Anda di halaman 1dari 6

BAB III

PEMBAHASAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TERHADAP HIV AIDS

http://www.ibi.or.id/

A. PENGERTIAN HIV/AIDS
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang dapat melemahkan
kekebalan tubuh manusia dan orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap
infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada
bisa memperlambat laju perkembangan pada virus, namun penyakit ini belum benar-
benar bisa di sembuhkan karena penyakit ini bisa memberikan dampak yang besar, baik
terhadap individu itu sendiri, kultur , demografi, ekonomi, bahkan sampai politik. Infeksi
pada HIV bisa menyebabkan sindrom yang disebut Acquired Immunodeficiency
Syndrome atau Acquired Immune deficiency Syndrome atau biasa disebut AIDS, adalah
sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya system kekebalan tubuh
manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lainnya yang mirip yang
menyerang spesies lainnya (S & Ronoatmodjo, 2017).
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS menyatakan Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang
menyebabkan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). Program
penanggulangan HIV/AIDS terdiri atas promosi kesehatan, pencegahan penularan HIV,
pemeriksaan diagnosis HIV, pengobatan, perawatan, dan dukungan serta rehabilitasi.
Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan
komprehensif mengenai pencegahan penularan HIV serta menghilangkan stigma dan
diskriminasi (Angela et al., 2019).
HIV menjadi salah satu tantangan masalah kesehatan yang paling serius dengan
berbagai upaya pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS yang telah dilakuka, namun,
terlihat sangat jelas bahwa sikap penolakan (intoleran) pada orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) merupakan hambatan utama, sikap penolakan merupakan salah satu bentuk
stigma, dimana stigma terkait AIDS sendiri mengarah pada segala persangkaan, sikap
negatif dan penolakan yang ditujukan kepada ODHA serta individu, kelompok atau
komunitas yang berhubungan dengan ODHA tersebut. Sikap penolakan dan diskriminasi
pada ODHA di masyarakat dipengaruhi oleh beberapa banyak faktor, salah satunya yaitu
pengetahuan tentang HIV/AIDS itu sendiri. Di Asia didapatkan suatu hasil survei
menyatakan bahwa 80 % orang mengalami sikap penolakan dan diskriminasi termasuk di
dalamnya pada sektor kesehatan (54%), komunitas (31%), keluarga (18%) dan tempat
kerja (18%). Pada penelitian Oktarina tentang sikap masyarakat Indonesia terhadap
ODHA menyebutkan bahwa sebagian besar responden memperlihatkan sikap penolakan
terhadap ODHA (62,7%) dan sisanya (37,3%) memperlihatkan sikap positif atau
menerima (S & Ronoatmodjo, 2017).
B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS
Menurut Notoatmodjo (2010) ada beberapa hal yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang yaitu pertama tingkat pendidikan. Pendidikan adalah upaya untuk memberikan
pengetahuan,sehingga terjadi pemahaman perilaku positif yang meningkat. Semakin
tinggi pendidikan seseorang, membuat seseorang menjadi lebih mudah menerima hal-hal
baru. Ditinjau dari tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang, dimana konsep pendidikan adalah suatu proses belajar yang
berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan perkembangan/perubahan
ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan matang pada individu, kelompok,
masyarakat. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Suryoputro,
2014) tentang Factor-factor yang mempengaruhi perilaku seks remaja di Jawa Tengah
yaitu factor internal : aspek-aspek kesehatan reproduksi, pengetahuan, gaya hidup,
kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, aktivitas
sosial, pengendalian diri, aktivitas sosial, usia, agama, rasa percaya diri dan status
perkawinan, sedangkan untuk faktor eksternal : keluarga sosial budaya, kontak dengan
sumber informasi, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu.
Faktor yang membentuk sikap responden seperti yang dikemukakan Azwar (2016)
terdiri dari pengetahuan, dan pendidikan .
C. SIKAP SEKS REMAJA
Sikap positif arahnya mendukung sesuatu yang baik sesuai dengan norma
yang berlaku, dalam hal ini kecenderungan tindakan adalah tidak menyetujui seksual
pranikah sedangkan sikap negatif arahnya menolak norma-norma yang
berlaku dan kecenderungan tindakan adalah menyetujui seksual pranikah remaja
(Ahmadi, 2007). Sikap remaja yang positif tentang sikap seks bebas menunjukkan dapat
diartikan bahwa remaja telah mampu membedakan seks bebas sebagai perilaku yang
benar atau salah. Hal ini membuat remaja selalu menjaga dirinya dari perilaku seks
bebas. Menurut Maulana (2012) sikap dapat menimbulkan pola cara berpikir yang
akan mempengaruhi tindakan dan kelakuan masyarakat dalam kehidupan sehari-
hari.Hasil penelitian Yusti (2014) menjelaskan bahwa terjadinya sikap seks pada remaja
disebabkan beberapa faktor yaitu mereka menganggap bahwa berpacaran adalah hal yang
positif untuk meningkatkan semangat belajar, ancaman atau paksaan diterima dari
pacarnya, ada kurangnya pencegahan orang tua untuk pantau kehidupan sosial anak-anak
mereka. Penelitian oleh Puspitasari (2012) menjelaskan bahwa salah satu faktor eksternal
yang mempengaruhi sikap seksual yaitu informasi tentang seksual seperti media
massa. Sejalan dengan penelitian Harni (2016) sumber media informasi remaja SMK
Negeri 1 Kendari yang diakses tentang sikap seks pranikah/pornografi dari sumber-
sumber yang ada yang terbanyak yaitu internet sebesar 85,6% dan yang paling
sedikit yaitu radio 7,8%.
D. HUBUNGAN PENGETAHUAN HIV/AIDS
Hasil penelitian Stacey (2012) pengetahuan seks pranikah remaja dapat
mempengaruhi sikap individu terhadap seksual pranikah. Karena
pengetahuan merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan sikap seorang
remaja yang memasuki masa peralihan. Pengetahuan juga dapat merubah persepsi
seorang tentang seksualitas tersebut. Sikap sangat berkaitan dengan pengetahuan
seseorang. Sikap seseorang terhadap suatu objek menunjukkan pengetahuan orang
tersebut terhadap objek yang bersangkutan. Dengan demikian dapat diambil
kesimpulan bahwa remaja yang mempunyai pengetahuan baik tentang seksual
peanikah maka mereka akan cenderung mempunyai sikap positif (kecenderungan
menghindari perilaku seksual pranikah). Sebaliknya remaja yang kurang
pengetahuannya tentang seksual pranikah cenderung mempunyai sikap negatif
(kecenderungan mendekati perilaku seksual pranikah).Secara teori, pengetahuan atau
kogntif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku atau
tindakan seseorang (overt behaviour)(Notoatmodjo, 2007). Menyatakan bahwa
pengetahuan hasil dari tau dan ini setelah seseorang melakukan penginderaan
tetrhadap domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu sikap. Pengetahuan
yang baik akan terwujud dalam sikap yang baik, sedangkan terbentuknya suatu sikap
akan negatif jika dilandai oleh pengetahuan yang tidak baik. Sikap merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap
obyek, yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah faktor pengetahuan, sikap
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek. Hubungan antara pengetahuan tentang HIV/AIDS
dengan sikap remaja terhadap pencegahan seks bebas menunjukkan arah
kecenderungan siswa dengan pengetahuan yang baik akan lebih ke arah positif
(kecenderungan untuk menghindari seks bebas), sedangkan pada remaja
dengan pengetahuan tentangn HIV/AIDS yang kurang akan mempunyai kecenderungan
ke arah yang negatif (kecenderungan mendekati seks bebas), ini dikarenakan siswa yang
kurang mengetahui tentang HIV/AIDS secara rinci yang disebabkan karena seks bebas.
Hal ini diperkuat dengan pendapat Fauzi (2011) bahwa penelitian sebelumnya ada
hubungan, terdapat hubungan antara perilaku seks remaja dengan faktor lain seperti
pengetahuan preventif HIV/AIDS.
E. METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
studi kasus. Kasus yang diteliti mengenai kebutuhan informasi artikel atau jurnal dan
diambil dari beberapa juranl untuk penentu dari stu kasus didalam penelitian ini, yaitu
kebutuhan informasi kelompok pemustaka yang dianalisis berdasarkan peran, dan
lingkungan aktivitas sehari-hari. Penelitian yang dilakukan (Situmeang et al., 2017)
menyatakan penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional. Data yang
digunakan adalah data sekunder dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja (SDKI KRR) Tahun 2012. Populasi adalah
seluruh remaja pria dan wanita usia 15-19 tahun dan belum kawin di Indonesia sebanyak
12.935. Kriteria inklusi sudah pernah mendengar tentang HIV/AIDS dan pernah
bersekolah, sedangkan kriteria eksklusi data missing. Pengetahuan HIV/AIDS terdiri atas
empat bagian pengetahuan, yaitu: HIV/AIDS, cara penularan, dan cara pencegahan18
serta Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT). Pengetahuan dikelompokkan
ke dalam dua kategori, yaitu pengetahuan kurang dan pengetahuan cukup. Pengetahuan
kurang jika jawaban responden yang benar < 8 dari 12 pertanyaan, sedangkan
pengetahuan cukup jika jawaban responden yang benar > 8 dari 12 pertanyaan. Stigma
terhadap ODHA adalah sikap negatif responden terhadap ODHA. Stigma dikelompokkan
ke dalam dua kategori, yaitu stigma dan tidak stigma. Tidak stigma jika jawaban
responden yang benar > tiga pertanyaan, sedangkan stigma jika jawaban responden yang
benar < tiga pertanyaan dan jawaban yang salah pada semua pertanyaan. Variabel
kovariat terdiri atas jenis kelamin, pendidikan, tempat tinggal, keterpaparan media massa,
dan pelajaran HIV di sekolah.
Data yang telah diperoleh dari Demographic Health Survey (DHS) dilakukan
analisa secara bertahap dari analisa univariat dengan tabulasi distribusi frekuensi masing-
masing variabel; analisa bivariat dengan tabulasi silang antara variabel independen,
variabel kovariat dengan variabel dependen, dilanjutkan analisa stratifikasi. Analisis
multivariat menggunakan cox regression yang dimodifikasi. Hal ini disebabkan
prevalensi outcome (stigma terhadap ODHA) di masyarakat >10%, sehingga lebih tepat
jika mengeluarkan prevalence ratio. Cox Regression yang dimodifikasi artinya waktu
terjadinya stigma terhadap ODHA dianggap konstan/pada hari yang sama, survival time
dalam Cox Regression, ditentukan angka yang sama (1) dengan asumsi stigma terhadap
ODHA terjadi pada hari saat survei (wawancara). Uji statistik menggunakan software
STATA. Analisis multivariat dilakukan untuk menemukan permodelan dengan tujuan
mengestimasi hubungan variabel independen dengan variabel dependen. Estimasi efek
variabel independen terhadap variabel dependen dengan mengontrol semua variabel
confounder dan variabel interaksi. Langkah yang dilakukan dengan membuat
Hierarchically Well Formulated Model (HWF), lalu uji interaksi kemudian dilanjutkan
dengan uji confounding menggunakan Backward Elimination Method. Metode ini
mengeluarkan variabel interaksi dan potensial confounder dari permodelan sehingga
diperoleh model akhir.
Adapun penelitian yang dilakukan oleh (Han & goleman, daniel; boyatzis,
Richard; Mckee, 2019) jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif quasi
experiment dengan menggunakan rancangan penelitian berupa one group pre test –
postest design. Jenis rancangan penelitian “one group pre test – postest design” adalah
penelitian yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen (pretest) dan
sesudah eksperimen (posttest) dengan suatu kelompok subjek. Pada penelitian ini peneliti
memberikan kuesioner sebelum pemberian materi kemudian memberikan pendidikan
kesehatan serta leaflet dan terakhir membandingkan pengetahuan dengan melakukan
posttest. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku pencegahan penularan HIV
pada remaja diperoleh melalui skoring hasil kuisioner, yang sudah diisi oleh responden
pre-test dan post-test. Selanjutnya dari hasil skor yang diperoleh dilakukan
pengkategorian pengetahuan dengan kategori pengetahuan kurang(≤60%), cukup (60% –
75%), dan baik (76% – 100%). Hasil pre-test menunjukkan bahwa 12
respondenberpengetahuan kurang (40%), sedangkan 12 responden (40%) berpengatahuan
cukup sebagai distribusi tertinggi, dan hanya sebagian kecil yaitu 6 responden (20%)
berpengetahuan baik. Kemudian setelah diberikan pendidikan kesehatan dengan metode
ceramah hasil nilai post-test menunjukkan tingkat pengetahuan responden pada
meningkat sebanyak 27 responden (90%) yang berpengetahuan baik sebagai distribusi
tertinggi, dan yang berpengetahuan kurang menurun menjadi 1 responden (3,3%).
Pembandingnya adalah pre-test dan post-test. Pre-test dilaksanakan sebelum pelaksanaan
pendidikan kesehatan diberikan kepada siswa, proses pre-test dilakukan dengan
mengumpulkan responden didalam satu aula, post-test dilakukan setelah pre-test. Tingkat
pengetahuannya sebagian besar saat pre-test adalah cukup yaitu 12 responden (40%) dan
kurang yaitu 12 responden (40%), kemudian pada saat post-test tingkat pengetahuan
meningkat menjadi baik sebanyak 27 responden (90%). Hal ini menunjukkan terdapat
peningkatan nilai pengetahuan yang signifikan pada saat pre-te dan pos-test.

Anda mungkin juga menyukai