Anda di halaman 1dari 9

Nama : SYAWVINA ADRI YUNINGSIH

BP : 18160033
Kelas : 5 FARMASI 1
FARMKOLOGI II

ANTIJAMUR
Infeksi jamur pada manusia dapat dibedakan menjadi infeksi sistemik, dermatofit, dan
mukokutan. Infeksi sistemik dibagi atas: infeksi dalam (internal), seperti aspergilosis,
blastomikosis, koksidiodomikosis, kriptokokosis, histoplasmosis, mukormikosis,
parakoksidiodomikosis, dan kandidiasis; dan infeksi subkutan misalnya kromomikosis,
midotema dan sporotrikosis. Infeksi dermatofit disebabkan oleh Trichophyton,
Epidermophyton dan Microsporum; yang menyerang kulit, rambut, dan kuku. Infeksi
mukokutan disebabakan oleh kandida, menyerang mukosa dan daerah lipatan kulit yang
lembab.
A. ANTIJAMUR UNTUK INFEKSI SISTEMIK
AMFOTERISIN B
Aktivitas Antijamur menyerang sel yang sedang tumbuh dan sel matang.
Aktivitas antijamurnya nyata pada pH 6,0-7,5: berkurang
pada pH yang lebih rendah. Dengan kadar 0,3-1,0 µg/ml
dapat menghambat aktivitas Histoplasma capsulatum,
Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis, dan
beberapa spesies Candida, Torulopsis glabrata,
Rhodotorula, Blastomyces dermatitidis,
Paracoccidioides braziliensis, beberapa spesies
Aspergillus, Sporotrichum schenckii, Microsporum
audiouini da spesies Trichophyton.
Mekanisme kerja berikatan kuat dengan ergosterol yang terdapat pada
membran sel jamur. Ikatan ini akan menyebabkan
membran sel bocor sehingga terjad kehilangan beberapa
bahan intrasel dan mengakibatkan kerusakan yang tetap
pada sel. Resistensi mungkin disebabkan terjadinya
perubahan reseptor sterol pada membran sel.
Farmakokinetik sedikit sekali diserap melalui saluran cerna. Waktu paruh
obat ini kira-kira 24-48 jam pada dosis awal yang diikuti
oleh eliminasi fase kedua dengan waktu peruh kira-kira
15 hari sehingga kadar mantapnya baru akan tercapai
setelah beberapa bulan pemakaian. Didistribusikan luas
ke seluruh jaringan. Kira-kira 95% obet beredar dalam
plasma, terikat pada lipoprotein. Ekskresi melalui ginjal
berlangsung lambat sekali, hanya 3% dari jumlah yang
diberikan selama 24 jam sebelumnya ditemukan dalam
urin.
Efek samping infus amfoterisin B menimbulkan kulit panas, keringatan,
sakit kepala, demam, menggigil, lesu, anoreksia, nyeri
otot, flebitis, kejang dan penurunan fungsi ginjal.
Indkasi sebagai antijamur berspektrum lebar bersifat fungisidal
dapat digunakan sebagai obat pilihan untuk hampir
seluruh infeksi jamur yang mengancam kehidupan.
Digunakan untuk pengobatan infeksi jamur seperti
koksidiomikosis, parakoksidioimikosis, aspergilosis,
kromoblastomikosis dan kandidiosis. Tetesan topikal
efektif untuk keratitis mikotik. Untuk endoftalmitis,
harus disuntikkan secra intraorbital.
Sediaan dan Injeksi vial berisi 50 mg bubuk liofilik, dilarutkan
posologi dnegan 10 ml akuades steril kemudian diencerkan
dengan larutan dekstrosa 5% dalam air sehingga
didapatkan kadar 0,1 mg/ml larutan.
Infus intrarektal bermanfaat untuk pasien meningitis
yang disebabkan coccidioides; 0,5 mg amfoterisin B
dilarutkan dalam 5 ml cairan spinal lalu disuntikkan 2-3
kali seminggu ke dalam cairan spinal lumbal, sisternal
atau ventrikular.
Amfoterisin B formulasi dispersi koloid adalah 3-4
mg/kgBB/hari, dalam bentuk infus 3-4 jam.
Amfoterisin B vesikel unilamelar adalah 3
mg/kgBB/hari.
Amfoterisin B kompleks lipid adalah 5 mg/kgBB/hari
dalam infus dekstrosa 5% selama 2 jam sekali sehari.
Sediaan bentuk krim, losio dan salep mengandung 3%
anfoterisin B.
FLUSITOSIN
Aktivitas antijamur Spektrum antijamur agak sempit. Efekitf untuk
pengobatan kriptokokosis, kandidiasis, kromomikosis,
torulopsis dan aspergilosis. Cryptococcus dan Candida
dapat menjadi resisten selama pengobatan dengan
flusitosin. Empat puluh sampai 50% Candida sudah
resisten sejak semula pada kadar 100 µg/ml.
Mekanisme kerja Masuk ke dalam sel jamur dengan bantuan sitosin
deaminase dan dalam sitoplama akan bergabung dengan
RNA setelah mengalami deaminase menjadi 5-
fluorourasil dan fosforilasi. Sintesis protein sel jamur
terganggu akibat penghambatan langsung sintesis DNA
oleh metabolit fluoroursil.
Farmakokinetik Diserap dengan cepat dan baik melalui saluran cerna.
Sembilan puluh persen flusitosin dikeluarkan bersama
melalui filtrasi glomerulus dalam bentuk utuh, kadar
dalam urin berkisar antara 200-500 µg/ml.
Dapatdikeluarkan melalui hemodialisis atau dialisis
peritoneal.
Efek samping Dapat menimbulkan anemia, leukopenia dan
trombositopenia terutama pada pasien dengan kelainan
hematologik yang sedang mendapat pengobatan radiasi
atau obat yang menekan fungsi sumsum tulang dan
pasien dengan riwayat pemakaian obat tersebut. Mual,
muntah, diare dan enterokolitis yang hebat; kira-kira 5%
pasien mengalami peninggian enzim SGOT dan SGPT,
hepatomegali dapat pula terjadi. Kadang-kadang sakit
kepala, kebingungan, pusing, mengantuk dan halusinasi.
Indikasi Untuk infeksi sistemik flusitosin kurang toksik daripada
amfoterisin B dan obat ini dapat doberikan per oral, tapi
cepat menjadi resisten.
Posologi Kapsul 250 mg dan 500 mg: 50-150 mg/kgBB/hari
terbagi dalam 4 dosis.
IMIDAZOL DAN TRIAZOL
1. KETOKONAZOL
Aktivitas antijamur Ketokonazol aktif sebagai antijamur baik sistemik
maupun nonsistemik efektif terhadap Candida,
Coccidioides innitis, Cryptococcus neoformans, H.
Capsulatum, B. dermatitidis, Aspergillus dan Sphorotirix
spp.
Farmakokinetik Antijamur sistemik per oral yang penyerapannya
bervariasi antar individu. Penyerapan melalui saluran
cerna akan berkurang pada pasien dengan pH lambung
yang tinggi, pada pemberian bersama antagonis H2 atau
bersama antasida. Ditemukan dalam urin, kelenjar lemak,
liur, juga pada kulit yang mengalami infeksi, tendo,
cairan sinovial dan cairan vaginal. Sebagian besar
diekskresikan bersama cairan empedu ke lumen usus dan
hanya sebagian kecil saja yang dkeluarkan bersama urin,
semuanya dalam bentuk metabolit yang tidak aktif.
Efek samping Mual dan muntah sering dijumpai. Yang lebih jarang
ialah sakit kepala, vertigo, nyeri epigastrik, fotofobia,
pruritus, parestesia, gusi berdarah, erupsi kulit dan
trombositopenia.
Indikasi Ketokonazol terutama efektif untuk histoplasmosis paru,
tulang, sendi dan jaringan lemak.
Interaksi obat Pemberian bersama obat yang menginduksi enzim
mikrosom hati dpaat menurunkan kadarnya. Sebaliknya,
dapat meningkatkan kadar obat yang dimetabolisme oleh
enzim CYP3A4 sitokrom P450.
Kontraindikasi Penggunaan bersama dengn astemizol
dikontraindikasikan karena dapat menyebabkan
perpanjangan interval QT dan dapat menyebabkan
aritimia ventrikel jantung.
Posologi Tablet 200 mg, krim 2% dan shampo 2%.
Dewasa: 1 x 200-400 mg sehari
Anak-anak: 3,3-6,6 mg/kgBB/hari.
2. ITRAKONAZOL
Aktivitas antijamur Dapat diberikan per oral dan IV. Aktivitas antijamurnya
lebih lebar sedangkan efek samping yang ditimbulkan
lebih kecil dibandingkan ketokonazol.
Farmakokinetik Diserap lebih sempurna melalui saluran cerna bila
diberikan bersama makanan.
Sediaan dan dosis Kapsil 100 mg dosis yang disarankan 200 mg sekali
sehari.
Indikasi Blastomikosis, histoplasmosis, koksidioidomikosis,
kandidiasis mulut dan tenggorokan serta tinea versikolor.
Memberikan efek terapi terhadap aspergilosis di luar
SSP.
3. FLUKONAZOL
Farmakokinetik Diserap sempurna melalui saluran cerna tanpa
dipengaruhi adanya makanan ataupun keasaman
lambung.
Sediaan dan dosis Tersedia untik pemakaian sistemik IV dalam formula
yang mengandung 2 mg/ml dan untuk pemakaian per oral
dalam kapsul yang mengandung 50, 100, 150, 200 mg.
Di Indonesia yang tersedia adalah sediaan 50 dan 150
mg. Dosis yang disarankan 100-400 mg/hari.
Efek smaping Gangguan saluran cerna.
4. VORIKONAZOL
Farmakokinetik Diserap baik melalui saluran cerna karena itu sedapat
mungkin obat ini harus diberikan per oral. Sekitar 60%
obat dalam darah terikat dengan protein. Farmakokinetik
obat ini tidak linier akibat terjadinya saturasi
metabolisme. Dimetabolisme oleh sitokrom P450 di hati
dan metabolit utamanya adalah N-oksida yang tidak
aktif. Sekitar 80% vorikonazol diekskresikan dalam urin.
Indikasi Untuk asperglosis sistemik dan infeksi jamur berat yang
disebabkan oleh Scedosporium apiospermun dan
Fusarium sp.
Efek samping Gangguan penglihatan sementara berupa penglihatan
kabur atau fotofobia yang terjadi pada sekitar 30%
pasien, reaksi fotosensitivitas dan kenaikan kadar
transaminase serum yang bersifat sementara.
Interaksi obat Tidak boleh diberikan bersama ridampisin,
karbamazepin, kuinidin, sirolimus,. Pemberian
bersamaan rifabutin, ranitidin, omeprazol, fenitoin,
benzodiazepin dan golongan statin memerlukan
penyesuaian dosis.
Sediaan dan dosis Tablet (50 dan 200 mg), suspensi oral (40 mg/ml), dan
bubuk untuk pemberian IV 200 mg. Bubuk ini dilarutkan
dulu dengan 19 ml air lalu diencerkan lagi dengan larutan
garam faal, ringer laktat atau dekstrosa 5% dan diberi
dengan infus IV selama 1-2 jam.
EKINOKANDIN
Spektrum antijamur Meliputi spesies Candida dan Aspergillus. Tidak ada
aktivitas antijamur terhadap Histoplasma capsulatum,
Cryptococcus neoformans dan Trichosporum.
Mekanisme kerja Menghambat enzim yang diperlukan untuk sintesis
dinding sel jamur yaitu komponen 1,3-β-D-glukan.
Hambatan tersebut menyebabkan kerusakan integritas
dinding sel jamur, indtabilitas ismotik dan kematian sel
tersebut.
Farmakokinetik Tidak diserap secara oral, hanya tersedia sebagai sediaan
intravena. Ikatan proteinnya >97% tidak menembus
sawar darah otak. Kaspofungin dimetabolisme secara
lambat dnegan cara hidrolisis dan asetilasi. Mikafungin
hanya dimetabolisme dalam jumlah kecil di hati. Tujuh
puluh satu persen yang diberikan IV ditemuka dalam
feses. Anidulafungin mengalami degradasi kimiawi
lambat tetapi tidak dimetebolisme di hati ataupun gunjal.
Masa kerja kaspofungin, mikafungin dan anidulafungin
berturut-turut ialah 9-11 jam, 11-15 jam dan 24-48 jam.
Indikasi Kaspofungin diindikasikan untuk infeksi kandida
mukokutaneous (esophagus dan orofaring), dan
diseminata dan terapi empiris febril neutropenia.
Mikafungin diindikasikan untuk kandidiasis invasif
dalam, yaitu: kandidiasis esofagus, kandidiasis
diseminata akut, serta peritonitis dan asbes karena
kandida. Indikasi anidulafungin sama dengan
mikafungin.
Dosis Dosis muat kaspofungin 70 mg sebagai dosis tunggal
disusul 50 mg sehari selama diperlukan. Dosis untuk
mikafungin 150 mg/hari (rentang: 100-200 mg/hari)
selama 10-30 hari. Dosis anidulafungin untuk kandida
esofageal 100 mg hari pertama disusul 50 mg/hari untuk
14 hari.
Efek samping Ditoleransi dengan baik. Sesekali terjad gangguan
gastrointestinal, flebitis, reaksi hipersensitivitas dan
flushing. Profil keamananny sebanding dengan
flukonazol.
TERBINAFIN
Farmakokinetik Diserap baik melalui saluran cerna. Dapat ditemukan
dalam plasma hingga 4-8 minggu setelah pengobatan
yang lama. Dimetabolisme di hati menjadi metabolit
yang tidak aktif dan diekskresikan di urin.
Aktivitas antijamur Bersifat keratofilik dan fungisidal. Mempengaruhi
bosintesis ergosterol dinding sel jamur melalui
penghambatan enzim skualen epoksidase pada jamur dan
bukan melalui penghambatan enzim sitokrom P450.
Efek samping Jarang terjadi, biasanya berupa gangguan saluran cerna,
sakit kepala atau rash.
Posologi Tablet oral 250 mg 1 x 250 mg sehari untuk pengobatan
onikomikosis.

B. PENGOBATAN INFEKSI JAMUR SISTEMIK


1) Aspergilosis: obat pilihan adalah amfoterisin B IV dengan dosis 0,5-1,0 mg/kgBB
setiap hari dalam infus lambat. Untuk infeksi berat, dosis dapat ditingkatkan
sampai dua kalinya. Bila penyakitan progresif, dosis obat dapat ditingkatkan.
2) Blastomikosis: obat terpilih untuk kasus ini adalah ketokonazol per oral 400 mg
sehari selama 6-12 bulan. Itrakonazol juga efektif dengan dosis 200-400 mg sekali
sehari pada beberapa kasus. Amfoterisin B dicadangkan untuk pasien yang tidak
dapat menerima ketokonazol. Dosis yang dianjurkan 0,4 mg/kgBB/hari selama 10
minggu.
3) Kandidiasis: bila invasi tidak mengenai parenkim ginjal pengobatan cukup dengan
amfoterisin B dengan kadar 50 µg/ml dalam air steril. Dosis hariannya adalah 0,25
mg/kgBB/hari selama 5-7 hari. Vorikonazol dan mikafungin merupakan alternatif
untuk pengobatan kandidiasis invasif karena profil keamanannya kebih baik pada
kebanyakan pasien.
4) Kriptokokosis: obat terpilih adalah amfoterisin B IV dengan dosis 0,4-0,5
mg/kgBB/hari.
5) Histoplasmosis: pasien dengan histoplasmosis paru kronis sebagian besar dapat
diobati dengan ketokonazol 400 mg/hari selama 6-12 bulan. Intrakonazol 200-400
mg sekali sehari juaga cukup efektif. Amfoterisin B IV juga dapat diberikan
selama 10 minggu.
6) Mukormikosis: amfoterisin B merupakan obat pilihan untuk mukormikosis paru
kronis.
7) Parakoksidioidomikosis: ketokonazol 400 mg/hari merupakan obat pilihan yang
diberikan selama 6-12 bulan. Pada keadaan yang berat dapat ditambahkan
amfoterisin B.

C. ANTI JAMUR UNTUK INFEKSI DERMATOFIT DAN MUKOKUTAN.


GRISEOFULVIN
Farmakokinetika Griseofulvin kurang baik penyerapannya pada saluran cema
bagian atas karena obat ini tidak larut dalam air. Preparat
dalam bentuk (microsized) diserap lebih baik. Absorpsi nya
meningkat bila diberikan bersamaan dengan makanan
berlemak. Obat ini dimetabolisme di hati dan metabolit
utamanya adalah 6-metilgriseofulvin. Waktu panuh obat ini
kira-kira 24 jam, 50% dari dosis oral yang diberikan
dikeluarkan bersama urin dalam bentuk metabolit selama 5
hari.
Efek samping Sakit kepala, artragia, neuritis perifer, demam, pandangan
kabur, insomnia, mual, muntah, diare, dan flatulensi.
Indikasi Mengobati penyakit jamur, dikulit, rambut dan kuku.
Pasologi Griseofulvin mikrokristal tersedia dalam bentuk tablet berisi
125 dan 500 mng dan tablet yang mengandung partikel
ultramikrokristal tersedia dalam takaran 330 mg. Untuk
anak,griseofulvin diberikan 5-15 mg/kgBB/hari sedangkan
untuk dewasa 500-1000 mg/hari dalam dosis tunggal.Bila
dosis tunggal tidak dapat ditoleransi, maka dibagi dalam
beberapa dosis.
IMIDAZOL DAN TRIAZOL
1. MIKONAZOL
Aktivitas antijamur Mekanisme kerja obat ini belum diketahui sepenuhnya.
Mikonazol masuk ke dalam sel jamur dan menyebabkan
kerusakan dinding sel sehingga permeabilitas terhadap
berbagai zat intrasel meningkat.
Indikasi Di indikasikan untuk dermatofitosis, tinea versikolor dan
kandidiasis mukokutan.
Efek samping Efek samping berupa iritasi,rasa terbakar dan maserasi
memerlukan penghentian terapi.
Pasologi Obat ini tersedia dalam bentuk krim 2% dan bedak tabur yang
dipakai dua kali sehari selama 2-4 minggu. Krim 2% untuk
penggunaan intravaginal diberikan sekali sehari pada malam
hari selama 7 hari. Gel 2% tersedia untuk kandidiasis oral.
Mikonazol tidak boleh dibubuhkan pada mata.
2. KLOTRIMAZOL
Mekanisme kerja Klotrimazol mempunyai efek antijamur dan antibakteri
dengan mekanisme kerja mirip mikonazol dan secara topikal
digunakan untuk pengobatan tinea pedis, kruris dan korporis
yang disebabkan oleh T. rubrum, T. mentagrophytes, E.
foccosum, dan M. canis dan untuk tinea versikolor. Juga
untuk infeksi kulit dan vulvovaginitis yang disebabkan oleh
C. albicans.
Sediaan dan dosis Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan larutan dengan kadar
1% untuk dioleskan dua kali sehari. Krim vaginal 1% atau
tablet vaginal 100 mg digunakan sekall sehari pada malam
hari selama 7 hari, atau tapiet vaginal 50 mg, dosis tunggal.
Efek samping Pada pemakaian topikal dapat terjadi rasa terbakar, eritema,
edema, gatal dan urtikaria.
TOLNAFTAT DAN TOLSIKLAT
Tolnaftat Suatu tiokarbamat yang efektif untuk pengobatan sebagian
besar dematofitosis tapi tidak efektif terhadap candida dan
tersedia dalam bentuk krim, gel, bubuk,cairan aerosol atau
larutan topikal dengan kadar 1%. Digunakan lokal 2-3 kali
sehari. Rasa gatal akan hilang dalam 24-72 jam. Lesi
interdigital oleh jamur yang rentan dapat sembuh antara 7-21
hari. Pada lesi dengan hiperkeratosis, tolnaftat sebaiknya
diberikan bergantian dengan salep asam salisilat 10%.
Tolsiklat Antijamur topikal yang diturunkan dari tiokarbamat. Namun
karena spektrumnya yang sempit, antijamur ini tidak banyak
digunakan lagi.
NISTATIN
Mekanisme kerja Nistatin hanya akan dikat oleh jamur atau ragi yang sensitif.
Aktivitas antijamur tergantung dan adanya ikatan dengan
sterol pada membran sel jamur atau ragi terutama sekali
ergosterol. Akibat terbentuknya ikatan antara sterol dengan
antibiotik ini akan terjadi perubahan permeabilitas membran
sel sehingga sel akan kehilangan berbagai molekul
kecil.Candida albicans hampir tidak memperilihatkan
resistensi terhadap nistatin, tetapi C. tropicalis,C. guilemondi
dan C. stellatiodes mulai resisten bahkan tidak sensitif
terhadap amfoterisin B. Namun resistensi ini biasanya tidak
terjadi in vivo.
Indikasi Nistatin hanya akan dikat oleh jamur atau ragi yang sensitif.
Aktivitas antijamur tergantung dan adanya ikatan dengan
sterol pada membran sel jamur atau ragi terutama sekali
ergosterol. Akibat terbentuknya ikatan antara sterol dengan
antibiotik ini akan terjadi perubahan permeabilitas membran
sel sehingga sel akan kehilangan berbagai molekul
kecil.Candida albicans hampir tidak memperilihatkan
resistensi terhadap nistatin, tetapi C. tropicalis,C. guilemondi
dan C. stellatiodes mulai resisten bahkan tidak sensitif
terhadap amfoterisin B. Namun resistensi ini biasanya tidak
terjadi in vivo.
Efek samping Pada pemakaian oral efek samping ringan yang sering terjadi
mual muntah dan diare.
Sediaan dan Candistin, Cazetin, Constantia, Enystin. Dosis nistatin
posologi dinyatakan dalam unit, tiap 1 mg obat ini mengandung tidak
kurang dari 200 unit nistatin. Pemakaian pada kulit
disarankan 2-3 kali sehari, sedangkan pemakaian tablet
vagina 1-2 kali sehari selama 14 hari.

D. ANTIJAMUR TOPIKAL LAINNYA


a) Asam benzoat dan asam salisilat: Kombinasi asam benzoat dan asam salisilat
dalam perbandingan 2: 1 (biasanya 6% dan 3%)ini dikenal sebagai salep
Whitfield. Asam benzoate memberikan efek fungistatik sedangkan asam salisilat
memberikan efek keratolitik. Salep ini banyak digunakan untuk pengobatan tinea
pedis dan kadang-kadang juga untuk tinea kapitis. Dapat terjadi iritasi ringan pada
tempat pemakaian, juga ada keluhan kurang menyenangkan dari para pemakainya
karena salep ini berlemak.
b) Asam undesilenat: Dosis biasa dari asam ini hanya menimbulkan efek fungistatik
tetapi dalam dosis tinggi dan pemakaian yang lama dapat memberikan efek
fungisidal. Obat ini aktif terhadap Epidermophyton,Trichophyton,dalam bentuk
salep campuran mengandung 5% undesilenat dan 20% seng undesilenat. Bentuk
bedak dan aerosol mengandung 2% undesilenat dengan 20% seng undesilenat.
Dalam hal ini seng berperan untuk menekan luasnya peradangan. Pemakaian pada
mukosa dapat menyebabkan iritasi bila kadarnya lebih dari 1%. Iritasi dan reaksi
hipersensitivitas jarang terjadi pada pemakaian topikal. Pada tinea kapitis
efektivitasnya tidak nyata sehingga tidak digunakan lagi. Obat ini dapat
menghambat pertumbuhan jamur pada tineapedis, tetapi efektivitasnya tidak
sebaik mikonazol, haloprogin tolnaftat.
c) Haloprogin: Haloprogin sukar larut dalam air tetapi larut dalam alkohol. Obat ini
bersifat fungisidal terhadap Epidemophyton, Trichophyton,Microsporum dan
Malassezia furtur. Haloprogin sedikit sekali diserap melalui kulit, dalam tubuh
akan terurai menjadi triklorofenol. Selama pemakaian obat ini dapat timbul iritasi
lokal, rasa terbakar, vesikel, meluasnya maserasi dan sensitisasi. Sensitisasi
mungkin merupakan pertanda cepatnya respons pengobatan sebab toksin yang
dilepaskan kadang-kadang memperburuk lesi. Haloprogin tersedia dalam bentuk
krim dan larutan dengan kadar 1%. Terhadap tinea pedis efektivitasnya mendekati
tolnaftat. Obat ini juga digunakan untuk tinea versikolor.
d) Siklopiroks olamin: Obat ini merupakan antijamur topikal berspektrum luas.
Penggunaan kliniknya ialah untuk dermatofitosis, kandidiasis dan tinea versikolor.
Siklopiroks olamin tersedia dalam bentuk krim 1% yang dioleskan pada lesi 2 kali
sehari. Reaksi iritatif dapat terjadi walaupun jarang.
e) Terbinafin: Terbinafin merupakan suatu derivat alilamin sintetik dengan struktur
mirip naftitin. Obat ini digunakan untuk terapi dermatofitosis, terutama
onikomikosis; dan juga digunakan secara topical untuk dermatofitosis. Terbinafin
topikal tersedia dalam bentuk krim 1% dan gel 1%. Terbinafin topikal digunakan
untuk pengobatan tinea kruris dan korporis yang diberikan 1-2 kali sehari selama
1-2 minggu.

Anda mungkin juga menyukai