OLEH :
NUR FITHRIYATI
NIM : 920200002
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN
Nur Fithriyati
NIM :920200002
Mengetahui
KEPALA RUANGAN
Sriatun Amd.Kep
NPP: 03.031.06.99
BAB I
KONSEP TOERI
1.1 Pengertian
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculusis dan micobacterium bovis( Ngastiyah. 2005).
Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikrobakterium
tuberkulosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme
patogen maupun saprofit. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainya (Maryunani anik. 2010).
1.2 Etiologi
Tuberkulosis anak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini menyebar dari satu orang ke orang lain melalui
percikan dahak (droplet nuclei) yang dibatukkan.( Ngastiyah. 2005) Faktor resiko TBC
pada anak :
1. Resiko infeksi TBC pada anak
Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif, daerah endemis,
penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat.
Pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi kuman
dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai
BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas produksi
sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat serta terdapat faktor lingkungan
yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang
menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada
anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat jarang ditemukan
pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk. Walaupun terdapat batuk tetapi
jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab
hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial anak.
( Ngastiyah. 2005)
2. Resiko penyakit TBC pada anak
Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi
sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna
(imatur). Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap seiring
pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi
sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada
usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun memiliki resiko lebih
tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi .
Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan
imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan silikosis. Status sosial
ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran,
dan pendidikan yang rendah. ( Ngastiyah. 2005)
Berdasarkan tipe infeksi, Tuberkulosis pada anak dibagi menjadi 3 macam yaitu:
a. Infeksi primer.
TBC paru primer (infeksi pertama dengan bakteri TBC). Pada anak yang usianya
lebih dewasa, biasanya tidak menimbulkan tanda atau gejala, dan hasil foto
rontgen dada tidak terlihat adanya tanda infeksi. Sangat jarang terjadi
pembengkakan kelenjar limfe dan kemungkinan sedikit batuk. Infeksi primer ini
biasanya sembuh dengan sendirinya karena anak telah membentuk kekebalan
tubuh selama periode waktu 6 hingga 10 minggu. Namun pada beberapa kasus,
jika tidak ditangani dengan benar, infeksi ini dapat berkembang menjadi penyakit
dan menyebar ke seluruh paru-paru (disebut TBC progresif). ( Maryunani anik.
2010)
b. Infeksi progresif (TB progresif)
Infeksi primer yang berkembang menjadi penyakit dan menyebar ke seluruh paru-
paru, atau ke organ tubuh lainnya. Hal ini ditandai dengan demam, kehilangan
berat badan, kelelahan, kehilangan selera makan, kesulitan bernafas, dan batuk.
( Maryunani anik. 2010)
c. Infeksi reaktivasi (TB reaktivasi)
Dalam hal ini infeksi primer sudah teratasi, namun bakteri TBC masih dalam
keadaan tidur atau hibernasi. Ketika kondisi memungkinkan (misalnya kekebalan
tubuh menurun), bakteri menjadi aktif. TBC pada anak yang lebih tua dan orang
dewasa mungkin saja termasuk tipe ini. Gejala yang paling jelas adalah demam
terus-menerus, diiringi dengan keringat pada malam hari. Kelelahan dan
kehilangan berat badan juga mungkin terjadi. Jika penyakit bertambah parah dan
terbentuk lubang-lubang pada paru-paru, penderita TBC akan mengalami batuk
dan mungkin terdapat darah pada produksi air liur atau dahak. ( Maryunani anik.
2010).
1.3 Patofisiologi
Penyakit tuberkulosis pada anak terdiri atas :
1. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus
dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak
dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam
paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus
paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer predileksinya disemua lobus, 70%
terletak subpelura. Fokus primer dapat mengalami penyembuhan sempurna,
kalsifikasi atau penyebaran lebih lanjut. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat
dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi
positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk
dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi
daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC2.
Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister
atau dormant (tidur). Kadang kadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
( Maryunani anik. 2010)
2. TBC Pasca Primer (Post Primary TBC)
TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV
atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari TBC pasca primer adalah kerusakan
paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
1.4 WOC
BAB II
2.1 Pengkajian
1. Identitas Data Umum (selain identitas klien, juga identitas orangtua; asal kota dan
daerah, jumlah keluarga)
2. Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit)
3. Riwayat kehamilan dan kelahiran
4. Riwayat penyakit terdahulu
5. Riwayat Penyakit Sekarang (Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul
pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula)
6. Riwayat Keluarga (adakah yang menderita TB atau Penyakit Infeksi lainnya,
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama)
7. Pola fungsi kesehatan.
a. Keadaan umum: alergi, kebiasaan, imunisasi.
b. Pola nutrisi – metabolik. Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor
kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan,
turgor kulit jelek.
c. Pola aktifitas-latihan Sesak nafas, fatique, tachicardia, aktifitas berat timbul sesak
nafas (nafas pendek).
d. Pola tidur dan istirahat : sulit tidur, berkeringat pada malam hari.
e. Pola kognitif perseptual. Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri
tulang umum, takut, masalah finansial, umumnya dari keluarga tidak mampu
f. Pola persepsi diri. Anak tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah.
g. Pola peran hubungan Anak menjadi ketergantungan terhadap orang lain
(ibu/ayah)/tidak mandiri.
8. Pemeriksaan fisik
a. Demam: sub fibril, fibril (40-41°C)
b. Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/
mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen
(menghasilkan sputum).
c. Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru.
d. Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura.
e. Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri
otot dan kering diwaktu malam hari.
f. Pada tahap dini sulit diketahui. Ronchi basah, kasar dan nyaring.
Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi
suara limforik. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak).
2.2 Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan
2.3 Perencanaan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan jalan nafas kembali efektif dalam
waktu 3×24 jam. Dengan kriteria hasil :Sekret berkurang sampai dengan hilang,
pernafasan dalam batas normal 40-60x/menit
Intervensi:
o Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, kedalaman dan penggunaan otot
aksesori.
R : untuk mengetahui tingkat sakit dan tindakan apa yang harus dilakukan
o Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter,
jumlah sputum, adanya hemoptisis.
R : untuk mengetahui perkembangan kesehatan pasien
o Berikan pasien posisi semi atau fowler,
R: semi fowler memudahkan pasien untuk bernafas
o Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
R : untuk mencegah penyebaran infeksi
o Berikan terapi oksigen
R : pemberian oksigen dapat memudahkan pasien untuk bernafas
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak demam dalam waktu
3×24 jam.
Dengan kriteria hasil : tidak terjadi penyebaran infeksi
Intervensi:
o Mengidentifikasi orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti
anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan. Memberitahukan kepada
mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan.
R : Pengetahuan dan terapi dapat meminimalkan kerentanan terjadinya
penyebaran
o Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk
R : Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
o Gunakan masker setiap melakukan tindakan
R : Masker dapat mengurangi resiko penyebaran infeksi
o Monitor temperature
R : untuk mengetahui adanya indikasi terjadinya infeksi. Febris merupakan
indikasi terjadinya infeksi.
o Kolaborasi Pemberian terapi untuk anak
R : Kerja sama akan mempercepat proses penyembuhan
o Monitor sputum BTA. Klien dengan 3 kali pemeriksaan BTA negatif, terapi
diteruskan sampai batas waktu yang ditentukan.
R : Pemantauan untuk terapi yang akan dilaksanakan selanjutnya
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan
Tujuan : setelah dilakukan tndakan keperawatn 3x24 jam nutrisi pasien adekuat.
Kriteria hasil : Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang
dialami klien, pemulihan kebutuhan nutrisi, susunan menu dan pengolahan makanan
sehat seimbang. Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan
pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program diet.
Intervensi:
o Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake
cairan yang adekuat.
R: agar pemenuhan nutrisi terpenuhi sehingga penyembuhan bisa lebih cepat
o Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk
melakukannya sendiri.
R : Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien,
mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.
o Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.
R : Roborans, meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan memenuhi defisit
yang menyertai keadaan malnutrisi.
o Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.
R : Menilai perkembangan masalah klien.
o Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )
R : Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral.
2.4 Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan
obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai
atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan
analisa masalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Carolin, Elizabeth J, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta, 2002.
Doenges, Marilyn E, 2002, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian pasien, : alih bahasa, I Made Kariasa : editor,
Monika Ester, Edis
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth : alih bahasa, Agung Waluyo: editor Monica Ester, Edisi 8, EGC : Jakarta.
FORMULIR PENGKAJIAN
KEPERAWATAN ANAK DI POLI ANAK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS GRESIK
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
5. Pemeriksaan
B1 (Breath)
- Suara nafas ada ronkhi
- Pola dan irama nafas teratur
- Rr : 32x/mnt
- Batuk ada dahaknya
B2 (Blood)
- Perfusi perifer hangat
- Irama jantung teratur
- CRT < 3 detik
B3 (Brain)
- Kesadaran Composmntis
- Pupil : isokor
- Reaksi cahaya : normal
- GCS: 4-5-6
B4 (Bladder)
- Pasien BAK mulai jam 7- 15 ± 300 cc
- Kandung kemih: tidak membesar
B5 (Bowel)
- Nafsu makan menurun (1/2 porsi) dari sebelum sakit
- Minum susu mulai jam7-15 2 botol (1 botol 120 cc)
- mukosa lembab,
- Peristaltik usus 12x/mnt
B6 (Bone)
- Kekuatan otot 5 5
5 5
Psikologis
- Orang yang paling dekat dengan pasien adalah ibunya
- Anak diasuh oleh ibunya sendiri
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan
nafsu makan
Nur Fithriyati
2020900002
ANALISIS DATA
DATA ETIOLOGI PROBLEM
DO : - K/U Lemah
- Pasien tampak sesak Pecahnya pembuluh darah
- Terdengar suara ronkhi
- TTV :
S: 37.2ºc , N:120x/mnt batuk produktif
Rr 32x/mnt batuk darah
- Turgor kulit baik
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d 1. Informasikan pada keluarga faktor yang menimbulkan mual muntah
penurunan nafsu makan. 2. Edukasi kepada ibu tentang oral hygiene
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x 3 jam 3. Anjurkan untuk menyajikan menu makan dalam porsi hangat
diharapkan nutrisi pasien terpenuhi
4. Ajarkan keluarga dalam pemberian intake secara bertahap
Kriteria Hasil : 5. Sajikan makanan yang disukai pasien
- Porsi makan habis 6. Anjurkan untuk makan tinggi protein
- BB stabil 7. Timbang BB
- TTV dalam batas normal 8. Kolaborasi dengan tim gizi
9. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Senin, Perubahan nutrisi kurang dari 15.30 1. Menginformasikan pada keluarga faktor yang S : Ibu pasien mengatakan selama di poli
26/10/2020 kebutuhan tubuh b/d penurunan WIB menimbulkan mual muntah anaknya hanya minum satu botol saja.
nafsu makan 2. Mengedukasi kepada ibu tentang oral hygiene
O : - K/U lemah
3. Menganjurkan untuk menyajikan menu makan
- Pasien minum 1 botol susu
dalam porsi hangat - Pasien tidak muntah
4. Mengajarkan keluarga dalam pemberian intake S: 37.2ºc , N:120x/mnt
secara bertahap Rr 32x/mnt
5. Menimbang BB
6. Menyajikan makanan yang disukai pasien A : Masalah teratasi sebagian
7. Menganjurkan untuk makan tinggi protein Nur
8. Berkolaborasi dengan tim gizi P : Intervensi dilanjutkan no 2-7 Fithriyati
9. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian terapi ( p.o: vit b complex 1 tab)