum dan Gender, Jurnal Equality, Vol.
(4) pemberian lokasi menyusui (hak menyusui dan/ 10 No. 2 Agustus 2005.
atau memerah ASI); (5) hak kompetensi kerja; (6)
hak pemeriksaan selama masa kehamilan dan Buku
pasca-melahirkan. Kartasapoetra, G. 1986. Hukum Ketenagakerjaan Suatu
Meskipun telah dijamin dalam berbagai Pengantar. Bandung: Penerbit Angkasa.
peraturan perundang-undangan maupun konvensi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan
internasional, tetapi sampai saat ini belum semua Anak. Tanpa tahun. Pembangunan Manusia
hak pekerja perempuan tersebut dapat dipenuhi, Berbasis Gender 2012, kerja sama dengan Badan
baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun Pusat Statistik.
faktor eksternal. Faktor internal tersebut adalah Kustandi, Abas. 1995. Penghapusan Diskriminasi
masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman terhadap Wanita. Bandung: Alumni.
pekerja perempuan mengenai hak yang dimiliknya. Rahardjo, Satjipto. 2009. Penegakan Hukum: Suatu
Ada pun faktor eksternal yaitu: (1) adanya budaya Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Genta Publishing.
patriarki; (2) marginalisasi dalam pekerjaan; (3)
Rusli, Hardijan. 2011. Hukum Ketenagakerjaan. Bogor:
adanya stereotype kepada perempuan; dan (4)
Ghalia Indonesia.
kurangnya sosialisasi.
Saran Soedijana. 2012. Ekonomi Pembangunan Indonesia,
Meskipun secara yuridis normatif hak pekerja Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya.S
perempuan telah dijamin dalam berbagai peraturan Soepomo, Iman. 1976. Pokok-Pokok Hukum
Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
perundang-undangan, tetapi implementasi berbagai
peraturan tersebut perlu mendapat perhatian. Dari Sulistyaningsih, Endang dan Rumondang, Haiyani. 2006.
sisi pengupahan saja hingga saat ini masih terdapat “Perempuan di Dunia Kerja”, dalam Perempuan dan
kesenjangan upah antara pekerja perempuan dengan Hukum, Menuju Hukum yang Berperspektif
pekerja laki-laki sebagaimana temuan ILO yang Kesetaraan dan Keadilan, Sulistyowati Irianto (ed.),
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
telah disampaikan dalam tulisan ini. Selain upah,
berbagai bentuk pelindungan hak pekerja
perempuan yang terkait dengan waktu kerja dan hak Makalah /Hasil Penelitian
Dewi W, Ima Indra. 2002. Implikasi Pasal 31 ayat (1) dan
reproduksi perempuan juga perlu diperhatikan
(3) jo Pasal 34 UU Nomor 1 Tahun 1974 terhadap
implementasinya, mengingat pekerja perempuan Penerapan Kebijakan di Bidang Ketenagakerjaan
memiliki karakteristik yang berbeda dengan pekerja bagi Tenaga Kerja Perempuan pada Perusahaan
laki-laki. Percetakan.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan upaya
Ernawati, Eci. Laporan Penelitian Pelanggaran Hak
pemenuhan hak pekerja perempuan, disarankan
Buruh Perempuan Dan Upaya Advokasi Buruh,
beberapa hal berikut. Pertama, melakukan TURC, https://www.academia.edu/7954670/
sosialisasi tentang hak-hak pekerja perempuan, baik Hak_Pekerja_Perempuan_dan_Hukum_yang_
oleh pemerintah maupun pihak perusahaan. Kedua, Mengatur_Perlindungannya?auto=download,
meningkatkan pengawasan kepada perusahaan diakses 12 September 2017.
terkait implementasi berbagai ketentuan yang
Rosalina, Meliani. 2015. “Tingkat Pemenuhan Hak
mengatur mengenai hak pekerja perempuan. Dan Pekerja Perempuan di Bidang Pertanian dan
ketiga, memberikan sanksi yang tegas kepada Nonpertanian”, Departemen Sains Komunikasi Dan
perusahaan yang tidak melaksanakan ketentuan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
yang mengatur mengenai hak pekerja perempuan. Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
DAFTAR PUSTAKA Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Konvensi ILO Nomor 100 Tahun 1951 tentang
Kesetaraan Upah bagi Pekerja Laki-Laki dan
Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Pelindungan Upah.
Surat Edaran Menakertrans No SE-01/MEN/1982 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 8
Tahun 1981 tentang Pelindungan Upah.

Surat Kabar
Ciptakan Lapangan Kerja untuk Masyarakat, Kompas, 18
Oktober 2017, hlm. 19.

Internet
BPS: Pekerja Masih Didominasi Laki-laki, https://
bisnis.tempo.co/read/872608/bps-pekerja-
masihdidominasi-laki-laki, diakses 20 Oktober
2017.
Jumlah Tenaga Kerja Perempuan di Indonesia, http://
independen.id/read/data/429/jumlah-tenaga-
kerjaperempuan-di-indonesia/, diakses 30 Oktober
2017.
Pertumbuhan Jumlah Pekerja Perempuan Meningkat,
http://kupang.tribunnews.com/2016/01/07/
pertumbuhan-jumlah-pekerja-
perempuanmeningkat, diakses 30 Oktober 2017.
Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga-PEKKA,
https://www.pekka.or.id/index.php/id/tentangkami/
276-pemberdayaan-perempuan-kepalakeluarga-
pekka.html, diakses 22 Oktober 2017.

Anda mungkin juga menyukai