Anda di halaman 1dari 6

Halitosis adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan bau nafas tidak sedap yang

berasal dari rongga mulut serta dapat melibatkan kesehatan seseorang. Halitosis adalah suatu
istilah umum yang digunakan untuk menerangkan adanya bau atau odor yang tidak disukai
sewaktu terhembus udara, tanpa melihat apakah berasal dari oral ataupun berasal dari non-oral.

Klasifikasi Halitosis
Halitosis dapat diklasifikasikan menurut durasi yaitu sementara (eksogen) dan persisten
(endogen). Halitosis eksogen dapat disebabkan oleh makanan atau minuman tertentu dan hanya
bertahan 24-72 jam. Zat eksternal ini apabila tertelan akan terserap ke dalam system peredaran
darah dan melepaskan bau melalui pernafasan dan air liur. Halitosis endogen disebabkan oleh
bakteri proteolitik, anaerobik gram negative yang menyebabkan pencernaan protein dan
menghasilkan beberapa zat busuk yaitu sulfur yang mudah menguap senyawa (VSCs) terutama
hydrogen sulfide (H2S) dan metil merkaptan

Gambar 1. Klasifikasi halitosis

Berdasarkan etiologinya, halitosis dapat diklasifikasikan:


1. Genuine halitosis:
 Physiologic: halitosis yang disebabkan oleh karena gigi karies dan tidak
disebabkan penyakit tertentu atau kondisi patologis. Sumber utama penyebab
berasal dari dorsum lidah
 Pathologic oral: halitosis dapt disebabkan oleh proses patologi dalam rongga
mulut
 Pathologic extra oral: halitosis dapat disebabkan oleh proses patologi yang
bersasal dari nasal, paranasal dan atau regio laring
2. Pseudohalitosis: tidak ada halitosis yang jelas dirasakan oleh orang lain tetapi pasien
percaya dia memilik halitosis
3. Halitophobia: pasien mengeluh yang tidak dirasakan orang lain. Halitophobia ditandai
dengan keyakinan tegus pasien bahwa dia menderita halitosis meskipun suda diyakinkan
pengobatan dan konseling

Patogenesis Halitosis
Akumulasi bakteri dan sisa makanan pada bagian posterior dan permukaan lidah menjadi
penyebab utama halitosis. Penyebab lain halitosis terjadi karena adanya plak pada interdental dan
gingivitis.
Volatile sulfur compounds (VSCs) merupakan unsur utama penyebab halitosis. Volatile sulfur
compounds (VSCs) merupakan hasil dari aktivitas bakteri anaerob dalam rongga mulut yang
berupa senyawa berbau yang tidak sedap dan mudah menguap sehingga menimbulkan bau yang
mudah tercium oleh orang disekitarnya. Di dalam aktivitasnya di rongga mulut, bakteri anaerob
bereaksi dengan protein dan sel epitel yang terkelupas dari mukosa mulut. Protein akan dipecah
oleh bakteri menjadi asam amino dan rantai peptide yang mengandung sulfur yang selanjutnya
akan menghasilkan volatile sulfur compounds (VSCs). Seperti yang telah diketahui, di dalam
mulut banyak terdapat bakteri baik gram positif maupun gram negatif. Kebanyakan bakteri gram
positif seperti Streptococcus sanguis, Streptococcus salivarius, Streptococcus mutans,
Lactobacillus naeslundii, Lactobacillus acidophilus Streptococcus aureus, C. albicans adalah
bakteri sakarolitik artinya di dalam aktivitas hidupnya banyak memerlukan karbohidrat
sedangkan kebanyakan bakteri gram negatif seperti Prevotella melanogenica, Fusobacterium
nucleatum, Viellonella alcalescence dan Klepsiella pneumoniae adalah bakteri proteolitik dimana
kelangsungan hidupnya banyak memerlukan protein. Bakteri gram negatif sangat efektif dalam
pembentukan halitosis.
Bakteri dan asam amino mempunyai peranan penting pada proses pembentukan volatile sulfur
compounds (VSCs) dimana terdapat tiga asam amino utama menghasilkan volatile sulfur
compounds (VSCs) yaitu: cysteine menghasilkan H₂S (hydrogen sulfide), methionine
menghasilkan CH₃SH (methyl mercaptan), cystine menghasilkan CH₃SCH₃ (dimethyl sulfide).
Asam amino tersebut akan mengalami proses kimiawi (reduksi) yang selanjutnya akan
menghasilkan volatile sulfur compounds (VSCs) yang merupakan penyebab utama terjadinya
halitosis. Saliva mempunyai peranan penting terhadap terjadinya halitosis hal ini terjadi karena
adanya aktivitas pembusukan oleh bakteri yang mendegenerasi protein menjadi asam-asam
amino oleh mikroorganisme, sehingga menghasilkan volatile sulfur compounds (VSCs).
Permukaan lidah juga mempunyai peranan dalam terjadinya halitosis terutama bagian posterior
yang sukar dijangkau dengan sikat gigi merupakan tempat yang ideal bagi pengumpulan sel
epitel nekrotik didalam mulut dan sisa-sisa makanan sehingga merupakan tempat utama aktivitas
dan perkembangbiakan bakteri anaerob yang menghasilkan volatile sulfur compounds (VSCs).
Pembentukan volatile sulfur compounds (VSCs) terjadi saat kondisi saliva yang alkali (pH basa),
sebaliknya pada suasana asam (pH rendah) terjadi penurunan pembentukan volatile sulfur
compounds (VSCs).
Gambar 2. Penyebab halitosis

Gambar 3. Macam-macam bakteri dalam pembentukan halitosis


Gambar 4. Etiopatogenesis halitosis

Terapi
Untuk mengatasi halitosis intraoral, dapat dilakukan kontrol terhadap kebersihan mulut,
kesehatan jaringan lunak dan keras mulut faktor-faktor pendukung timbulnya halitosis,
penggunaan bakteri lain untuk menekan bakteri anaerob gram negatif, dan terapi antimikrobial.
Upaya menghilangkan faktor lokal dapat dilakukan secara 1) mekanis dengan cara penyikatan
lidah dan gigi, dan 2) kimiawi melalui penggunaan obat kumur, pasta gigi, permen karet; dan
sistemik kontrol diet dan terapi biologis dengan menggunakan probiotik. Pembersihan gigi dan
mulut secara mekanis bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba patogen dari biofilm dan
tongue coating, sehingga pembentukkan karies dihambat, kadar halitosis menjadi rendah dan
risiko penyakit sistemik dapat berkurang. Secara kimiawi, penggunaan obat kumur klorheksidin
diglukonat juga memberikan hasil yang baik terhadap timbulnya halitosis. Bahan lain yang juga
dapat memperbaiki kondisi halitosis antara lain zinc chloride dan sodium chloride, TCF
(triclosan, copolimer dan NaF), oxygen release device, oxohalogen oxidant (campuran chlorite
anion dan chlorine dioxide) serta minyak esensial.
Kombinasi terapi mekanik dan kimiawi ternyata dapat memperbaiki kondisi halitosis oral,
ditandai dengan penurunan kadar komponen sulfur volatil dan organoleptik. Contohnya, pada
pasien dengan gigi tiruan, penyikatan gigi tiruan saja ternyata tidak dapat mengurangi halitosis,
tetapi penyikatan gigi yang disertai perendaman gigi tiruan dalam larutan antiseptik, ternyata
jauh lebih efektif. Dahulu permen karet sering digunakan untuk menghilangkan bau mulut, tetapi
ternyata permen karet tidak bergula justru akan meningkatkan kadar metil merkaptan. Rasa mint
dalam permen, tidak menurunkan konsentrasi metil merkaptan, tetapi hanya menutupi malodor
oral saja.
Modifikasi faktor pendukung timbulnya halitosis, dapat dilakukan dengan mengurangi diet
protein. Adanya keseimbangan diet protein dan karbohidrat akan mengurangi pembentukan
bahan odor. Daging yang masih berdarah, daging ikan, susu fermentasi, dapat meningkatkan
metabolisme protein sehingga bahan odor yang terbentuk akan meningkat pula. Makanan yang
banyak mengandung mineral sulfat, juga dapat menimbulkan halitosis. Berdasarkan penelitian,
jika makanan yang banyak mengandung bahan odor dianginkan pada udara kering maka akan
mengurangi jumlah mikroorganisme anaerob yang ada didalamnya.

Scully C, Greenman J. Halitosis breath odor. Periodontol 2000 2008;48:66-75


Krespi YP, Shrime MG, Kacker A. The relationship between oral malodor and volatile sulfur
compound-producing bacteria. Otolaryngol Head Neck Surg 2006;135:671-6.
Koshimune S, Awano S, Gohara K, Kurihara E, Ansai T, Takehara T. Low salivary fl ow and
volatile sulfur compounds in mouth air. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod
2003;96:38-41
Nalcaci R, Baran I. Oral malodor and removable complete dentures in the elderly. Oral Surg Oral
Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2008;105:e5-9.
Rosenberg M, Leib E. Experiences of an Israeli malodor clinic. In: Rosenberg M, editor. Bad
Breath: Research Perspectives. Tel Aviv: Ramot Publishing - Tel Aviv University; 1995.

Anda mungkin juga menyukai