Anda di halaman 1dari 20

Critical Appraisal

The Effects of Broccoli Sprout Extract Containing


Sulforaphane on Lipid Peroxidation and Helicobacter
pylori Infection in the Gastric Mucosa

Pembimbing :

Dr. dr. Meilani Kumala, MS, Sp.GK(K)


dr. Idawati Karjadidjaja, MS, Sp.GK
dr. Alexander Halim Santoso, M.Gizi
dr. Frisca, M.Gizi
dr. Dorna Silaban, M.Gizi, Sp.GK
dr. Olivia Charissa, M.Gizi, Sp.GK

KEPANITRAAN ILMU GIZI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 25 JANUARI – 6 FEBRUARI 2021

1
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
Critical Appraisal

Adverse Effects of High-Dose Vitamin D Supplementation


on Volumetric Bone Density Are Greater in Females than
Males

Disusun oleh

Mike Jamila Wanane 406191002


Yovita Aldila 406192064
Denny Bunarsi 406192073
Maria Olivia W 406192098
Vanessa Irenea P 406192075

KEPANITRAAN ILMU GIZI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 25 JANUARI – 6 FEBRUARI 2021

2
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
PENDAHULUAN

Helicobacter pylori menginfeksi sekitar 50% dari populasi orang dewasa di


seluruh dunia dan dikaitkan dengan gastritis, ulkus peptikum, dan kanker
lambung. Di Korea, tingkat infeksi H. pylori pada orang dewasa berusia 16 - 79
tahun adalah sekitar 60%, dan kanker lambung adalah keganasan kedua yang
paling sering didiagnosis. Eradikasi H. pylori dapat mengurangi kejadian penyakit
gastroduodenal terkait H. pylori dan mengurangi risiko kanker lambung di negara-
negara seperti Korea, yang memiliki prevalensi infeksi H. pylori dan insiden
kanker lambung yang tinggi.
Triple therapy berbasis proton pump inhibitor (PPI) adalah pengobatan
yang paling efektif untuk pemberantasan H. pylori, tetapi kurang berhasil, dengan
tingkat eradikasi serendah 50-70%, karena kurangnya kepatuhan dan tingkat
resistensi antibiotik yang tinggi. Terapi eradikasi standar untuk infeksi H. pylori
melibatkan triple therapy selama 1 minggu, menggabungkan PPI dengan dua jenis
antibiotic (yaitu klaritromisin + amoksisilin atau metronidazol). Namun, resistensi
antibiotic primer/didapat terhadap metronidazol atau klaritromisin telah
ditemukan di seluruh dunia, mengakibatkan kegagalan pengobatan. Di Korea,
resistensi terhadap metronidazol dan klaritromisin telah dilaporkan masing-
masing pada 66,2% dan 38,5% pasien. Selain itu, tingginya tingkat efek samping
terkait antibiotik dapat mengakibatkan kepatuhan pasien yang buruk. Oleh karena
itu, perlu dikembangkan strategi pengobatan baru yang meningkatkan laju
pemberantasan dan mengurangi efek samping
Kerusakan mukosa lambung pada gastritis terkait H. pylori dapat
disebabkan secara langsung oleh H. pylori atau sebagai akibat dari reaksi
inflamasi. Radikal bebas dilepaskan oleh sel polimorf dan sel inflamasi lainnya
pada infeksi H. pylori, yang memicu peroksidasi lipid oleh radikal bebas oksigen.
Baik pembentukan radikal bebas oksigen dan peroksidasi lipid sangat terkait
dengan kerusakan jaringan dan mungkin berperan dalam patogenesis bertahap
dari lesi kronis dan kemungkinan kanker.

3
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
Sulforaphane adalah molekul dalam kelompok isothiocyanate dari
senyawa organosulfur, yang diperoleh dari sayuran cruciferous seperti brokoli,
Brussel sprouts, atau kubis. Sulforaphane memiliki aktivitas bakterisidal yang
kuat terhadap H. pylori secara in vitro. Selain itu, sulforaphane sangat aktif
terhadap sejumlah besar isolat klinis H. pylori, banyak di antaranya resisten
terhadap antibiotik konvensional. Ekstrak kecambah brokoli yang mengandung
sulforaphane (BSES) dilaporkan dapat mengurangi kolonisasi dan memperbaiki
gastritis pada tikus dan manusia terkait infeksi H. pylori. Sulforaphane juga
merupakan penginduksi kuat dari enzim detoksifikasi fase 2, seperti glutathione
S-transferase, dan menunjukkan efek antioksidan, anti-inflamasi, dan antikanker.
Glutathione S transferase mengkatalisis konjugasi GSH ke substrat xenobiotik
untuk detoksifikasi. Oleh karena itu GSH intraseluler merupakan salah satu faktor
pencegah terjadinya kerusakan oksidatif.
Studi prospektif ini menyelidiki apakah BSES menghambat infeksi H.
pylori dan merangsang efek antioksidan pada mukosa lambung yang terinframasi
pada pasien dengan dispepsia fungsional terkait infeksi H. pylori.

4
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
TELAAH KRITIS

1. Gambaran Umum Penelitian


Penelitian ini merupakan studi randomized, double-blind trial yang dilakukan di
RS Universitas Kyung Hee, Korea Selatan dari bulan Mei 2009– Oktober 2011.
Sebanyak 100 pasien masuk dalam studi ini. Parameter yang dinilai dalam
penelitian ini adalah nilai UBT, konsentrasi amonia dalam cairan lambung, kadar
GSH, dan kadar MDA. Tujuan penelitian ini adalah menyelidiki apakah BSES
menghambat infeksi H. pylori dan merangsang efek antioksidan pada mukosa
lambung yang terinflamasi pada pasien dengan dispepsia fungsional terkait infeksi
H. pylori. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Sulforaphane tidak berpengaruh
pada eradikasi atau penghambatan infeksi H. pylori, tetapi mengurangi kerusakan
mukosa lambung yang terkait dengan stres oksidatif, yang diukur dengan MDA,
yang disebabkan oleh infeksi H. pylori.

2. Penilaian Kesahihan / Validitas


 Desain studi : randomized controlled trial
 Waktu penelitian : Maret 2009 - Oktober 2011.
 Peserta Studi : 100 subjek dengan dispepsia fungsional di randomisasi secara
double-blind. Dilakukan anamnesis riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
singkat.
 Kriteria eksklusi : ada riwayat operasi lambung sebelumnya, ulkus peptikum,
kanker lambung, penggunaan NSAIDS atau antikoagulan, dan penyakit
sistemik seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung.
 Kriteria inklusi: peserta dengan gastritis eritematosa nonatrofik (ringan sampai
sedang) sesuai dengan sistem Sydney yang diperbarui

5
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
 Informed consent didapatkan, persetujuan etis dari Dewan Peninjau
Kelembagaan Rumah Sakit Universitas Kyung Hee (KMC IRB 0401-0410).

 Prosedur :
Dilakukan endoskopi UGIT, UBT, pengukuran konsentrasi MDA dan GSH
sebelum dan setelah intervensi ( dengan puasa malam sebelumnya)  67/100
peserta (+) H. pylori  dirandomisasi
o UBT : dilakukan pada hari pertama setelah puasa min 8 jam. Sampel
baseline didapatkan  diberikan alikuot 75 mg C-urea dilarutkan
dalam 75 mL larutan asam sitrat secara oral  sampel lain
dikumpulkan setelah 30 menit. Sampel napas kemudian dianalisis
13 12
dengan mass spectrometry untuk menentukan rasio C / C. Rasio
13
C / 12C dari setiap sampel nafas dinyatakan sebagai mili-persentase
13
(‰). Perubahan nilai C dibandingkan dengan baseline dinyatakan
sebagai Δ13C. Hasil positif = peningkatan> 4.
o Pemeriksaan gastroskopi : pada 89 subjek sebelum intervensi.
Diaspirasi 10-20 mL cairan lambung dari fundus, 1 specimen biopsy
dari antrum, 4 spesimen biopsy dari corpus bawah. Dilakukan rapid
urease test (CLO) pada specimen antral dan 1 corpus, yang lainnya
untuk pengukuran MDA dan GSH
o Konsentrasi amonia dalam cairan lambung : sebagai indicator
tambahan densitas koloni H. pylori. Cairan lambung dibekukan di suhu
-70C sampai analisis. Setelah dicairkan, specimen disentrifugasi pada
3.000 × g selama 15 menit untuk memisahkan mucus dan debris. dan
kotoran. Sampel diencerkan 1:10 dalam buffer Tris (pH 7,2) dan
konsentrasi ammonia sampel ditentukan dari pembacaan
spektrofotometri pada 340 nm
o Penghitungan indirek dari densitas infeksi H. pylori : infeksi
didiagnosis bila hasil CLO dan 13C-UBT positif, kepadatan
didapatkan dari pengukuran konsentasi ammonia

6
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
o Konsentrasi GSH sebagai biomarker antioksidan pada mukosa
lambung : didasarkan pada reaksi kimia yang berlangsung dalam dua
tahap:
1. Pembentukan tioeter antara 4-chloro-1-methyl-7-
trifluromethyl- quinolinium-methylsulfate dan
mercaptans.
2. Reaksi ß-elimitation yang berlangsung dalam kondisi
basa. Tioeter bereaksi dengan GSH untuk membentuk
ion kromofor. Spesimen biopsi dari mukosa lambung
dibekukan pada suhu -70 ° C sampai dilakukan analisis.
Setiap sampel ditimbang dan ditempatkan ke dalam 20
mL asam 5-metafosfat untuk homogenisasi jaringan.
Homogenat disentrifugasi pada 3.000 × g selama 10
menit dan konsentrasi GSH diukur dengan uji
kolorimetri pada 400 nm.
o Konsentrasi MDA sebagai biomarker kerusakan oksidatif pada mukosa
lambung : sebagai indikator peroksidasi lipid akibat cedera sel. Prinsip
tersebut didasarkan pada reaksi reagen kromogenik N-metil-2-
fenilindol dengan MDA pada suhu 45 ° C selama 1 jam. N-Methyl-2-
phenylindole bereaksi dengan MDA untuk membentuk karbosianin
yang sangat berwarna. Spesimen biopsi dibekukan pada suhu -70 ° C.
Setiap sampel ditimbang dan ditempatkan ke dalam 20 mL 0,5 M
butylated hydroxytoluene untuk homogenisasi. Termogenat
disentrifugasi pada 3.000 × g selama 10 menit, dan konsentrasi MDA
diukur dengan uji kolorimetri pada 586 nm.
 Follow-up dilakukan 1 minggu setelah konsumsi semua kapsul BSES
 Intervensi pada kelompok (+) H. pylori :
o 34 subjek : 1 kapsul BSES ( 250 mg kecambah brokoli -> 1000 mcg
sulforaphane ) ; dua kali sehari (2.000 mg sulforaphane) selama 4
minggu.
o 33 subjek : Plasebo ; 4 minggu

7
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
 Intervensi pada kelokpok (-) H. pylori:
o 33 subjek : kapsul BSES
 Jumlah subjek yang tidak dapat dihubungi saat follow-up :
o 1 dari 34 subjek H. pylori (+) BSES
o 5 dari 33 subjek H. pylori (+) plasebo
o 5 dari 33 subjek H. pylori (-) BSES
 Jumlah subjek di akhir penelitian :
o 89 subjek: 33 pada kelompok H. pylori (+) BSES (kelompok A), 28 H.
pylori (+)plasebo (kelompok B), dan 28 H. pylori (-)BSES (grup C).
 Analisis statistik :
o Program computer: SPSS versi 18.0 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA).
o Semua data dinyatakan sebagai mean ± standar deviasi (SD).
o Perbedaan antar kelompok dinilai dengan menggunakan analisis varian
satu arah untuk variabel kontinyu dan uji eksak Fisher untuk variabel
kategori.
o Perbandingan karakteristik klinikopatologi dinilai menggunakan uji
chi-square two tailed dan uji-t independent sample.
o Dalam analisis MDA, GSH, UBT, dan konsentrasi amonia pa sebelum
dan sesudah pada kelompok BSES atau plasebo, digunakan t-test
berpasangan.

3. Penilaian Kepentingan / Importancy


1. Karakteristik klinis : tidak ada perbedaan signifikan terkait gambaran
klinis dasar antara kelompok H. pylori (+) BSES dan kelompok plasebo H.
pylori (+). Namun, kelompok H. pylori (-) BSES lebih muda dengan lebih
sedikit perokok
2. Efek inhibisi H. pylori
 Pada kelompok H. pylori (+) BSES (n = 33):

8
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
o Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam nilai ΔUBT sebelum dan
sesudah perlakuan (p = 0,634). Hanya 1 subjek yang nilai ΔUBT-nya
turun menjadi <50% basal.
o Tidak ada perbedaan yang signifikan pada konsentrasi amonia sebelum
dan sesudah perlakuan (p = 0,505) . Konsentrasi amonia dalam getah
lambung tidak berkurang menjadi <50% basal pada kelompok plasebo
H. pylori (+) BSES atau H. pylori (+) placebo.
3. Penghambatan peroksidasi lipid dan efek antioksidan dari BSES
 Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik pada konsentrasi MDA
mukosa basal (p = 0,083) dan GSH (p = 0,526) antara kelompok H. pylori (+)
(n = 61) dan H. pylori (-) (n = 28)
 Setelah pemberian BSES, konsentrasi MDA mukosa secara signifikan
menurun pada H. pylori (+) BSES dibandingkan dengan sebelum pengobatan
(n = 33, p = 0,006)
 Konsentrasi MDA menurun secara signifikan di semua subjek pengobatan
BSES (n = 61), terlepas dari status infeksi H. pylori (p <0,001)

4. Efek antioksidan dari BSES


 Pada semua 61 subjek H. pylori (+), konsentrasi GSH basal lebih rendah
dibandingkan dengan 28 subjek H. pylori (-). Namun, perbedaan tersebut tidak
signifikan (p = 0,526)
 Konsentrasi GSH meningkat sedikit setelah pengobatan BSES, terlepas dari
status infeksi H. pylori (p = 0,332)

4. Penilaian Kemamputerapan
Salah satu pengobatan alternatif untuk infeksi H. pylori adalah probiotik, seperti
bakteri asam laktat dan bifidobacterial.
 Pemberian probiotik meningkatkan eradikasi H. pylori dan mengurangi efek
smaping triple therapy berbasis PPI. Namun, efek penghambatan probiotik
pada infeksi H. pylori pada manusia masih kontroversial. Penambahan yogurt

9
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
yang mengandung probiotik pada pengobatan lini kedua ( moxifloxacin ) tidak
meningkatkan tingkat eradikasi atau mengurangi efek samping pengobatan.

Terapi alternatif lain untuk eradikasi adalah brokoli


 Brokoli mengandung isothiocyanate sulforaphane  penginduksi enzim
detoksifikasi fase 2 yang poten ( mis., glutathione S transferase, quinone
reductase  memiliki efek antioksidan, antiinflamatori dan antikanker pada
tingkat seluler )
 Glutathione S-transferase mengkatalisis konjugasi GSH ke substrat xenobiotik
untuk detoksifikasi. Oleh karena itu, GSH intraseluler merupakan faktor
pencegahan terhadap kerusakan oksidatif
 Kandungan sulforaphane 10-100x lebih tinggi pada ekstrak kecambah brokoli
daripada brokoli yang sudah besar.
 Sulforaphane : agen bakteriostatik poten terhadap H.pylori di tikus, (+) efek
bakterisidal pada mukosa manusia; efektif untuk isolate H.pylori yang resisten
antibiotik konvensional ( clarithromycin, metronidazole)

Penelitian sebelumnya yang mendukung :


 28 : konsumsi kecambah brokoli dapat mengeradikasi infeksi pada gastritis
kronik
 14 : Konsumsi kecambah brokoli setiap hari selama 2 bulan dapat
mengurangi kolonisasi H.pylori dan mengurangi sekuele infeksi. konsumsi
kecambah brokoli memberikan kemoproteksi terhadap mukosa lambung
melawan stres oksidatif yang diinduksi oleh H. pylori melalui proses
antioksidan dan antiinflamasi yang bergantung pada NrF2.

Penelitian sebelumnya yang menentang:


 29 : sebuah studi epidemiologi yang tidak menunjukkan adanya pengurangan
prevalensi gastritis atrofik kronis pada pria Jepang dengan konsumsi
kecambah brokoli.

10
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
Penelitian saat ini :
 Nilai ΔUBT dan konsentrasi amonia dalam cairan lambung diukur dan
digunakan sebagai indikator inhibisi kolonisasi H. pylori.
o H. pylori memiliki aktivitas urease yang tinggi  menghasilkan
amonia dari urea. Karena pengukuran konsentrasi amonia dalam cairan
lambung jauh lebih sederhana dan lebih cepat daripada metode lain 
lebih baik untuk diagnosis infeksi H. pylori.
o Pasien (+) H. pylori memiliki kadar urea yang jauh lebih rendah dan
konsentrasi amonia yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol
(tidak terinfeksi), sementara keparahan gastritis meningkat seiring
dengan peningkatan konsentrasi ammonia ( kuantifikasi indirek dari
koloni H.pylori)

Dalam penelitian, tidak menemukan perubahan signifikan pada


nilai ΔUBT dan konsentrasi amonia dalam cairan lambung setelah
intervensi sulforaphane dan tidak berkurang menjadi <50% dari level
basal, kecuali pada satu subjek.
Alasan :
 4 minggu mungkin tidak cukup untuk mencapai efek penghambatan.
 Saran penelitian selanjutnya : penelitian dengan durasi pemberian
sulforaphane yang lebih lama, seperti 2 atau 6 bulan, diperlukan. Dapat
pula diperiksa efek suplementasi sulforaphane pada efikasi terapi lini
pertama (triple) atau kedua (quadruple) terhadap H. pylori.
 Efek sitoprotektif sulforaphane diteliti. Pembentukan radikal oksigen reaktif
dan peroksidasi lipid adalah mekanisme utama kerusakan mukosa lambung
yang terkait dengan infeksi H. pylori.
o GSH dapat mengais radikal peroksinitrit dan hidroksil, serta mengubah
hidrogen peroksida menjadi air. GSH tereduksi adalah bentuk aktif
yang diproduksi oleh GSH reduktase.  GSH mencerminkan efek
antioksidan lebih akurat daripada GSH total.

11
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
Dalam penelitian ini, dilakukan pengukuran konsentrasi
GSH di jaringan mukosa lambung sebagai biomarker antioksidan.
Subjek H. pylori (+) memiliki kosentrasi GSH yang lebih rendah
daripada kontrol, tetapi perbedaanya tidak signifikan.
Alasan :
 Telah dikemukakan bahwa antioksidan intraseluler dapat
dikonsumsi oleh infeksi H. pylori kronis  pengobatan BSES
selama 4 minggu menyebabkan sedikit peningkatan konsentrasi
GSH pada subjek H. pylori (+)

Penelitian lain :
 33-35: subjek H. pylori (+) memiliki konsentrasi GSH mukosa
yang lebih rendah dibandingkan dengan subjek H. pylori (-).
Konsentrasi GSH yang rendah selama infeksi H. pylori diduga
karena GSH di mukosa lambung habis akibat pemberishan
radikal bebas yang dihasilkan oleh H. pylori. Setelah eridikasi
H. pylori, konsentrasi GSH meningkat secara signifikan.

 MDA adalah produk peroksidasi lipid dan indikator cedera sel oksidatif.
Dalam penelitian ini, konsentrasi MDA di mukosa lambung secara
signifikan lebih tinggi pada subjek dengan gastritis H. pylori (+)
dibandingkan pada subjek H. pylori (-) dan setelah intervensi. Konsentrasi
MDA basal pada subjek H. pylori (+) lebih tinggi daripada subjek H.
pylori (-), tetapi perbedaannya tidak signifikan secara statistik (p = 0,083).
Konsentrasi MDA menurun secara signifikan setelah perlakuan BSES
pada kelompok H. pylori (+) dan H. pylori (-) BSES.

Keterbatasan penelitian :
 Jumlah subjek kecil, meskipun efek antioksidan BSES pada kerusakan
mukosa lambung cukup informatif.

12
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
 Tidak dilakukan evaluasi efek antioksidan, antiinflamasi, dan antikanker
jangka panjang (yaitu, lebih dari 6 atau 12 bulan) dari BSES.
 Tidak dilakukan perbandingan hubungan antara perubahan konsentrasi MDA
dan GSH dengan perubahan histologis pada mukosa lambung.
 Tidak dilakukan pemeriksaan efek tambahan dari BSES pada terapi standar
triple atau quadruple untuk eradikasi H. pylori.

Kesimpulan:
 Sulforaphane tidak berpengaruh pada eradikasi atau penghambatan infeksi H.
pylori, tetapi mengurangi kerusakan mukosa lambung yang terkait dengan
stres oksidatif, yang diukur dengan MDA, yang disebabkan oleh infeksi H.
pylori.
 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sulforaphane dapat mencegah
peroksidasi lipid di mukosa lambung dan mungkin memainkan peran
sitoprotektif dalam gastritis yang diinduksi H. pylori. Namun, hubungan
antara infeksi H. pylori dan konsentrasi GSH mukosa tidak jelas.
Saran :
 Penelitian lebih lanjut menggunakan jumlah subjek yang lebih banyak dan
durasi pengobatan yang lebih lama diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan
penelitian ini.

5. Kesimpulan
Pada bagian metode, jurnal ini tidak menjelaskan mengenai metode sampling
dan perhitungan sampel, sehingga validitasnya mungkin kurang baik. Hasil
dari penelitian ini tidak seluruhnya signifikan. Hasil penelitian ini dapat
diaplikasikan. Sulforaphane tersedia di Indonesia, tetapi perlu diterapkan
dengan hati-hati karena adanya keterbatasan penelitian dan efek dari
sulforaphane masih belum jelas dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut

13
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
LEMBAR KERJA PENILAIAN STUDI

PICO:
 Patient : Pasien dengan dispepsia fungsional
 Intervention: Pemberian sulforaphane 2000 mg / hari selama 4 minggu
 Comparison: Pemberian plasebo
 Outcome : Penurunan nilai UBT, konsentrasi ammonia, MDA, dan
peningkatan GSH

DAFTAR TILIK TELAAH KRITIS MAKALAH KEDOKTERAN

A. PENILAIAN STRUKTUR DAN ISI MAKALAH


Y T TR
Judul makalah
1 Tidak terlalu panjang atau terlalu pendek Y

14
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
2 Menggambarkan isi utama penelitian Y
3 Cukup menarik Y
4 Tanpa singkatan, selain yang baku Y
Pengarang & lnstitusi
5 Nama-nama dituliskan sesuai dengan aturan jurnal T
Abstrak
6 Abstrak satu paragraf atau terstruktur (beri tanda yang sesuai) Y
7 Mencakup komponen IMRAD Y
8 Secara keseluruhan informatif Y
9 Tanpa singkatan, selain yang baku Y
1 Kurang dari 250 kata (344 kata) Y
0
Pendahuluan
1 Ringkas, terdiri atas 2-3 paragraf T
1
1 Paragraf pertama mengemukakan alasan dilakukan penelitian T
2
1 Paragraf berikut menyatakan hipotesis atau tujuan penelitian T
3 (pd paragraf 4)
1 Didukung aleh pustaka yang relevan Y
4
1 Kurang dari 1 halaman Y
5
Metode
1 Desain, tempat dan waktu penelitian disebutkan Y
6
1 Populasi sumber (populasi terjangkau) disebutkan T
7
1 Kriteria inklusi dan ekslusi dijelaskan (Tdk pada kriteria Y
8 eksklusi)
1 Cara pemilihan subyek (teknik sampling) disebutkan T
9
2 Perkiraan besar sampel dan alasannya disebutkan T
0
2 Besar sampel dihitung dengan rumus yang sesuai T
1
2 Komponen-komponen rumus besar sampel masuk akal T
2
2 Observasi, pengukuran, serta intervensi dirinci sehingga orang Y
3 lain dapat menduplikasi
2 Rujukan disebutkan (bila teknik pengukuran tidak dirinci) T
4
2 Pengukuran dilakukan secara tersamar Y

15
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
5
2 Uji keandalan pengukuran (kappa) dilakukan T
6
2 Definisi istilah dan variabel penting dikemukakan Y
7
2 Ethical clearance diperoleh Y
8
2 Persetuiuan subyek diperoleh Y
9
3 Rencana analisis, batas kemaknaan, dan power penelitian Y
0 disebutkan
3 Program komputer yang dipakai disebutkan Y
1
Hasil
3 Tabel karakteristik subyek penelitian disertakan Y
2
3 Karakteristik subyek sebelum intervensi dideskripsikan Y
3
3 Dilakukan uji hipotesis untuk kesetaraan pra-intervensi Y
4
3 Jumlah subyek yang diteliti disebutkan (subjek adalah studi Y
5 pada penelitian ini)
3 Subyek yang drop out dijelaskan dengan alasannya Y
6
3 Ketepatan numerik dinyatakan dengan benar Y
7
3 Penulisan tabel dilakukan dengan tepat Y
8
3 Tabel dan ilustrasi informatif dan memang diperlukan Y
9
4 Tidak semua hasil di dalam tabel disebutkan pada naskah Y
0
4 Semua outcome yang penting disebutkan dalam hasil Y
1
4 Subyek yang drop out diikutkan dalam analisis (analisis per- T
2 protokol)
4 Analisis dilakukan dengan uji yang sesuai Y
3
4 Hasil uji statistika, degree of freedom & nilai p ditulis Y
4
4 Tidak dilakukan analisis yang semula tidak direncanakan Y
5 (dilakukan analisis sub-grup)

16
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
4 Interval kepercayaan disertakan T
6
4 Dalam hasil tidak disertakan komentar atau pendapat Y
7
Diskusi
4 Semua hal yang relevan dibahas Y
8
4 Hal yang dikemukakan pada hasil tidak sering diulang Y
9
5 Keterbatasan penelitian, dan dampaknya terhadap hasil Y
0 dibahas
5 Penyimpangan protokol dan dampaknya terhadap hasil T
1 dibahas
5 Diskusi dihubungkan dengan pertanyaan penelitian Y
2
5 Hubungan hasil dengan teori/penelitian terdahulu dibahas Y
3
5 Hubungan hasil dengan praktek klinis dibahas Y
4
5 Efek samping dikemukakan dan dibahas (tidaka da efek T
5 samping bermakna)
5 Hasil tambahan selama observasi disebutkan (sinergisitas T
6 antara ONS solid dan cair/krim)
5 Hasil tambahan tersebut tidak dianalisis secara statistika T
7
5 Simpulan utama penelitian disertakan Y
8
5 Simpulan didasarkan pada data penelitian Y
9
6 Simpulan tersebut sahih Y
0
6 Generalisasi hasil penelitian disebutkan T
1
6 Saran penelitian selanjutnya disertakan Y
2
Ucapan Terima Kasih
6 Ucapan terima kasih ditujukan kepada orang yang tepat Y
3
6 Ucapan terima kasih dinyatakan secara wajar Y
4
Daflar Pustaka
6 Dafiar pustaka disusun sesuai dengan aturan jurnal Y

17
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
5
6 Kesesuaian sitasi pada naskah dan daftar pustaka Y
6
Lain-lain
6 Bahasa yang baik dan benar, enak dibaca, informatif, efektif Y
7
6 Makalah ditulis dengan ejaan yang taat asas Y
8

Are the results of study valid? (Internal Validity)


1a. Was the assignment of patients to treatments randomised? Yes
Comment : Pada bagian metode, dijelaskan bahwa subjek dirandomisasi.
Tidak dijelaskan metode randomisasi-nya.

1b. Were the groups similar at the start of the trial ? Yes

18
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
Comments: Tabel karakteristik demografis subjek serupa, hanya saja pada
kelompok (-) H.pylori umurnya sedikit lebih muda dan lebih sedikit yang
merokok.

2a. Aside from the allocated treatment, were the groups treated equaly? Yes

Comment: Pada bagian metode, disebutkan bahwa seluruh peserta


diberikan perlakuan yang sama, kecuali intervensi yang diberikan pada
setiap kelompok berbeda (sulforaphane vs plasebo).

2b. A- Were all patients who entered the trial accounted for? And were they
analysed in the groups to which they were randomised? No

Comment: Peneliti menjelaskan ada beberapa peserta dari masing-masing


kelompok yang tidak dapat di follow-up, dan tidak diikutkan kedalam
analisis

3. Were measures objective or were the patients and clinicians kept “blind” to
which treatment was being received? Yes
Comment: Pada bagian metode, peneliti menjelaskan bahwa desain studi
bersifat double-blind.

What were the results?


How large was the treatment effect?
 Relative Risk (RR) = risk of the outcome in the treatment group / risk of
the outcome in the control group.
o Dalam penelitian ini, RR tidak dapat diukur karena data numerik.
 Absolute Risk Reduction (ARR) = risk of the outcome in the control group
- risk of the outcome in the treatment group. This is also known as the
absolute risk difference.
o Dalam penelitian ini, ARR tidak dapat diukur karena data numerik.
 Relative Risk Reduction (RRR) = absolute risk reduction/risk of the
outcome in the control group. An alternative way to calculate the RRR is

19
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021
to subtract the RR from 1 (eg. RRR = 1 – RR)
o Dalam penelitian ini, RRR tidak dapat diukur karena data numerik.
 Number Needed to Treat (NNT) = inverse of the ARR and is calculated as
1 / ARR.
o Dalam penelitian ini, NNT tidak dapat diukur karena data numerik.

Applicability
Can I apply this valid, important evidence about prognosis to my patient?
The questions that you should ask before you decide to apply the results of the
study to your patients are:
 Is my patient so different to those in the study that the results cannot
apply? Tidak
 Is the treatment feasible in my setting? Ya
 Will the potential benefits of treatment outweigh the potential harms of
treatment for my patient? Ya
o Meskipun efek sulforaphane terhadap eradikasi H.pylori tidak
jelas, sulforaphane dapat meningkatkan kadar GSH
o Peneliti juga tidak menyebutkan adanya efek samping dari
pemberian sulforaphane sehingga pemberian kemungkinan besar
aman.

20
Kepanitraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 25 Januari – 6 Februari 2021

Anda mungkin juga menyukai