Anda di halaman 1dari 15

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Definisi Narapidana

Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani saksi kurungan atau


saksi lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang
menjalani hukuman karena tindak pidana) atau terhukum. Menurut Pasal 1
Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan, narapidana
adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga
Permasyarakatan.
Selanjutnya Dirjosworo (dalam Lubis dkk, 2014) narapidana adalah
manusia biasa seperti manusia lainnya hanya karena melanggar norma hukum
yang ada, maka dipisahkan oleh hakim untuk menjalani hukuman. Berdasarkan
Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 (dalam Lubis dkk,
2014) tentang Pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani
pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Menurut Pasal 1 ayat
(6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 (dalam Soraya, 2013) tentang
Pemasyarakatan, terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan
demikian, pengertian narapidana adalah seseorang yang melakukan tindak
kejahatan dan telah dinyatakan bersalah oleh hakim di pengadilan serta dijatuhi
hukuman penjara.

B. Penggolongan Narapidana
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
menentukan bahwa dalam rangka pembinaan terhadap narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan dilakukan penggolongan atas dasar:
a. Umur
b. jenis kelamin
c. lama pidana yang dijatuhkan
d. jenis kejahatan.
e. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.
f. Pembinaan Narapidana Wanita di LAPAS dilaksanakan di LAPAS Wanita.
Dalam standar registrasi dan klasifikasi narapidana dan tahanan yang
ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: Pas- 170.Pk.01.01.02
Tahun 2015 tentang Standar Registrasi dan Klasifikasi Narapidana dan
Tahanan.
- Penggolongan narapidana berdasarkan umur terdiri atas:
a. Anak (12 s.d. 18 tahun)
b. Dewasa (diatas 18 tahun)
- Penggolongan narapidana berdasarkan jenis kelamin, terdiri atas:
a. Laki – laki
b. Wanita
- Penggolongan narapidana berdasarkan lama pidana, terdiri atas:
a. Pidana 1 hari sd 3 bulan ( Register B.II b )
b. Pidana 3 bulan sd 12 bulan 5 hari (1 tahun) (Register B.II a)
c. Pidana 12 bulan 5 hari (1 tahun keatas ) (Register B.I)
d. Pidana Seumur Hidup (Register Seumur Hidup)
e. Pidana Mati (Register Mati)
- Penggolongan narapidana berdasarkan jenis kejahatan, terdiri atas:
a. Jenis kejahatan umum
b. Jenis kejahatan khusus

Penggolongan berdasarkan kriteria lainnya sesuai dengan


kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Rahmat Hi. Abdullah (hal. 54)
dalam jurnalnya menjelaskan bahwa adapun penggolongan narapidana
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 12 UU 12/1995 memang perlu,
baik dilihat dari segi keamanan dan pembinaan serta menjaga pengaruh
negatif yang dapat berpengaruh terhadap narapidana lainnya. Jenis kejahatan
juga merupakan salah satu karakteristik ide individualisasi dalam pembinaan
narapidana. Untuk itu, di dalam melakukan pembinaan terhadap
narapidana haruslah dipisah-pisahkan berdasarkan jenis kejahatannya, seperti
narkotika, pencurian, penipuan, penggelapan, pembunuhan, dan lain-lain. Hal
ini dilakukan untuk menghilangkan prisonisasi atas narapidana.
Di Indonesia terdapat penggolongan lembaga pemasyarakatan, yaitu
lapas umum dan lapas khusus seperti Lapas Perempuan, Lapas Anak, Lapas
Narkotika dan Lapas untuk tindak pidana berat seperti yang ada di
Nusakambangan Cilacap. Namun tidak di semua daerah di Indonesia memunyai
lapas-lapas khusus. Biasanya daerah yang tidak memunyai lapas khusus
contohnya untuk narapidana anak, maka akan dititipkan di lapas anak di daerah
lain yang paling dekat.

Jadi seorang narapidana ditempatkan sesuai dengan penggolongan atas


daras umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan dan
kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.
Artinya, seorang narapidana herus ditempatkan dengan narapidana lainnya yang
golongannya sama sebagaimana yang telah ditentukan. Seperti halnya
narapidana dengan jenis kejahatan berbeda tidak ditempatkan dalam satu sel
secara bersamaan.

C. Bentuk-Bentuk Pelayanan terhadap Narapidana


1. Pelayanan Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial, dan ekonomis.
Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan, dan pencegahan
gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan
dan/atau perawatan. Didalam rumah tahanan sangat penting adanya fasilitas
kesehatan guna untuk melayani setiap narapidana yang sakit.dengan adanya
pelayanan kesehatan maka narapidana yang mengalami sakit akan
secepatnya bisa tertolong untuk mendapatkan kesembuhan. Pelayanan
kesehatan di rumah tahanan teluk kuantan kabupaten kuantan singingi
merupakan bentuk pelayanan yang di berikan oleh pihak rumah tahanan
kepada narapidana. Berikut adalah hasil wawancara peliti dengan kepala
rumah tahanan teluk kuantan yang mana peneliti menanyakan apa saja
bentuk pelayanan kesehatan di dalam rumah tahanan dan kepala
rumah tahanan menjawab sebagai berikut: “Bentuk pelayanan
kesehatan yang kami sediakaan adalah ruangan kesehatan,2 ranjang tidur,1
lemari untuk alat medis,2 lemari untuk obatobatan,1 ruangan tenaga medis,1
kamar mandi” Dari kutipan diatas dapat dilihat bawa peihak rumah tahanan
menyediakan pelayanan kesehatan bagi narapidana yaitu 1 ruangan klinik
yang terdiri dari Dengan 2 ranjang tidur, 1 lemari untuk alat medis dan
lemari untuk obat-oabatan 1 ruangan tenaga medis dan 1 kamar mandi,
fasilitas ini dapat digunakan oleh narapidana untuk berobat atau jika
narapidana ingin cek kesehatan, dengan menyediakan sarana kesehatan maka
narapidana dapat lebih mudah untuk mendapatkan pertolongan pertama jika
mengalami gangguan kesehatan, jika penyakit narapidana tidak dapat
ditangani oleh tenaga medis maka narapidana akan dirujuk ke rumah sakit
umum daerah teluk kuantan dengan pengawalan dari pihak rutan.
2. Pelayanan Konsumsi
Konsumsi adalah sutu kebutuhan makanan dan minuman yang
dibutuhkan oleh seseorang pada setiap harinya untuk menjaga kesehatan
tubuh seseorang maka harus mendapatkan atau mengkonsumsi makanan
ataupun minuman yang sehat agar terhindar dari segala penyakit yang bisa
menyerang tubuh seseorang. Pelayanan konsumsi adalah bentuk pelayanan
yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh narapidana yang sedang
menjalani hukuman. Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan kepala
rutan tentang apa saja bentuk pelayanan konsumsi dari rumah tahanan untuk
narapidana dan kepala rutan menjawab seagai berikut: Dari kutipan diatas
dapat dilihat bentuk pelayanan konsumsi oleh pihan rutan dapat berupa
peralatan dapur, dan nada juga terdapat 1 kantin untuk narapidana membeli
kebutuhan mereka, narapidana tidak bisa bebas kapanpun mereka mau ke
kantin, tetapi ada waktu tertentu jika narapidana ingin kekantin. Pelayanan
konsumsi sangat dibutuhkan oleh narapidana yang sedang menjalani
hukuman di dalam rumah tahanan meskipun narapidana sedang dalam
menjalani hukuman tetapi mereka berhak untuk mendapatkan pelayanan
konsumsi daripihak rumah tahanan agar narapidana hidup sehat.
3. Pelayanan Penjagaan
Pelayanan penjagaan narapidana adalah bentuk kegiatan dalam
melindungi,menjaga serta memperhatikan narapidana di rumah tahanan
agar terhindar dari kekerasan ataupun kerusuhan antar sesama narapidana.
4. Pelayanan Kunjungan
Pelayanan kunjungan narapidana adalah suatu bentuk pelayanan dari
pihak keluarga maupun kerabat untuk dapat mengunjungi narapidana yang
sedang menjalani hukuman di rumah tahanan.berikut adalah hasil
wawancara peneliti dengan kepala rutan yang mana meneliti menanyakan
bentuk pelayanan ataupun waktu kunjungan yang di berikan oleh pihak
rutan dan kepala rutan menjawab sebagai berikut: “bentuk pelayanan
kungjungan dari kami yaitu mengizinkan keluarga ataupun kerabar
narapidana untuk menjenguk narapidana dengan waktu setiap hari dari
jam 09.00- 10.00 dan 15.30-16.30,setiap hari kecuali tanggal merah.kami
mengizinkan keluarga untuk membawakan makanan ataupun minuman
kepada napi.
5. Rehablitasi pada Narapidana
Pelaksanaan Rehabilitasi dalam Deradikalisasi Narapidana
Terorisme Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M-02-
PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan,
pembinaan bagi narapidana terorisme dalam sistem pemasyarakatan
menekankan pada dua hal, yakni:
a. Pembinaan kepribadian yang meliputi:
1. Pembinaan kesadaran beragama untuk memberikan pengertian
supaya warga binaan pemasyarakatan dapat menyadari akibat-
akibat dari perbuatan-perbuatan yang benarbenar dan perbuatan-
perbuatan yang salah;
2. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara diberikan dengan
tujuan untuk menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara
dalam diri para narapidana;
3. Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan) supaya
pengetahuan serta kemampuan berpikir warga binaan
pemasyarakatan semakin meningkat sehingga dapat menunjang
kegiatan-kegiatan positif yang diperlukan selama masa pembinaan;
4. Pembinaan kesadaran hukum dilaksanakan dengan memberikan
penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencapai kadar
kesadaran hukum yang tinggi baik saat berada di dalam lingkungan
pembinaan maupun setelah berada kembali di tengah-tengah
masyarakat;
5. Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat yang
bertujuan supaya mantan narapidana dapat diterima kembali oleh
masyarakat lingkungannya;
b. Pembinaan kemandirian yang terdiri dari pemberian:
1. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri misalnya
kerajinan tangan, industri rumah tangga dan sebagainya.
2. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil
misalnya pengolahan bahan mentah dari sektor pertanian dan bahan
alam menjadi bahan setengah jadi
3. Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-
masing misalnya kemampuan dibidang seni, maka diusahakan untuk
disalurkan ke perkumpulan seniman.

Rehabilitasi harus mencakup langkah langkah berikut:


1. Tahap persiapan, termasuk penetapan tujuan rehabilitasi, survei
dan pengumpulan data, analisis dan verifikasi informasi, awal analisis
penilaian dan kebutuhan, pengaturan detail rehabilitasi, analisis dan
manajemen risiko, koordinasi dengan pihak terkait, mempersiapkan
narapidana atau peserta rehabilitasi, dan menyiapkan pelatih atau
narasumber;
2. Tahapan pelaksanaan, termasuk kegiatan pengembangan umum, misalnya
pengembangan karakter, keterampilan ekonomi dasar, pemberdayaan diri
dan kegiatan pengembangan spesifik misalnya ajaran agama, keterampilan
tukang kayu, keterampilan manajemen kemarahan;
3. Tahapan tindak lanjut, yang meliputi konseling berkelanjutan, silaturrahmi
(diskusi atau dialog), evaluasi keberhasilan rehabilitasi, mendapat umpan
balik untuk perbaikan, dan keterlibatan masyarakat atau layanan. Target
dari tahapan tindak lanjut adalah narapidana yang mendukung etika dan
norma sosial, menunjukkan sikap positif, dan menunjukkan kesiapan untuk
bergabung kembali dengan komunitas yang lebih luas. Hal ini bertujuan
untuk mempertahankan perbaikan yang telah diraih oleh narapidana atau
mantan aktivis terorisme.

D. Jenis Masalah Kejiwaan Narapidana


 Narapidana yang terkucilkan dari masyarakat umum, akan mengalami
berbagai masalah kejiwaan narapidana kemungkinan akan muncul,
diantaranya:
1. Harga Diri Rendah dan Konsep Diri yang Negative
a. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak
berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang
negative terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan
hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu
mencapai keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 1998). Harga diri
rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan
diri yang negative, dapat secara langsung atau tidak langsung di
ekspresikan. Seseorang yang dikatakan mempunyai konsep diri
negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah,
tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa – apa, tidak kompeten, gagal,
malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik
terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung
bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang
dihadapinya. Akan ada dua pihak yang bisa disalahkannya, entah itu
menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain
(Rini, J.F, 2002).

Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :


a. Citra Tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang
disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi
masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi,
penampilan, dan potensi. Yang secara berkesinambungan
dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman yang baru (Stuart &
Sundeen, 1998).
b. Ideal Diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai
personal tertentu (Stuart & Sundeen, 1998). Sering juga disebut
bahwa ideal diri sama dengan cita – cita, keinginan, harapan tentang
diri sendiri.
c. Identitas Diri (Self Identifity)
Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi,
dan keunikkan individu (Stuart & Sundeen, 1998). Pembentukan
identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang
kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja.
d. Peran Diri (Self Role)
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial.
Peran yang diterapkan adalah peran dimana seseorang tidak
mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih
atau dipilih oleh individu (Stuart & Sundeen, 1998).
e. Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang
sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang
berakar dalam penerimaan diri tanpa syarat, walaupun melakukan
kesalahan, kekalahan, tetap merasa sebagai seorang yang penting
dan berharga (Stuart & Sundeen, 1998).

b. Etiologi
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping
individu yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif,
kurangnya system pendukung kemunduran perkembangan ego,
pengulangan umpan balik yang negatif, difungsi system keluarga serta
terfiksasi pada tahap perkembangan awal (Townsend, M.C. 1998 :
366).
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 82) koping individu tidak efektif
adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko
mengalami suatu ketidakmampuan dalam mengalami stessor internal
atau lingkungan dengan adekuat karena ketidakkuatan sumber-sumber
(fisik, psikologi, perilaku atau kognitif).
Sedangkan menurut Townsend, M.C (1998 : 312) koping
individu tidak efektif merupakan kelainan perilaku adaptif dan
kemampuan memecahkan masalah seseorang dalam memenuhi
tuntutan kehidupan dan peran. Adapun Penyebab Gangguan Konsep
Diri Harga Diri Rendah, yaitu :
1. Faktor Presdisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah
penolakan orangtua, penolakan orangtua yang tidak realistis,
kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang
tidak realistis.
2. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi Terjadinya harga diri rendah biasanya adalah
kehillangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,
kegagalan atau produktifitas yang menurun.

c. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah :


- Mengejek dan mengkritik diri
- Merasa bersalah dan khawatir, menghukum dan menolak diri
sendiri
- Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi
- Menunda keputusan
- Sulit bergaul
- Menghindari kesenangan yang dapat meberi rasa puas
- Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga,
halusinasi
- Merusak diri: harga diri rendah menyokong pasien untuk
mengakhiri hidupnya
- Merusak/melukai orang lain
- Perasaan tidak mampu
- Pandangan hidup yang pesimistis
- Tidak menerima pujian
- Penurunan produktivitas
- Penolakan terhadap kemampuan diri
- Kurang memerhatikan perawatan diri
- Berpakaian tidak rapih
- Berkurang selera makan
- Tidak berani menatap lawan bicara
- Lebih banyak menunduk
- Bicara lambat dengan nada suara lemah

d. Penatalaksanaan Terapi (Psikoterapi)


Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis, 2005,
hal.231). Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok
stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi
aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan Akemat, 2005, hal.13). Dari
empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas yang paling relevan
dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri rendah
adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi. Terapi aktivitas
kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang mengunakan
aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok
dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.
(Keliat dan Akemat,2005)

2. Risiko Bunuh Diri


Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian. Bunuh diri adalah pikiran untuk
menghilangkan nyawa sendiri. Jadi bunuh diri adalah suatu tindakan
agresif yang merusak diri sendiri dengan mengemukakan rentang
harapan-harapan putus asa, sehingga menimbukan tindakan yang
mengarah pada kematian.
a. Rentang Respon
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi
orang yang penuh stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam
beberapa rentang. Respon adaptif merupakan respon yang dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara
umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon
yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat.
Respon maladaptif antara lain:
1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis: Individu yang tidak
berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah,
karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang
bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu
mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang
membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu: Individu yang mempunyai cita-cita terlalu
tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-
citanya tidak tercapai. Misalnya: kehilangan pekerjaan dan
kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan
kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh
diri.
3. Depresi: Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan
yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh
diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
4. Bunuh diri adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan
koping terakhir individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.

b. Etiologi Bunuh Diri


1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh
diri antara lain:
a. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai hubungan
dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian. Tiga aspek kepribadian yang berkaitan
erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa
bermusuhan, implisif dan depresi.
c. Lingkungan psikososial. Seseorang yang baru mengalami
kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini
dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga/faktor genetic. Factor genetik
mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada
keturunannya serta merupakan faktor resiko penting
untuk prilaku destruktif.. Disamping itu adanya
penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang
berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
e. Faktor biokimia. Data menunjukkan bahwa secara
serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi media
proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri
adalah:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan
hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang
berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi
stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukumanpada diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan

c. Psikopatologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya.
Orang yang siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan
kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan
mempunyai niat untuk melakukannya. Perilaku bunuh diri biasanya
dibagi menjadi 4 kategori:
1. Isyarat Bunuh Diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berprilaku secara tidak
langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan
mengatakan:”tolong jaga anak -anak karena saya akan pergi
jauh!” atau” segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”Pada
kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk
mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman
dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan
perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak
berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negative
tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambivalensi seseorang tentang kematian, kurangnya respon
positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri.Ancaman bunuh diri pada
umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati,
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan
persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara
aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak
disertai dengan percobaan bunuh diri.
3. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh
individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak
dicegah. Pada kondisi ini pasien aktif mencoba bunuh diri
dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi,
atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. Percobaan
bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi
yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga
dirinya.
4. Bunuh Diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peningkatan
terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan percobaan
bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada
mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada
waktunya.
d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang biasanya muncul yaitu:
- Mempunyai ide untuk bunuh diri.
- Mengungkapkan keinginan untuk mati
- Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
- Impulsif.
- Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi
sangat patuh).
- Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
- Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang obat dosis mematikan).
- Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic,
marah dan mengasingkan diri).
- Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang
yang depresi, psikosis dan menyalahgunakan alcohol).

Anda mungkin juga menyukai