Anda di halaman 1dari 19

BAB I

TINJAUAN TEORI

1.1 Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit simtomatis pada membran mukus hidung akibat inflamasi yang
dimediasi oleh IgE pada lapisan membran yang diinduksi oleh paparan alergen, 3 gejala utamanya
antara lain bersin – bersin, hidung tersumbat dan keluarnya sekret hidung. Selain itu juga terdapat
gejala hidung gatal dan gejala – gejala tersebut berlangsung lebih dari 1 jam sehari dalam dua hari
berurutan atau lebih. Rinitis alergi merupakan manifestasi penyakit alergi tipe I yang paling sering
ditemui di masyarakat, jika tidak mendapatkan penanganan dapat terjadi komplikasi berupa asma,
rinosinusitis, konjungtivitis alergi, polip hidung, otitis media dengan efusi, dan maloklusi gigi
WHO Iniative ARIA 2005 (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma).
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 2007).
Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah
kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa
hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

1.2 Etiologi rinitis alergi


Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam
perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis
alergi (Adams, Boies, Higler, 1997). Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada
dewasa dan ingestan pada anakanak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti
urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari
klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis
alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun)
diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan
Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat.
Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang
tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk
tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor
nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan
perubahan cuaca (Becker, 2008).
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:
 Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya
debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.
 Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan,
misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang.
 Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau
sengatan lebah.
 Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2008).

1.3 Klasifikasi rinitis alergi


Rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu:
1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)
Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya (Irawati, Kasakeyan,
Rusmono, 2008). Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO
Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi :
1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.
2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga,
belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas (Bousquet et al,
2001).

1.4 Patofisiologi rinitis alergi


Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan
diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic reaction
atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam
setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung
2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung
24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang
berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang
menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen
pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC
kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper
(Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan
mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai
sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di
permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi
imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE
di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses
ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah
tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik
dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya
mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin
juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4
(LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin
(IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-
lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan
rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan
sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore.
Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang
ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi
pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran
sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan
membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa
hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa
kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun,
sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat
dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan masuknya antigen
asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari :
1. Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan
dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut
menjadi respon sekunder.
2. Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem
imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap
ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka
reaksi berlanjut menjadi respon tersier.
3. Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat
sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh. Gell dan Coombs
mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate
hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau
reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak
dijumpai di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

1.5 Gejala klinik rinitis alergi


Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya
bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan
sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri
(self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan,
sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis (Soepardi, Iskandar,
2004). Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan
mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Tanda-tanda
alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring.
Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang – garis hitam melintang pada tengah
punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic
salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak.
Disertai dengan sekret mukoid atau cair. Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti
konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner). Tanda pada telinga termasuk retraksi
membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. Tanda
faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. Tanda
laringeal termasuk suara serak dan edema pita suara (Bousquet, Cauwenberge, Khaltaev, ARIA
Workshop Group. WHO, 2001). Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala,
masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang
juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan hrpljrjnafsu makan dan sulit tidur
(Harmadji, 1993).

1.6 Komplikasi rinitis alergi


Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:
a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel
inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel,
hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.
b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat
edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga
terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan
pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel
antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP)
dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham, 2006).

1.7 Pemeriksaan Penunjang


a. In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula
pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal,
kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi
juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno
Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi
hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan
pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi
inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel
PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri (Irawati, 2002).
b. In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau
intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen
inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya.
Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi
dapat diketahui (Sumarman, 2000). Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang
dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (“Challenge
Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada
Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari,
selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu
makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan (Irawati,
2002).

1.8 Penatalaksanaan rinitis alergi


1. Terapi yang paling ideal adalah dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan
eliminasi.
2. Simptomatis

a. Medikamentosa-Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1, yang bekerja secara inhibitor
komppetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering
dipakai sebagai inti pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa
kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu
golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi -2 (non sedatif). Antihistamin generasi-1
bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan
plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik
alfa dipakai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau
tropikal. Namun pemakaian secara tropikal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk
menghindari terjadinya rinitis medikamentosa. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala trauma
sumbatan hidung akibat respons fase lambat berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai
adalah kortikosteroid tropikal (beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason, mometasonfuroat dan
triamsinolon). Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat untuk
mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik permukaan sel efektor (Mulyarjo,
2006).

b. Operatif - Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior
hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau
troklor asetat (Roland, McCluggage, Sciinneider, 2001).
c. Imunoterapi - Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi
membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung
lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan (Mulyarjo, 2006).
1.9 WOC
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI

2.1 Pengkajian
2.1.1 Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa.
Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah
terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan
banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air
mata keluar (lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama
atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008). Perlu
ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor
predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon
terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap
serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata
merah serta berair maka dinyatakan positif (Rusmono, Kasakayan, 2008).
a. Data dasarAdapun data dasar yang dikumpulkan meliputi :
1. Identitas klienIdentitas klien meliputi nama, umur (Rhinitis akut menyerang padasemua usia
tidak terkecuali), jenis kelamin (Rhinitis akut menyerangpada semua orang tidak terkecuali),
suku bangsa, agama, pendidikan,pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit dan diagnose
medis.
2. Riwayat kesehatan sekarang Meliputi keluhan utama pasien dengan Rhinitis Akut
biasanyadatang dengan keluhan flu (influenza).
3. Riwayat kesehatan masa laluKlien mengatakan tidak punya penyakit yang lain.
4. Riwayat kesehatan keluargaKlien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang alergi
terhadap apapun.
b. Pemeriksaan fisik yaitu Review of system (ROS)
Keadaan umum : Tampak kesakitan pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan di kuadran
epigastrik.

1. B1 (breath) : Takhipnea.
2. B2 (blood) : Warna kulit
pucat.
3. B3 (brain) : Sakit kepala,
kelemahan, kesadara
2.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan
gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung (Irawati, 2002).
Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi
bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung
tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna
pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya
kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu,
dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti
sinusitis dan otitis media (Irawati, 2002).

1) Keadaan umum

2) B1 (Breathing) : Pada pemeriksaan sistem pernapasan, didapatkan bahwa klien fraktur


clavicula tidak mengalami kelainan pernapasan.

3) B2 (Blood) : Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat, iktus teraba,
auskultasi suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.

4) B3 (Brain) : Kepala, leher, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan faring

5) B4 (Bladder) : Kaji urine yang meliputi warna, jumah dan karakteristik urine, termasuk
berat jenis urine. Tetapi biasanya tidak mengalami gangguan.

6) B5 (Bowel) : Inspeksi abdomen bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi turgor
kulit baik, tidak ada defans muskular dan hepar teraba. Perkusi suara timpani ada
pantulan gelombang cairan. Auskultasi peristaltik usus normal kurang lebih 20x/menit.

7) B6 (Bone) : Adanya fraktur kruris akan mengalami secara lokal, baik fungsi motorik,

sensorik maupun peredaran.

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan
medis.
2. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret yang mengental
3. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore

2.3 Intervensi

1. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan
medis
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria : Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya. Klien mengetahui
dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan klien
2. Berikan kenyamanan dan ketentamanpada klien :
– Temani klien
– Perlihatkan rasa empati (datang dengan menyentuh klien)

3. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta
gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
4. Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
– Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
– Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
5. Observasi tanda-tanda vital.
6. Bila perlu, kolaborasi dengan tim medis :
– Menentukan tindakan selanjutnya
– Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
– Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut
sehingga klien lebih kooperatif
– Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
– Mengetahui perkembangan klien secara dini.
– Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien

2. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi/adanya secret yang mengental.


Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan
Kriteria : Klien tidak bernafas lagi melalui mulut dan jalan nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi :
1. Kaji penumpukan secret yang ada
2. Observasi tanda-tanda vital.
3. Kolaborasi dengan team medis
4. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
5. Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
6. Kerjasama untuk menghilangkan obat yang dikonsumsi

3. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung


Tujuan : Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria : Klien tidur 6-8 jam sehari
Intervensi :
1. Kaji kebutuhan tidur klien.
2. Ciptakan suasana yang nyaman.
3. Anjurkan klien bernafas lewat mulut
4. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat :
– Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
– Agar klien dapat tidur dengan tenang
– Pernafasan tidak terganggu.
– Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung

4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore


Intervensi :
1. Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan dan
prognosis kesehatan
2. Ajarkan individu menegenai sumber komunitas yang tersedia, jika dibutuhkan (misalnya :
pusat kesehatan mental)
3. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaannya, khususnya bagaimana individu
merasakan, memikirkan, atau memandang dirinya
4. Memberikan minat dan perhatian, memberikan kesempatan untuk memperbaiakikesalahan
konsep
5. Pendekatan secara komperhensif dapat membantu memenuhi kebutuhan pasien untuk
memelihara tingkah laku koping
6. Dapat membantu meningkatkan tingkat kepercayaan diri, memperbaiki harga diri,
mrnurunkan pikiran terus menerus terhadap perubahan dan meningkatkan perasaan terhadap
pengendalian diri.

2.4 Implementasi
Melaksanakan tindakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana.Pelaksanaannya
mengacu pada rencana tindakan yang telah dirumuskan, selama melaksanakan tindakan perawat
menilai efektivitas tindakan keperawatan dan respon pasien, juga mencatat dan melaporkan
tindakan perawatan yang diberikan serta mencatat reaksi pasien yang timbul (Doenges.(2013).
Hal :426-880).
1. Mendorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan dan
prognosis kesehatan
2. Mengatur kelembapan ruangan untuk mencegah pertumbuhan jamur
3. Menjauhkan hewan berbulu dari pasien alergi, namun hal ini sering tidak dipatuhi terutama
oleh pecinta binatang
4. Membersihkan kasur secara rutin
FORMULIR PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS GRESIK

IDENTITAS

Nama : Tn. M Jenis Kelamin :L


Umur : 29 th Status Marital : Belum menikah
Agama : Islam Penanggung Jawab : Ny. D
Suku : WNI Alamat : Kendung
Pendidikan : SMA Tgl. MRS : Poli THT
Pekerjaan : Swasta Tgl. Pengkajian : 8-12-2020
Alamat : Kendung No. Reg : 207897
Dx. Medis : Rhinitis

RIWAYAT SAKIT & KESEHATAN


1. Keluhan Utama : Hidung tersumbat, nafas terasa tidak plong

2. Riwayat penyakit saat ini : Pasien mengatakan hidung tersumbat sejak 7/12/20 lalu, nafas
tidak lega dan sering bersih-bersin. Pasien juga susah tidur saat malam hari karena merasa susah
saat bernafas kemudian tgl 8/12/20 pasien berobat ke poli THT RSI Darus Syifa. Saat di kaji suara
pasien terdengar parau.

3. Penyakit yang pernah diderita : Pasien mengatakan sebelumnya pernah menderita penyakit
yang sama, terutama setiap pergantian cuaca dari kemarau ke musim hujan. Pasien memiliki alergi
pada cuaca yang dingin/ekstrem.
4. Penyakit yang pernah diderita keluarga : Keluarga tidak ada yang pernah menderita
penyakit seperti pasien tetapi ibu pasien juga memiliki riwayat alergi yaitu alergi debu.

5. Riwayat alergi :  Ya  Tidak Jelaskan : alergi dingin/cuaca ekstrem

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum :  baik  sedang  lemah

2. Kesadaran :
 compos mentis  sopor  somnolent  coma  lain-lain :
Tanda Vital :
Tensi : 120/80 Nadi: 80x/mnt Suhu: 36,8 Pernafasan :20x/mnt

3. Pola nafas :
Irama :  teratur  tidak teratur
Jenis :  dispnoe  kussmaul  ceyne stokes  lain-lain : normal
Suara nafas :  vesikuler  stridor  wheezing  ronchi  lain-lain : -
Sesak nafas :  ya  tidak
Batuk :  ya  tidak Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : tidak ada

4. Kardiovaskuler :
Irama Jantung :  reguler  irreguler S1/S2 tunggal :  ya  tidak
Nyeri dada :  ya  tidak
Bunyi jantung :  normal  murmur  gallop  lain-lain : -
CRT :  < 3 detik  > 3 detik
Akral :  hangat  panas  dingin basah  dingin kering
Masalah Keperawatan : tidak ada

5. Persyarafan :
GCS : 456 Eye : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
Reflek fisiologis:  patella  triceps  biceps  lain-lain :
Reflek patologis:  babinsky  budzinsky  kernig  lain-lain :
Istirahat/tidur : 4 jam/hari
Gangguan tidur :  ada  tidak Jenis: saat malam hari pasien sering terbangun karena
hidung tersumbat dan susah nafas. Saat tersumbat pasien nafas melalui mulut
Masalah Keperawatan : Gangguan pola tidur

6. Penginderaan :
a. Mata
Gerakan mata normal  tidak , Jelaskan -
Bentuk mata normal  tidak , Jelaskan -
Pupil:  isokor  anisokor  lain-lain: Palpebra: cekung  tidak
Konjungtiva:  anemis  tidak
Sklera:  ikterus  tidak
Lensa :  keruh  tidak
Visus ka/ki 6/9 6/9
Gangguan penglihatan:  ya  tidak
Alat bantu  ya  tidak
Lain-lain:
b. Telinga
Bentuk telinga normal  tidak , Jelaskan -
Gangguan pendengaran:  ya  tidak Jelaskan : -
Alat bantu :  ya  tidak
Lain-lain: normal
c. Hidung
Bentuk:  normal  tidak Jelaskan : -
Gangguan penciuman:  ya  tidak Jelaskan : -
Lain-lain: hidung tersumbat, terdapat penumpukan secret
Masalah Keperawatan : Bersihan jalan napas tidak efektif

7. Perkemihan :
Kebersihan :  bersih  kotor
Urine : baik Jumlah: 1500 cc/hari Warna : kuning jernih Bau : khas
Alat bantu (kateter):  ya  tidak
Kandung kemih : membesar  ya  tidak
Nyeri tekan  ya  tidak
Gangguan :  anuria  oliguria  retensi  inkontinensia
 nocturia  lain-lain : normal
Masalah Keperawatan: tidak ada

8. Pencernaan :
Nafsu makan:  baik  menurun
Porsi makan:  habis  tidak Jelaskan: pasien makan 3x/hari
Minum: baik jumlah: 2000 cc/hari jenis minuman: susu, air, teh
Mulut dan Tenggorokan
Mulut:  bersih  kotor  berbau
Mukosa:  lembab  kering  stomatitis
Tenggorokan:  sakit menelan/ nyeri telan  kesulitan menelan
 pembesaran tonsil  lain-lain : normal
Abdomen
Perut:  tegang  kembung  ascites  nyeri tekan, lokasi:
Peristaltik: 18 x/menit
Pembesaran hepar:  ya  tidak Jelaskan: -
Pembesaran lien:  ya  tidak Jelaskan: -
BAB: 1x/hari Teratur  ya  tidak Lain-lain: normal
Konsistensi: lembek Bau: khas Warna: kecoklatan
Masalah Keperawatan: tidak ada

9. Muskuloskeletal & Integumen :


Kemampuan pergerakan sendi:  bebas  terbatas Jelaskan:.........
Kekuatan otot:
5 5
5 5

Kulit:  lembab  kering  eksoriasis


Warna kulit:  ikterus  sianosis  kemerahan  pucat  hiperpimentasi
Turgor:  baik  sedang  jelek
Oedema:  ada  tidak ada Lokasi: - Lain-lain: -
Luka/luka gangren:  ya  tidak Jelaskan : -
Masalah Keperawatan: tidak ada
10. Endokrin :
Pembesaran tyroid:  ya  tidak
Pembesaran limfe:  ya  tidak
Hiperglikemia:  ya  tidak Hipoglikemia:  ya  tidak
Masalah Keperawatan: tidak ada

11. Personal hygiene :


Kebersihan secara umum:  bersih  kotor  berbau
Mandi: 2x/hari Sikat gigi: 2x/hari
Keramas: 1x/hari
Kebersihan kuku  bersih  kotor
Ganti pakaian: 2x/hari
Masalah keperawatan: tidak ada

12. Psikologis – Sosial – Spiritual :


Ketaatan menjalankan ibadah:  taat  tidak taat  kadang-kadang
Kegiatan dalam menjalankan ibadah: sholat 5 waktu
Orang yang paling berharga/berarti: orang tua
Hubungan dengan teman & lingkungan sekitar: baik
Perasaan saat ini:  cemas  stres  biasa saja/tenang
Masalah Keperawatan: tidak ada

Data Penunjang (Lab/ Foto/ dll.) :


Rapid test : Non Reaktif

Terapi yang didapat:


Cetirizine 2x1 tab
Nasonex spray
Iliadin 3x2 tetes

DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan respon alergi
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
Surabaya, 8 Desember 2020
Ners,

(Rojihan Dwi Sukmanandya)

ANALISIS DATA

DATA ETIOLOGI PROBLEM

DS : Alergen masuk via nasal Bersihan jalan napas tidak


Pasien mengatakan hidung efektif
tersumbat dan nafas tidak lega

Alergen menempel di mukosa


DO : hidung
- Batuk tidak efektif
- Sekret berlebih
- Suara parau
- TD : 120/80 N : 80x/mnt Penumpukan secret
- Suhu : 36,8 RR : 20x/

Bersihan jalan napas tidak


efektif

DS : Alergen masuk via nasal Gangguan pola tidur


Pasien mengatakan sering
terbangun saat malam hari

Alergen menempel di mukosa


DO : hidung
- Waktu tidur 4 jam/hari
DATA ETIOLOGI PROBLEM

- Sekret berlebih
- Suara parau
- TD : 120/80 N : 80x/mnt Penumpukan secret
- Suhu : 36,8 RR : 20x/

Gangguan pola tidur

Anda mungkin juga menyukai