Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN BENCANA

DENGAN TEMA BENCANA TEKNOLOGI KEBAKARAN

Dosen Pembimbing : Maryana, S.Psi., S.Kep., Ns., M.Kep

DISUSUN OLEH :

Anita Listya Indrayani (P07120217008)

Fathina Djuanisa R (P07120217021)

Muhammad Naufal F (P07120217028)

Nurlaila Alfatihah (P07120217031)

Yolandita Hanna M (P07120217038)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN YOGYAKARTA

DIV KEPERAWATAN SEMESTER IV

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kehidupan nyata di dunia ini tak terlepas dari bencana, baik yang berasal dari
ulah manusia maupun karena kemarahan alam. Bencana merupakan kejadian yang tidak
dapat diperkirakan kapan mau terjadi, dimana terjadinya, seberapa besar kekuatan
bencana, serta siapa yang tertimpa bencana. Salah satu dampak bencana adalah
kehancuran dan kerusakan  kehidupan manusia baik fisik maupun mental.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor
alam dan atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis (UU 24/2007).
Bencana teknologi seperti ledakan peralatan pabrik dan alat angkut massal dapat
menyebabkan kebakaran hebat dan menimbulkan korban jiwa, luka-luka, kerusakan
bangunan serta infrastruktur. Kecelakaan transportasi membunuh dan melukai
penumpang dan awak kendaraan, dan juga dapat menimbulkan pencemaran. Kebakaran
pada industry dapat menimbulkan suhu yang sangat tinggi dan menimbulkan kerusakan
pada daerah yang luas. Zat-zat pencemar (polutan) yang terlepas di air dan udara akan
menyebar pada daerah yang sangat luas dan menimbulkan pencemaran pada udara,
sumber air minum, tanaman pertanian, dan tempat persediaan pangan. Hal ini
menyebabkan daerah tersebut tidak dapat dihuni, satwa akan binasa dan system ekologi
terganggu. Bencana kegagalan teknologi pada skala yang besarakan mengancam
kestabilan ekologi secara global.
Kebakaran lahan dan hutan yang rutin terjadi setiap tahun merupakan jenis
bencana teknologi yang lebih dominan disebabkan oleh faktor manusia, bukan karena
faktor alam. Dalam hal ini, unsur kesengajaan manusia membakar lahan (dan hutan)
untuk tujuan mempersiapkan lahan pertanian (land clearing) sangat tinggi. Meski pada
beberapa kasus kebakaran juga terjadi akibat unsur ketidaksengajaan, misal seseorang
membuang puntung rokok secara sembarangan pada lahan kering yang mudah terbakar,
tetap saja faktor utamanya adalah ulah manusia.
Memang tidak mudah untuk merubah kebiasaan masyarakat yang membuka lahan
dengan cara membakar. Meski sudah ada peraturan hukum yang memberikan ancaman
sanksi bagi pelaku pembakaran lahan dan hutan melalui Peraturan Gubernur, masyarakat
tetap saja melakukan aktivitas tersebut. Culture seperti ini sulit ditinggalkan, karena
memang hanya dengan cara inilah yang paling murah, paling cepat dan paling efektif
untuk menyiapkan lahan-lahan pertanian atau industri yang relatif masih cukup luas di
Pulau Sumatera dan Kalimantan. Satu-satunya cara untuk dapat menekan  jumlah kabut
asap yang ditimbulkannya adalah pada kesadaran masyarakat itu sendiri. Jika masyarakat
menyadari bahwa aktivitas yang rutin mereka lakukan setiap tahun tersebut dapat
berdampak pada citra negatif bangsa ini sebagai pengekspor asap ke negara-negara
tetangga, mencemari udara yang sangat tidak baik untuk kesehatan, dan berpotensi
mengganggu serta membahayakan bagi lalu lintas penerbangan, maka bencana teknologi
berupa kebakaran di negeri tercinta ini akan hilang dengan sendirinya
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor
alam dan atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis (UU 24/2007).

Bencana teknologi merupakan bencana yang diakibatkan oleh kegagalan


teknologi. Kegagalan teknologi ini dapat diakibatkan antara lain oleh kebakaran,
kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam penggunaan
teknologi dan/atau industri Contohnya kebakaran industri yang dapat menimbulkan skala
menegah sampai besar. Penyebab dari kebakaran berbagai macam, Urutan kejadian dari
mulai terjadinya kebakaran hingga menjadi bencana besar dengan banyak korban jiwa
adalah sederhana.

Umumnya, bencana teknologi disebabkan oleh perilaku manusia, baik sengaja dibuat
oleh manusia (perang misalnya), human error atau karena miscalculation. Bell dkk.
(1996) menyebutkan karakteristik bencana teknologi meliputi:

a. Human-made
b. Durasi bencana sangat variatif
c. Umumnya bersifat kronik, namun juga bisa akut dan tiba-tiba
d. Biasanya lebih mudah dikendali-kan dibandingkan bencana alam;
e. Bencana teknologi umumnya lebih mudah diprediksi;
f. Proses kerusakannya banyak yang tidak dapat diamati secara harafiah;
g. Efek post-disaster tidak seberat bencana alam (penelitian Barton 1969;
Cuthberson & Nigg, 1987)
B. MACAM – MACAM BENCANA TEKNOLOGI
Macam – macam Bencana Teknologi dapat dibagi menjadi berikut
a. Bencana dari unsur kimia

Pada umumnya masyarakat terkontaminasi bahan kimia pertanian, terutama


ketika mengkonsumsi pangan yang mengandung zat kimia baik yang terserap
ketika proses tanam, transportasi maupun pengawetan.Pupuk pabrik yakni jenis
NPK selain mengandung NP dan K juga mengandung unsur kimia lain Ferum,
Magnesium, Mo, S, Zn, Ca, Co, Cu dan B (Ruswahyuni dkk.) juga mengandung
nitrogen, potasium, fosfof, Amonia/NH4 dan urea/CO(NH2)2 (Cutter, dkk.,
1991). Di desa, tanaman agar subur diberi pupuk. Bukan lagi pupuk kotoran
hewan sapi, kerbau, ayam dan kambing atau mungkin kotoran babi, tetapi pupuk
yang dihasilkan pabrik dari senyawa kimia. Ketika unsur kimia pupuk bertemu
dengan 02 dan unsur-unsur kimia tanah, maka akan terjadi reaksi kimia yang
merugikan tanah dalam jangka waktu lama. Akibatnya, terjadilah kerusakan
struktur tanah. Pada saat itulah bencana teknologi terjadi pada lingkungan.
Ketika tanah telah bebal, pupuk tidak lagi memberi sumbangan bagi
kesuburannya, kelak munculah bencana baru yaitu tanah menjadi tandus dan
memicu kelaparan masal. Selain itu jika diserap oIeh tubuh pada saat manusia
mengkonsumsi makanan tersebut, dampaknya terhadap tubuh memang sangat
pelan dan lama, namun secara pasti akan merugikan kesehatan. Johnson (1982)
menegaskan bahwa kontak dengan pestisida dalam kurun waktu yang lama dapat
memiliki tingkat keracunan yang tinggi.

b. Bencana teknologi bersumber dari listrik elektromagnetik

Arus listrik tegangan tinggit layar komputer, handphone dan beberapa perala
tan Iistrik yang sering kita pakai memancarkan gelombang elektro-magnetik
yang berbahaya. Penelitian Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 1997 (Kompas,
2003) menyatakan bahwa jika seseorang berada dalam lingkup radiasi
elektromagnetik dalam waktu yang lama (tidak harus ferus menerus) dan
melampaui ambang batas, maka akan mendorong antara lain terjadinya leukimia,
limfoma, infertilitas, cacat kongenital, proses degeneratif, perubahan ritme
jantung, perubahan metabolisme melatonin dan neurosis. Manusia tidak dapat
menghindari kontak dengan peralatan yang memberikan gelombang
elektromagnetik, sehingga tidak mungkin menghindari total bahaya teknologi
tersebut. Manusia hanya bisa mereduksi bahayanya (harm reduction) dengan
berbagai cara, misalnya pemakaian handphone dengan menggunakan alat serap
radiasi.

c. Bencana teknologi bersumber dari factor biologi


Kompas 4 April 2003 halaman 30 kolom 5 - 9 mewartakan tentang PT
Freeport Indonesia mengimpor tanaman pembawa virus (strive virus: virus
perusak ekosistem) dari Australia. Artinya, terdapat perbedaan kultur ekosistem
antara satu negara dengan negara lain yang berakibat fatal berupa perusakan
ekosistem. Jika ekosistem masih mengalami kerusakan maka potensi terjadinya
perubahan genetik organisme di Sekitar menjadi besar.

d. Bencana Teknologi Bersumber Kesalahan Penggunaan Nuklir

Kecelakaan pada Reaktor Nuklir Three Mile Island (TMI) maret 1979
menyebabkan tersebarnya radioaktif di sekitar reaktor. Bencana TMI terjadi
karena human error yakni kurangnya kontrol terhadap temperatur pembangkit
listrik sehingga terjadi ledakan. Bencana ini menyebabkan stress korban yang
tinggal disekitar reactor. Bahkan lebih dari satu tahun, gas radioaktif
terperangkap dalam bangunan di reaktor dan memiliki potensi meluas ke areal
pemukiman (Bell,1996). Penelitian mengindikasikan korban mengalami stress
hingga 6 tahun setelah kejadian (Davidson, 1986; McKinnon et al, 1989 dalam
Bell, dkk, 1996). Radiasi nuklir selain mengakibatkan cacat flsik juga
menyebabkan stress dan psikosmatik, perubahan pengendalian dan performance.

e. Bencana teknologi dari limbah beracun

Limbah beracun dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis.


Indonesia yang memiliki jajaran gunung berapi juga memiliki cukup banyak gas
bumi beracun (natural toxic) yang sewaktu-waktu dapat terpancar keluar. Di
Jawa Tengah, Komplek pegunungan Dieng, Wonosobo, memiliki kekayaan alam
berupa kawah yang sewaktu-waktu mengeluarkan gas beracun. Bencana kawah
Sikidang di dataran Dieng tersebut pemah menelan korban jiwa cukup banyak
(Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2005). Salah satu
sumber racun dalam lingkungan pekerjaan adalah zat asbes. Pada industri yang
mempergunakan asbes, terdapat banyak pekerja yang terkena gangguan
kesehatan (kangker paru) akibat menghisap asbes dalam waktu yang lama
(Lebovits, dkk, 1986). Partikel asbes (termasuk juga partikel industri fiber dan
kayu) menyebabkan gangguan pemafasan. Terlebih lagi pekerja industri asbes
yang merokok, isapan partikel asbes dan rokok menguatkan bahaya racun
terhadap kesehatan pernafasan. Meskipun demikian, pekerja industri asbes, kayu
dan fiber merasa tidak mengalami gangguan depresi, kecemasan dan gangguan
mental lain. Industri lain yang memiliki kemungkinan terkena racun antara lain
kerajinan timah, kuningan dan tembaga. Pekerja industri tersebut mengalami
defisiensi neuropsikologis yang berkait dengan kecemasan dan penyakit fisik
antara lain paru-paru dan liver. Penelitian Spivey dkk (dcilam Bell, dkk., 1996)
lebih Ianjut menegaskan bahwa keracunan partikel timah .dapat meningkatkan
agresi dan kekerasan. Tercemamya mata air oleh bahan kimia (DDT/insektisida,
herbisida, fungisida; chloroform, carbon dan bensin) mendorong terjadinya
leukimia dan cacat lahir.

C. MANAJEMEN BENCANA TEKNOLOGI


1. Saat terjadi bencana
- Bila system monitoring dan sistim peringatan bahaya kebakaran atau bahaya lainnya,
kerusakan komponen atau peralatan dan terjadinya kondisi bahaya lainnya memberi tanda
atau membunyikan tanda peringatan terjadinya bahaya maka peralatan atau mesin secara
otomatis menghentikan operasinya. Pengawas harus melakukan pengecekan dan
memerintahkan semua pegawai untuk segera meninggalkan ruang kerja atau melakukan
evakuasi.

- Semua staf harus melakukan evakuasi secara tertib dan teratur sesuai dengan tata cara
evakuasi yang ada dan jangan panik.
- Pengawas keselamatan kerja yang bertugas harus memeriksa semua ruangan untuk
memastikan semua pegawai telah meninggalkan ruangannya.

- Semua staf harus pergi menyelamatkan diri di tempat evakuasi yang telah ditentukan dan
mengikuti perintah selanjutnya dari pengawas masing-masing.

- Pemimpin kelompok kerja harus mendaftar semua staf yang ada dan memastikan
keberadaannya bila ada staf yang tidak hadir saat evakuasi.

- Pengawas melakukan pengecekan terhadap operasi mesin dan peralatan kerja dengan
memakai peralatan perlindungan kerja lengkap, seperti baju tahan api, panas dan zat kimia,
helm, masker anti asap dan zat kimia, pelindung mata dan telinga, sarung tangan dan
sepatu keselamatan kerja.

- Padamkan api atau atasi kebocoran kimia dan lainnya sesuai dengan tata cara kerja yang
berlaku dan selalu waspada akan bencana ikutan lainnya.

- Beri pertolongan kecelakaan kepada korban kecelakaan sesuai dengan prosedur yang ada.

2. Sesudah bencana terjadi:


- Pengawas keselamatan kerja memastikan bahwa kejadian bencana telah usai
dan keadaan sudah terkendali dengan aman. Pastikan tidak akan ada lagi
bencana lanjutan.
- Singkirkan dan bersihkan peralatan dan bangunan yang terbakar, rusak dan
hancur. Bersihkan zat kimia yang tercecer secara hati-hati.
- Kumpulkan, rapihkan dan simpan semua peralatan keselamatan bencana.
- Pekerja dan staf hanya boleh memasuki ruang kerja setelah ada perintah dan
aba-aba resmi dari pimpinan kantor atau pabrik.
- Lakukan pengecekan dan identifikasi korban meninggal, luka yang selamat.
3. Rencana menghadapi bencana
- Untuk menghadapi kegagalan teknologi setiap orang harus mempunyai
rencana. Rencana ini antara lain meliputi:
- Bergabung dengan kegiatan PRB berbasis masyarakat, khususnya masyarakat
siaga bencana kegagalan teknologi.
- Turut serta dan mendukung Pendidikan PRB di sekolah.
- Mengikuti kegiatan pelatihan teknis dan ketrampilan kerja dalam rangka PRB
(pertukangan, pertanian, peternakan, keterampilan usaha, industri rumah
tangga dan sejenisnya). Ini dimaksudkan untuk meningkatkan keadaan
ekonomi masyarakat sehingga tidak rentan dalam menghadapi bencana
kegagalan teknologi.

D. MITIGASI BENCANA

Upaya mitigasi bencana kegagalan teknologi dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
mitigasi non- struktural (bukan upaya pembangunan fisik) dan mitigasi struktural
(upaya pembangunan fisik).

1. Mitigasi non-struktural
a. Latih staf operasional peralatan pabrik sesuai dengan persyaratan yang diminta
untuk menjalankan peralatan tersebut.
b. Tingkatkan standar keselamatan kerja di pabrik dan keselamatan desain
peralatan. Antisipasi kemungkinan bahaya dalam desain peralatan dan
bangunan.
c. Buat prosedur operasi penyelamatan jika terjadi kecelakaan peralatan dan
teknologi. Tingkatkan fungsi sistim deteksi dan peringatan dini
d. Rencanakan kesiapsiagaan dalam peningkatan kemampuan pemadaman
kebakaran dan penanggulangan asap, tanggap darurat dan evakuasi bagi
pegawai serta penduduk di sekitarnya.
e. Latih staf dalam mengggunakan alat pemadam kebakaran portable.
f. Sosialisasikan rencana-rencana penyelamatan kepada pegawai dan penduduk di
sekitar dengan bekerja sama dengan instansi terkait.
g. Kurangi atau hilangkan bahaya yang telah diindentifikasi
h. Secara proaktif melakukan monitoring tingkat pencemaran sehingga standar
keselamatan tidak akan terlampaui.
i. Lakukan latihan simulasi bencana kegagalan teknologi secara berkala.
2. Mitigasi structural
a. Bangun pabrik dengan menggunakan material bangunan atau peralatan yang
keamanannya terjamin.
b. Desain pabrik atau industry yang dilengkapi dengan sistim monitoring dan
sistim peringatan akan bahaya kebakaran dan/atau bahaya karena kegagalan
teknologi, kerusakan komponen atau peralatan dan terjadinya kondisi bahaya
lainnya yang akan menghentikan operasi peralatan atau mesin secara otomatis,
serta memberi tanda atau membunyikan tanda peringatan terjadinya bahaya.
c. Pasang alat deteksi asap dan api.
d. Pasang pemadam kebakaran otomatis di setiap bagian pabrik.
e. Letakan alat pemadam kebakaran portable di setiap bagian kantor atau pabrik.
Buat pipa saluran air untuk pemadam kebakaran.
f. Bangun daerah penyangga atau penghalang api serta penyebaran atau pengurai
asap.
g. Batasi dan kurangi kapasitas penampungan bahan-bahan kimia yang berbahaya
dan mudah terbakar.
h. Pindahkan dan simpan bahan atau material yang berbahaya atau beracun ke
tempat yang sangat aman.
i. Membeli mobil pemadam kebakaran dan menyiapkan petugas pemadam
kebakaran dengan baik.
j. Masing-masing pekerja dan staf tetap melakukan pengecekan dan kewaspadaan
di masing-masing tempat kerja dan segera melaporkan kepada pengawas
masing-masing bila terdapat sesuatu yang mencurigakan.

E. KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA


Kegiatan ini meliputi penyiapan posko bantuan bencana darurat, tempat evakuasi, tim
reaksi cepat, dan prosedur tetap.
1. Pengelolaan Tanggap Darurat Bencana
Untuk tiap bencana dan masing-masing pemukiman perlu dilakukan dan disediakan
hal-hal berikut:
- Penentuan lokasi evakuasi, jalur ke lokasi evakuasi, papan tanda menuju lokasi
evakuasi, dan peta jalan menuju lokasi evakuasi. Sebaiknya setiap orang dan keluarga
melakukan uji coba evakuasi dengan mengikuti jalur yang sudah ditentukan.
- Penyediaan perlengkapan dan fasilitas di lokasi evakuasi. Pembuatan pedoman
prosedur evakuasi pada saat bencana.
- Pembentukan Tim SAR dan melengkapi peralatan SAR yang dibutuhkan, seperti
perahu karet, peralatan komunikasi, lampu senter, pemngeras suara portabel, dan
sejenisnya.
- Pembentukan sistim keamanan pada saat bencana. Ini untuk memberi rasa aman
kepada warga yang meninggalkan rumahnya saat bencana.
- Kendaraan transportasi menuju lokasi evakuasi. Dalam beberapa bencana, seperti
gunung api meletus, lokasi evakuasinya biasa berjarak cukup jauh dari pemukiman
penduduk. Oleh karena itu perlu disiapkan alat transporatsi untuk mengangkut
pengungsi dengan cepat.
- Penyediaan air bersih dan sarana mandi, cuci, kakus (MCK) di lokasi
evakuasi.
- Penyediaan air bersih di lokasi evakuasi. Saat ini sudah banyak tersedia alat penjernih
air yang mudah dibawa dan dipindahkan ke berbagai lokasi. Alat ini sangat diperlukan
saat terjadi evakuasi karena air jernih siap pakai sangat dibutuhkan saat evakuasi.
- Makanan di lokasi evakuasi. Dapur umum yang menyediakan makanan bagi
pengungsi, terutama anak-anak, harus disediakan sedini mungkin. Demikian pula
dengan alat-alat masak dan bahan bakunya. Tenaga relawan yang memasak bisa
mudah diperoleh saat evakuasi.
- Pertolongan pertama, pengobatan darurat dan obat-obatan penting di lokasi
evakuasi.
- Layanan medis di lokasi evakuasi. Dinas kesehatan pemerintah daerah, klinik
kesehatan, dinas kesehatan TNI, pelayanan kesehatan PMI dan lembaga lainnya
umumnya sudah siap sedia untuk memberi pelayanan kesehatan pada saat bencana.
2. Kegiatan Peringatan Dini Bencana

Untuk bencana kegagalan teknologi dapat dilakukan peringatan dini bencana.


Kegiatan peringatan dini bencana meliputi:

a. Pengelolaan peringatan dini


Mengingat dapat terjadi bencana kegagalan teknologi di Indonesia maka
dalam perkembangannya pengelolaan peringatan dini untuk bencana juga dilakukan oleh
berbagai lembaga yang berwenang. Sebagai contoh, peringatan dini bencana kegagalan
teknologi dapat bekerjasama dengan BPBD/Satkorlak Bencana Daerah dan peringatan
dini bencana oleh masyarakat. Semua kegiatan peringatan dini tentu saja berkoordinasi
dengan BNPB/BPBD, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan
masyarakat. Oleh karena itu masing-masing Badan/Dinas yang berwenang tadi melakukan
sendiri dan memiliki prosedur tetap masing-masing untuk hal-hal berikut:
- Pembangunan, pemasangan dan pengoperasian peralatan untuk mengamati gejala
bencana.
- Metode untuk menganalisa hasil pengamatan gejala bencana.
- Proses pembuatan keputusan status bencana berdasar hasil analisa masing-masing
badan/lembaga.
- Sistim penyebaran informasi hasil keputusan status bencana

Ketersediaan alat penyebaran informasi peringatan dini (telepon, radio baterai, handy
talky/HT). Semua badan dan lembaga yang melakukan kegiatan peringatan dini
tersebut di atas telah melengkapi kegiatannya dengan berbagai alat penyebaran
informasi peringatan dini. Untuk mendukung upaya penyebaran informasi peringatan dini
ini agar dapat mencapai semua penduduk di berbagai wilayah maka diharapkan
masyarakat juga memiliki peralatan ini, baik secara sendiri-sendiri maupun secara
kelompok. Saat ini masyarakat juga memanfaatkan alat yang dipakai secara tradisional,
seperti kentongan, lonceng, sirine, atau pengeras suara di mushola dan mesjid. Organisasi
ORARI dan RAPI selalu siap menyebarkan peringatan dini bencana.

3. Manajemen Informasi Bencana

Sistim informasi yang dikembangkan untuk peringatan dini bencana sebaiknya


dikembangkan sedemikian rupa sehingga mudah diakses, dimengerti dan disebarluaskan.
Untuk ini isi dan bentuk informasinya harus Akurat, Tepat waktu, Dapat dipercaya dan Mudah
dikomunikasikan. Masyarakat dan tiap rumah tangga harus pula memiliki informasi
penting terkini berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana, seperti daftar nama, alamat, nomor
telepon orang-orang penting dan keluarga, lembaga, kantor polisi, Tim SAR, Palang Merah,
Rumah Sakit, Pemadam Kebakaran, relawan yang bisa dihubungi pada saat bencana. Hal ini
penting agar tiap keluarga dapat meminta bantuan kepada petugas yang berwenang atau
memberi kabar tentang keadaannya setelah bencana terjadi.

4. Gladi Simulasi Bencana

Gladi Simulasi Bencana atau latihan simulasi kesiapsiagaan menghadapi


bencana, khususnya tentang peringatan dini dan evakuasi, harus dilakukan secara berkala dan
rutin di lapangan dan di sekolah-sekolah. Gunanya adalah untuk menguji tingkat kesiapsiagaan
dan membiasakan diri para petugas, siswa dan masyarakat menghadapi bencana.

F. PEMULIHAN: REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

Pelaksanaan kegiatan pemulihan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana harus
dilaksanakan dalam kerangka pengurangan risiko bencana yang akan datang. Mengingat bahwa
ancaman bahaya bencana akan selalu ada maka sejak awal upaya-upaya mengurangi kerentanan fisik,
sosial dan ekonomi masyarakat harus dilakukan. Oleh karena itu setelah kejadian suatu bencana
setiap kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berusaha memulihkan keadaan masyarakat supaya
bisa bangkit kembali dari keadaan keterpurukan harus dilakukan dalam kerangka PRB yang
mengatisipasi terjadinya bencana yang akan datang. Kegiatannya antara lain meliputi:

1. Melakukan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) berdasarkan analisis risiko bencana. Ini
termasuk rencana struktur, pola ruang wilayah, dan penetapan kawasan dengan
mempertimbangkan potensi risiko bencana yang telah ditetapkan lembaga berwenang dalam:
a. Membangun kembali dan memperbaiki lingkungan daerah bencana dan prasarana fisik serta
upaya lain untuk meminimalkan risiko bencana yang akan datang.
b. Membangun kembali dan memperbaiki prasarana dan sarana publik yang rusak, seperti:
jalan raya, jembatan, rumah sakit, sekolah, pasar, gedung-gedung kantor pemerintah dan
olahraga, yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) serta pemakaian alat yang
lebih baik dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana.
c. Membangun kembali dan memperbaiki rumah masyarakat yang memenuhi standar
menyelenggarakan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan.
2. Melaksanakan kegiatan pelatihan dan bantuan modal usaha untuk mengurangi ketergantungan
masyarakat kepada sumber mata pencarian yang tidak aman dan rawan bahaya.
3. Meningkatkan kemampuan masyarakat pada pasca bencana untuk membangun kembali dan
memperbaiki rumah, gedung dan bangunan sejenisnya yang memenuhi standar teknis tata
bangunan (arsitektur) dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana kegagalan teknologi yang
telah ditetapkan lembaga berwenang serta sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW).
Hal ini dilakukam berdasarkan analisis risiko bencana, yang antara lain meliputi rencana struktur
dan pola ruang wilayah serta penetapan kan wawasan dengan mempertimbangkan potensi
risiko bencana yang telah ditetapkan lembaga berwenang.
4. Mengajak masyarakat pada pasca bencana untuk tidak menggantungkan kembali sumber mata
pencariannya pada kegiatan yang tidak aman dan rawan bahaya.

G. PENYEBAB BENCANA TEKNOLOGI KEBAKARAN


Api dapat diklasifikasikan menurut bahan bakar atau material yang terbakar
yang bertujuan untuk memudahkan dalam memilih alat atau cara untuk
memadamkannya. Berikut klasifikasi api menurut Permenakertrans No.
Per.04/Men/1980 :
1. Api kelas A
Bahan-bahan yang termasuk klasifikasi api kelas A adalah kebakaran dari bahan
bukan logam, seperti bahan dari kayu, plastik, bahan textil dan karet.
Pemadam api kelas A dengan pendinginan (cooling).
2. Api kelas B
Bahan-bahan yang termasuk klasifikasi api kelas B adalah kebakaran dari bahan
cair dan gas, seperti minyak, oli, gas minyak, maupun gas alam cair.
Pemadam api kelas B dengan penyelimutan (smotering) dengan bahan
pemadam api, busa, serbuk kimia kering, air dalam bentuk kabut atau dengan
menghentikan persediaan bahan bakar.
3. Api kelas C
Bahan-bahan yang termasuk klasifikasi api kelas C adalah kebakaran dari listrik.
Pemadaman dilakukan dengan membatasi api agar tidak menjalar (starving) dengan
media pemadam api yang tidak mengandung air.
4. Api kelas D
Bahan-bahan yang termasuk klasifikasi api kelas D adalah kebakaran dari bahan
logam, seperti Magnesium, Titanium, Sodium, Uranium,Plutonium dan
Potasium. Pemadam api kelas D adalah dengan menggunakan bahan pemadam api
khusus, seperti met-LX, GL Powder, Na-X. (BSK Safety Services, 2009).

Sumber-sumber nyala api dapat terjadi dari berbagai peristiwa, antara lain :
1. Listrik
Instalasi listrik yang digunakan dapat mengakibatkan nyala api oleh karena
faktor-faktor :
a. Tidak berfungsinya pengaman
b. Kegagalan isolasi
c. Sambungan tidak sempurna
d. Penggunaan peralatan tidak standar
2. Rokok
Merokok di tempat terlarang atau membuang puntung rokok sembarangan di tempat
kerja dapat menimbulkan terjadinya kebakaran.
3. Gesekan mekanik
Gesekan mekanik dapat terjadi pada :
b. Panas akibat kurang pelumasan pada bagian mesin yang berputar
c. Bagian mesin yang berputar tertutup serbuk mudah terbakar
d. Bagian mesin yang berputar bergesekan dengan tutup pengaman, dan
lainlain
4. Pemanasan berlebih (Over Heating)
Pemanasan yang berlebih dapat ditimbulkan dari pengoperasian alat-alat yang tidak
terkontrol dengan baik.
5. Permukaan panas
Pengoperasian instalasi yang tidak terlindungi dapat menimbulkan panas pada
permukaannya yang memicu kontak dengan bahan yang mudah terbakar.
6. Listrik statis
Loncatan api akibat akumulasi listrik statis yang ada pada umumnya terjadi
karena gesekan pada bahan non konduktor.
7. Sambaran petir
Sambaran petir dapat mengenai objek-objek yang tidak terlindungi penyalur
petir atau pada instalasi yang penyalur petirnya tidak memenuhi syarat.
8. Reaksi kimia
Nyala api dapat timbul dari reaksi antara bahan-bahan kimia. (Firdhos
Nurdiansyah, 2003).

H. PENANGGULANGAN BENCANA TEKNOLOGI KEBAKARAN


Dasar-dasar sistem pemadaman api adalah merusak keseimbangan reaksi api. Hal ini
dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu :
1. Cara penguraian, yaitu dengan memisahkan atau menyingkirkan bahan-bahan yang
mudah terbakar.
2. Cara pendinginan, yaitu dengan menurunkan panas sehingga temperatur bahan yang
terbakar turun sampai dibawah titik nyalanya.
3. Cara isolasi, yaitu dengan menurunkan kadar oksigen sampai dibawah 12%
atau mencegah reaksi dengan oksigen. (BSK Safety Services, 2009).

Cara menggunakan APAR adalah sebagai berikut:

1. Tarik kunci pengaman atau segel.


2. Pegang bagian ujung selang dan arahkan ujung selang ke sumber api.
3. Tekan tuas.
4. Kibaskan ujung selang pada sumber api secara perlahan sampai api padam.
I. SYARAT GEDUNG SESUAI STANDAR

Sebuah rumah harus mempunyai persyaratan keandalan baik dari segi keselamatan,
kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi penghuninya. Pada umumnya, orang
membangun rumah terkadang melupakan persyaratan keselamatan. Dalam hal ini,
mereka melupakan persyaratan keandalan yang meliputi keselamatan dari bahaya
kebakaran. Apalagi saat ini sudah ada undang-undang yang mewajibkan sebuah
bangunan gedung memiliki persyaratan tersebut. Undang-undang yang dimaksud
adalah Undangundang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Kebakaran pada bangunan rumah dapat menimbulkan banyak kerugian. Selain


korban manusia dan harta benda, ketenangan masyarakat di lingkungan sekitar juga
dapat terganggu dan terkena imbas dari musibah kebakaran.

Anda pun seharusnya sudah mulai memperhatikan aspek keselamatan terhadap


bahaya kebakaran sebelum membangun rumah. Baik dari pemilihan materi bahan
bangunan, peletakan ruang, sampai dengan upaya pencegahan bahaya kebakaran.

Pemilihan Material

Material bahan bangunan yang Anda gunakan dapat berpengaruh terhadap


terjadinya suatu kebakaran. Disarankan untuk tidak memilih material yang mudah
terbakar, kayu, misalnya.

Bahan kayu, sebagai bahan penutup lantai, akan cepat terbakar jika terjadi
kebakaran, dan daya rambat apinya juga lebih cepat. Selain kayu juga masih ada
material bahan bangunan yang rentan terhadap api.
Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 02 Tahun 1985, tentang
Ketentuan Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran pada Bangunan Gedung, ada 5
tingkatan mutu bahan bangunan yang digunakan dalam sebuah konstruksi bangunan
rumah. Kelima tingkat mutu tersebut adalah:

1. Bahan mutu tingkat I ( noncombustible), sebagai contoh: beton, bata, batako, baja,
asbes, aluminium, kaca, ubin marmer, lembaran seng, genteng keramik, dan adukan
semen.

2. Bahan mutu tingkat II ( semi noncombustible), sebagai contoh: papan wool kayu
semen ( excelcior board), papan semen pulp, serat kaca semen, plasterboard, dan pelat
baja lapis.

3. Bahan mutu tingkat III ( fire-retardant), sebagai contoh: kayu lapis yang
dilindungi, papan yang mengandung lebih dari 5290 glass fiber, papan partikel yang
dilindungi, dan papan wool kayu.

4. Bahan mutu tingkat IV ( semi fireretardant), sebagai contoh: papan polyester


bertulang, dan polyvinil dengan tulangan.

5. Bahan mutu tingkat V ( combustible), sebagai contoh: bambu, sirap kayu bukan
kayu jati, rumbian, anyaman bambu, bahan atap aspal berlapis mineral, segala jenis kayu
(kamper, meranti, terentang, dll.), kayu lapis, softboard, hardboard, dan papan partikel.

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 02 Tahun 1985, Pasal 3 tentang


Kualifikasi Bangunan, menjelaskan bahwa rumah kualifikasi bangunan kelas C
materialnya harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya 1/2 jam sejak terjadi
kebakaran. Kualifikasi bangunan kelas C adalah bangunan gedung yang tidak
bertingkat dan sederhana. Jika rumah Anda berlantai dua, maka termasuk kualifikasi
kelas B sehingga material bahan bangunannya harus tahan terhadap api sekurang-
kurangnya 2 jam.

Penggunaan material tahan api tidak berarti bahwa bahan tersebut tidak bisa
terbakar. Tetapi setidaknya material yang Anda gunakan dapat menahan dan
membatasi kecepatan menjalarnya api. Selain itu, dalam hal evakuasi, Anda bisa
sempat untuk menyelamatkan diri ke luar rumah.
Upaya Pencegahan Bahaya Kebakaran

Untuk meminimalkan risiko terjadinya kebakaran, Anda dapat melakukan


pengamanan terhadap rumah Anda sendiri. Menurut Undang-undang No. 28 Tahun
2002 Pasal 19, ada dua macam sistem pengamanan terhadap bahaya kebakaran, yaitu
aktif dan pasif.

Sistem pengamanan aktif adalah sistem pengamanan yang dilakukan dengan


mengerahkan kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran,
pengendalian asap, dan sarana penyelamatan kebakaran. Sedangkan sistem
pengamanan pasif meliputi penyediaan bukaan keluar rumah seperti jendela dan pintu
yang mudah dibuka serta pemilihan bahan material yang tepat.

Anda juga dapat menerapkan sistem pengamanan aktif di rumah. Sebagai contoh
Anda dapat meletakkan alat Pemadam Api Ringan (PAR) di ruangan yang rentan
terjadi kebakaran seperti ruang dapur atau ruang baca. PAR merupakan alat pemadam
api yang bisa dioperasikan oleh satu orang.

Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 02 Tahun 1985, Pasal 19


mengenai alat Pemadam Api Ringan (PAR), dalam menggunakan jenis PAR harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Tabung harus dalam keadaan baik

2. Sebelum dipakai segel harus dalam keadaan baik

3. Selang harus tahan tekanan tinggi

4. Isi tabung gas sesuai dengan tekanan yang dipergunakan

5. Belum lewat batas masa berlakunya

6. Warna tabung harus mudah dilihat (hijau, merah, biru, kuning)

Dari segi pemasangan dan penempatannya, PAR tidak boleh diletakan secara
sembarangan, melainkan harus memenuhi syarat-syarat (lihat Box).

Mungkin Anda agak kesulitan jika menerapakan sistem pengamanan terhadap


bahaya kebakaran. Tetapi Anda bisa mencoba dari salah satu sistem yang ada.
Penjelasan Undang-undang No. 28 Tahun 2002 menyebutkan bahwa rumah tinggal
tunggal, khususnya rumah inti tumbuh dan rumah sederhana sehat tidak diwajibkan
melengkapi pengamanan dengan sistem aktif dan pasif. Semua diserahkan kepada
kemampuan Anda selalu pemilik rumah serta pertimbangan terhadap keselamatan
bangunan dan lingkungan sekitarnya.

Nah, jika rumah Anda ingin terhindar dari bahaya kebakaran, tidak ada salahnya
untuk menerapkan sistem pengamanan aktif maupun pasif.
Syarat-syarat Pemasangan dan Penempatan Alat Pemadam Api Ringan:

–        Setiap PAR harus dipasang pada posisi yang mudah dilihat, dicapai, dan
diambil.

–        Pemasangan PAR harus sesuai dengan jenis dan penggolongan kebakaran.

–        Setiap PAR harus dipasang menggantung pada dinding dengan penguatan
sengkang atau dalam lemari kaca, dan dapat diambil dengan mudah pada saat
diperlukan.

–        Pemasangan PAR dilakukan sedemikian rupa sehingga bagian paling atas
berada pada ketinggian 1,2 m dari permukaan lantai, terkecuali untuk jenis CO2 dan
bubuk kimia kering yang penempatannya minimum 15 cm dari permukaan lantai.

–        PAR tidak boleh dipasang di dalam ruangan yang mempunyai suhu lebih dari
49o C dan di bawah 4o C.

–        Penempatan PAR berdasarkan pada kemampuan jangkauan serta jenis


bangunan.

J. Cara melakukan evakuasi pada gedung bertingkat.


Jika terjadi bencana seperti kebarakan pada gedung bertingkat, yang perlu anda
lakukan antara lain adalah :

1. Bersikap selalu tenang.

Reaksi panik akan sebuah bencana merupakan hal yang normal bagi manusia,
namun hal ini belum tentu baik, bahkan reaksi panik ini akan menimbulkan separuh
dari kemampuan yang anda miliki.  Sikap tenang selalu menjadi faktor utama untuk
membantu anda keluar dari situasi bencana ini. Semakin kita bersikap tenang, maka
kita akan semakin tanggap dan cekatan dengan tindakan apa saja yang harus kita
lakukan.

2. Memadamkan api

Pemadaman api ini hanya dilakukan bagi mereka yang telah terlatih dalam hal
memadamkan api. Bagi anda yang tidak telatih, maka anda dapat mencari bantuan
darurat, melalui petugas keamanan atau orang yang berada di dekat anda.

3. Berkumpul di titik kumpul yang telah ditetapkan

Untuk menyelamatkan jiwa anda dan orang-orang, jika anda mengetahui


bahwa proses pemadaman agak lama dan perlu untuk dilakukan proses evakuasi,
maka anda menyalakan alarm lalu menuju ke titik kumpul yang telah ditetapkan,
melalui jalur evakuasi gedung bertingkat yang tersedia.

4. Jangan menggunakan lift untuk proses evakuasi

Diharapkan untuk menghidari dan menyelamatkan diri dari bencana


kebakaran ini, anda jangan menggunakan lift untuk menuju titik kumpul, karena
anda bisa saja akan mengalami terjebak dalam lift tersebut, dan hal ini akan sangat
membahayakan. Sementara bagi anda yang terlanjur berada di dalam lift diusahakan
anda segera keluar pada lantai terdekat, kemudian untuk menuju titik kumpul
gunakan pintu keluar darurat dan jalur evakuasi gedung bertingkat yang ada.

5. Evakuasi melalui jalur evakuasi gedung bertingkat


Ikuti petunjuk keselamatan dalam proses evakuasi. Pola barisan mengikuti
besar ruangan pada jalur evakuasi gedung bertingkat. Jika anda didampingi oleh
komandan regu penyelamat, maka ikutilah setiap petunjuk yang diberikan oleh
komandan regu penyelamat anda dengan baik dan benar, dan anda tidak perlu panik
dan berlari baik di tangga maupun saat menelusuri jalur evakuasi.

6. Menggunakan pintu keluar darurat

Pintu keluar darurat ini hanya diperuntukan bagi mereka yang melakukan proses
evakuasi, jadi pintu ini bukan merupakan pintu keluar masuk secara umum dan bebas.
Karena biasanya pintu keluar darurat ini dilengkapi dengan rambu dan warnanyapun
dibuat mencolok berbeda dengan pintu-pintu lainnya.

K. SISTEM CODE RED


1. Code blue
Code Blue (Kode Biru) merupakan kode yang dimana menunjukkan  pasien
yang membutuhkan resusitasi atau membutuhkan pertolongan medis,paling
sering sebagai akibat dari serangan pernapasan atau serangan jantung, jika tombol
Code Blue di tekan maka muncul lampu berwarna biru, dan layar display akan
menunjukan tulisan berwarna biru dan menunjukkan nomor kamar pasien. Di saat
itu juga dokter atau suster terdekat akan melakukan pertolongan pertama ke pada
pasien.

2. Code red
Selain Code Blue ada juga Code Red (Kode Merah) yang  merupakan kode yang
dimana menunjukkan adanya kebakaran , di saat code red di tekan  maka akan
menunjukan adanya kebakaran ,dan segera mungkin melakukan evakuasi dan
pemadaman api, sehingga tidak melebar luas kobaran api tersebut.
3. Code Black 
Code Black (Kode Hitam) berguna terhadap adanya Ancaman Bom yang terjadi
di di suatu tempat. misalnya kita mendapatkan laporan bahwa lokasi ini bakal di
bom , maka code black harus di tekan , bertujuan untuk melakukan evakuasi,
dan tidak memakan korban.

4. Code Brown Button


Selain ke 3 di atas ada juga Code Brown Button yang berfungsi untuk meminta
Bantuan Security, Kode di gunakan jika di lokasi adanya terjadi keributan, atau
tamu tidak di undang.
5. Code Pink 
Dan Terakhir Code Pink (Kode Pink), kode ini biasanya sangat berguna di
Rumah Sakit, atau ruang penitipan Bayi, jika ada nya Bayi Hilang maka Code
Pink harus di tekan , bertujuan untuk ada nya tim untuk mencari  bayi yang
hilang tersebut.
L. CONTOH BENCANA TEKNOLOGI
Kebakaran pabrik Triangle Shirtwaist Company di New York City pada 25
Maret 1911

Liputan6.com, New York City - Kebakaran pabrik Triangle Shirtwaist Company di


New York City pada 25 Maret 1911, menjadi salah satu sejarah industri terkelam
Amerika Serikat. Insiden yang menewaskan 145 pekerja itu--sumber lain menyebut
146, memicu dibuatnya serangkaian undang-undang dan regulasi untuk melindungi
pekerja pabrik dengan lebih baik. Pabrik yang dimiliki oleh Max Blanck dan Isaac
Harris, terletak di tiga lantai paling atas gedung 10 tingkat Asch Building di Manhattan.
Para pekerja yang merupakan imigran miskin, harus berjajar berdesakan. Sebagian
besar dari mereka adalah remaja perempuan yang tak bisa berbahasa Inggris.

Pada saat terjadi kebakaran, hanya terdapat satu elevator yang berfungsi dan cuma
bisa mengangkut 12 orang. Sebenarnya terdapat dua tangga di gedung itu, namun salah
satunya dikunci dari luar untuk mencegah masuknya pencuri. Sementara itu tangga
daruratnya berkualitas buruk dan tak bisa mendukung beban berat. Dilansir History,
Blanck dan Harris memiliki sejarah atas kebakaran pabrik. Pabrik Triangle pernah dua
kali terbakar pada 1902. Sementara itu pabrik Diamond Waist Company milik mereka
juga pernah terbakar dua kali, pada 1907 dan 1910. Diduga Blanck dan Harris sengaja
membakar dua tempat tersebut -- bukan kebakaran pada tahun 1911 -- sebelum jam
kerja berlangsung. Hal itu bertujuan untuk mengumpulkan asuransi kebakaran dalam
jumlah besar, praktik tak jarang dilakukan pada awal Abad ke-20. Blanck dan Harris
juga dikenal anti-pekerja. Pegawai mereka hanya dibayar US$ 15 seminggu, dengan
waktu kerja 12 jam per hari. Ketika Ladies Garment Workers Union memimpin
pemogokan pada 1909 untuk menuntut gaji lebih tinggi dan jam kerja lebih singkat,
perusahaan Blanck dan Harris merupakan salah satu dari produsen yang menolak
tuntutan tersebut. Mereka mempekerjakan polisi sebagai preman untuk memenjarakan
perempuan yang melakukan pemogokan. Blanck dan Harris juga membayar politisi
untuk turut menolak tuntutan itu.

Pada 25 Maret 1991, terdapat 600 pekerja yang berada di pabrik saat kebakaran
dimulai di sebuah tempat menyimpan kain perca di lantai delapan. Manajer berusaha
memutar selang di atasnya, tapi selang itu membusuk dan katup yang berkarat
menutup. Kepanikan terjadi saat pekerja melarikan diri di setiap pintu keluar. Lift pun
rusak setelah mengangkut penumpang sebanyak empat kali, dan membuat para pekerja
mulai melompat ke luar gedung. Mereka yang melarikan diri dengan menggunakan
tangga yang salah terbakar hidup-hidup. Perempuan lainnya terjebak di lantai delapan
dan melompat melalui jendela. Hal itu menciptakan masalah bagi petugas pemadam
kebakaran karena selang mereka tertindih oleh jasad yang berjatuhan. Tangga milik
pemadam kebakaran hanya dapat mencapai lantai tujuh. Jaring pengaman pun tak
cukup kuat untuk menangkap tiga perempuan pekerja yang melompat sekaligus.
Kereta kuda menarik mesin pemadam kebakaran ke pabrik yang terbakar. (Public
Domain)Saat kejadian, Blanck dan Harris berada di lantai atas bangunan bersama
dengan beberapa pekerja. Mereka berhasil kabur dengan memanjat ke atap dan
melompat ke sebuah bangunan yang berdekatan. Kebakaran itu dapat padam satu
setengah jam kemudian. Namun 49 pekerja tewas akibat kobaran api dan sekitar 100
lainnya ditemukan tak bernyawa di lubang elevator dan di trotoar. Akibat peristiwa itu,
serikat pekerja mengorganisir demo pada 5 April untuk memprotes kondisi yang
menyebabkan kebakaran. Unjuk rasa itu dihadiri oleh 80.000 orang.

Meskipun Blanck dan Harris diadili untuk kasus pembunuhan, mereka berhasil
bebas tanpa hukuman. Namun kebakaran itu memaksa kota memberlakukan reformasi.
Selain kebakaran yang terjadi di pabrik Triangle Shirtwaist Company, pada tanggal
yang sama di tahun 421 Masehi, kota Venesia lahir. Peresmian kota ditandai dengan
pembangunan gereja pertama, San Giacomo, di Pulau Rialto. Peristiwa tragis juga
terjadi di tanggal yang sama pada 1975. Raja Arab Saudi kala itu, Faisal bin Abdulaziz
Al Saud, tewas ditembak oleh keponakannya sendiri, Pangeran Faisal bin Musaid.

Pemerintah dan pemilik perusahaan dituntut untuk memperhatikan standar


keslamatan bagi para kariawan serta semua orang yangterlibat dalam perusahaan.
Pengawasan yang ketat dan rutin akan meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan
kemungkinan resiko terhadap kerusakan alat alat serta mesin atau sarana prasarana
yang ada di setiap perusahaan. Pemilik perusahaan memiliki kewajiban untuk meng
upgrade setiap alat alat pabrik serta sarana prasarana sesuai dengan perkembangan
teknologi dan standar alat dan sarana sesuai yang telah ditetapkan untuk menjamin
keselamatan semua tenaga kerja dan pihak yang terkait dengan perusahaan tersebut.
Pelatihan kepada para pegawai atau tenaga kerja di dalam perusahaan sangatlah
penting. Pengadaan pelatihan dapat menurunkan angka kecelakaan kerja saat bekerja
dengan mesin. Dengan adanya pelatihan diharapkan semua tenaga kerja bekerja dengan
mengikuti standar operasional prosedur yang telah ditetapkan.

Didalam menjaga keselamatan kerja pada semua kariawan perusahaan pemilik


perusahaan di rekomendasikan untuk memberikan sebuah asuransi kesehatan kepada
setia pekerja perusahaan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan semua pekerja
yang terlibat dalam perusahaan.

BAB IV
PENUTUP

Untuk mempercepat peningkatan pengetahuan, sikap dan praktek target sasaran tentang
pengurangan risiko bencana, ada banyak cara atau metode yang dapat dipakai yang sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan serta menarik bagi masyarakat dalam tingkat pendidikan apapun. Kemaslah
informasinya dengan menarik. Cara yang dapat dilakukan antara lain dengan memberi informasi
sedikit demi sedikit, santai tapi terarah. Dalam menginformasikan pengurangan risiko bencana juga
dapat memanggil
DAFTAR PUSTAKA

https://belajarbencanalearndisaster.com/bencana-di-indonesia/kegagalan-teknologi

https://www.liputan6.com/global/read/2898324/25-3-1991-kebakaran-terkelam-industri-as-
145-pekerja-tewas

https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo
jakarta/documents/publication/wcms_616190.pdf

http://bencanapedia.id/Bencana_Teknologi

Keputusan Menteri No. 02 Tahun 1985, Pasal 19 Ayat 4

Anda mungkin juga menyukai