Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENGKAJIAN ISPA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

Aldi Komara

Ari

Dimas Prayudi Diska. S

Naufal Ali

Indah Marliyani

Rita Aulia

Shofi Khofifah

Zia Rohmatunnazilah

D III KEPERAWATAN TINGKAT III

STIKes KHARISMA KARAWANG


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
ISPA merupakan radang akut saluran pernapasn atas maupun bawah yang disebabkan oleh
infeksi bakteri atau virus tampa atau disertai radang parenkim paru.
ISPA disebabkn oleh virus dan bakteri. Virus utama penyebab ISPA adalah  Rino virus, Corona
Virus, Adeno Virus, Antero Virus. Sedangkan bakteri utama penyebab ISPA adalah
streptococcus, pneumonia, Haemophylus, influenza, staphylococcus aureus. Tanda dan gejala
yang biasa muncul pada pasien dengan gangguan ISPA yaitu Demam, Meningismus, Anoreksia,
Vomiting, Diare, Abdominal  pain, Sumbatan pada jalan napas, Batuk dan suara napas tambahan.
Untuk menghindari agar tidak terkena ISPA kita perlu menjaga dan merawat diri dan kebersihan
lingkungan. Jika sudah terkena ISPA tingkatkan istirahat minimal paling kurang 8 jam perhari,
berikan makanan bergisi, bila demam beri kompres dan banyak minum air putih, bila hidung
tersumbat karena pilek bersikan lubang hidung dengan sapu tangan bersih, bila badan demam,
gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat dan bila terserang pada anak atau bayi
berikan makanan bergisi dan ASI bila anak masih menete.
B. TUJUAN PENULISAN
1.      Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan
melakukan asuhan keperawatan secara profesional kepada klien yang terkena ISPA dengan
pendekatan bio, psiko, sosial dan spiritual.
2.      Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah:
a.       Mengidentifikasi pengertian, etiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan pada klien
dengan gngguan ISPA.
b.      Mengidentifikasi pengkajian askep pada klien dengan gangguan ISPA.
c.       Mengidentifikasi diagnosa pada askep  klien dengan gangguan ISPA.
d.      Mengidentifikasi intervensi, implementasi, evaluasi  pada askep  klien dengan gangguan ISPA.

C. METODE PENULISAN
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis menggunakan metode studi pustaka, dimana penulis
telah merangkum dari berbagai sumber buku dan internet.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari tiga (3) bab yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi mengenai Latar belakang, tujuan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II KONSEP DASAR TEORI
            Berisi mengenai pengertian, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan.
BAB III KONSEP DASAR ASKEP
Berisi  mengenai pengkajian, diagnosa keperawatan, inervensi keperawatan, implementasi dan
evaluasi.
BABA IV PENUTUP
Berisi mengenai kesimpulan dan saran.

BAB II
KONSEP DASAR TEORI

A.    PENGERTIAN
1.      ISPA adalah suatu keadaan dimana saluran pernapasan (hidung, pharing, dan laring) mengalami
inflamasi yang menyebabkan obstruksi jalan napas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada
pada saat melakukan pernapasan (Pincus Castel dan Ian Roberts; 1990: 450).
2.      ISPA adalah infeksi saluran napas atas atau penurunan kemampuan pertahanan alami jalan napas
dalam menghadapi organisme asing (whaley and Wong; 1990: 1418)
3.      ISPA adalah radang akut saluran pernapasn atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi
bakteri atau virus tampa atau disertai radang parenkim paru.

B.     KLASIFIKASI
Program pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebaagai berikut:
1.      Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing)
2.      Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3.      Bukan pneumonia: ditandai secara klinik oleh batuk pilek, bisa disertai demam tampa tarikan
dinding dada kedalam, tampa napas cepat.
Rinofaringis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.

C.     ETIOLOGI
1.      Virus utama: Rino virus, Corona Virus, Adeno Virus, Antero Virus.
2.      Bakteri utama: streptococcus, pneumonia, Haemophylus, influenza, staphylococcus aureus.
Pada neonatus dan bayi muda: chalamidia trachomatis, dan pada anak usia sekolah:
mychoplasma pneumonia.
 
D.    PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya
virus sebagai antigen kesaluran pernapasan akan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran napas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
rangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernapasan (Kending dan Chernik, 1983).
Iritasi kulit pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Seliff). Kerusakan
struktur lapisan dinding saluran pernapasan menyebabkan kenaikan aktivitas kelenjar mukus
yang banyak terdapat pada dinding saluran pernapasan sehingga terjadi pengeluaran cairan
mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending
dan Chermik; 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang sangat menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat  infeksi
tersebut terjadi kerusakan mekanisme mokosiloris yang merupakan mekanisme perlindungan
pada saluran pernapasan sehingga memudahkan infeksi baakteri-bakteri patogen patogen yang
terdapat pada saluran pernapasan atas seperti streptococcus pneumonia, Haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut.
Infeksi sekunder bakteri tersebut menyebabkan sekresi mukus berlebihan atau bertambah banyak
dapat menyumbat saluran napas dan juga dapat menyebabkan batuk yang produktif. Infeksi
bakteri dapat dipermudah dengan adanya faktor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu
menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran napas dapat
menimbulkan gangguan gisi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980). Virus yang menyerang
saluran napas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain di dalam tubuh sehingga
menyebabkan kejang, demam dan dapat menyebar ke saluran napas bawah, sehingga bakteri-
bakteri yang biasanya hanya diturunkan dalam saluran pernapasan atas, akan menginfeksi paru-
paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri.
 
E.     MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang biasanya muncul adalah:
1.      Demam
2.      Meningismus
3.      Anoreksia
4.      Vomiting
5.      Diare
6.      Abdominal  pain
7.      Sumbatan pada jalan napas
8.      Batuk
9.      Suara napas tambahan

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 

1.      Pengkajian utama pada jalan napas: pola, kedalaman, usaha, ser ta irama dari pernapasan.
a.       Pola: cepat (takipnea) atau normal
b.      Kedalaman: napas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui
pergerakan rongga dada dan rongga abdomen.
c.       Usaha: kontinyu, terputus-putus atau tiba-tiba berhenti disertai dangan adanya bersin-bersin.
d.      Irama pernapasan bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernapasan.
2.      Pemeriksaan penunjang
a.       Pemeriksaan kultur atau biakan kuman (swab): hasil yang didapat adalah biakan kuman (+)
sesuai dengan jenis kuman.
b.      Pemeriksaan hitung darah (diferential count): laju endapan darah meningkat disertai dengan
adanya leukositosit dan biasanya juga disertai dengan adanya trombositopeni.
c.       Pemeriksaan foto toraks.

3.      Diagnosis banding
a.       Difteri
b.      Mononukleosis infeksius
c.       Agranwasitasis
Ketiganya memiliki manifestasi klinis nyeri tenggorokan dan terbentuknya membran.

G.    PENATALAKSANAAN
Meliputi langkah-langkah atau tindakan sebagai berikut:
1.      Upaya pencegahan
a.       Menjaga perawatan diri agar tetap baik dan sehat.
b.      Imunisasi
c.       Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
d.      Menjaga anak berhubungan dengan penderita ISPA.
2.      Perawatan
a.       Meningkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
b.      Meningkatkan makanan bergisi
c.       Bila demam beri kompres dan banyak minum air putih.
d.      Bila hidung tersumbat karena pilek bersikan lubang hidung dengan sapu tangan bersih.
e.       Bilaa badan demam, gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat.
f.       Bila terserang pada anak atau bayi berikan makanan bergisi dan ASI bila anak masih menete.
3.      Pengobatan
a.       Mengatasi panas (demam) dengan memberikan paracetamol. Paracetamol diberikan 4 kali tiap 6
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberian tablet di bagi sesuai dengan dosisnya.
b.      Mengatasi batuk, memberikan obat batuk yang aman atau bisa menggunakan ramuan tradisional.
Misalnya: jeruk nipis + kecap atau madu 3 kali sehari.
BAB II
KONSEP DASAR ASKEP

A.    PENGKAJIAN
1.      Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, no CM, tanggal MRS.
2.      Riwayat kesehatan
1.      Keluhan utama.
2.      Riwayat kesehatan sekarang.
3.      Riwayat penyakit dahulu.
4.      Riwayat penyakit keluarga.
5.      Riwayat sosial.
3.      Pengkajian data dasar
1.      Aktivitas / istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda: alergi, penurunan toleransi aktifitas
2.      Sirkulasi
Gejala: riwayat adanya gejala kronis
Tanda: takikardia, penampilan wajah merah / pucat
3.      Integritas ego
Stresor, masalah finansial
4.      Makanan / cairan
Gejala: anoreksia, mual / muntah, riwayat DM.
Tanda:  - Distensi abdomen
            - Hiper aktif bunyi usus
            -  Kulit kering dan turgor buruk
            - Malnutrisi
5.      Neurosensori
Gejala:- sakit kepala daerah frontal
-Perubahan mental
Tanda:-pasien meringis kesakitan
            -bingung, insomnia
6.      Nyeri / kenyamanan
Gejala: -sakit kepala
-nyeri dada (pleuritik) meningkat oleh batuk, nyeri dada subaternal (influensa), miargia.
            Tanda: melindungi area yang sakit untuk membatasi gerak.
7.      Pernapasan
Gejala: riwyat ISK kronis, PPOM, merokok, takipnea, dipsnea progresif, pernapasan dangkal.
            Menggunakan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda:  sputum :taktil dan fokal bertahap meningkat dengan konsoloidasi.
            Fremitus: taktil dan fokal bertahap meningkat dengan konsoloidasi
            Bunyi napas: menurun atau napas bronkial.
8.      Keamanan
Gejala: riwayat gangguan sistem imun
            Demam (38,5⁰c-40,5⁰c)
Tanda : berkeringat dan menggil.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b/d proses infeksi
2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
3.      Nyeri akut b/d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
4.      Resti penularan infeksi b/d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan
imun)
5.      Kebersihan jalan napas inefektif b/d peningkatan produksi sekret
6.      Pola napas inefektif b/d penurunan fungsi paru.
7.      Gangguan pertukaran gas b/d efek inflamasi
8.      Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.

C.     INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx I
Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b/d proses infeksi
Tujuan: suhu tubuh kembali normal (36⁰c-37,5⁰c)
Kriteria hasil: pasien mengatakan suhu tubuhnya tidak panas lagi.
Intervensi:
1.      Observasi tanda-tanda vital
R/: pemantauan TTV yang teratur dapat menentukan perkembangan selanjutnya.
2.      Anjurkan kepada keluarga klien untuk melakukan kompres hangat pada aksila atau dahi.
R/: dengan memberikan kompres hangat maka akan terjadi evaporasi / penguapan, sehingga
panasnya akan berkurang.
3.      Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan yang dapat menyerap keringat,
seperti yang terbuat dari katun.
R/: untuk mempercepat evaporasi atau penguapan.
4.      Atur sirkulasi udarah
R/: penyediaan udara bersih.
5.      Anjurkan klien untuk minum air hangat ± 2000-2500 ml/hari.
R/: kebutuhan cairan meningkat karena proses penguapan tubuh meningkat.
6.      Anjurkan klien untuk istirahat di tempat tidur selama feblis penyakit
R/: tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas.
7.      Kolaborasi
Pemberian terapi obat-obatan anti mikroba.
Antipiretik
R/: untuk mengontrol infeksi dan menurunkan panas.

Dx II
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
Tujuan: dapat memenuhi nutrisi dalam tubuh pasien
Kriteria hasil: nutrisi pasien seimbang dan tidak menunjukan malnutrisi.
Intervensi:
1.      Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang berat badan pasien.
R/: berguna untuk menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan nutrisi.
2.      Berikan makanan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
R/: untuk menjamin nutrisi adekuat atau meningkatkan kalori tetap.
3.      Berikan secara oral dan sering, barang sekret, berikan wadah khusus dan tisu sekali pakai,
ciptakan lingkungan bersih dan menyenangkan.
R/: nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih dan menyenangkan.
4.      Tingkatkan tirah baring.
R/: untuk mengurangi kebutuhan metabolisme.
5.      Auskultasi bunyi usus. obseservasi/palpasi distensi abdomen.
R/: bunyi usus menurun/tak ada bila proses infeksi berat/memanjang.
6.      Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya satu jam sebelum makan.
R/: menunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini.
7.      kolaborasi
konsul dengan ahli gisi untuk memberikan diet sesuai dengan kebutuhan pasien.
R/: metode makanan dan kebutuhan kalori di dasarkan pada situasi atau kebutuhan individu
untuk memberikan nutrisi maksimal.

Dx III
Nyeri akut b/d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
Tujuan: nyeri berkurang / terkontrol
Kriteria  hasil: pasien tampak rileks
Intervensi
1.      Teliti keluhan nyeri, catat intensitas (dengan skala 0-10) faktor memperburuk atau meledakan
lokasinya, lamanya dan karakteristiknya.
R/: identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang erat
penting untuk memilih intervensi-intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari
terapi yang diberikan.
2.      Pantau TTV.
R/: perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri.
3.      Kaji pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien.
R/: ketidaksesuaian antara petunjuk verbal/non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri,
kebutuhan/keefektifan interfensi.
4.      Dorong pasien menyatakan perasaan tentang nyeri.
R/: takut/masalah dapat meningkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
5.      Anjurkan klien untuk menghindari alergen / iritan terhadap debu, bahan kimia asap rokok dan
mengistirahatkan / meminimalkan berbicra bila secara serak.
R/: mengurangi bertambah beratnya penyakit.
6.      Anjurkan klien untuk melakukan kumur air garam hangat.
R/: peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan.
7.      Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi:
-steroid oral, IV dan inhalasi
-analgesik                  
R/: analgetik untuk mengurangi nyeri.

Dx IV
Resti penularan infeksi b/d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun)
Tujuan: tidak terjadi penularan dan komplikasi
Kriteria hasil: tidak terjadi komplikasi berlanjut terhadap pasien
Intervensi:
1.      Batasi pengunjung.
R/: menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius.
2.      Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas
R/: menurunkan komsumsi atau kebutuhan keseimbangan o₂ dan memperbaiki pertahanan klien
terhadap infeksi meningkatkan penyembuhan.
3.      Tutup mulut dan hidung jika bersin, jika di tutup dengan tisu buang segera di tempat sampah.
R/: mencegaah penyebaran patogen melalui cairan.
4.      Observasi warna, karakter, bau sputum.
R/: skeret berbau, kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru.
5.      Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
R/: malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
6.      Tingkatkn daya tahan tubuh terutama pada anak usia di bawah 2 tahun, lansia dan penderita
penyakit kronis. Komsumsi vitamin C, A dan mineral , seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh
menurun dan asupan berkurang.
R/: untuk menjaga daya tahan tubuh klien.
7.      Kolaborasi
Pemberian obat sesuai dengan hasil kultur.
R/: dapat di berikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas /
di berikan secara profilaktik karena resti.
Dx V
Kebersihan jalan napas inefektif b/d peningkatan produksi sekret
Tujuan: jalan napas bersih dan normal.
Kriteria hasil: klien dapat bernapas dengan normal.
Intervensi:
1.      kaji frekuensi pernapasan dengan gerak dada.
R/: Penurunan bunyi dapat menunjukan atelektasis, ronchi, mengi dan pula menunjukan
akumulasi sekret atau ketidak mampuan untuk membersihkan jalan napas.
2.      Lakukan auskultasi area paru dan bunyi paru
R/: mendengar bunyi ronchi
3.      Obsevasi penurunan ekspansi dinding dada dan adanya /peningkatan fremitus.
R/: ekspansi dada terbatas atau tak sama sehubungan dengan cairan, edema dan sekret.
4.       Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan napas sesuai kebutuhan.
R/: memudahkan memilihara jalan napas.
5.      Lakukan cluping dan fibrasi
R/: membantu pengembangan paru sehingga memudahkan pengeluaran sekret.
6.      Anjurkan kepada keluarga klien untuk memperhatikan kebersihan klien dan hindarkan klien
dari debu.
R/: agar terhindar dari kuman-kuman yang menyebabkan timbulnya penyakit tersebut.
7.      Kolaborasi.
Pemberian terapi antibiotik.
R/: untuk mempercepat proses penyembuhan.

Dx VI
Pola napas inefektif b/d penurunan fungsi paru.
Tujuan: pola napas kembali normal
Kriteria hasil: klien bisa secara optimal.
Intervensi:
1.      Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi. Catat pernapasan termasuk pelebaran
nasal.
R/: kecepatan biasanya meningkat, terjadi peningkatan kerja napas.
2.      Tegakan kepala dan bantu untuk merubah posisi.
R/: Duduk tinggi kemungkinan ekspirasi paru dan memudahkan pernapasan.
3.      Observasi pada batuk dan karakteristik sputum.
R/: kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi sputum berdarah dapat di akibatkan
oleh kerusakan jaringan.
4.      Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
R/: untuk memudahkan ekspansi paru atau ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan
lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.
5.      Pantau penggunaan obat-obat depresan pernapasan, seperti sedatif.
R/: dapat meningkatkan gangguan atau komplikasi pernapasan.
6.      Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk efektif.
R/:meningkatkan atau banyaknya sputum, dimana gangguan ventilasi menambah ketidak
nyamanan upaya napas.
7.      Kolaborasi
Berikan oksigen
R/: memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia.

Dx VII
Gangguan pertukaran gas b/d efek inflamasi.
Tujuan: pertukaran gas normal di paru
Kriteria hasil: kebutuhan o₂ bisa terpenuhi.
Intervensi:
1.      Kaji frekuensi kedalaman dan kemudahan bernapas
R/: manifestasi distress pernapasan tergantung pada induksi derajat keterlibtan paru dan status
kesehatan umum.
2.      Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat adanya sianosis sentral.
R/: gelisah mudah tersinggung dan bingung pada menunjukan hiposemia / penurunan o₂ serebral.
3.      Awasi frekuensi jantung dan irama.
R/: takikardia ada biasanya sebagai akibat dari demam atau dehidrasi tinggi tetapi dapat sebagai
respon hipoksemia.
4.      Kaji status mental
R/: gelisah, mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukan hipoksemia atau
gangguan oksigenasi serebral.
5.      Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk efektif.
R/: tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkaatkan pengeluaran sekret untuk
memperbaiki ventilasi.
6.      Siapkan untuk/pemindahan ke unit perawatan kritis. Bila di indikasikan.
R/: intubasi dan ventilasi mekanik mungkin di perlukan pada kejadian kegagalan pernapasan.
7.      Kolaborasi
Pemberian terapi o₂
R/: tujuan terapi o₂ adalah mempertahankan Pao₂

Dx VIII
Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.
Tujuan: peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Kriteria hasil: pasien dapat kembali beraktivitas secara mandiri.
Intervensi:
1.      Evaluasi respon klien terhadap aktivitas. Cacat adanya laporan dispnea. Peningkatan
kelemahan / kelelahan dan perubahan TTV selama dan setelah aktivitas.
R/:Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2.      Berikan lingkungan tanang dan batasi pengunjung selama fase akut. Dorong penggunaan
manajemen stres dan pengalihan yang tepat.
R/: lingkungan yang tenang akan membrikan dampak positif terhadap proses penyembuhan.
3.      Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan antara
aktivitas dan istirahat.
R/: tirah baring di pertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolisme,
penghematan energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas di tentukan dengan respon
individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernapasan.
4.      Bantu pasien untuk memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.
R/: pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi tidur di kursi atau menundukdi depan meja /
bantal.
5.      Intruksikan pasien teknik penghematan energi, misalnya menggunakan kursi saat mandi, duduk
saat menyisir rambut atau menyikat gigi.
R/: teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi.
6.      Bantu aktivitas perawatan diri yang di perlukan, berikan kemajuan peningkatan aktivitas
selama fase penyembuhan.
R/: meminimalkan kelemahan atau kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen (o₂),
7.      Anjurkan untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi. Nyeri dada, napas pendek, kelemahan
atau pusing terjadi.
R/: renggangan/stres kardiopulmonal berlebihan/stres dapat menimbulkan dekompensasi atau
kegagalan.

BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
ISPA merupakan radang akut saluran pernapasn atas maupun bawah yang disebabkan oleh
infeksi bakteri atau virus tampa atau disertai radang parenkim paru. ISPA di sebabkan oleh Virus
dan bakteri. Manifestasi klinis dari ISPA adalah: Demam, Meningismus,  Anoreksia, Vomiting,
Diare, Abdominal  pain, Sumbatan pada jalan napas, Batuk dan Saluran napas tambahan.
Pemeriksaan utama pada pasien ISPA yaitu pengkajian pola napas.
Upaya pencegahan yaitu Menjaga perawatan diri agar tetap baik dan sehat, Imunisasi, Menjaga
kebersihan perorangan dan lingkungan, Menjaga anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Perawatan pada pasien ISPA di lakukan dengan cara meningkatkan istirahat minimal 8 jam
perhari, meningkatkan makanan bergisi, Bila demam beri kompres dan banyak minum air putih,
bila hidung tersumbat karena pilek bersikan lubang hidung dengan sapu tangan bersih, bila badan
demam, gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat, bila terserang pada anak atau
bayi berikan makanan bergisi dan ASI bila anak masih menete. Pengobatan pasien ISPA di
lakukan dengan cara mengatasi panas (demam) dan mengatasi batuk serta memberikan
antipiretik untuk mengurangi infeksi.

B.     SARAN
Buat pembaca sekalin, dari pembaca menghimbau agar tidak terkena ISPA jagalah kebersihan
diri dan lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai