Sali Susiana
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI
Jl. Gatot Subroto Senayan Jakarta
Abstrak: Hak pekerja perempuan telah dijamin dalam konstitusi, undang-undang, dan beberapa peraturan
pelaksananya. Dalam konstitusi, persamaan hak perempuan untuk bekerja dan mendapat perlakuan yang layak
terdapat dalam Pasal 27 dan Pasal 33. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur hak pekerja
perempuan antara lain: Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Pelindungan Upah, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 8 Per-04/Men/1989
tentang Syarat-syarat Kerja Malam dan Tata Cara Mempekerjakan Pekerja Perempuan pada Malam Hari,
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep. 224/Men/2003 tentang Kewajiban Pengusaha
yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Hak pekerja
perempuan tersebut antara lain: pelindungan jam kerja, pelindungan dalam masa haid (cuti haid), pelindungan
selama hamil dan melahirkan, termasuk ketika pekerja perempuan mengalami keguguran (cuti hamil dan
melahirkan), pemberian lokasi menyusui (hak menyusui dan/atau memerah ASI), hak kompetensi kerja, hak
pemeriksaan selama masa kehamilan dan pasca-melahirkan. Jaminan hak tersebut sejalan dengan konvensi
internasional yang mengatur tentang hak pekerja perempuan yang terdapat dalam Convention on the Elimination
of All Forms of Discrimination Againts Women (CEDAW) yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1984 dan beberapa konvensi terkait lainnya. Dengan perspektif feminisme, studi ini menyimpulkan
bahwa sampai saat ini belum semua hak pekerja perempuan tersebut dapat dipenuhi, baik yang disebabkan oleh
faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal tampak pada masih rendahnya pengetahuan dan
pemahaman pekerja perempuan mengenai hak yang dimiliknya. Sementara faktor eksternal tampak pada: adanya
budaya patriarki, marginalisasi dalam pekerjaan, adanya stereotype kepada perempuan, dan kurangnya
sosialisasi.
Kata kunci: ketenagakerjaan, pelindungan, pekerja perempuan, hak pekerja perempuan.
Pendahuluan dengan pekerja laki-laki. Ketimpangan gender
Persamaan hak pekerja laki-laki dan pekerja dalam bidang ketenagakerjaan tersebut dapat
perempuan dijamin dalam konstitusi. diketahui dengan melihat Tingkat Partisipasi
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Angkatan Kerja (TPAK) perempuan dan laki-laki.
Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 28D ayat (2) Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan,
menegaskan, setiap orang berhak untuk bekerja masih ada kesenjangan yang tinggi antara TPAK
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan berdasarkan jenis kelamin pada Februari 2017.
layak dalam hubungan kerja. Dalam hal ini negara TPAK laki-laki pada Februari 2017 sebesar
menjamin adanya perlakuan yang adil terhadap para 83,05%, turun dibandingkan periode yang sama
pekerja, baik dalam hal jenis pekerjaan, penempatan tahun lalu sebesar 83,46%. TPAK perempuan hanya
jabatan dalam bekerja, maupun pemberian upah. 55,04%, tetapi meningkat dibandingkan periode
Meskipun secara normatif terdapat kesamaan yang sama tahun lalu sebesar 52,71%. Namun
hak antara pekerja perempuan dan pekerja laki-laki, dibandingkan periode yang sama tahun lalu, TPAK
tetapi kondisi perempuan di bidang ketenagakerjaan perempuan mengalami kenaikan sebesar 2,33%
secara umum sampai saat ini masih jauh dari poin, sementara TPAK laki-laki justru mengalami
harapan, baik dilihat secara kuantitas maupun penurunan sebesar 0,41% poin.
kualitas. Masih terjadi ketimpangan gender dalam Data BPS juga menunjukkan bahwa jumlah
bidang ketenagakerjaan antara pekerja perempuan penduduk bekerja meningkat 6,13 juta
dibandingkan dengan per Agustus 2016. Jumlah yang telah diatur dalam konstitusi. Pengaturan
angkatan kerja Indonesia pada Februari 2017 tersebut terdapat pula dalam Convention on the
sebanyak 131,55 juta orang. Ada pun per Februari Elimination of All Forms of Discrimination Against
2017 terdapat 124,54 juta yang bekerja, naik 6,13 Women (Konvensi CEDAW) yang telah diratifikasi
juta orang dibandingkan keadaan semester lalu, dan dengan UndangUndang Nomor 7 Tahun 1984 dan
bertambah 3,89 juta orang dibanding Februari 2017. konvensi terkait lainnya. Konvensi tersebut, antara
Sementara itu terdapat 7,01 juta penduduk yang lain: Konvensi Nomor 100 tentang Pengupahan
menganggur. yang Sama bagi Laki-Laki dan Perempuan untuk
Dibandingkan dengan TPAK perempuan tahun Pekerjaan yang Sama Nilainya (diratifikasi dengan
2011, TPAK perempuan pada tahun 2017 tersebut Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1957), Konvensi
relatif tidak mengalami peningkatan. Pada tahun Nomor 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan
2011, TPAK laki-laki sebesar 84,9%, sementara dan Jabatan (diratifikasi dengan Undang-Undang
TPAK perempuan 55,1%. Dengan demikian, Nomor 21 Tahun 1999), dan Konvensi ILO Nomor
selama kurang lebih 6 tahun, TPAK perempuan 183 Tahun 2000 tentang Maternity Protection
hanya bertambah sekitar 0,06%. Data BPS pada (Konvensi ILO mengenai Perlindungan
tahun yang sama mencatat bahwa 39% penduduk Maternitas).
berusia 15 tahun ke atas yang bekerja adalah Tulisan ini diawali dengan paparan tentang
perempuan, dan sepertiganya merupakan pekerja konsep pelindungan tenaga kerja secara umum,
keluarga yang secara ekonomi tidak mendapatkan pengaturan pelindungan pekerja perempuan yang
imbalan jasa. Angka ini lebih besar dibandingkan terdapat dalam berbagai peraturan
dengan pekerja keluarga laki-laki yang hanya 8,7%. perundangundangan, termasuk konvensi
Karyawan perempuan juga menerima upah yang internasional tentang hak pekerja perempuan, dan
lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki, yaitu ditutup dengan implementasi pelindungan hak
hanya sekitar 77,8% dari upah yang diterima pekerja perempuan. Perspektif feminisme dalam
karyawan laki-laki. tulisan ini tidak dipaparkan dalam subbab tersendiri,
Data lain juga menunjukkan bahwa jumlah melainkan digunakan secara langsung pada saat
pekerja perempuan di Indonesia mengalami menganalisis implementasi pelindungan hak
peningkatan setiap tahun. Persentase jumlah pekerja pekerja perempuan.
perempuan mencapai 50% lebih dibandingkan
jumlah pekerja laki-laki. Pada sektor tertentu seperti Pelindungan Tenaga Kerja
jasa kemasyarakatan, jumlah pekerja perempuan Menurut Soepomo, pelindungan tenaga kerja
hampir menyamai jumlah pekerja laki-laki. Data dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) juga a. Pelindungan ekonomis, yaitu pelindungan
menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah pekerja tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang
perempuan meningkat setiap tahunnya, di mana cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu
pada tahun 2015, sebanyak 38% dari 120 juta bekerja di luar kehendaknya.
pekerja di Indonesia adalah perempuan. b. Pelindungan sosial, yaitu pelindungan tenaga
Apabila secara yuridis formal jaminan terhadap kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja,
hak pekerja perempuan telah diatur dalam dan kebebasan berserikat dan pelindungan hak
konstitusi, menjadi pertanyaan kemudian untuk berorganisasi.
bagaimana pengaturan mengenai pelindungan hak- c. Pelindungan teknis, yaitu pelindungan tenaga
hak pekerja perempuan tersebut dalam undang- kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan
undang tentang ketenagakerjaan dan peraturan kerja.
pelaksananya? Apakah substansi berbagai Pelindungan Ekonomis atau Jaminan Sosial
ketentuan tersebut telah mengakomodasi kebutuhan Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu
dan kepentingan pekerja perempuan yang memiliki pelindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk
karakteristik yang berbeda dengan pekerja laki- santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian
laki? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tulisan penghasilan yang hilang atau berkurang dan
ini berusaha untuk menganalisis pengaturan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan
mengenai pelindungan hak-hak pekerja perempuan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan
yang terdapat dalam undang-undang tentang kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal
ketenagakerjaan dan peraturan pelaksananya yang dunia. Terdapat beberapa jenis jaminan sosial
memuat substansi mengenai hak pekerja perempuan tenaga kerja, antara lain:
3
Selain itu, dalam Manual Pelaksanaan Pasal 16C Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun
JKNBPJS Kesehatan, pada sub-bab tentang 2013.
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama untuk bidang Sanksi bagi perusahaan yang tidak
Kebidanan dan Neonatal, dinyatakan bahwa mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta jaminan
pelayanan ini merupakan upaya untuk menjamin kesehatan adalah sanksi administratif. Hal itu diatur
dan melindungi proses kehamilan, persalinan, dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 24 Tahun
pasca-persalinan, penanganan perdarahan pasca- 2011 tentang BPJS. Sanksi administratif itu berupa
keguguran dan pelayanan KB pasca-salin serta teguran lisan, teguran tertulis dan/atau tidak
komplikasi yang terkait dengan kehamilan, mendapat pelayanan publik tertentu. Sanksi tidak
persalinan, nifas dan KB pasca-salin. mendapat pelayanan publik tertentu itu meliputi
Cakupan pelayanan kesehatan tingkat pertama perizinan terkait usaha; izin untuk mengikuti suatu
untuk kebidanan dan neonatal meliputi: tender; izin untuk mempekerjakan tenaga kerja
1) Pelayanan pemeriksaan kehamilan atau asing; izin perusahaan penyedia jasa/ buruh
Antenatal Care (ANC) (outsourcing); atau izin mendirikan bangunan. Hal
Tujuan Antenatal Care (ANC) adalah untuk ini terdapat dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah
menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara
kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi
selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap
sehingga mengurangi angka kematian ibu dan Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan
angka kematian bayi dari suatu proses persalinan; 2) Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan
Persalinan; Jaminan Sosial.
3) Pemeriksaan bayi baru lahir; Pelayanan kesehatan yang ditanggung oleh
4) Pemeriksaan pasca-persalinan atau Postnatal BPJS Kesehatan termasuk di dalamnya
Care (PNC); pemeriksaan kehamilan dan persalinan. Salah satu
Pemeriksaan bayi baru lahir dan ibu pasca manfaat yang diterima adalah pertolongan
persalinan sangat penting untuk memastikan persalinan pervaginam atau lazim disebut dengan
kesehatan dan keselamatan bayi dan ibu, persalinan normal seperti diatur dalam Peraturan
terutama pada masa nifas awal yaitu setelah Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang
kelahiran bayi dan selama 7 (tujuh) hari Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan
pertama setelah melahirkan. Namun demikian, Nasional.
sepanjang periode nifas yaitu setelah Jika perusahaan ternyata belum mendaftarkan
melahirkan hingga 28 hari setelah kelahiran pekerjanya ke BPJS Kesehatan, maka berdasarkan
adalah masa-masa risiko tinggi. Kematian bayi Pasal 11 ayat (2b) Peraturan Presiden Nomor 111
lahir hidup dalam masa 28 hari sejak kelahiran Tahun 2013, perusahaan wajib bertanggung jawab
yang dikenal sebagai tingkat kematian neonatal pada saat pekerjanya membutuhkan pelayanan
(neonatal mortality rate) dilaporkan terjadi di kesehatan sesuai dengan manfaat yang diberikan
seluruh dunia. Begitu juga dengan kematian oleh BPJS Kesehatan. Perusahaan harus
ibu karena komplikasi pasca menanggung pelayanan kesehatan pekerjanya
persalinan cukup tinggi’ sesuai manfaat yang diberikan BPJS Kesehatan.
5) Pelayanan KB. Selain tentunya, ada sanksi administratif lain yang
siap mengancam perusahaan.
Dengan demikian, kewajiban perusahaan
terhadap pekerjanya sesuai peraturan
Konvensi Internasional tentang Hak Pekerja
perundangundangan sudah tuntas ketika
Perempuan
mendaftarkan pekerjanya ke dalam program
Hak pekerja perempuan juga diatur dalam
jaminan kesehatan di BPJS Kesehatan dan
beberapa konvensi internasional, antara lain
membayarkan iurannya tiap bulan. Ada pun besaran
Konvensi International Labour Organization (ILO)
iuran jaminan kesehatan yang wajib dibayar adalah
No.100 dan Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1957
4,5 persen dari gaji pekerja dengan ketentuan 4
tentang Upah yang Setara dan Pengupahan bagi
persen dibayar oleh perusahaan dan 0,5 persen oleh
Pekerja Laki-laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang
pekerja. Namun besaran iuran ini akan berubah
Sama Nilainya. Disebutkan dalam konvensi itu,
pada 1 Juli 2015 mendatang menjadi 5 persen
“Pengupahan meliputi upah atau gaji biasa, pokok
dengan komposisi 4 persen dibayar perusahaan dan
atau minimum dan pendapatan-pendapatan
1 persen oleh pekerja. Hal ini terdapat di dalam
tambahan apa pun juga, yang harus dibayar secara mereka untuk bekerja, negara-negara peserta
langsung atau tidak, maupun secara tunai atau wajib membuat peraturan-peraturan yang
dengan barang oleh pengusaha dengan buruh tepat:
berhubung dengan pekerjaan buruh”. a. Untuk melarang, dengan dikenakan sanksi
Dalam Convention on the Elimination of All pemecatan atas dasar kehamilan atau cuti
Forms of Discrimination Againts Women hamil dan diskriminasi dalam
(CEDAW) yang telah diratifikasi dengan pemberhentian atas dasar status
UndangUndang No. 7 Tahun 1984, diatur beberapa perkawinan;
aspek yang terkait dengan hak perempuan untuk b. Untuk mengadakan peraturan cuti hamil
bekerja dan kewajiban negara untuk menjamin hak dengan bayaran atau dengan tunjangan
tersebut. Hal itu terdapat dalam Pasal 11 yang sosial yang sebanding tanpa kehilangan
menyatakan bahwa: pekerjaan semula;
1) Negara-negara peserta wajib membuat c. Untuk menganjurkan pengadaan
peraturan-peraturan yang tepat untuk pelayanan sosial yang perlu guna
menghapus diskriminasi terhadap perempuan memungkinkan para orang tua
dilapangan pekerjaan guna menjamin hak-hak menggabungkan kewajiban-kewajiban
yang sama atas dasar persamaan antara lakilaki keluarga dengan tanggung jawab
dan perempuan, khususnya: pekerjaan dan partisipasi dalam kehidupan
a. Hak untuk bekerja sebagai hak asasi masyarakat, khususnya dengan
manusia; meningkatkan pembentukan dan
b. Hak atas kesempatan kerja yang sama, pengembangan suatu jaringan
termasuk penerapan kriteria seleksi yang tempattempat penitipan anak;
sama dalam penerimaan pegawai; d. Untuk memberi pelindungan khusus
c. Hak untuk memilih dengan bebas profesi kepada kaum perempuan selama
dan pekerjaan, hak untuk promosi, kehamilan pada jenis pekerjaan yang
jaminan pekerjaan dan semua tunjangan terbukti berbahaya bagi mereka.
serta fasilitas kerja, hak untuk 3) Perundang-undangan yang bersifat melindungi
rnemperoleh pelatihan kejuruan dan sehubungan dengan hal-hal yang tercakup
pelatihan ulang termasuk masa kerja dalam pasal ini wajib ditinjau kembali secara
sebagai magang, pelatihan kejuruan berkala berdasar ilmu pengetahuan dan
lanjutan, dan pelatihan ulang lanjutan; tehnologi, serta direvisi, dicabut, atau diperluas
d. Hak untuk menerima upah yang sama, menurut keperluan.
termasuk tunjangan-tunjangan, baik untuk
Ada pun yang terkait dengan hak reproduksi
perlakuan yang sama sehubungan dengan
pekerja perempuan diatur dalam Pasal 12 Konvensi
pekerjaan dengan nilai yang sama;
CEDAW, yaitu:
e. Hak untuk menerima upah yang sama,
1) Negara-negara peserta wajib membuat
termasuk tunjangan-tunjangan, baik untuk
peraturan-peraturan yang tepat untuk
perlakuan yang sama sehubungan dengan
menghapus diskriminasi terhadap perempuan
pekerjaan dengan nilai yang sama,
di bidang pemeliharaan kesehatan dan supaya
maupun persamaan perlakuan dalam
menjamin diperolehnya pelayanan kesehatan
penilaian kualitas pekerjaan;
termasuk pelayanan yang berhubungan dengan
f. Hak atas jaminan sosial, khususnya dalam
keluarga berencana, atas dasar persamaan
hal pensiun, pengangguran, sakit, cacat,
antara laki-laki dan perempuan.
lanjut usia, serta lain-lain
2) Sekalipun terdapat ketentuan pada ayat (1) ini,
ketidakmampuan untuk bekerja, hak atas
negara-negara peserta wajib menjamin kepada
masa cuti yang dibayar;
perempuan pelayanan yang layak berkaitan
g. Hak atas pelindungan kesehatan dan
dengan kehamilan, persalinan dan masa
keselamatan kerja, termasuk usaha
sesudah persalinan, dengan memberikan
pelindungan terhadap fungsi melanjutkan
pelayanan cuma-cuma di mana perlu, serta
keturunan.
pemberian makanan bergizi yang cukup selama
2) Untuk mencegah diskriminasi terhadap
kehamilan dan masa menyusui.
perempuan atas dasar perkawinan atau
kehamilan dan untuk menjamin hak efektif
9
Selain itu, terdapat Konvensi ILO Nomor 183 mendapatkan upah yang sama dengan upah
Tahun 2000 tentang Maternity Protection ketika sebelum cuti melahirkan.
(Konvensi ILO mengenai Perlindungan Maternitas c. Waktu Menyusui
dan Rekomendasi No. 191 Tahun 2000 yang Pasal 10 mengatur bahwa pekerja atau buruh
merupakan pelengkap untuk mencegah terjadinya perempuan yang sedang menyusui berhak
diskriminasi terhadap pekerja perempuan seperti menggunakan jam kerjanya untuk menyusui
yang ditegaskan dalam Pasal 11 (f) CEDAW. minimal satu jam sehari dengan tetap mendapat
Pelindungan maternitas juga dibutuhkan untuk upah.
melindungi kesehatan perempuan dan janin yang d. Pelindungan Kesehatan
dikandungnya dan/atau bayi yang dilahirkan dan Pasal 3 juga mengatur tentang pelindungan
disusuinya dari kondisi kerja yang tidak aman kesehatan bagi pekerja/buruh perempuan yang
(berbahaya) dan tidak sehat. Pemberian kesempatan sedang hamil dan menyusui.
yang sama untuk pekerja dengan tanggung jawab e. Pelindungan terhadap Pekerjaan Jenis Tertentu
keluarga yakni tugas-tugas reproduktif di Pasal 3 juga mengatur tentang jenis pekerjaan
masyarakat ini sangat perlu mengingat banyak
yang tidak wajib dilakukan oleh buruh
masyarakat termasuk Indonesia hampir semua
perempuan yang sedang hamil dan menyusui.
tugas rumah tangga dan pengasuhan dibebankan
f. Pelindungan bagi Pekerja Perempuan yang
kepada perempuan dan anak perempuan. Dalam
mengalami Keguguran
Konvensi ILO No. 183 Tahun 2000 diatur tentang
hal-hal berikut: Diatur dalam Pasal 10, pekerja perempuan
a. Fase Kehamilan (Sebelum Melahirkan) Pasal 3 yang mengalami keguguran kandungan berhak
mengatur tentang pelindungan kesehatan, untuk memperoleh waktu istirahat 1,5 (satu
perempuan hamil dan menyusui tidak harus setengah) bulan sesuai dengan surat keterangan
melakukan pekerjaan yang telah ditentukan dokter kandungan atau bidan. Selama
menjalankan istirahat/cuti tersebut pekerja
Tabel 1. Penggolongan Hak Pekerja Perempuan
Penggolongan Hak Pekerja Perempuan Rincian Hak Pekerja Perempuan
Hak-Hak Pekerja Perempuan di bidang Sistem Pengupahan • Upah setara dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama
• Cuti yang dibayar
Sumber: Meliani Rosalina, Tingkat Pemenuhan Hak Pekerja Perempuan di Bidang Pertanian dan Nonpertanian, Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2015, hlm. 22.
oleh penguasa berwenang yang merugikan tetap berhak menerima upah atau gaji penuh.
kesehatan ibu dan anak, atau di mana penilaian Menurut Setyowati (2014) sebagaimana
telah ditetapkan risiko signifikan bagi dikutip oleh Rosalina (2015:23), hak-hak pekerja
kesehatan ibu dan anaknya. Periode cuti perempuan dapat digolongkan menjadi empat
melahirkan adalah selama 14 minggu atau 3,5 bagian, yaitu: (1) hak-hak pekerja perempuan di
bulan. bidang reproduksi; (2) hak-hak pekerja perempuan
b. Larangan Diskriminasi di bidang kesehatan dan keselamatan kerja; (3) hak-
Pasal 8 mencantumkan larangan terhadap hak pekerja perempuan di bidang kehormatan
terjadinya diskriminasi terhadap buruh perempuan; (4) hak-hak pekerja perempuan di
perempuan yang bekerja kembali setelah cuti bidang sistem pengupahan. Secara lebih rinci,
melahirkan. Buruh perempuan yang bekerja berbagai jenis hak pekerja perempuan tersebut
kembali setelah cuti melahirkan berhak dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori
menduduki kembali posisinya dan sebagaimana terlihat dalam Tabel 1.
Implementasi Pelindungan Hak Pekerja pekerjaan, kedudukan perempuan yang subordinat
Perempuan dalam sosial dan budaya, stereotype terhadap
Meskipun secara normatif hak pekerja perempuan, tingkat pendidikan perempuan rendah.
perempuan telah dijamin dalam berbagai peraturan Marginalisasi dalam Pekerjaan
perundang-undangan maupun konvensi Marginalisasi secara umum dapat diartikan
internasional, tetapi sampai saat ini sebagai proses penyingkiran perempuan dalam
implementasinya masih belum sesuai dengan pekerjaan. Sebagaimana dikutip oleh Saptari
harapan. Syamsuddin (2004) sebagaimana dikutip menurut Alison Scott, marginalisasi dalam dilihat
oleh Uli (2005:90) menyatakan bahwa perlakuan empat bentuk yaitu: (1) Proses pengucilan,
diskriminatif terhadap pekerja perempuan telah perempuan dikucilkan dari kerja upahan atau jenis
terjadi sejak proses rekrutmen. Hal ini dapat dilihat kerja tertentu; (2) Proses pergeseran perempuan ke
dari pengumuman penerimaan kerja atau lowongan pinggiran (margin) dari pasar tenaga kerja, berupa
pekerjaan yang memberikan syarat tertentu, seperti kecenderungan bekerja pada jenis pekerjaan yang
mencari tenaga kerja perempuan yang belum memiliki hidup yang tidak stabil, upahnya rendah,
menikah, berparas menarik, dan bersedia tidak dinilai tidak atau kurang terampil; (3) Proses
menikah dalam satu waktu tertentu. Bentuk feminisasi atau segregasi, pemusatan perempuan
pengumuman seperti itu, menurut penulis, tentu pada jenis pekerjaan tertentu (feminisasi pekerjaan),
akan membatasi peluang perempuan yang atau pemisahan yang semata-mata dilakukan oleh
membutuhkan pekerjaan untuk melamar atau perempuan saja atau laki-laki saja; (4) Proses
mengisi lowongan pekerjaan. ketimpangan ekonomi yang mulai meningkat yang
Diskriminasi juga bisa dalam bentuk adanya merujuk di antaranya perbedaan upah.
pembatasan persyaratan jabatan yang mengarah Marginalisasi ini merupakan proses
pada diskriminasi jenis kelamin. Persyaratan dalam pemiskinan perempuan terutama pada masyarakat
lowongan pekerjaan misalnya, masih banyak sekali lapisan bawah yang kesejahteraan keluarga mereka
yang mempersyaratkan jenis kelamin tertentu, sangat memprihatinkan. Marginalisasi perempuan
walaupun jika dikaji lebih lanjut, karakter pekerjaan tidak saja terjadi di tempat pekerjaan akan tetapi
atau jabatan tersebut tidak khas untuk juga dapat terjadi dalam rumah tangga, masyarakat,
mempersyaratkan jenis kelamin tertentu kultur, dan bahkan negara. Marginalisasi terhadap
(Syamsuddin (2004) sebagaimana dikutip oleh Uli perempuan sudah terjadi dalam rumah tangga dalam
(2005:90). Artinya, bahwa pekerjaan atau jabatan bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang
tersebut tidak mempunyai karakter yang khas laki-laki dan perempuan.
sebagai syarat diperbolehkannya dilakukan
Kedudukan Perempuan yang Subordinat dalam
pengecualian atau pengalamanan mengenai Sosial dan Budaya
pekerjaan tertentu yang didasari persyaratan khas
Peran gender dalam masyarakat ternyata juga
dari pekerjaan itu, sehingga tidak dianggap sebagai
dapat menyebabkan subordinasi terhadap
diskriminasi, misalnya pekerjaan sebagai artis di
perempuan terutama dalam pekerjaan. Anggapan
mana pemeran utama pria tentu harus seorang laki-
bahwa perempuan itu irrasional atau emosional
laki.
menjadikan perempuan tidak bisa tampil sebagai
Selanjutnya diskriminasi ini akan berlanjut pemimpin, dan ini berakibat pada munculnya sikap
dalam penempatan posisi pegawai atau promosi.
yang menempatkan perempuan pada posisi yang
Banyak ditemukan peluang jabatan strategis yang kurang penting. Subordinat dapat terjadi dalam
terdapat di pasar kerja cenderung diperuntukkan segala bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat
bagi pekerja laki-laki. Jabatan bagi pekerja
dan dari waktu ke waktu. Berkaitan dengan
perempuan biasanya tersegmentasi pada jenisjenis pekerjaan, tempat-tempat kerja tertutup untuk
jabatan yang berkaitan dengan administrasi,
perempuan dalam angkatan bersenjata atau
keuangan dan hubungan masyarakat. Sedangkan kepolisian. Potensi perempuan sering dinilai secara
jabatan yang berkarakter teknis dan operasional tidak fair. Hal ini mengakibatkan perempuan sulit
selalu diperuntukkan bagi pekerja laki-laki. Pekerja
untuk menembus posisi strategis dalam komunitas
perempuan selalu diposisikan pada jenis-jenis yang berhubungan dengan pengambilan keputusan.
jabatan yang tidak memberikan keputusan final.
Perempuan di sektor pertanian pedesaan, mayoritas
Menurut Khotimah (2009), diskriminasi yang di tingkat buruh tani. Perempuan di sektor industri
dialami oleh pekerja perempuan ini dapat terjadi perkotaan terutama terlibat sebagai buruh di industri
karena beberapa hal, yaitu: marginalisasi dalam
11
tekstil, garmen, sepatu, kebutuhan rumah tangga, hubungan antara perempuan dan laki-laki terlebih
dan elektronik. dahulu melalui pembentukan identitas feminin dan
Di sektor publik, masalah umum yang dihadapi maskulin. Karena tugas utama perempuan adalah di
perempuan dalam pekerjaan adalah kecenderungan sektor domestik, maka pada saat ia masuk ke sektor
perempuan terpinggirkan pada jenis-jenis pekerjaan publik sah-sah saja untuk memberikan upah lebih
yang upahnya rendah, kondisi kerja buruk, dan tidak rendah karena pekerjaan di sektor publik hanya
memiliki keamanan kerja. Hal ini berlaku khusus sebagai sampingan untuk membantu suami.
bagi perempuan berpendidikan menengah ke Tingkat Pendidikan Perempuan Rendah
bawah. Pekerjaan di kota adalah sebagai buruh Analisis Gender dalam Pembangunan
pabrik, sedangkan di pedesaan adalah sebagai buruh Pendidikan di Tingkat Nasional (BPS 2004)
tani. Kecenderungan perempuan terpinggirkan pada menemukan adanya kesenjangan gender dalam
pekerjaan marginal tersebut tidak sematamata pelaksanaan pendidikan terutama di tingkat
disebabkan faktor pendidikan. Dari kalangan SMU/MA, SMK (Sekolah Menengah Kejuruan)
pengusaha sendiri, terdapat preferensi untuk dan PT (Perguruan Tinggi). Jumlah perempuan
mempekerjakan perempuan pada sektor tertentu dan lebih rendah dibandingkan dengan jumlah lakilaki,
jenis pekerjaan tertentu karena upah perempuan tetapi lebih seimbang pada tingkat SD dan SMP.
lebih rendah dari laki-laki. Kenyataan lain juga Kecenderungannya adalah semakin tinggi jenjang
dapat diperlihatkan pada buruh perempuan di sektor pendidikan, maka makin meningkat kesenjangan
informal yang merupakan tempat kerja tidak teratur gendernya, proporsi laki-laki yang bersekolah
dan terorganisasi. Dalam keadaan ini, buruh semakin lebih besar dibandingkan dengan proporsi
perempuan miskin lebih sering mengalami perempuan yang bersekolah. Kesenjangan ini
eksploitasi daripada buruh laki-laki. disebabkan oleh berbagai hal, antara lain
pertimbangan prioritas berdasarkan nilai ekonomi
Stereotype terhadap Perempuan anak, bahwa nilai ekonomi anak laki-laki lebih
Stereotype secara umum diartikan sebagai mahal dibandingkan dengan nilai ekonomi anak
pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok perempuan. Gejala pemisahan gender (gender
tertentu. Pada kenyataannya stereotype selalu segregation) masih banyak tampak dalam
merugikan dan menimbulkan diskriminasi. Salah pemilahan jurusan (SMK-Ekonomi untuk
satu jenis stereotype itu adalah yang bersumber dari perempuan dan SMK-Teknik Industri untuk
pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan lakilaki) yang berakibat pada diskriminasi gender
terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya pada institusi-institusi pekerjaan. Di beberapa
perempuan, yang bersumber dari penandaan tempat di Indonesia, sebagai akibat dari rendahnya
(stereotype) yang dilekatkan pada mereka. pendidikan mereka, banyak mempekerjakan
Masyarakat memiliki anggapan bahwa tugas utama perempuan sebagai tenaga kerja di luar negeri.
kaum perempuan adalah melayani suami. Pendidikan yang rendah merupakan faktor
Stereotype ini berakibat wajar sekali jika yang turut menyebabkan diskriminasi dalam
pendidikan kaum perempuan dinomorduakan. pekerjaan. Rendahnya pendidikan dan keterampilan
Demikian pula perempuan adalah jenis mempersulit perempuan yang masih gadis untuk
manusia yang lemah fisik maupun intektualnya mencari pekerjaan lain agar dapat menghidupi
sehingga tidak layak untuk menjadi pemimpin. dirinya dan keluarganya. Banyak dari
Perempuan sarat dengan keterbatasan, tidak pekerjapekerja yang hanya membutuhkan sedikit
sebagaimana laki-laki. Aktivitas laki-laki lebih keterampilan ini menuntut migrasi ke kota besar
leluasa, bebas, lebih berkualitas, dan produktif. atau ke luar negeri. Dengan rendahnya tingkat
Misalnya laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah pendidikan serta kurangnya keterampilan kerja
utama, perempuan hanya dinilai sebagai suplemen, yang memadai, para perempuan yang masih gadis
karena itu perempuan dalam sistem penggajian atau hanya mencari pekerjaan di sektor informal.
upah boleh dibayar lebih rendah dari laki-laki. Pekerjaan di sektor informal bagi perempuan yang
Keterpurukan ini semakin parah dengan mencari tidak berpendidikan biasanya seperti pramuwisma,
legitimasi agama yang disalahtafsirkan. atau penjual minuman di kaki lima, pembantu
Diskriminasi upah yang terjadi secara eksplisit rumah tangga, penjaja makanan di terminal dan
maupun implisit, seringkali memanipulasi ideologi stasiun, yang tidak memperoleh pelindungan dari
gender sebagai pembenaran. Ideologi gender pemerintah dan tenaga kerja melalui serikat buruh
merupakan aturan, nilai, stereotype yang mengatur atau majikan.
Pendidikan yang minim dan tingkat melek hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar
huruf yang rendah semakin menyulitkan perempuan dengan memperhatikan prinsip kesetaraan.
untuk mencari pekerjaan. Jika akhirnya mendapat Demikian pula dengan tunjangan penghasilan.
pekerjaan, diposisikan pada bagian yang tidak Uli (2005: 90) mengutip Syamsuddin (2004)
memerlukan keterampilan misalnya buruh, tenaga menyatakan bahwa pekerja perempuan yang
suruhan, yang memiliki pengupahan yang sangat seharusnya mendapatkan tunjangan kesejahteraan
rendah, tidak mendapat perlindungan hukum dan dalam kenyataannya tidak mendapatkan hal
juga kesehatan. Mereka tidak tahu bagaimana tersebut. Pekerja perempuan dianggap lajang,
mengakses sumber daya yang tersedia, karena tidak sehingga tidak mendapatkan tunjangan suami dan
dapat membaca dan menulis untuk mencari bantuan anak. Oleh karena itu, kesejahteraan suami dan anak
hukum ataupun rumah singgah jika majikan mereka tidak ditanggung oleh perusahaan. Dalam perspektif
bertindak eksploitatif atau melakukan kekerasan, feminisme, perlakuan diskriminatif ini
baik fisik, psikis, maupun seksual. menunjukkan bahwa perempuan hanya dianggap
Masalah selanjutnya adalah yang berkaitan sebagai pencari nafkah kedua. Sebaliknya, lakilaki
dengan upah. Upah pekerja perempuan juga masih dianggap sebagai breadwinner (pencari nafkah
belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan dan utama). Dikaitkan dengan kondisi riil di lapangan,
masih menghadapi permasalahan. Hasil penelitian anggapan ini tidak sepenuhnya tepat, mengingat
ILO menunjukkan adanya kesenjangan upah banyak perempuan yang menjadi pencari nafkah
antargender (Koni Padaka, tanpa tahun). utama dengan berbagai alasan, seperti suami sakit
Kesenjangan upah antar-gender didefinisikan atau sudah meninggal atau karena bercerai dengan
sebagai perbedaan rata-rata penghasilan kotor suaminya. Bahkan banyak perempuan yang
antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan. berperan menjadi kepala keluarga. Data Susenas
Perbedaan ini terjadi ketika pekerja laki-laki dan 2014 yang dikeluarkan BPS menunjukkan 14,84%
pekerja perempuan menerima gaji dalam jumlah rumah tangga dikepalai oleh perempuan. Data BPS
yang berbeda. Kesenjangan upah antar- gender juga menunjukkan bahwa sejak tahun 1985 terlihat
sebanyak 17-22% berarti bahwa pekerja perempuan konsistensi kenaikan rumah tangga yang dikepalai
berpenghasilan lebih rendah daripada kolega perempuan rata-rata 0,1% setiap tahunnya. Survei
pekerja laki-laki mereka. Secara sederhana, Sistem Pemantauan Kesejahteraan Berbasis
kesenjangan upah antar-gender adalah kesenjangan Komunitas (SPKBK) yang dilaksanakan Sekretariat
antara apa yang didapatkan oleh pekerja laki-laki Nasional PEKKA di 111 desa di 17 propinsi
dan apa yang didapatkan oleh pekerja perempuan. wilayah kerja PEKKA menunjukkan bahwa dalam
ILO menemukan masih ada kesenjangan upah setiap empat keluarga, terdapat satu keluarga yang
antargender di Indonesia dengan selisih hingga dikepalai oleh perempuan. Perempuan menjadi
19%. Pada tahun 2012, perempuan memperoleh kepala keluarga karena berbagai sebab, termasuk
upah rata-rata 81% dari upah laki-laki, meskipun suami meninggal dunia, bercerai, ditinggal, tidak
memiliki tingkat pendidikan dan pengalaman yang atau belum menikah, suami berpoligami, suami
sama. Di Indonesia, perempuan mewakili sekitar merantau, suami sakit permanen, atau suami tidak
38% layanan sipil, tetapi lebih dari sepertiganya bekerja.
melakukan pekerjaan “tradisional”, seperti Berkaitan dengan penerapan pengupahan yang
mengajar dan mengasuh, yang cenderung diskriminatif terhadap pekerja perempuan dan
memperoleh upah kurang dari pekerjaan yang lakilaki, terdapat beberapa faktor yang
didominasi laki-laki. Padahal upah yang diberikan menyebabkan terjadinya hal tersebut (Koni Padaka,
kepada seseorang seharusnya sebanding dengan tanpa tahun), yaitu: budaya patriarki,
kegiatan-kegiatan yang telah penyalahgunaan kodrat perempuan,
dikeluarkan/dikerahkan (activities or efforts) tanpa ketidakseimbangan posisi tawar kerja pekerja
perlu dibeda-bedakan antara pekerja laki-laki dan perempuan, kepentingan penguasa, dan
pekerja perempuan (G. Kartasapoetra 1986:94). ketidaktahuan berlakunya suatu hukum.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Rusli Budaya Patriarki
(2011:75) bahwa setiap pekerja/ buruh terutama
Apabila dicermati lebih lanjut dapat
perempuan berhak memperoleh penghasilan yang
dikemukakan bahwa alasan utama yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi dikemukakan oleh pengusaha dalam menentukan
kemanusiaan, yaitu mampu memenuhi kebutuhan
perbedaan kebijakan pengupahan antara pekerja
perempuan yang sudah menikah dibandingkan
13
pekerja laki-laki sebenarnya terpengaruh oleh sementara pekerja berada pada posisi sebaliknya.
budaya patriarki yang dianut oleh sebagian besar Kondisi ini menyebabkan ketidakseimbangan posisi
daerah dan masyarakat Indonesia. Budaya patriarki tawar antara pengusaha dengan pekerjanya, karena
ini dikonsepkan sebagai sesuatu yang berkaitan di satu sisi pekerja memerlukan biaya untuk
dengan sistem sosial di mana pria/ayah menguasai hidupnya dan keluarganya, sementara pengusaha
seluruh anggota keluarganya, harta milik, segala merupakan pihak yang diharapkan mampu
sumber ekonomi serta pembuat semua keputusan memenuhi kebutuhan tersebut melalui upah yang
penting dan sejalan dengan sistem sosial tersebut diberikan pada pekerja.
adalah pria diposisikan lebih tinggi dari perempuan. Situasi ini diperparah dengan besarnya jumlah
Budaya ini tidak jarang bersumber dari angkatan kerja, terutama perempuan, yang
nilainilai sakral keagamaan dan budaya komunitas, membutuhkan pekerjaan di Indonesia tetapi belum
dan berkembang dan disosialisasikan melalui tersalurkan. Selain itu juga faktor pendidikan
pendidikan dalam keluarga di rumah. Adanya pekerja perempuan juga berpengaruh terhadap
struktur komunitas yang seperti itu, perempuan posisi tawar perempuan. Masih terdapat
seakan ditempatkan pada posisi subordinat kesenjangan tingkat pendidikan formal bagi laki-
dibandingkan dengan lakilaki, sehingga laki dan perempuan. Akibatnya posisi tawar seorang
menyebabkan perempuan semakin dilemahkan pekerja perempuan menjadi lebih rendah dibanding
kesetaraannya. Perempuan hanya dianggap sebagai pekerja laki-laki.
makhluk pelengkap kehidupan laki-laki dan hanya Hal ini diperparah dengan anggapan pengusaha
cocok bekerja di ranah domestik dalam keluarga. bahwa pekerja perempuan lebih banyak mengambil
Budaya ini berdampak pada anggapan terhadap cuti sehubungan dengan kodratnya sebagai
status laki-laki yang memikul tanggung jawab besar perempuan dan anggapan bahwa perempuan bukan
dalam keluarga dan karenanya harus diberi sebagai kepala rumah tangga. Hal ini menyebabkan
kedudukan lebih tinggi atau istimewa dibandingkan pekerja perempuan menjadi semakin lemah
perempuan dalam hal ini adalah pekerja laki-laki kedudukannya.
dengan pekerja perempuan, sehingga memunculkan
berbagai bentuk pembedaan/diskriminasi. Kepentingan Penguasa
Logikanya jika suatu ketentuan telah
Penyalahgunaan Kodrat Perempuan mendapatkan suatu pengaturan secara tegas serta di
Alasan lain yang sering dijadikan alasan dasar dalamnya telah dimuat sanksi maka pihak yang
pendiskriminasian antara pekerja laki-laki dan melakukan pelanggaran mendapat sanksi. Namun
perempuan adalah terutama perempuan yang sudah dalam hal ini seolah-olah penguasa mengalami
menikah dan berprofesi sebagai pekerja akan lebih dilema untuk menegakkan berbagai ketentuan
banyak mengambil cuti dibandingkan pekerja laki- ketenagakerjaan, terutama bidang pengupahan yang
laki. Rasionya karena perempuan yang sudah berkeadilan gender. Pengusaha yang melanggar
menikah seketika akan hamil, melahirkan, dan ketentuan tidak pernah mendapat sanksi dari pejabat
menyusui. Hal ini akan menyebabkan pekerja berwenang.
perempuan lebih banyak mengambil cuti dari pada Hal ini dapat dipahami karena dalam
pekerja laki-laki. pelaksanaanya masih banyak oknum dari pihak
Kondisi demikian menurut kacamata yang berwenang berperan sebagai pelindung.
pengusaha dipandang tidak efisien dan cenderung Berkaitan dengan pemberian upah undang-undang
merugikan perusahaan dalam menjalankan proses telah mengatur tentang sanksi bagi pengusaha yang
produksi. Selain itu kodrat yang telah disandang melakukan diskriminasi upah. Hal ini dapat dilihat
perempuan untuk hamil, melahirkan, dan menyusui pada Pasal 31 PP No 8 Tahun 1981 yang mengatur
tersebut kadang dianggap sebagai bukti otentik bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 3 PP
untuk mengukuhkan pandangan bahwa tugas No 8 Tahun 1981 tentang larangan diskriminasi
perempuan adalah mengurus masalah domestik upah terhadap pekerja laki-laki dan perempuan
rumah tangga. dapat dikenai sanksi pidana kurungan selama-
Ketidakseimbangan Posisi Tawar Kerja Pekerja lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-
Perempuan tingginya Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah).
Demikian pula Pasal 190 UU No 13 Tahun 2003
Antara pengusaha dan pekerja biasanya terjadi
ketidakseimbangan posisi ekonomi. Pengusaha yang menyatakan bahwa bagi pengusaha yang
melanggar ketentuan Pasal 5 dan 6 tentang adanya
biasanya berada pada posisi ekonomi kuat
larangan diskriminasi bagi pekerja dapat dikenai cuti haid karena berbagai alasan, antara lain tetap
sanksi administratif berupa: teguran; peringatan memilih bekerja ketika haid karena jika tidak masuk
tertulis; pembatasan kegiatan usaha; pembekuan kerja karena alasan cuti haid maka gajinya akan
kegiatan usaha; pembatalan persetujuan; dipotong. Selain itu, ada perusahaan yang
pembatalan pendaftaran; penghentian sementara mewajibkan pekerja perempuan yang mengajukan
sebagian atau seluruh alat produksi; dan/atau cuti haid untuk diperiksa oleh dokter perusahaan
pencabutan ijin. terlebih dulu untuk membuktikan bahwa yang
Namun adanya kepentingan penguasa bersangkutan memang sedang haid, karena memang
menyebabkan sanksi-sanksi tersebut seolah hanya ada kasus di mana cuti haid dijadikan alasan untuk
berfungsi sebagai hiasan dalam undang-undang, tidak masuk kerja padahal dia tidak sedang haid.
karena tidak pernah dilaksanakan. Menurut Rosalina (2015: 24), tidak
dipenuhinya hak-hak pekerja perempuan oleh
Ketidaktahuan Berlakunya suatu Hukum perusahaan maupun pengusaha salah satunya
Meskipun ada suatu asas yang menyatakan disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah,
bahwa setiap orang dianggap tahu akan hukumnya, sehingga mereka memiliki pengetahuan yang
tetapi hal ini biasanya hanya merupakan suatu asas minim tentang hakhak pekerja perempuan yang
saja. Sesuai dengan sifatnya yang dapat ditimpangi seharusnya mereka peroleh. Faktor lainnya adalah
maka berkaitan dengan asas tersebut di atas lebih masih kurangnya sosialisasi, baik dari pihak
banyak orang yang tidak mengetahui hukum yang perusahaan maupun pemerintah mengenai hak-hak
mengaturnya. pekerja perempuan. Penulis sependapat dengan
Di Indonesia asas ini hanya berlaku bagi para Rosalina, tingkat pendidikan yang rendah ini dapat
pelaku hukum saja. Selain itu, masyarakat kurang dikategorikan menjadi faktor internal yang
memperdulikannya, sehingga ketika hak dan menghambat terpenuhinya hak pekerja perempuan.
kewajibannya tidak terpenuhi mereka tidak tahu Sementara, kurangnya sosialisasi kepada pekerja
bagaimana prosedur yang tepat untuk perempuan, baik dari pemerintah maupun pihak
memperolehnya. Seharusnya, ketentuan hukum perusahaan dapat digolongkan ke dalam faktor
sebagai dasar pemberian upah terutama yang eksternal.
berkaitan dengan pelindungan pekerja perempuan
terhadap diskriminasi upah perlu diketahui oleh Penutup
pengusaha maupun para pekerja, sehingga benar- Simpulan
benar dipahami sistem pengupahan yang Hak pekerja perempuan telah dijamin dalam
berbasiskan pada keadilan gender. konstitusi, undang-undang, dan beberapa peraturan
Hak pekerja perempuan lainnya yang perlu pelaksananya. Jaminan hak tersebut sejalan dengan
mendapat perhatian adalah yang terkait dengan hak berbagai konvensi internasional yang mengatur
reproduksinya. Menurut Kartika (2010) tentang hak pekerja perempuan. Dalam konstitusi,
sebagaimana dikutip Rosalina (2015:21), hak persamaan hak perempuan untuk bekerja dan
pekerja perempuan yang paling penting untuk mendapat perlakuan yang layak terdapat dalam
dipenuhi terkait dengan jenis kelaminnya adalah Pasal 27 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
yang berkenaan dengan fungsi reproduksi Beberapa peraturan perundang-undangan yang
perempuan. Perusahaan harus memenuhi hak cuti mengatur hak pekerja perempuan antara lain: (1)
haid, cuti melahirkan, dan cuti keguguran. Hal Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
tersebut juga diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang Ketenagakerjaan (Pasal 18, Pasal 76, Pasal 81, Pasal
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 82, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 93, dan Pasal 153 Ayat
yang menyatakan bahwa perempuan berhak 1 huruf e); (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
mendapatkan perlindungan khusus dalam 1981 tentang Pelindungan Upah; (3) Peraturan
pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal- Menteri Tenaga Kerja Nomor 8 Per-04/Men/1989
hal yang berkenaan dengan fungsi reproduksi tentang Syarat-syarat Kerja Malam dan Tata Cara
perempuan. Terkait dengan hak reproduksi ini, Mempekerjakan Pekerja Perempuan pada Malam
sampai saat ini belum semua perusahaan mampu Hari; (4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
dan mau memenuhi hak tersebut, terutama hak cuti Transmigrasi Nomor Kep. 224/Men/2003 tentang
haid. Hasil penelitian yang dilakukan penulis tahun Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan
2017 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00
perempuan memilih untuk tidak mengambil hak sampai dengan pukul 07.00. Hak pekerja
15
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
DAFTAR PUSTAKA Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Konvensi ILO Nomor 100 Tahun 1951 tentang
Kesetaraan Upah bagi Pekerja Laki-Laki dan
Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Pelindungan Upah.
Surat Edaran Menakertrans No SE-01/MEN/1982 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 8
Tahun 1981 tentang Pelindungan Upah.
Surat Kabar
Ciptakan Lapangan Kerja untuk Masyarakat, Kompas, 18
Oktober 2017, hlm. 19.
Internet
BPS: Pekerja Masih Didominasi Laki-laki, https://
bisnis.tempo.co/read/872608/bps-pekerja-
masihdidominasi-laki-laki, diakses 20 Oktober
2017.
Jumlah Tenaga Kerja Perempuan di Indonesia, http://
independen.id/read/data/429/jumlah-tenaga-
kerjaperempuan-di-indonesia/, diakses 30 Oktober
2017.
Pertumbuhan Jumlah Pekerja Perempuan Meningkat,
http://kupang.tribunnews.com/2016/01/07/
pertumbuhan-jumlah-pekerja-
perempuanmeningkat, diakses 30 Oktober 2017.
Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga-PEKKA,
https://www.pekka.or.id/index.php/id/tentangkami/
276-pemberdayaan-perempuan-kepalakeluarga-
pekka.html, diakses 22 Oktober 2017.