Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

Nama : Devi Valeda Prawirodidjojo


NIM : 406192065
Stase : Ilmu Kesehatan Anak Periode 11 Mei – 23 Mei 2020
Pembimbing : dr. Melani Rakhmi Mantu, Sp.A

1) Cara pemeriksaan dan cara kerja OAE dan BERA

OAE
 OAE (Otoacoustic emissions) pertama kali pada tahun 1978.
 OAE adalah skrining pendengaran untuk menilai sela rambut yang terdapat di koklea
atau suara dengan intensitas rendah yang dibangkitkan koklea dapat timbul secara
spontan atau dengan dirangsang (evoked OAE).
 Dasar pemeriksaan OAE yaitu gerakan sel rambut luar koklea yang sangat kecil,
memproduksi energi mekanik yang diubah menjadi energi akustik sebagai respons
terhadap getaran dari organ di telinga tengah. Sel rambut luar koklea ini sangat rentan
terhadap faktor eksternal seperti suara berlebihan, faktor internal seperti adanya
bakteri ataupun virus dan kondisi individu deperti adanya defek genetic.
 Cara Pemeriksaan yaitu :
o Memasang probe (sumbat) daribahan spons berisi mikrofon mini ke dalam liang
telinga (untuk memberi stimulus akustik dan untuk menerima emisi yang dihasilkan
koklea tersebut).
o Respons dari telinga tersebut dipancarkan ke arah luar melalui telinga tengah,
sehingga dapat dicatat oleh mikrofon mini yang juga berada di dalam probe di liang
telinga.
o (Neonatus) dapat diukur dengan rentang frekuensi 500-6000kHz
 Lama pemeriksaan hanya beberapa detik- menit. Akan muncul hasil pada layer.
 Alat OAE didesain secara otomatis untuk mendeteksi adanya emisi (pass/ lulus) atau
bila emisi tidak ada/berkurang (refer/rujuk), sehingga tidak membutuhkan tenaga
terlatih untuk menjalankan alat maupun menginterpretasikan hasil.
 EOAE merupakan respons elektrofisiologik koklea terhadap stimulus akustik, berupa bunyi
jenis clicks atau tone bursts.
 EOAE bersifat frequency specific (dapat mengetahui tuli pada frekuensi tertentu).
 Hal yang dapat mempengaruhi EOAE : Verniks kaseosa, debris, dan kondisi cavum
timpani.
 Hal yang perlu dilakukan sebelum melakuan EOAE : Timpanometri (Untuk
mengetahui keadaan cavum timpani karena apabila ada secret atau obstruksi telinga
luar dapat memberikan hasil (+) palsu).
 Jika hasil OAE menunjukan ada kecurigaan kelainan maka tes akan dilanjutkan
dengan BERA (Brainstem evoked response audiometry). Pemeriksaan OAE dan
BERA disebut gold standard newborn hearing screening.
BERA / ABR (Brainstem evoked response audiometry/Auditory brainstem response)
 Dengan munculnya brainstem evoked response audiometry (BERA), deteksi dan
kuantifikasi gangguan pendengaran menjadi lebih mudah pada pasien anak yang tidak
dapat bekerja sama saat pemeriksaan rutin.
 Merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi nervus VIII dan jalur
pendengaran di batang otak.
 Prinsip pemeriksaan ABR adalah menilai perubahan potensial listrik di otak setelah
pemberian rangsangan sensoris berupa bunyi.
 Caranya dengan merekam potensial listrik yang dikeluarkan sel koklea selama
menempuh perjalanan mulai telinga dalam hingga nukleus tertentu dibatang otak.
 Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan elektroda permukaan yang dilekatkan
pada kulit kepala atau dahi dan prosesus mastoid atau lobulus telinga.
 Rangsangan bunyi yang diberikan melalui head phone atau insert probe akan
menempuh perjalanan melalui koklea (gelombang I), nucleus koklearis (gelombang
II), nukleus olivarius superior (gelombang III), lemnikus lateralis (gelombang IV),
kolikulus inferior (gelombang V) kemudian menuju ke korteks auditorius di lobus
temporalis otak.
 Gelombang yang paling Penting di catat adalah gelombang I,III dan V.
 BERA / ABR ABR membutuhkan waktu yang lebih lama dan tenaga terlatih dalam
mengoperasikan alat maupun menginterpretasikan hasil.
 ABR tidak terpengaruh oleh debris di liang telinga luar dan tengah namun
memerlukan bayi dalamkeadaan tenang (bila perlu bayi diberi sedasi), karena dapat
timbul artefak akibat adanya gerakan.
 Behavioural observation audiometry dapat mendeteksi gangguan pendengaran tetapi
pada anak-anak dengan retardasi perkembangan di mana responsnya sulit didapatkan
(karena harus dalam keadaan tenang) sehingga hasilnya tidak begitu konklusif pada
anak dengan retardasi.
 BERA adalah satu-satunya tes yang dapat memberikan gambaran yang akuran dari
kepekaan pendengaran.
Referensi
1. Lily Rundjan, Idham Amir, Ronny Suwento, Irawan Mangunatmadja. Skrining
Gangguan Pendengaran pada Neonatus Risiko Tinggi. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 4:
149-154.
2. http://www.yankes.kemkes.go.id/read-range-of-motion-rom-pada-pasien-stroke-
penyuluhan-prokes-rsmh-di-rawat-inap-5770.html
3. https://www.nationwidechildrens.org/specialties/audiology/oae-testing
4. Kumari R, Kumar D, Cakraborty P. Auditory assesment of children with severe
hearing loss using behavioral observation audiometry and brainstem evoked response
audiometry. Ijrms. 2016. Available at :
https://www.researchgate.net/profile/Dhananjay_Kumar71/publication/304608610_A
uditory_assessment_of_children_with_severe_hearing_loss_using_behavioural_obser
vation_audiometry_and_brainstem_evoked_response_audiometry/links/5c90d039299
bf14e7e8505d4/Auditory-assessment-of-children-with-severe-hearing-loss-using-
behavioural-observation-audiometry-and-brainstem-evoked-response-audiometry.pdf
5. http://cedesol.net/english/?p=154
6. https://www.medicalexpo.com/prod/maico-diagnostic/product-69174-421507.html

2) Apa yang dikerjakan terapis pada terapi sensori integrasi


 Terapi sensory integrasi adalah proses neurological yang mengorganisasikan sensori
dari tubuh seseorang dan dari lingkungan.
 Sensori integrasi terpusat di tiga dasar yaitu tactile, vestibular dan proprioceptive
 Terapi ini juga mengintegra-sikan informasi sensori yang akan digunakan melalui
sensori (sentuhan, kesadaran, gerakan tubuh, keseimbangan dan gravita-sinya,
pengecapan, penglihatan dan pendengaran), memori dan knowledge.
 Vestibular sense adalah indera yang memproses infor-masi tentang pergerakan
(movement), gaya berat (gravitasi), keseimbangan (balance) yang diterima melalui
telinga. Dan memberi info tentang aktivitas yang berhubungan grafitasi (seperti ketika
berputar, melompat, naik atau turun, berayun), pergerakan dan mempertahankan
posisi berdiri, seberapa cepat dan arah serta ketika seseorang berada dalam ruang.
Sistem vestibular berfungsi untuk: mempertahankan tonus otot dan postur sehingga
bila ada yang bergerak maka posisi tubuh akan mendukung, membantu
mempertahankan visul field secara stabil oleh mata dan otot leher untuk
mengkompensasi gerakan kepala dan tubuh, dapat melakukan aktivitas dengan
menggunakan ke-2 sisi tubuh secara bersamaan, memacu cara belajar yang lebih baik.
 Sistem taktil merupakan sistem sensori terbesar yang dibentuk oleh reseptor di kulit,
yang mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan cahaya, sentuhan, nyeri, suhu,
dan tekanan. Sistem taktil terdiri dari dua komponen, yaitu protektif dan diskriminatif,
yang bekerja sama dalam melakukan tugas dan fungsi sehari-hari. Hipersensitif
terhadap stimulasi Taktil yang dikenal dengan tactile defensiveness, dapat
menimbulkan mispersepsi terhadap sentuhan, berupa respon menarik diri saat
disentuh, menghindari kelompok orang, menolak makan makanan tertentu atau
memakai baju tertentu, serta menggunakan ujung-ujung jari, untuk memegang benda
tertentu. Bentuk lain disfungsi ini adalah perilaku yang mengisolasi diri atau
menjadi irritable
 Sistem proprioseptif terdapat pada serabut otot, tendon, dan ligamen, yang
memungkinkan anak secara tidak sadar mengetahui posisi dan gerakan tubuh.
Pekerjaan motorik halus, seperti menulis, menggunakan sendok, atau mengancingkan
baju bergantung pada sistem propriosepsif yang efisien. Hipersensitif terhadap
stimulasi proprioseptif menyebabkan anak tidak dapat menginterpretasikan umpan
balik dari gerakan dan mempunyai kewaspadaan tubuh yang rendah. Tanda disfungsi
sistem proprioseptif adalah clumsiness, kecenderungan untuk jatuh, postur tubuh yang
aneh, makan yang berantakan, dan kesulitan memanipulasi objek kecil, seperti
kancing. Hiposensitif sistem proprioseptif menyebabkan anak suka menabrak benda,
menggigit, atau membentur-benturkan kepala

 Teknik dalam terapi okupasi dengan pendekatan sensori integrasi dapat berupa :
Wilbarger protocol, MORE(Motor, Oral Respiratory and Eye Coordination),
Listening therapeutic, Sensory base activity.
 Wilbarger Protocol (juga disebut sebagai brushing therapy) sering menjadi bagian
dari integrasi sensorik atau program terapi sensorik. Ini melibatkan menyikat tubuh
dengan sikat bedah kecil sepanjang hari. Orang yang menunjukkan gejala pertahanan
taktil sangat sensitif terhadap sentuhan Mereka sering takut atau menolak disentuh,
mengalami kesulitan transisi di antara kegiatan, dan mungkin lesu. Terapi ini
dikembangkan oleh Patricia Wilbarger, MEd, OTR, FAOTA. Protokol lengkap
biasanya memakan waktu 2-3 menit untuk diberikan.Langkah pertama melibatkan
menggunakan sikat sensorik yang lembut, plastik, atau Therapressure Brush yang ke
kulit anak, menggunakan tekanan yang sangat kencang, seperti pijatan dengan
tekanan. Menyikat dimulai dari lengan hingga menuju ke kaki. Daerah wajah, dada,
dan perut tidak pernah disikat karena ini adalah area yang sangat sensitif. Menyikat
area ini dapat menyebabkan reaksi yang merugikan termasuk muntah.

 MORE (Motor, Oral Respiratory and Eye Coordination)


 Konsep dan strategi MORE dimaksudkan untuk dimasukkan ke dalam program


perawatan anak bersama dengan banyak teknik lain yang sesuai untuk meningkatkan
pemrosesan dan pengembangan motorik sensorik. Aktivitas motorik oral dapat
dimasukkan ke dalam makanan dan makanan ringan dan dengan mainan dan barang-
barang yang sering diletakkan anak-anak dan orang dewasa di mulut mereka untuk
input motorik oral. Komponen utama dari item ini adalah:

o Motor: Mengisap, mengunyah, meniup, menggigit, mengunyah, mengunyah,


mengunyah, dan menjilat
o Sensori: Rasa, suhu, tekstur, dan kuantitas

o Spatial Modalities : Shape, Form, dan Size

Referensi
1. Sunanik. Pelaksanaan Terapi Wicara dan Terapi Sensori Integrasi pada Anak
Terlambat Bicara. April 2013. http://journal.walisongo.ac.id/index.php/nadwa
2. Waiman E, Soedjatmiko, Gunardi H, Sekartini R, Enyarni B. Sensori Integrasi: Dasar
dan efektifitas terapi. Sari Pediatri. Agustus 2011.
Available:http://staff.ui.ac.id/system/files/users/soedjatmiiko/publication/sensori_inte
grasi_dasar_dan_efektivitas_terapi_sp_agustus_2011.pdf
3. https://www.nationalautismresources.com/the-wilbarger-protocol-brushing-therapy-
for-sensory-integration/
4. https://www.rairsymposium.com/uploads/2/1/0/7/21073126/ssb_model_copy_copy.jp
g
5. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41293/1/FITRI
%20KOMARIAH-FDK.pdf
3) Tingkatan IQ Retardasi mental

Retardasi mental menurut DSM IV :


 Retardasi mental ringan, IQ 50 – 55 sampai 70
 Retardasi mental sedang, IQ 35 – 40 sampai 50 – 55
 Retardasi mental berat, IQ 20 – 25 sampai 35 – 40
 Retardasi mental sangat berat, IQ dibawah 20 atau 25

Retardasi Mental menurut DSM V :


 Retardasi mental ringan: IQ 50 – 69
 Retardasi mental sedang: IQ 35 – 49
 Retardasi mental berat : IQ 20 – 34
 Retardasi mental sangat berat: IQ < 20

Klasifikasi retardasi mental saat ini yang terbanyak dipakai adalah The ICD-10
Classification of mental and Behavioural Disorders, WHO, Geneva tahun 1994, yaitu :
• Mild retardation (Retardasi mental ringan), IQ 50-69
• Moderate retardation (Retardasi mental sedang), IQ 35-49
• Severe retardation (Retardasi mental berat), IQ 20- 34
• Profound retardation (Retardasi mental sangat berat), IQ <20

Mild Retardation :
Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dididik (educable).
Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi masih mampu menguasainya untuk
keperluan bicara sehari-hari dan untuk wawancara klinik. Umumnya mereka juga
mampu mengurus diri sendiri secara independent (makan, mencuci, memakai baju,
mengontrol saluran cerna dan kandung kemih), meskipun tingkat perkembangannya
sedikit lebih lambat dari ukuran normal. Kesulitan utama biasanya terlihat pada
pekerjaan akademik sekolah, dan banyak yang bermasalah dalam membaca dan menulis.
Dalam konteks sosiokultural yang memerlukan sedikit kemampuan akademik, mereka
tidak ada masalah. Tetapi jika ternyata timbul masalah emosional dan sosial, akan
terlihat bahwa mereka mengalami gangguan, misal tidak mampu menguasai masalah
perkawinan atau mengasuh anak, atau kesulitan menyesuaikan diri dengan tradisi
budaya.

Moderate Retardation
Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dilatih (trainable).
Pada kelompok ini anak mengalami keterlambatan perkembangan pemahaman dan
penggunaan bahasa, serta pencapaian akhirnya terbatas. Pencapaian kemampuan
mengurus diri sendiri dan ketrampilan motor juga mengalami keterlambatan, dan
beberapa diantaranya membutuhkan pengawasan sepanjang hidupnya. Kemajuan di
sekolah terbatas, sebagian masih bisa belajar dasar-dasar membaca, menulis dan
berhitung.

Severe Retardation
Kelompok retardasi mental berat ini hampir sama dengan retardasi mental sedang dalam hal
gambaran klinis, penyebab organik, dan keadaan-keadaan yang terkait. Perbedaan utama adalah
pada retardasi mental berat ini biasanya mengalami kerusakan motor yang bermakna atau adanya
defisit neurologis.

Profound Retardation
Retardasi mental sangat berat berarti secara praktis anak sangat terbatas kemampuannya dalam
mengerti dan menuruti permintaan atau instruksi. Umumnya anak sangat terbatas dalam hal
mobilitas, dan hanya mampu pada bentuk komunikasi nonverbal yang sangat elementer.

Referensi
1. https://www.researchgate.net/figure/Levels-of-MR-according-to-the-DSM-IV-TR-
versus-the-AAMR_fig1_7041774
2. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders: DSM - IV -TR. Washington, DC: American Psychiatric Association,
2000
3. Prasadio T. Gangguan psikiatrik pada anak-anak dengan retardasi mental. Disertasi.
Surabaya: Universitas Airlangga, 1976.
4. Sularyo TS, Kadim M. Retardasi Mental. Sari Pediatri. Desember 2000.
5. Maslim R. Buku saku Diagnosis gangguan jiwa PPDGJ-III dan DSM-5. 2013

Anda mungkin juga menyukai