Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis

1. Pengertian Mioma Uteri

Menurut Achadiat (2004), mioma ialah suatu pertumbuhan

jinak dari sel-sel otot polos, sedangkan untuk otot-otot rahim

disebut dengan mioma uteri.

Mioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus

dan jaringan ikat yang menumpangnya. Oleh karena itu, dalam

pustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, ataupun

fibroid (Prawirohardjo, 2009).

Mioma uteri adalah bungkus otot rahim yang berubah

menjadi tumor jinak. Istilah sederhananya adalah daging tumbuh

dirahim. Mioma uteri penyakit yang berbentuk tumor berbeda

dengan kanker, mioma uteri tidak mempunyai kemampuan

menyebar keseluruh tubuh konsistensinya padat dan sering

mengalami degenerasi dalam kehamilan dan sering kali ditemukan

pada wanita berumur 35-45 tahun (Setiati, 2012).

2. Etiologi

Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini

belum diketahui. Stimulasi estrogen diduga sangat berperan untuk

8
9

terjadinya mioma uteri. Hipotesis ini didukung oleh adanya mioma

uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan kejadiannya

rendah pada menopause. Ichimura mengatakan bahwa hormone

ovarium dipercaya menstimulasi pertumbuhan mioma karena

adanya peningkatan insidennya setelah menarche (Prawirohardjo,

2009).

3. Klasifikasi mioma uteri

Menurut Prawirohardjo (2007), sarang mioma di uterus

dapat berasal dari serviks uterus hanya 1-3%, sisanya adalah dari

korpus uterus.

Menurut letaknya, mioma dapat kita dapati sebagai:

a. Mioma submukosum: berada dibawah endometrium dan

menonjol ke dalam rongga uterus. Mioma submukosum dapat

tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui

saluran serviks (myom gaburt). Mioma subserosum dapat

tumbuh di antara kedua lapisan ligament latum menjadi mioma

uteri intraligamenter (Prawirohardjo, 2009).

b. Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara

serabut miometrium. Mioma intramural, tumbuh dan

berkembang. Mioma intramural, tumbuh dan berkembang di

antara otot rahim, dapat menjadi besar (sebesar kepala bayi)

dan menimbulkan gejala desakan organ lain serta mengganggu

kontraksi otot rahim (Manuaba, 2009).


10

c. Mioma subserosum: apabila tumbuh keluar dinding uterus

sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.

Mioma ini meluas hingga kedalam ligammentum latum uterus

atau dapat menyebabkan hidrouterus (Sinclair, 2010).

Sarang miom dapat mengalami nikrosis dan infeksi yang

diperkirakan karena gangguan sirkulasi darahnya. Misalnya terjadi

pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia

atau menoragia disertai leukore dan gangguan-gangguan yang di

sebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri (Prawirohardjo, 2009).

Mioma uteri ini lebih sering didapati pada wanita nulipara

atau yang kurang subur. Faktor keturunan juga memegang peran.

Perubahan sekunder padamioma uteri yang terjadi sebagian besar

bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian

darah pada sarang mioma (Prawirohardjo, 2007).

4. Faktor Resiko Timbulnya Mioma Uteri

Menurut Setiati (2012), ada beberapa faktor resiko yang

diduga kuat merupakan faktor predisposisi terjadinya mioma uteri,

yaitu:

a. Umur

Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun.

Ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 50

tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis pada

usia reproduksi tua antara 35-45 tahun.


11

b. Paritas

Lebih sering terjadi pada multipara atau pada wanita yang tidak

subur. Tetapi pada saat ini belum di ketahui apakah wanita

yang tidak sebur menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya.

Atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi

c. Faktor ras dan genetik

Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam.

Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita

dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma uteri

d. Fungsi ovum

Diperkirakan ada kolerasi antara hormone estrogen dengan

pertumbuhan mioma uteri. Dimana mioma uteri muncul setelah

menarce, berkembang setelah kehamilan dan mengalami

regresi setelah menopause.

5. Tanda dan gejala

Kebanyakan mioma uteri tumbuh tanpa menimbulkan

keluhan atau gejala. Pada perempuan lain mungkin mengeluh

perdarahan menstruasi lebih banyak dari biasa, atau nyeri sewaktu

menstruasi, perasaan penuh dan ada tekanan pada rongga perut,

atau keluhan anemi karena kurang darah atau nyeri pada waktu

bekerja. Perempuan lain yang mengidap miom mengeluh susah

hamil atau mudah keguguran (Yatim, 2008).


12

Menurut Manuaba (2010), gejala klinis mioma uteri adalah

perdarahan tidak normal berupa hipermenorea perdarahan banyak

saat menstruasi karena meluasnya permukaan endometrium dalam

proses menstruasi, gangguan kontraksi otot rahim, perdarahan

berkepanjangan. Akibat perdarahan pasien dapat mengeluh anemis

karena kekurangan darah, pusing, cepat lelah, dan mudah terjadi

infeksi. Selain itu terdapat penekanan rahim yang membesar

karena pembesaran mioma uteri dapat dirasakan beratdi abdomen

bagian bawah, sukar berkemih atau defeksi, dan terasa nyeri karena

tertekannya urat saraf.

Menurut Prawirahardja (2007), gejala mioma uteri dapat di

golongkan sebagai berikut:

a. Perdarahan abnormal

Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah

hipermenore, menoragia dan dapat juga terjadi metroragia.

Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara

lain adalah:

1) Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia

endometrium sampai endenokarsinoma endometrium.

2) Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada

biasa.

3) Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.


13

4) Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena

adanya sarang mioma di antara serabut miometrium,

sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang

melaluinya dengan baik.

b. Rasa nyeri

Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus

kecuali apabila kemudian terjadi gangguan vaskular. Nyeri

lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi

pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi

uterus sebagai upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa

dari kavum uteri. Gejala abdomen akut dapat terjadi bila torsi

berlanjut dengan terjadinya infeksi atau degenerasi merah yang

mengiritasi selaput peritoneum (seperti peritonitis). Mioma

yang besar dapat menekan rectum sehingga menimbulkan

sensasi untuk mengedan. Nyeri pinggang dapat terjadi pada

penderita mioma yang menekan persyarafan yang berjalan

diatas permukaan tulang pelvis (Prawirohardjo, 2011).

c. Gejala dan tanda penekanan

Gangguan ini tergantung pada besar dan tempat mioma

uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan

poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada

ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada

rectum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada


14

pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat

menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul (Prawirahardja

(2007).

6. Diagnosa

Myom seringkali ditemukan secara kebetulan. Berarti

diagnose ditegakkan bukan karena berdasarkan gejala klinis,

bahkan sering kali berdasarkan temuan pada rahim yang sudah

diangkat.

Diagnose bisa saja ditegakkan berdasarkan keluhan klinik,

dengan cara:

a. Histerosalpingogram, dimana foto rontgen uterus di ambil

setelah rahim diisi dengan zat medium Kontras.

b. MRI (Magnetik Resonan Imaging), dilakukan bersama dengan

penyuntikan kontras Gadolinium (Yatim, 2008).

Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan tumor abdomen

di bagian bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan

kehamilan, mioma submukosum yang dilahirkan harus dibedakan

dengan inversio uteri, mioma intramular harus dibedakan dengan

suatu adenomiosis, khorikarsinoma, karsinoma korporis uteri atau

suatu sarcoma uteri. USG abdominal dan transvaginal dapat

membantu dan menegakkan dengan klinis (Prawirohardjo, 2007).


15

7. Komplikasi Mioma Uteri

Menurut Yatim (2008), mioma uteri bila tidak ditangani

akan menyebabkan komplikasi antara lain:

a. Perdarahan pervagina yang berat juga menimbulkan kondisi

kurang darah (anemia).

b. Gejala penekanan tumor fibroid bisa menimbulkan keluhan

sulit buang air besar (kostipasi) atau hemorroid.

c. Torsi (putaran tangkai), sarang mioma yang bertangkai dapat

mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga

mengalami nikrosis (Prawirohardjo, 2007).

d. Infeksi atau degerasi (kistik maupun merah (Achadiat, 2004).

8. Cara Penanganan Mioma Uteri

a. Tanpa Pengobatan

Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah,

55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu

pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu

masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan atau keluhan.

Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan

setiap 3-6 bulan. Dalam menopause dapat terhenti

pertumbuhannya atau menjadi lisut. Apabila terlihat adanya

suatu perubahan yang berbahaya dapat terdeteksi dengan cepat

agar dapat diadakan tindakan segera (Prawirohardjo, 2007).


16

b. Dengan Obat-obatan

Menurut Yatim (2008), obat-obatan yang bisa diberikan

kepada penderita myom yang mengalami perdarahan melalui

vagina yang tidak normal, antara lain:

1) Obat anti_inflamasi yang nonsteroid (Nonsteroid Anti

Inflamation = NSAID)

2) Vitamin

Vitamin A 25.000 IU (stimulan sistem imun, perbaikan

jaringan). Dikonsumsi terpisah dari zat besi, yang

menghambat absorpsi (Sinclair, 2010).

Vitamin C 3000-10.000 mg setiap hari dalam dosis

terpisah (imun, anti oksidan) (Sinclair, 2010).

3) Obat-obat hormonal (misalnya, pil KB)

4) Pemberian hormon steroid sintetik seperti progestin, malah

kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri daerah panggul

yang bertambah. Hormon GnRH (Gonadotropin Releasing

Hormon) bisa mengurangi besar ukuran myom. Akan

tetapi, miom kembali membesar setelah 6 bulan oleh

GnRH di hentikan.
17

c. Dengan pembedahan /operasi

1) Histerektomi

Histerrektomi adalah pengangkatan uterus, yang

umumnya merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dapat

dilaksanakan per abdominam atau per vaginam. Yang akhir

ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari

telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya.

Adanya prolapsus uteri akan mempermudah prosedur

pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan

dengan alas an mencegah akan timbulnya karsinoma

servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan

apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus

keseluruhan (Prawirohardjo, 2007).

2) Histereskopi

Operasi pengangkatan rahim (Histerectomy) pada

umumnya dilakukan atas indikasi myom. Teknik

operasinya masih dengan pendekatan menyayat kulit perut

(laparatomi). Operasi untuk pengobatan endometriosis

biasanya banyak dilakukan dengan teknik LAVH

(Laparoscopy Vaginal Histerectomy), sedangkan operasi

untuk pengangkatan myom dilakukan dengan teknik TAH

(Trans Abdominal Histerectomy) yaitu operasi dengan

penyayatan dinding perut (Yatim, 2008).


18

3) Laparaskopi

Pengangkatan secara laparaskopi adalah dengan

pembiusan secara umum (general anastesi). Luka sayatan

pada dinding perut sekitar 1 cm. Dengan video laparaskopi

bisa terlihat baik bagian-bagian rongga perut dan bagian

depan rongga panggul. Dengan kombinasi penggunaan alat

pembuka (koagulator), electro surgery, dan ultrasonic, dan

ultrasonic surgery atau sinar laser dilakukan pengangkatan

miom dan perbaikan dinding uterus kaya dengan pembuluh

darah, hingga perlu teknik-teknik tertentu untuk mengatasi

komplikasi perdarahan (Yatim, 2008).

4) Miomektomi

Bila fungsi reproduksi masih diperlukan dan secara

teknis memungkinkan untuk dilakukan tindakan tersebut.

Biasanya untuk mioma intramural, subserosa, dan

subserosa bertangkai, tindakan ini telah cukup memadai

(Achadiat, 2004).

B. Teori Manajemen Kebidanan

1. Pengertian Manajemen Kebidanan

Menutut Zulvadi (2010), Manajemen kebidanan adalah

proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk

mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,


19

penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian tahapan logik

untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.

Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan

oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara

sistematis mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosis

kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Hidayat, 2008).

2. Proses manajemen kebidanan

Menurut Mufdillah (2009), proses manajemen kebidanan

terdiri dari tujuh langkah yang berurutan dan setiap langkah

disempurnakan secara periodic. Proses dimulai dengan

pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Langkah-

langkah manajemen kebidanan Varney sebagai berikut :

Mengumpulkan data

Mengevaluasi Interpretasi data: Diagnosis


keefektivan asuhan kebidanan, masalah,
kebutuhan.

Melaksanakan asuhan
Mengidentifikasi diagnosis
atau masalah potensial

Menyusun rencana
asuhan yang Mengidentifikasi
menyeluruh kebutuhan tindakan segera

Bagan 2.1 Penatalaksanaan kebidanan

(Sumber: Mufdillah, 2009)


20

Langkah I : Pengumpulan data dasar

Pada langkah ini di lakukan pengkajian dengan

mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi

keadaan klien secara lengkap, yaitu:

a. Riwayat kesehatan

b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya.

c. Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya.

d. Meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan

hasil studi.

Pada langkah pertama, dikumpulkan semua informasi yang

akurat dan semua sumber yang berkaitan dengan dengan kondisi

klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila

klien mengalami komplikasi yang perlu di konsultasikan kepada

dokter dalam manajemen kolaborasi bidan akan melakukan

konsultasi. Pada keadaan tertentu dapat bisa langkah pertama akan

overlap dengan langkah 5 dan 6 (atau menjadi bagian dari langkah-

langkah tersebut), karena data yang diperlukan diambil dari hasil

pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostic yang lain.

Kadang-kadang bidan perlu memulai manajemen dari langkah 4

untuk mendapatkan data dasar awal yang perlu disampaikan

kepada dokter (Asrinah, 2010).


21

Langkah II : Interpretasi data dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap yang benar

terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan

interpretasi yang benar atas dasar data-data yang telah

dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan di

interpretasikan sehingga menemukan masalah atau diagnosis yang

spesifik. Kata masalah dan diagnosis keduanya digunakan, karena

beberapa masalah tidak dapat di selesaikan seperti diagnosis,

namun sungguh membutuhkan penanganan yang dituangkan ke

dalam sebuah rencana asuhan terhadap klien.masalah sering

berkaitan dengan pengalaman perempuan yang diidentifikasi oleh

bidan. Masalah ini sering menyertai diagnosis (Asrinah, 2010).

Menurut Mufdillah (2009), Standar nomenklatur diagnosis

kebidanan:

1. Diakui dan telah disyahkan oleh profesi.

2. Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan.

3. Memiliki ciri khas kebidanan.

4. Didukung oleh clinical judgenment dalam praktik

kebidanan.Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen

kebidanan.
22

Langkah III : Mengidentifikasi diagnosis atau masalah

potensial

Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah potensial

atau diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan

diagnosis yang telah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan

antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil

mengamati klien bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap

bila diagnosis/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada

langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman.

Contoh: seorang wanita dengan pemuaian uterus yang berlebihan,

bidan harus mempertimbangkan kemungkinan penyebab pemuaian

uterus yang berlebihan tersebut. Kemudian ia harus

mengantisipasi, melakukan perencanaan untuk mengatasinya dan

bersiap-siap terhadap kemungkinan tiba-tiba terjadi perdarahan

post partum yang disebabkan oleh atonia uteri karena pemuaian

uterus yang berlebihan.

Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu

mengantisipasi masalah potensial, tidak hanya merumuskan

masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan

tindakan antisipasi agar masalah atau diagnose potensial tidak

terjadi. Sehingga langkah ini benar merupakan langkah yang

bersifat antisipasi yang rasional atau logis. Kaji ulang apakah

diagnose atau masalah potensial yang diidentifikasi sudah tepat.


23

Langkah IV : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan

yang memerlukan penanganan segera

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau

dokter dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama

dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai kondisi klien.

Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari

proses manajemen kebidanan. Jadi manajemen bukan hanya

selama asuhan primer periodic atau kunjungan prenatal saja tetapi

juga selama wanita tersebut bersama bidan terus menerus,

misalnya pada waktu wanita tersebut dalam persalinan.

Data baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi.

Beberapa data mungkin mengidentifikasi situasi yang gawat

dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan

keselamatan jiwa ibu atau anak.

Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukkan satu

situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain

harus menunggu intervensi dari dokter. Situasi lainnya tidak

merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau

kolaborasi dengan dokter. Demikian juga bila ditemukan tanda-

tanda awal dari pre eklampsia, kelainan panggul, adanya penyakit

jantung, diabetes atau masalah medic yang serius, bidan perlu

melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.


24

Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan

memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim

kesehatan lain seperti pekerja social, ahli gizi atau seorang ahli

perawatan klinis BBL. Dalam hal ini bidan harus mampu

mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa

konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen

askeb.

Pada penjelasan di atas menunjukkan bahwa bidan dalam

melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah atau

kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan

tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnose atau

masalah potensial pada step sebelumnya, bidan juga harus

merumuskan tindakan segera yang harus dirumuskan untuk

menyelamatkan ibu dan bayi. Dalam rumusan ini termasuk

tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, secara

kolaborasi atau bersifat rujukan. Kaji ulang apakah tindakan segera

ini benar-benar dibutuhkan.

Langkah V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh

ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini

merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnose

yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini

informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi.


25

Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi

apa-apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari

setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman

antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan

akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling,

dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang

berkaitan dengan social ekonomi-kultural atau masalah psikologis.

Dengan perkataan lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah

mencakup setiap hal yang berkaitan dengan setiap aspek asuhan

kesehatan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua

pihak, yaitu bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif

karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut. Oleh karena

itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana

asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana asuhan bersama

klien kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum

melaksanakannya.

Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan

menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan

pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi

tentang apa yang akan dilakukan klien. Rasional berarti tidak

berdasarkan asumsi, tetapi sesuai dengan keadaan klien dan

pengetahuan teori yang benar dan memadai atau berdasarkan suatu


26

data dasar yang lengkap dan bisa dianggap valid sehingga

menghasilkan usaha klien yang lengkap dan tidak berbahaya.

Langkah VI : Melakukan pelaksanaan perencanaan

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh

seperti yang telah diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan

efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh

bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan

lainnya. Walau bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul

tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanannya, misalnya

memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana.

Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter

untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka

keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah tetap

bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama

yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efesien akan

menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan

klien. Kaji ulang apakah semua rencana asuhan telah dilaksanakan.

Langkah VII : Evaluasi

Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan

dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan

akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan

sebagaimana telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis.


27

Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektik

dalam pelaksanaannya.

Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif

sedangkan sebagian belum efektif. Mengingat bahwa proses

manajemen asuhan ini merupakan suatu kegiatan yang

berkesinambungan maka perlu mengulang kembali dari awal setiap

asuhan yang tidak efektif melalui manajemen untuk

mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif serta

melakukan penyesuaian terhadap rencana asuhan tersebut.

Langkah-langkah proses manajemen umumnya merupakan

pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang

mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis,

karena proses manajemen tersebut berlangsung didalam situasi

klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi

klinik, maka tidak mungkin proses manajemen ini dievaluasi dalam

tulisan saja.

3. Data Perkembangan SOAP

Menurut Mufdillah (2009), berdasarkan evaluasi,

selanjutnya rencana asuhan kebidanan dituliskan dalam catatan

perkembangan yang menggunakan SOAP yang meliputi:

S = Subjektif

Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut

pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan


28

keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan

yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis.

O = Objektif

Data objektif merupakan pendokumentasian hasil observasi

yang jujur, hasil pemeriksaan fisik pasien. Catatan medik dan

informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam

data objektif ini sebagai data penunjang. Data ini akan memberikan

bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan

diagnosis.

A = Analysis/Assessment

Analysis/Assessment, merupakan pendokumentasian hasil

analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan

objektif. Karena keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami

perubahan, dan akan ditemukan informasi baru dalam data

subjektif atau objektif, maka proses pengkajian data akan menjadi

sangat dinamis. Analisis data adalah melakukan interpretasi data

yang telah dikumpulkan, mencakup: diagnosis/ masalah kebidanan,

diagnosis/ masalah potensial serta perlunya antisipasi diagnosis/

masalah potensial dan tindakan segera.

P = Penatalaksanaan

Penatalaksananaan asuhan sesuai rencana yang telah

disusun sesuai dengan keadaan dan dalam rangka mengatasi

masalah pasien. Penatalaksanaan tindakan harus disetujui pasien,


29

kecuali bila tindakan tidak dilaksanakan akan membahayakan

keselamatan pasien.

C. Teori Hukum Kewenangan Bidan

Dalam menjalankan asuhan pada pasien dengan gangguan

reproduksi mioma uteri, bidan mempunyai landasan hukum dan

kewenangan dalam memberikan asuhan asuhan kebidanan pada pasien

ibu dengan gangguan reproduksi mioma uteri yaitu

Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor

1464/Menkes/PER/X/2010 tentang penyelenggaraan praktek

bidan,yang disebut dalam BAB III praktik bidan antara lain:

1. Pasal 9

Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan

pelayanan yang meliputi:

a. Pelayanan kesehatan ibu

b. Pelayanan kesehatan anak dan

c. Pelayanan reproduksi perempuan dan keluarga berancana

2. Pasal 12

Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi

perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam

pasal 9 huruf c, berwenang untuk:

a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi

perempuan dan keluarga berencana, dan


30

b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 tahun

2009 tentang kesehatan reproduksi antara lain:

1. Pasal 71

a. Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik,

mental, dan social secara utuh, tidak semata-mata bebas dari

penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi,

dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan.

b. Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi:

1) Saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah

melahirkan

2) Pengaturan kehamilan, alat kontrasepsi dan kesehatan

seksual dan

3) Kesehatan sistem reproduksi.

c. Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat 2

dilaksanakan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitative.

2. Pasal 74

a. Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif,

preventif, kuratif, dan/atau rehabilitative, termasuk reproduksi

dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan


31

memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi

perempuan.

b. Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana

dimaksud pada ayat 1, di atur dengan tidak bertentangan dengan

nilai agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan sebagaimana

dimaksud pada ayat 1, diatur dengan pereturan pemerintah.

Analisa:

Dari uraian di atas sesuai dengan Kepmenkes 1464/

Menkes/ PER/ X/ 2010 dan Kepmenkes Republik Indonesia

Nomor 36 tahun 2009. Bidan mempunyai kewenangan

memberikan pelayanan kesehatan reproduksi kepada perempuan,

keluarga serta masyarakat yang bersifat promotif (proses untuk

meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatannya. Contoh: memberikan penyuluhan

mengenai mioma uteri), preventif (sebuah usaha yang dilakukan

individu dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan.

Contoh: tidak menggunakan alat kontrasepsi yang mengandung

hormon estrogen), rehabilitative (Merupakan upaya pemulihan

kesehatan bagi penderita-penderita mioma uteri. Contoh: makan-

makanan yang bergizi), dan kuratif (suatu kegiatan pengobatan

yang di tujukan untuk penyembuhan mioma uteri. Contoh:

kolaborasi dengan dokter untuk melakukan pembedahan atau


32

dengan obat-obatan) mengenai mioma uteri. Bidan juga berwenang

dalam memberikan pendidikan kesehatan dan konseling kepada

perempuan, keluarga dan masyarakat mengenai pengertian,

klasifikasi, penyebab, tanda dan gejala, faktor resiko pada

perempuan yang bisa terkena mioma uteri, komplikasi dan

penanganan pada mioma uteri.


33

Mekanisme Mioma Uteri

Etioligi

Hormon estrogen

Faktor resiko

1. Umur
2. Paritas
3. Faktor ras dan genetic
4. Fungsi ovum

Diagnosa
3. Histerosalpingogram
4. MRI(Magnetik Resonan Imaging)

MIOMA UTERI

Bagan 2.2. Mekanisme Mioma Uteri

Sumber: Sumber. Setiati (2012), Prawirohardjo(2008).


34

Pathway Mioma Uteri

Mioma Uteri

1. Mioma Submukosum 2. Mioma Intramural 3. Mioma Subserosum

Diagnosa
1. Histerosalpingogram
2. MRI(Magnetik Resonan Imaging)

Penatalaksanaan

Dengan obat-obatan: Dengan pembedahan:


1. Obat anti 1. Histerektomi
inflamasi yang no 2. Laparaskopi
steroid 3. miomektomi
2. Vitamin
3. Obat hormonal

Komplikasi
1. Perdarahan pervaginam
2. Gejala penekanan tumor fibroid
3. Torsi (putaran tangkai)
4. Infeksi

Bagan 2.3. Pathway Mioma Uteri

Sumber: Sumber. Prawirohardjo(2008), Yatim (2005).

Anda mungkin juga menyukai