Anda di halaman 1dari 45

Pemicu 4

Blok Kardiovaskular
Kristo Hadi Audric Sugiaman
405150059
Kelompok 10
Learning Issues
1. Hipertensi
2. Gagal Jantung
3. Cor Pulmonale
LI 1 : Hipertensi
• Suatu kondisi medis yang kronis dimana tekanan darah (TD)
meningkat diatas TD yang disepakati normal
• TD terbentuk dari interaksi antara aliran darah dan tahanan pembuluh
darah perifer
Patofisiologi
1. Susunan saraf otonom
• Aktivitas saraf simpatis (adrenergic) meningkat menyebabkan TD
meningkat.
• Hal ini disebabkan karena ketokolamin dlm darah meningkat,
adrenalin dan noradrenalin yang merupakan ketokolamin utama
dalam tubuh merangsang adrenoseptor-β1 di jantung meningkatkan
CO, juga merangsang adrenoseptor-α1 di arteri menyebabkan
vasokonstriksi.
Patofisiologi
2. Otoregulasi perifer
• Pada keadaan normal, tubuh memiliki volume-pressure adaptive
mechanism dari ginjal yg mempertahankan TD tetap normal
• Apabila TD turun, maka ginjal akan menahan lebih banyak garam dan
air utk meningkatkan TD, demikian pula sebaliknya
• Apabila sistem ini terganggu, maka akan terjadi lebih banyak darah
mengalir dlm sirkulasi. Hal ini akan merangsang proses otoregulasi di
jar local menyebabkan arteriole berkontraksi
• Apabila keadaan ini berlangsung lama akan terjadi penebalan dan
kekakuan dinding arteriol selanjutnya terjadi peningkatan resistensi
perifer yg menyebabkan TD meningkat
Patofisiologi
3. Mekanisme hormonal dan vasopressor
• Sistem renin angiotensin aldosterone (RAA) ikut berkontribusi pd
homeostasis TD
• Ang-II mempunyai efek : a). merangsang angiotensin reseptor (AT-1)
pada dinding arteri menyebabkan vasokonstriksi b). Meningkatkan
pelepasan adrenalin c). Meningkatkan sekresi aldosterone dari
kelenjar adrenal d). Merangsang hipertofi dinding arteri dan
miokardioum
Patofisiologi
4. Kerusakan endotel
Kerusakan endotel dihubungna dengan adanya radikal bebas dan
mikroinflamasi
Radikal bebas menyebabkan penurunan bioavabilitas NO sehingga
terjadi gangguan relaksasi vascular, sebaliknya terjadi peningkatan
reaktivitas kontraktil vascular
Kerusakan endotel selanjutnya menyebabkan remodeling vascular dan
penurunan compliance yg akhirnya meningkatkan resistensi perifer
Penemuan klinis dan diagnosis
• Pada HT primer yg belum mengalami komplikasi, pasien biasanya
tidak bergejala atau hanya mengeluh sakit kepala dan tegang di
belakang leher.
• Apabila sudah terjadi kerusakan organ target barulah timbul gejala
sesuai organ yg terganggu
• Pada pemeriksaan fisis dan foto toraks ditemukan kardiomegali. Pada
EKG atau ekokardiografi tampak tanda left ventricular hypertrophy
(LVH). Edema dapat terjadi pada mereka yg telah terjadi gagal
jantung, atau yg mengalami gangguan fungsi ginjal dimana hasil
pemeriksaan lab mungkin ditemukan peningkatan ureum dan
kreatinin atau proteinuria dan hematuria
The joint national committee (JNC) on prevention, detection,
evaluation, and treatment of high blood pressure sejak 1976 setiap 5-6
tahun membuat pedoman mengenai diagnosis, klasifikasi dll (saat ini
sudah ada JNC 8).
Akan tetapi laporan tsb terlalu panjang dan kadang tidak terarah
membuat pembaca tidak dapat cepat mengambil tindakan dlm
penanganan pasien hipertensi.
Canadian Hypertension
Education Program
Recommendation
• Canadian Hypertension Education Program Recommendation
memiliki cara sederhana utk menentukan penderita HT yg perlu
diobati :
A. Pasien yg pada kunjungan pertama memiliki TD >180/100 mmHg,
atau TD <180/100mmHg namun sudah terjadi kerusakan target
organ atau pada mereka yg digolongkan HT emergensi atau urgensi
maka penderita tersebut sudah dapat didiagnosis sebagai HT dan
langsung dilakukan pengobatan
Canadian Hypertension
Education Program
Recommendation
B. Pasien yg pada kunjungan pertama memiliki TD 140-170/90-109
mmHg, tidak ada riwayat HT sebelumnya, maka dianjurkan diit
rendah garam dan merubah pola hidup, kemudian dilakukan
pengukuran ulang.
Pada kunjungan berikutnya ternyata TD meningkat, maka penderita
ini sudah padat didiagnosis sbg HT dan diberi pengobatan.
Apabila pada kunjungan kedua TD menurun, dilakukan follow-up.
Pada kunjungan ketiga apabila TD meningkat dari sebelumnya, atau
memiliki TD >140/90 mmHg, maka dapat didiagnosis sebagai HT
dan diberi pengobatan
Klasifikasi Hipertensi
berdasarkan etiologi
A. Hipertensi primer (essensial)
95% penderita HT tergolong HT primer
1. Hiperaktif susunan saraf adrenergic : biasanya penderita umur
muda dg gejala takikardi & peningkatan cardiac output
2. Kelainan pertumbuhan pd sistem kardiovaskular dan ginjal : HT
terjadi krn peningkatan resistensi perifer akibat elastisitas arteri
berkurang dan kurang berkembangnya mikrosirkulasi
3. Gangguan natriuresis : pada org normal, natriuresis terjadi sebagai
respon dari peningkatan TD. Pada pasien HT, homeostasis ini
terganggu
Klasifikasi Hipertensi
berdasarkan etiologi
4. Gangguan sistem RAA : peningkatan sekresi renin scr cepat
mengkonversi angiotensinogen menjadi Ang-I, Ang-I kemudian oleh
ACE dikonversi menjadi Ang-II, suatu peptide yg memiliki efek
vasokonstriksi
5. Gangguan pertukaran ion positif : gangguan pertukaran Na+ dan K+
menyebabkan Na+ dan Ca++ intraselular meningkat, akibatnya
terjadi vasokonstriksi
6. Lain2 : obesitas, konsumsi diit tinggi natrium, konsumsi alcohol
berlebihan, merokok, penggunaan NSAID, dan sindrom metabolik
Klasifikasi Hipertensi
berdasarkan etiologi
B. Hipertensi Sekunder
1. Genetik
2. Penyakit parenhim ginjal
3. Hipertensi renovaskular
4. Hiperaldosteosime primer
5. Sindrom cushing
6. Feokromositoma
7. Coartasio aorta
8. Penggunaan estrogen : telah dilaporkan bhw wanita yg menggunakan
kontasepsi terutama umur >35 th dan obes terjadi peningkatan TD.
Disebabkan adanya volume expansion akibat peningkatan sintesis renin
substrat dari hepar yg selanjutnya meningkatkan aktivitas sistem RAA
Klasifikasi Hipertensi
berdasarkan TD
• The seventh report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII)
membagi HT menjadi :
Tekanan darah (mmHg)
Klasifikasi
Sistolik Diastolik

Normal < 120 < 80

Pre-hipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi stage 1 140 – 159 90 – 99

Hipertensi stage 2 ≥ 160 ≤ 100


Obat-obat antihipertensi
• 5 golongan obat yg diterima secara universal sebagai obat
antihipertensi adalah : Diuretik, anti-adrenergic, vasodilator, calcium
channel blockers, obat-obat yg bekerja pada sistem RAA
• Dalam pengobatan HT, salah satu penyulit adalah ketidak patuhan
pasien minum obat. Untuk memperbaiki kepatuhan diciptakan tablet
pemberian sehari sekali
Obat-obat antihipertensi
• Diuretik : Diuretik tiazied (hydro-chloro-thiazide/HCT), diuretic hemat
kalium (spironolakton), loop diuretic (furosemide)
• Anti-adrenergic : central acting (reserpine, klonidin, metildopa), α1-
blockers (prazosin, doxazosin), β-blockers (propranolol, atenolol,
metoprolol, bisoprolol, carvedilol)
• Vasodilator : hidralasin, monoksidil
• Calcium channel blockers (CCB/antagonis kalsium) : dihiropiridin
(nifedipine, amlodipine, flodipin, nicardipine), fenilalkilamin (verapamil),
bensotiazepin (diltiazem)
• Penghambat sistem renin angiotensin : ACE-inhibitor (kaptopril,
enalapril, fosinopril), Angiotensin receptor blockers/ARB (valsartan,
losartan, irbesartam), direct renin inhibitor (aliskiren)
Hipertensi emergensi
(kedaruratan hipertensi)
• Kondisi dimana TD harus diturunkan dalam 1 jam utk menghindari
risiko morbiditas yg seritus atau kematian.
• Kondisi ini termasuk hipertensi encefalopati (sakit kepala, irritable,
konfusi, gangguan mental akibat spasme arteti cerebral), hipertensi
nefropati (hematuria, roteinuria dan disfungsi renal progresif),
perdarahan otak, diseksi aorta, edema pulmonal dan infark miokard
• Hipertensi emergensi harus segera masuk rumah sakit dan diberikan
obat antihipertensi parenteral
• Target penurunan TD yg mau dicapai adalah ±25% pada 1-2 jam
pertama, kemudian diturunkan sampai 160/100 mmHg pada 2-6 jam
berikutnya
Hipertensi emergensi
(kedaruratan hipertensi)
• Hipertensi urgensi adalah situasi yg lebih ringan dari emergensi,
termasuk TD sistolik >220 mmHg, atau TD diastolic > 125 mmHg pada
pasien asimptomatis. Atau pada mereka yg TD meningkat disertai
kerusakan target organ yg progresif
• Obat2 antihipertensi yg dianjurkan utk hipertensi emergensi adalah :
Na+ Nitropruside, nicardipine, diltiazem, klonidin
LI 2 : Gagal Jantung Kongestif
• Gagal jantung : ketidakmampuan jantung utk mempertahankan curah
jantung (Cardiac Output = CO) dlm memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh
• Penurunan CO mengakibatkan volume darah yg efektif berkurang
• Untuk mempertahan kan fungsi sirkulasi yang adekuat, maka di dalam
tubuh terjadi suatu reflex hemostasis atau mekanisme kompensasi
melalui perubahan neurohumoral, dilatasi ventrikel & mekanisme
Frank-Starling
• Salah satu respon hemodinamik yg tidak normal adalah peningkatan
tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload
• Apabila tekanan pengisian ini meningkat shg mengakibatkan edema
paru & bendungan di sistem vena, maka keadaan ini disebut gagal
jantung kongestif
• Apabila tekanan pengisian meningkat dg cepat sekali seperti yang
sering terjadi pada infark miokard akut, sehingga dalam waktu singkat
menimbulkan berbagai tanda kongestif sebelum jantung sempat
mengadakan mekanisme kompensasi yang kronis, maka kedaan ini
disebut gagal jantung kongestif akut
Etiologi
A. Penyakit pada miokard sendiri B. Gangguan mekanik pada miokard
• Penyakit jantung coroner (penyakit jantung • Kelebihan beban tekanan (pressure
iskemik) overload) : hipertensi, stenosis aorta,
• Kardiomiopati koartasio aorta
• Miokarditis dan penyakit jantung reumatik • Kelebihan beban volume (volume overload) :
insufisiensi aorta atau mitral, penyakit
• Penyakit infiltrative jantung bawaan (left to right shunt)
• Iatrogenik akibat obat2 seperti adriamisin • Hambatan pengisian : constrictive
dan diisopiramid pericarditis atau tamponade
• Akibat radiasi
Faktor Presipitasi
Hukum

Patofisiologi Laplace
(+)
↑ Regangan dinding ventrikel
(+)
Dilatasi Hipertrofi

↓ Kontraktilitas Hukum
(-) Starling
↑ After load
↓ Curah jantung ↑ Volume
pengisian
↓ Tekanan darah ventrikel
↓ Volume darah arteri (+)

Mekanisme kompensasi
(-)
↑ Simpatis, ↑ sistem RAA,
↑ Aldosteron, ↑ ADH ↑ Preload

*ANP = atrial natriuretic peptide (+)


BNP = brain type natriuretic peptide Vasokonstriksi (-)
ADH = antidiuretic hormone Retansi cairan ANP & BMP
(+) menambah efek, (-) mengurangi efek
Tanda & Gejala
• Gejala paru berupa : dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal
dyspnea. Selain itu batuk-batuk nonproduktif yg timbul pada waktu
berbaring
• Gejala dan tanda sitemik : lemah, cepat capek, oliguri, nokturi, mual,
muntah, desakan vena sentralis meningkat, takikardi, pulse pressure
sempit, asites, hepatomegaly dan edema perifer
• Gejala susunan saraf pusat berupa : insomnia, sakit kepala
PF & PP
• Tanda khas pada auskultasi : adanya bunyi jantung ketiga (diastolic
gallop), dapat pula terdengar bising apabila terjadi dilatasi ventrikel.
Pada paru hamper selalu terdengar ronki basah
• Tidak ada pemeriksaan lab yang spesifik utk gagal jantung kongestif
• Kelainan hasil pemeriksaan lab tergantung dari penyakit dasar dan
komplikasi yang terjadi. Seperti adanya peninggian enzim creatine
kinase (CK) pada infark miokard, atau kultur darah positif pada
endocarditis.
• Walaupun demikian, hampir semua penderita ditemukan adanya
penurunan PO2 dan asidosis pada analisis gas darah akibat
kekurangan oksigen
Gambaran EKG
• Gambaran EKG pada penderita gagal jantung kongestif tidak khas dan
tergantung pada penyakit dasar, namun hampir semua EKG
ditemukan takikardi
• Pada gagal jantung kongestif akut Karena selalu terjadi iskemik dan
gangguan fungsi konduksi ventrikel, maka selain takikardi, dapat pula
ditemukan gambaran LBBB, perubahan segmen ST dan gelombang T
Klasifikasi
Berdasarkan gejala sesak napas yang terjadi, New-York Heart
Association (NYHA) membagi gagal jantung kongestif menjadi :
• Kelas 1 : Aktivitas sehari-hari tidak terganggu. Sesak timbul jika
melakukan kegiatan fisik yang berat
• Kelas 2 : Aktivitas sehari-hari terganggu sedikit
• Kelas 3 : Aktivitas sehari-hari sangat terganggu. Merasa nyaman pada
waktu istirahat
• Kelas 4 : Walaupun istirahat terasa sesak
Klasifikasi
American Collage of Cardiology / American Heart Asssociation
membagi gagal jantung menjadi :
A. Pasien memiliki risiko menderita gagal jantung namun belum ada
tanda2 gagal jantung missal penderita PJK, DM, kardiomiopati, HT.
B. Pasien menderita structural heart disease namun belum ada tanda2
gagal jantung missal infark miokard, LVH atau penyakit jantung
katup
C. Pasien menderita heart disesase dan gejala gagal jantung
D. Gagal jantung yang refrakter walaupun telah mendapat terapi max.
Penanggulangan
• Usaha pertama dalam penanggulangan gagal jantung kongestif adalah
mengatasi sindrom gagal jantung yaitu meningkatkan cardiac output
dan menurunkan ventricular filling pressure
• Kemudian mengobati factor presipitasi seperti aritmia, anemia,
tiotoksikosis, stress, infeksi, dll memperbaiki penyakit penyebab
seperti hipertensi, PJK, penyakit katup serta mencegah komplikasi
seperti trombo-emboli
Kasus kronis
Konsep terapi farmakologis :
1. Menurunkan preload melalui pemberian diuretic termasuk
aldosterone receptor antagonis dan nitrat. Diuretik juga dipakai sbg
obat utk mengatasi retensi cairan
2. Meningkatkan kontraktilitas jantung (bagi yang terjadi gangguan
kontraktilitas miokard) melalui pemberian digitalis, ibopamin,
β-blockers generasi ketiga atau fosfodiesterase inhibitor
3. Menurunkan afterload (bagi yang terjadi peningkatan afterload)
dengan ACE-inhibitors, Angiotensin Receptor Blockers (ARB), direct
renin inhibitor, atau Calcium Channel Blockers (CCB) golongan
dihidropiridin
Kasus kronis
4. Mencegah myocardial remodeling dan menghambat progresivitas
gagal jantung dengan ACE-inhibitors dan ARB
5. Memperbaiki metabolism energi miokard dengan Carnitine, Co-
enzyme Q10, D-ribose, Magnesium
6. Intervensi khusus nonfarmakologis (Implantable cardioverter
defibrillators, biventricular pacing therapy, transplantasi jantung,
dll) ditujukan bagi pasien gagal jantung stadium D yang sudah tidak
respon dengan obat2an
Kasus Akut
Tindakan umum utk gagal jantung kongestif akut adalah penderita
dibaringkan pada posisi setengah duduk, dan diberi oksigen
• Mengurangi preload : Furosemid, nitrat, morfin
• Meningkatkan kontraksi jantung dengan obat inotropic (pada keadaan
curah jantung rendah dan disfungsi sitolik) : digoksin
• Mengurangi afterload (pada keadaan tekanan darah tinggi dan
disfungsi sitolik) : vasodilator contohnya natrium nitroprusid, ACE-
inhibitors, ARB
LI 3 : Cor Pulmonale
• Hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi atau keduanya terkait dengan
hipertensi pulmoner yang disebabkan oleh kelainan parenkim dan
pembuluh darah paru, sehingga terjadi kelainan fungsi dan gangguan
ventilasi paru.
• Cor pulmonales akut : adanya hipertensi pulmoner dan overload
ventrikel kanan secara akut akibat dari adanya tromboemboli paru
akut yang menyebabkan dilatasi ventrikel kanan

Niederman, M. Cardiovascular function in secondary pulmonary hypertension. Heart & Lung. 1986; 15:341-51
McLaughlin VV. Cor pulmonale. In: Braunwald E. ed. Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. 6 th
ed. Philadelphoa: WB Saunders; 2001. 1936-54
Patofisiologi Hipoksia
Merokok

Vasokonstriksi
pulmoner

Destruksi & remodeling


Polisitemia Disfungsi endotelial
pembuluh darah paru

↓NO ↑ET-1

Resusitasi pembuluh darah paru


Hipertensi pulmonal
Cor pulmonal
Patofisiologi
• Hipertensi pulmoner ditandai dengan peningkatan tekanan arteri
>20mmHg saat istirahat atau 30mmHg saat aktivitas
• Hipoksia kronik menyebabkan efek muskularisasi pada arteri
pulmoner yaitu terjadi proliferasi otot polos pada tunika intima arteri
pulmonalis kecil sehingga meningkatkan resistensi vaskuler dan
terjadi hipertensi pulmoner
• Vasokonstriksi akibat hipoksia menimbulkan gangguan produksi dan
regulasi nitic oxide (NO) sbg agen vasodilator dari endotel vaskuler.
Gangguan produksi NO menyebabkan proliferasi otot polos vaskuler,
hipertrofi medial dan fibrosis tunika intima eksentrik yang merupakan
kondisi yang ireversibel
Patofisiologi
• Mediator endothelin 1 adalah agen vasokonstriktor endogen yang
kuat, yg dilepaskan oleh sel endotel pada kondisi hipoksia. Endothelial
growth factors vaskuler dan platelet derived growth factors A dan B
teraktivasi sehingga menyebabkan proliferasi sel endotel dan
remodeling vaskuler paru
• Faktor yang menyebabkan kegagalan ventrikel kanan yaitu penurunan
preload ventrikel kanan akibat hiperinflasi yg akan menurun venous
return. Perfusi ventrikel kanan pd saat systole ke arteri koronaria
kanan menurun karena adanya peningkatan tekanan pd ventrikel
kanan. Ditambah lagi dg adanya penurunan cardiac output akan
menurunkan perfusi koroner
Etiologi
• Cor pulmonale akut : emboli paru (paling sering) dan acute respiratory
distress syndrome (ARDS)
• Cor pulmonale kronik :
 Penyakit paru : PPOK, cystic fibrosis, interstitial lung disease
 Gangguan sirkulasi pulmoner : hipertensi pulmoner primer, sickle cell
anemia, schistosomiasis, oklusi vena pulmoner, tromboemboli paru
kronik rekuren
 Kelainan neuromuskuler : amyotrophic lateral sclerosis, muscular
dystrophy, myasthenia gravis, poliomyelitis, spinal cord lesions
 Kelainan rongga thorak : kyphoscoliosis
 Kelainan control ventilasi pernafasan : sleep apnea syndrome, sentral
hipoventilasi primer
Diagnosis
Gejala dan tanda klinis :
• Gejala pada cor pulmonale kronik yg sering dijumpai adanya fatigue,
takipnea, dyspnea dg aktivitas, batuk dan nyeri dada akibat iskemik
ventrikel kanan dan peregangan arteri pulmonalis
• Hemoptisis dpt terjadi akibat rupture arteri pulmonalis yg dilatasi.
Hoarseness dpt terjadi akibat kompresi arteri pulmonalis yg dilatasi
pada nervus laryngeal recurrent kiri
Pemeriksaan penunjang
• Foto thorak
Lebar arteri pulmonalis descending kanan bila >16mm menunjukkan adanya
hipertensi pulmoner pada pasien PPOK, sedangkan lebar arteri pulmonalis
descending kiri >18mm menunjukkan adanya peningkatan arteri pulmoner.
Adanya gambaran jantung globular menunjukkan ventrikel hipertrofi atau
dilatasi
• Computed tomografi (CT)
High resolution CT-scan (HRCT) dapat melihat kelainan parenkim paru
• Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung kanan merupakan pemeriksaan baku emas utk hipertensi
pulmoner
Pemeriksaan penunjang
• Elektrokardiografi
Aksis bergeser ke kanan
Rasio amplitudo R/S di V1 >1
Rasio amplitudo R/S di V6 <1
P pulmonal pattern (peningkatan gelombang P di lead II, III, dan aVF)
S1 Q3 T3 pattern dan RBBB pada emboli paru
Low voltage QRS karena hiperinflasi akibat PPOK
Pemeriksaan penunjang
• Echocardiografi
Sensitif untuk mendeteksi peningkatan tekanan arteri pulmonalis
derajat berat tetapi terbatas untuk derajat ringan sampai berat.
Pada perhitungan diameter ventrikel kanan selama fase diastolic
menunjukkan adanya pembesaran ventrikel kanan.
Pemeriksaan lain transesofangeal echocardiografi, ventrikulografi
• Ventilation/Perfusion (V/Q) Scanning
Ventilation/Perfusion Scanning dan angiografi paru dpt mendeteksi
adanya emboli paru
Tatalaksana
• Pada kondisi gagal jantung kanan akut akibat emboli paru diberikan
cairan yg cukup dan vasokonstriktor. Pada emboli paru massif
diberikan antikoagulan, agen trombolitik dan embolektomi
• Pemberian terapi oksigen jangka panjang pada PPOK bila PaO2
<55mmHg dan saturasi O2 <88%
• Pemberian diuretic dapat menurunkan tekanan ventrikel kanan
maupun kiri.
• Calcium channel blocker seperti sustained release nifedipine dan
diltiazem dpt menurunkan tekanan arteri pulmoner
Tatalaksana
• Prostasiklin (prostaglandin inhibitor2/PGI2) seperti epoprostenol,
treprostinil, iloprost dan bosentan (antagonis reseptor endothelin A
dan B) serta sildenafil (phosphodiesterase 5/PDE5 inhibitor) efektif
untuk hipertensi pulmoner promer
• Digitalis pada cor pulmonale masih kontroversi, Karena dapat
menimbulkan hipoksemia atau asidosis
• Warfarin sebagai antikoagulan direkomendasikan pada tromboemboli
paru
Komplikasi & Prognosis
• Komplikasi yg dapat terjadi antara lain syncope, hipoksia, pedal
edema, kongesti hepar dan kematian
• Prognosis tergantung dari penyakit yg mendasarinya. Cor pulmonale
akibat hipertensi pulmoner primer memiliki prognosis buruk. Pada
pasien cor pulmonale akibat PPOK memiliki survival 5 tahun sekitar
30%.
Dari penelitian kohort multisenter terdapat factor independen yg
mempengaruhi mortalitas pasien emboli paru antara lain : usia >65
th, inabilisasi >72 jam, menderita cor pulmonale kronik, sinus
takikardia dan takipnea
Daftar Pustaka
• Braunwald’s heart disease. A textbook of cardiovascular medicine. 8th ed. Chapter
21-30. Sunders Elsevier, Philadelphia. 2008
• Poole-Wilson PA. Relation of pathophysiologic mechanisms to outcome in heart
failure. J Am Coll Cardiol, 1993; 22 (Suppl A): 22A
• Giles TD. Optimizing the treatment of heart failure. Current Science, 1994; 9
(Suppl 1): S21
• Niederman, M. Cardiovascular function in secondary pulmonary hypertension.
Heart & Lung. 1986; 15:341-51
• Auger WR. 1995. Pulmonary hypertension and cor pulmonale. Curr Opin Pulm
Med;1:303-12
• Weitzenblum E. Cor pulmonale. Chron Respir Dis. 2009;6(3):177-85

Anda mungkin juga menyukai