Dosen Pengampuh:
Disusun Oleh:
Nama : Faturrahman
NIM : F1B020041
Fakultas&Prodi : Fakultas Teknik & Teknik Elektro
Semester : 1 (GANJIL)
i
KATA PENGANTAR
Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam yang telah
membimbing saya, sehingga saya dapat menyusun serta menyelesaikan artikel kajian
Islam secara terstruktur ini dengan baik.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi orang-orang yang
membacanya, dan harapan saya juga semoga tugas ini memberikan manfaat tidak hanya
untuk semata-mata di dunia, melainkan juga memiliki manfaat untuk bekal kehidupan
kita di akhirat kelak.
Saya menyadari dari penyusunan artikel ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari
itu akan sangat berguna bagi kami kritik dan saran pembaca sekalian demi
menyempurnakan artikel ini.
Nama Faturrahman
NIM F1B020041
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB V FITNAH AKHIR ZAMAN ······················································· 30
A. PENDAHULUAN ·································································· 30
B. FITNAH AKHIR ZAMAN ························································ 30
C. KIAT MENGHADAPI FITNAH AKHIR ZAMAN ··························· 33
iv
BAB I
IMAN, ISLAM, & IHSAN
A. PENDAHULUAN
Dalam agama Islam memiliki tiga tingkatan yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Tiap-
tiap tingkatan memiliki rukun-rukun yang membangunnya.
Jika Islam dan Iman disebut secara bersamaan, maka yang dimaksud Islam
adalah amalan-amalan yang tampak dan mempunyai lima rukun. Sedangkan yang
dimaksud Iman adalah amal-amal batin yang memiliki enam rukun. Dan jika
kekurangan berdiri sendiri-sendiri, maka masing-masing menyandang makna dan
hukumnya terpisah.
Ihsan berarti baik. Orang yang jiwa Ihsan berarti muhsin berarti orang yang baik.
setiap perbuatan yang baik yang nampak pada sikap jiwa dan prilaku yang sesuai
atau dilandaskan pada aqidah da syariat Islam disebut Ihsan. Dengan demikian
akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem yang lebih
besar yang disebut akhlaqul karimah.
B. HAKIKAT IMAN
Iman adalah keyakinan yang menghujam dalam hati, kokoh keyakinan penuh
tanpa dicampuri keraguan sedikitpun. Sedangkan keimanan dalam Islam itu sendiri
adalah percaya kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasul-
nya, hari akhir dan beriman kepada takdir baik dan buruk. Iman perbuatan, ucapan
hati dan lisan, amal hati dan amal lisan serta amal anggota tubuh. Iman bertambah
ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.
Kedudukan Iman lebih tinggi dari Islam, Iman memiliki cakupan yang lebih
umum dari pada cakupan Islam, karena ia mencakup Islam, maka seorang hamba
memenuhi keImanan kecuali jika seorang hamba telah mampu mewujudkan
1
keislamannya. Iman juga lebih khusus dipandang dari segi pelakunya, karena
pelaku keimanan adalah kelompok dari pelaku keIslaman dan tidak semua pelaku
keIslaman menjadi pelaku keimanan, jelaslah setiap mukmin adalah muslim dan
tidak setiap muslim adalah mukmin.
Keimanan tidak terpisah dari amal, karena amal merupakan buah keimanan dan
salah satu indikasi yang terlihat oleh manusia. Karena itu Allah menyebut Iman
dan amal soleh secara beriringan dalam surat Al Anfal ayat 2-4 yang artinya:
Keimanan memiliki satu ciri yang sangat khas, yaitu dinamis. Yang memandang
keimanan beriringan dengan amal soleh, sehinga mereka menganggap keImanan
akan bertambah dengan bertambahnya amal soleh. Akan tetapi ada sebagaian
ulama yang melihat Iman berdasarkan sudut pandang bahwa ia merupakan aqidah
yang tidak menerima pemilahan (dikotomi). Maka hanya memiliki dua
kemungkinan saja: mukmin atau kafir, tidak ada posisi lain diantara seseorang.
Karena itu mereka berpendapat bahwa Iman tidak bertambah dan tidak berkurang.
2
Sedangkan dalam Islam sendiri jika membahas mengenai Iman tidak akan terlepas
dari adanya rukun Iman yang enam, yaitu:
Demikianlah kriteria amalan hati dari pribadi yang beriman, yang jika telah
tertanam dalam hati seorang mukmin enam keimanan itu maka akan secara
otomatis menentukan dalam prilakunya sehari-hari yang sinergi dengan kriteria
keImanan terhadap enam poin di atas.
Jika Iman adalah suatu keadaan yang dinamis, maka sesekali didapati kelemahan
Iman, maka yang harus kita lakukan adalah menilai segala lini dari hal-hal yang
dapat menilai Iman kembali. Hal-hal yang dapat dilakukan bisa kita mulai dengan
efek aqidah, serta ibadah kita karena Iman bertambah taat dan berkurang karena
maksiat.
Ketika Iman telah mencapai taraf yang diinginkan maka akan dirasakan oleh
pemiliknya suatu hari manisnya Iman, sebagaimana hadits Nabi Muhammad saw.
yang artinya:
“Tiga perkara yang ada di dalam seseorang, maka ia akan merasakan manisnya
Iman: Menjadikan Alloh dan RosulNya lebih dicintainya melebihi dari kelebihan,
mencintai seseorang yang tidak dicintainya karena Alloh, yang mengenali dirinya
kembali kepada kekufuran sebagaImana bencinya ia kembali dilemparkan ke
dalam api neraka. " (HR.Bukhori Muslim).
3
C. HAKIKAT ISLAM
Islam bersal dari kata, as-salamu , as-salmu , dan as-silmu yang berarti
menyerahkan diri, pasrah, tunduk, dan patuh. Berasal dari kata as-silmu atau as-
salmu yang berarti damai dan aman. Berasal dari kata as-salmu, as-salamu, dan as-
salamatu yang berarti bersih dan selamat dari kecacatan-kecacatan lahir dan batin.
Siapa saja yang menyerahkan diri atas diri hanya kepada Allah, maka ia seorang
muslim, dan barang siapa menyerahkan diri kepada Alloh dan selain Alloh maka ia
seorang musyrik, sedangkan yang tidak menyerahkan diri kepada Alloh maka
seorang kafir yang sombong .
Dalam pengertian ini, kata Islam dekat dengan arti kata agama. Senada dengan
hal itu Nurkholis Madjid berpendapat bahwa sikap pasrah kepada Tuhan adalah
hakikat dari Islam. Dari pengertian itu, seolah Nurkholis Madjid ingin memahami
kita memahami Islam dari sisi manusia sebagai yang sejak dalam kandungan sudah
diatur dan ketundukan kepada Tuhan, sebagaImana yang telah diisyaratkan dalam
surat al-A'rof ayat 172 yang artinya:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah
Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami
menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap Ini (keesaan Tuhan)”
4
Berkaitan dengan Islam sebagai agama, maka tidak dapat terlepas dari adanya
unsur-unsur pembentuknya yaitu berupa rukun Islam, yaitu:
D. HAKIKAT IHSAN
Ihsan berarti baik. Orang yang identitas Ihsan disebut muhsin berarti orang yang
baik. setiap perbuatan yang baik yang nampak pada sikap jiwa dan prilaku yang
sesuai atau dilandaskan pada aqidah dan syariat Islam disebit Ihsan. Dengan
demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem yang
lebih besar yang disebut akhlaqul karimah.
Adapun dalil mengenai Ihsan dari hadits adalah potongan hadits Jibril yang
sangat terkenal (dan panjang), seperti yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab,
ketika nabi ditanya mengenai Ihsan oleh malaikat Jibril dan nabi menjawab:
“ Hendaklah tepat pada saat Allah seolah-olah engkau akan melihatNya. Tapi jika
kamu tidak melihatNya, maka sebenarnya Allah melihatmu”
5
E. KORELASI IMAN, ISLAM, DAN IHSAN
Diatas telah dibahas tentang ketiga hal tersebut, disini, akan dibahas hubungan
timbal balik antara ketiganya. Iman yang merupakan landasan awal, bila
diumpamakan sebagai pondasi dalam keberadaan rumah, sedangkan islam
merupakan entitas yang berdiri diatasnya. Maka, ramah iman seseorang lemah,
maka islamnya pun akan mendukung, lebih akan rubuh. Dalam realitanya
pelaksanaan pelaksanaan sholat akan tersendat-sendat, sehingga tidak dilakukan
pada waktunya, atau malah mungkin tidak terdirikan. Zakat tidak tersalurkan,
puasa tak terlaksana, dan lain sebagainya. Malah, iman akan kokoh bila islam
seseorang ditegakkan. Karena iman terkadang bisa menjadi tebal, kadang juga
menjadi tipis, karena perbuatan yang akan mempengaruhi hati. Sedang hati sendiri
merupakan wadah bagi iman itu.
Artinya : Sahabat Ali kw. Berkata: sesungguhnya iman itu terlihat seperti sinar
yang putih, seorang hamba melakukan permohonan, maka sinar tersebut akan
tumbuh dan bertambah sehingga hati (berwarna) putih. Sedangkan kemunafikan
terlihat seperti titik hitam, maka bila seorang melakukan perkara yang diharamkan,
maka titik hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati.
Adapun ihsan, bisa diumpamakan sebagai hiasan rumah, bagaimana rumah tersebut
bisa terlihat mewah, terlihat indah, dan megah. Sehingga padat menarik perhatian
dari banyak pihak. Sama halnya dalam ibadah, bagaimana ibadah ini bisa
mendapatkan perhatian dari sang kholiq, sehingga dapat diterima olehnya. Tidak
hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi larangannya saja, melainkan
berusaha bagaimana perbuatan itu bisa bernilai plus dihadapan-Nya. Seperti yang
telah berdiri di atas kita hanyalah sebagai hamba, sebisa mungkin kita bekerja,
menjalankan perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan ridlonya. Disinilah
hakikat dari ihsan.
6
F. KESIMPULAN
Iman, islam dan ihsan merupakan tiga rangkaian konsep agama islam yang
sesuai dengan dalil, Iman, Islam dan Ihsan saling berhubungan karena seseorang
yang hanya menganut Islam sebagai agama belumlah cukup tanpa dibarengi
dengan Iman. Malah, Iman mengatasi berarti apa-apa jika tidak didasari dengan
Islam. Selanjutnya, kebermaknaan Islam dan Iman akan mencapai kesempurnaan
jika dibarengi dengan Ihsan, sebab Ihsan merupakan perwujudan dari Iman dan
Islam, yang sekaligus merupakan cerminan dari kadar Iman dan Islam itu sendiri.
7
BAB II
ISLAM & SAINS
A. PENDAHULUAN
Dari sinilah, untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, kita kaum
muslimin harus berusaha mempelajari dan menguasai sains. Tapi, disisi lain, kita
juga tidak diperbolehkan untuk melanggar ajaran Islam yang telah disempurnakan
oleh Allah SWT. Karena pada hakikatnya, semua yang ada di alam semesta ini
akan kembali kepadanya, bahkan sebenarnya sains dan berbagai ilmu lainnya
telah terkandung di dalam kalamnya, al-Qur‟an.
Hal-hal itu kita lakukan dengan tujuan agar Islam bisa menjaga persaingan
dengan negara-negara Barat, yang notabennya adalah penguasa sains masa kini.
Disamping itu, dengan mentaati ajaran Allah, maka kita akan selalu mendapatkan
perlindungan dan ridhanya.
B. PENGERTIAN SAINS
Istilah sains diambil dari bahasa Latin scio, scire, scientia, yang bermakna ”aku
tahu, mengetahui, pengetahuan” tentang apapun oleh siapapun dengan cara
apapun. Sains berarti ilmu, sains juga dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang
dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang
(pengetahuan) itu dan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur dan
dibuktikan.
8
C. RELEVANSI SAINS DAN ISLAM
Sains memang merupakan hal yang sangat penting, apalagi di zaman modern
ini, yang sangat menjunjung tinggi nilai rasionalitas (terutama negara Barat),
sehingga segala sesuatu harus disesuaikan dengan logika. Tapi, kita sebagai kaum
Muslimin harus selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam, meskipun pada
kenyataannya kita juga harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Sebenarnya, bila kita amati, antara ajaran Islam dengan pendidikan sains tidak
ada pertentangan, bahkan Islam mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu. Salah
satu dasar (dalil) yang populer adalah hadits Rasulullah SAW.
Artinya : Rasulullah SAW. bersabda : “Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi
setiap orang Islam laki-laki dan perempuan.”
Dalam hadits tersebut memang jelas disebutkan bahwa hukum mencari ilmu
adalah fardhu ain (harus dilakukan per individu). Tapi, banyak pendapat yang
muncul dalam menentukan ilmu mana yang dimaksud dalam hadits tersebut. Para
ahli ilmu kalam memandang bahwa belajar teologi merupakan sebuah kewajiban,
sementara para fuqaha‟ berpikir bahwa ilmu fiqih dicantumkan dalam al-Qur‟an.
Sedangkan menurut Imam Ghazali, ilmu yang wajib dicari menurut agama adalah
terbatas pada pelaksanaan kewajiban syari‟at Islam yang harus diketahui dengan
pasti. Misalnya, seseorang yang bekerja sebagai peternak binatang, haruslah
mengetahui hukum-hukum tentag zakat.
9
dengan orang-orang yang berjuang di medan perang (berjihad di jalan Allah).
Tentu kita sebagai hambanya menginginkan hal tersebut.
Sebagai umat muslim, kita membutuhkan sains yang disusun dari kandungan
Islam yang memiliki proses dan metodologi yang mempu bekerjasama dengan
semangat nilai-nilai Islami dan yang dilaksanakan semata-mata untuk
mendapatkan keridhaan dari Allah. Sains semacam ini akan mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat Muslim dan bekerjasama dalam konteks etika Islam. Sifat
dasar dan jenis sains ini harus jauh berbeda dari sains Barat.
Di zaman sekarang, bila kita amati banyak orang yang mencoba menafsirkan
beberapa ayat al-Qur‟an dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan modern.
Tujuan utamanya adalah untuk menunjukkan mukjizat al-Qur‟an sebagai sumber
segala ilmu, dan untuk menumbuhkan rasa bangga kaum muslimin karena telah
memiliki kitab yang sempurna ini.
10
Muhammad SAW ialah nilai tauhid, keutamaan pendidikan, dan cara untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan diberikan penekanan yang mendalam.
Firman Allah SWT (Al-alaq 1-5) :
Kata “bacalah” dalam ayat tersebut mengandung arti tentang perintah menuntut
ilmu, apalagi pada saat itu (awal kenabian), bangsa Arab sedang berada pada
zaman jahiliyah (kebodohan).
Jika sains dikaitkan dengan fenomena alam, maka dalam al-Qur‟an lebih dari
750 ayat menjelaskan tentang fenomena alam. Salah satunya adalah pada Surah
Luqman, ayat 10.
Artinya: “Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan dia
meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak
menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam
jenis binatang. dan kami turunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan
padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.”
Dalam ayat tersebut, menjelaskan tentang betapa besarnya kekuasaan Allah SWT.
dalam menciptakan mahluk-mahlukNya. Tidak berhenti sampai disitu, kita juga
diperintahkan untuk mempelajarinya (mahluk). Hal ini telah banyak dilakukan
oleh orang (ilmuwan) Barat, dan malah kebanyakan dari kita hanya mengikuti apa
yang mereka katakan. Padahal, kita sebagai hambanya seharusnya memiliki
keharusan yang lebih besar dari pada mereka. Karena bila diamati, tidak sedikit
dari pandangan mereka melenceng dari ajaran agama Islam. Bila kita hanya
mengikuti mereka, dikhawatirkan kita akan terjerumus kedalam jalan kesesatan
bersama mereka. Seperti contoh, pandangan Darwin tentang teori evolusi yang
11
menyebutkan bahwa manusia zaman dahulu memiliki bentuk fisik menyerupai
kera, itu merupakan pendapat yang tidak sesuai dengan al-Qur‟an. Karena secara
jelas, manusia pertama yang diciptakan Allah adalah Nabi Adam AS.
Mempelajari ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu pengetahuan (sains)
merupakan hal yang sangat sulit, maka dari itu, Islam sangat memuliakan para
ahli ilmu, sehingga dalam Surah al-Mujadilah ayat 11, derajat mereka diangkat
oleh Allah SWT.
Dalam potongan ayat tersebut, Allah menjajarkan iman dengan ilmu. Disinilah
terlihat betapa pentingnya ilmu, karena orang yang beriman tanpa memiliki ilmu
maka segala ibadahnya akan ditolak. Sedangkan sebaliknya, orang berilmu tanpa
beriman, maka ilmunya dapat menyesatkannya menuju jalan yang dilarang dan
dilaknatnya.
Dari sini, maka pantaslah kalau di zaman ini banyak ilmuwan (ilmuwan Barat
khususnya) yang berusaha mempelajari al-Qur‟an demi memahami suatu kajian
12
sains. Tapi, kita sebagai umat Muslim jangan sampai kalah dengan mereka,
sehingga peradaban Islam dapat bangkit kembali. Ketika peradaban Islam mulai
bangkit, maka kemungkinan besar dunia dapat dikuasai oleh Islam, sehingga
konsep Islam sebagai agama yang “Rahmatan lil-„Alamin” (kesejahteraan bagi
seluruh dunia) dapat terwujud secara nyata.
E. KESIMPULAN
Sains merupakan ilmu pengetahuan yang dapat menjelaskan sebuah gejala atau
fenomena alam, sehingga berguna bagi kehidupan manusia. Sains yang relevan
dengan ajaran Islam harus dapat menjadi media untuk mengingat Allah dan
memajukan peradaban masyarakat Islam. Dan tidak dibenarkan bila kita
mempelajari sains hanya untuk memperoleh penghidupan dan kesenangan dunia,
apalagi berbuat maksiat, yang nanti pada ahirnya akan merugikan diri sendiri.
Banyak sekali kajian sains yang merujuk pada al-Qur‟an. Banyak ayat-ayat al-
Qur‟an yang menjelaskan tentang fenomena-fenomena alam dan keutamaan ilmu
pengetahuan. Oleh karena itulah, banyak ilmuwan yang dalam mempelajari sains
mencari referensi dari al-Qur‟an.
13
BAB III
ISLAM DAN PENEGAKAN HUKUM
“bila kamu menetapkan hukum antara manusia, maka hendaklah kamu tetapkan
dengan cara adil”
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang yang lurus
karena Allah, menjadi saksi yang adil dan janganlah kebencianmu terhadap
suatu kaum menyebabkan kamu berlaku tidak adil. Bersikaplah adil, karena adil
itu lebih dekat kepada taqwa”
Dari ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap adil itu tidak akan
memihak kepada siapapun kecuali kepada kebenaran. Di sisi lain Allah
menegaskan dalam surat an- Nisa ayat 135:
“Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu bapakmu dan kaum kerabatmu, jika ia kaya atau miskin, maka Allah
lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran, dan jika kamu memutarbalikkan kata
atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah maha mengetahui segala
sesuatu yang kamu kerjakan”
14
Dari ayat ini dapat ditarik tiga hukum, pertama, menegakkan hukum adalah
kewajiban bagi semua orang. Kedua, setiap orang apabila menjadi saksi
hendaklah berlaku jujur dan adil. Ketiga, manusia dilarang mengikuti hawa
nafsu serta dilarang menyeleweng dari kebenaran. Keadilan dalam Islam adalah
kebenaran, kebenaran merupakan salah satu nama Allah. Dia adalah sumber
kebenaran yang dalam al-Qur‟an disebut al-Haq.
Apabila keadilan dikaitkan dengan hukum, maka dua hal tersebut dalam
tatanan peradilan Islam dianggap sebagai sesuatu interdependetie. Lahirnya
hukum dituntut adanya rasa keadilan, terwujudnya keadilan melahirkan teori
keadilan, teori keadilan perlu diwujudkan dalam hukum, dan hukum harus
melahirkan keputusan hukum yang mencerminkan rasa keadilan. Islam
merupakan sendi yang fundamental dalam rangka penegakan supremasi hukum.
Maka dalam suatu tatanan masyarakat sangat memerlukan lembaga peradilan
yang menciptakan rasa dan nilai keadilan. Lembaga peradilan merupakan tempat
memutar roda keadilan guna menjaga keseimbangan hidup dalam masyarakat.2
Hal ini bisa dilihat dari praktik Rasulullah, sebagaimana dinyatakan dalam hadis:
Ketika Uzamah binti Zaid meminta maaf atas kesalahan Fatimah binti al-Aswad
karena telah mencuri, maka Rasulullah berkata, “Apakah kamu meminta syafaat
mengenai sesuatu dari hukuman yang telah ditetapkan oleh Allah”. Kemudian
Rasulullah bersabda:
15
keluarga dan jangan mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenaran. Di sini Nabi bersikap sebagai seorang penguasa atau eksekutif
sekaligus sebagai yudikatif. Namun bila dihadapkan dengan tugasnya sebagai
yudikatif, maka kekuasaan eksekutif tidak akan mempengaruhi setiap
keputusannya.
16
Islam hanya Allah yang menempati posisi sentral. Karena itu keadilan dalam
humanisme Islam selalu bersifat teosentrik. Artinya bertumpu dan berpusat pada
kekuasaan Allah semata. Dengan demikian keadilan Islam memiliki kelebihan
yang tidak dijumpai dalam konsep- konsep keadilan menurut versi manusia.
Dalam peradilan Islam, satu hal yang perlu diperhatikan, bahwa seorang hakim
harus menghindari suatu bentuk hukuman sebelum adanya bukti kesalahan yang
jelas. Artinya hakim menghindari hukuman pokok karena adanya unsur subhat.
Demikian juga dianut doktrin bahwa seorang hakim lebih baik salah dalam
memaafkan dari pada salah menjatuhkan putusan. Prinsip ini perlu ditegakkan
oleh para hakim dalam rangka membangun supremasi hukum.
B. PENEGAKAN HUKUM
17
yang tampaknya tidak konsisten dengan prinsip-prinsip hukum. Hukum yang
direvisi bahkan dirombak oleh Rasulullah antara lain : perkawinan dengan ibu
tiri, poliandri, menikahi wanita tanpa batas jumlahnya, hubungan seksual yang
tidak sah, aborsi, pembunuhan terhadap bayi perempuan, balas dendam dalam
hukum qisas, perlindungan pencuri bagi bangsawan, perceraian berulang-ulang
dan lain sebagainya. Penyimpangan nilai-nilai moral dalam hukum pra- Islam
nampak sekali dalam sistem pemidanaan (peradilan), terutama pada jarimah
qisas diyat. Keadaan demikian dapat dibuktikan dengan peristiwa sejarah yang
terjadi di kalangan masyarakat Arab jahiliyah yaitu salah seorang kabilah Gani
membunuh Syas bin Zuhair, maka datanglah Zuhair, ayah Syas, untuk minta
pembalasan kepada suku Gani. Mereka berkata, “Apa kehendakmu atas
kematian Syas?”. Jawab Zuhair, “Satu dari tiga hal dan tidak bisa diganti, yaitu
menghidupkan kembali Syas, atau mengisi selendangku dengan binatang-
binatang dari langit, atau engkau serahkan kepadaku semua anggota kabilah
Gani untuk saya bunuh semua, dan sesudah itu aku belum merasa telah
mengambil sesuatu ganti rugi atas kematian Syas”.
18
Arab sebelum munculnya Islam.
“Hai orang-orang yang beriman ditetapkan atas kamu qisas berkenaan dengan
orang yang terbunuh, orang merdeka dengan merdeka, hamba dengan hamba
dan wanita dengan wanita, barang siapa mendapat pemaafan dari saudaranya
hendaklah (yang memberi maaf) mengikuti dengan cara yang baik, dan bagi
yang dimaafkan membayar (diyat) kepada yang memaafkan dengan cara yang
baik pula….”
19
dari hukuman yang telah ditetapkan oleh Allah?”. Kemudian Rasulullah
bersabda:
“Bahwasanya yang menyebabkan kehancuran umat sebelum kamu sekalian
ialah karena apabila ada kaum bangsawan mencuri, mereka dibiarkan, tetapi
sebaliknya jika yang mencuri adalah kaum lemah, maka ditegakkan hukum yang
seadil-adilnya, saya bersumpah demi Allah seandainya Fatimah Putri
Muhammad mencuri niscaya akan kupotong tangannya.”
20
BAB IV
KEWAJIBAN MENEGAKAN AMAR MAKRUF DAN NAHI MUNGKAR
Amar makruf nahi mungkar dalam istilah fiqh disebut dengan al Hisbah.
Perintah yang ditujukan kepada semua masyarakat untuk mengajak atau
menganjurkan perilaku kebaikan dan mencegah perilaku buruk.
Bagi umat Islam, amar makruf nahi mungkar adalah wajib, sebab syariat Islam
memang menempatkannya pada hukum dengan level wajib. Dan siapa pun dari
kita yang meninggalkannya, maka kita akan berdosa dan mendapatkan hukuman
berupa siksa yang sangat pedih dan menyakitkan.
Selain itu, amar makruf nahi mungkar merupakan prinsip dasar agama Islam
yang harus dilakukan oleh setiap muslim.
21
B. KEWAJIBAN MENEGAKAN AMAR MAKRUF DAN NAHI MUNGKAR
Tidak diragukan lagi bahwa amar ma‟ruf nahi mungkar adalah upaya
menciptakan kemaslahatan umat dan memperbaiki kekeliruan yang ada pada
tiap-tiap individunya. Dengan demikian, segala hal yang bertentangan dengan
urusan agama dan merusak keutuhannya, wajib dihilangkan demi menjaga
kesucian para pemeluknya.
Persoalan ini tentu bukan hal yang aneh karena Islam adalah akidah dan
syariat yang meliputi seluruh kebaikan dan menutup segala celah yang
berdampak negatif bagi kehidupan manusia. Amar ma‟ruf nahi mungkar
merupakan amal yang paling tinggi karena posisinya sebagai landasan utama
dalam Islam. Allah subhanahu wa ta‟ala berfirman:
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
(karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma‟ruf, mencegah dari yang mungkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka
adalah orang-orang fasik.” (Ali Imran: 110)
Jika kita perhatikan dengan saksama, sebenarnya diutusnya para rasul dan
diturunkannya Al-Kitab adalah dalam rangka memerintah dan mewujudkan yang
ma‟ruf, yaitu tauhid yang menjadi intinya, kemudian untuk mencegah dan
menghilangkan yang mungkar, yaitu kesyirikan yang menjadi sumbernya.
Jadi, segala perintah Allah subhanahu wa ta‟ala yang disampaikan melalui rasul-
Nya adalah perkara yang ma‟ruf. Begitu pula seluruh larangan-Nya adalah
perkara yang mungkar. Kemudian, Allah subhanahu wa ta‟ala menjadikan amar
ma‟ruf nahi mungkar ini sebagai sifat yang melekat dalam diri nabi-Nya dan
kaum mukminin secara menyeluruh.
22
Allah subhanahu wa ta‟ala berfirman:
Siapa pun meyakini bahwa kebaikan manusia dan kehidupannya ada dalam
ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala dan Rasul-Nya shallallahu „alaihi wa
sallam. Dan hal tersebut tidak akan sempurna tercapai melainkan dengan adanya
amar ma‟ruf nahi mungkar. Dengan hal inilah umat ini menjadi sebaik-baik
umat di tengah-tengah manusia.
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
(karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma‟ruf, dan mencegah dari yang
mungkar.” (Ali Imran: 110)
Amar ma‟ruf nahi mungkar adalah kewajiban bagi tiap-tiap muslim yang
memiliki kemampuan. Artinya, jika ada sebagian yang melakukannya, yang
lainnya terwakili. Dengan kata lain, hukumnya fardhu kifayah.
Namun, boleh jadi, hukumnya menjadi fardhu „ain bagi siapa yang mampu
dan tidak ada lagi yang menegakkannya. Al-Imam an-Nawawi rahimahullah
mengatakan, “Amar ma‟ruf nahi mungkar menjadi wajib „ain bagi seseorang,
terutama jika ia berada di suatu tempat yang tidak ada seorang pun yang
mengenal (ma‟ruf dan mungkar) selain dirinya; atau jika tidak ada yang dapat
mencegah yang (mungkar) selain dirinya. Misalnya, saat melihat anak, istri,
23
atau pembantunya, melakukan kemungkaran atau mengabaikan kebaikan.”
(Syarh Shahih Muslim)
Asy-Syaikh Abdul „Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah mengemukakan hal
yang sama, “Ketika para da‟i sedikit jumlahnya, kemungkaran begitu banyak,
dan kebodohan mendominasi, seperti keadaan kita pada hari ini, maka dakwah
(mengajak kepada kebaikan dan menjauhkan umat dari kejelekan) menjadi
fardhu „ain bagi setiap orang sesuai dengan kemampuannya.”
Kemampuan, kekuasaan, dan kewenangan adalah tiga hal yang terkait erat
dengan proses amar ma‟ruf nahi mungkar. Yang memiliki kekuasaan tentu saja
lebih mampu dibanding yang lain sehingga kewajiban mereka tidak sama
dengan yang selainnya. Al-Qur‟an telah menunjukkan bahwa amar ma‟ruf nahi
mungkar tidak wajib bagi tiap-tiap individu (wajib „ain), namun secara hukum
menjadi fardhu kifayah. Inilah pendapat yang dipegangi mayoritas para ulama,
seperti al-Imam al-Qurthubi, Abu Bakar al-Jashash, Ibnul Arabi al-Maliki, Ibnu
Taimiyah, dan lain-lain rahimahumullah.
24
Allah subhanahu wa ta‟ala berfirman:
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma‟ruf, dan mencegah dari yang mungkar.
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104)
“(Dialah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha
Pengampun.” (al-Mulk: 2)
Amar ma‟ruf nahi mungkar adalah ibadah, ketaatan, dan amal saleh. Karena
itu, harus dilakukan dengan benar dan penuh keikhlasan agar menjadi amalan
saleh yang diterima. Al-Imam Fudhail Ibnu Iyadh rahimahullah mengemukakan
bahwa suatu amalan meskipun benar tidak akan diterima jika tidak ada
keikhlasan, begitu pun sebaliknya. Keikhlasan berarti semata-mata karena Allah
subhanahu wa ta‟ala, sedangkan kebenaran berarti harus berada di atas sunnah
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam.
25
Para penegak amar ma‟ruf nahi mungkar hendaknya memerhatikan dan
memenuhi beberapa syarat berikut.
Syarat pertama
Dalam kaitannya dengan amar ma‟ruf nahi mungkar, ilmu yang harus dimiliki
meliputi tiga hal, antara lain: Mengetahui yang ma‟ruf dan yang mungkar serta
dapat membedakan antara keduanya; Mengetahui dan memahami keadaan objek
yang menjadi sasarannya; serta mengetahui dan menguasai metode atau langkah
yang tepat dan terbaik sesuai dengan petunjuk jalan yang lurus (ketentuan
syariat). Tujuan utamanya adalah supaya tercapai maksud yang diinginkan dari
proses amar ma‟ruf nahi mungkar dan tidak menimbulkan kemungkaran yang
lain.
Syarat kedua
26
Allah subhanahu wa ta‟ala akan memberikan apa-apa yang tidak diberikan
kepada selainnya.” (HR. Muslim “Fadhlu ar-Rifq” no. 4697, Abu Dawud “Fi ar-
Rifq” no. 4173, Ahmad no. 614, 663, 674, dan 688, dan ad-Darimi “Bab Fi ar-
Rifq” no. 2673)
“Tidaklah sikap lemah lembut itu ada dalam sesuatu, melainkan akan
menghiasinya, dan tidaklah sikap lemah lembut itu dicabut dari sesuatu,
melainkan akan menghinakannya.” (HR. Muslim no. 4698, Abu Dawud no.
2119, dan Ahmad no. 23171, 23664, 23791)
27
Syarat ketiga
Gangguan seolah-olah menjadi suatu kemestian bagi para penegak amar ma‟ruf
nahi mungkar. Oleh karena itu, jika tidak memiliki ketenangan dan kesabaran,
tentu kerusakan yang ditimbulkannya jauh lebih besar daripada kebaikan yang
diinginkan.
28
“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang
ma‟ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap
apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang
penting.” (Luqman: 17)
Seseorang yang beramar ma‟ruf nahi mungkar berarti telah memosisikan dirinya
sebagai penyampai kebenaran. Padahal tidak setiap orang ridha dan suka dengan
kebenaran. Oleh karena itu, ia pasti akan mendapat gangguan, dan itu menjadi
cobaan serta ujian baginya.
29
BAB V
FITNAH AKHIR ZAMAN
A. PENDAHULUAN
Kata fitnah berarti musibah, cobaan, dan ujian. Kata ini disebutkan secara
berulang di dalam al-Qur‟an pada hampir 70 ayat, dan seluruh maknanya
berkisar pada ketiga makna di atas. Kata fitnah bisa juga bermakna sesuatu yang
mengantarkan kepada adzab Allah, seperti firman-Nya: “Ketahuilah, bahwa
mereka telah terjerumus ke dalam fitnah” (QS. at-Taubah: 49)
Di sisi lain, kata fitnah bermakna ujian, sebab keduanya bisa digunakan dalam
konteks kesulitan maupun kesenangan yang diterima seseorang. Hanya saja,
makna “kesulitan” lebih sering digunakan. Allah berfirman (yang artinya): “Dan
Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan
(yang sebenar-benarnya)” (QS. al-Anbiyaa‟: 35) (Mufradat Alfazh al-Qur‟an al-
Karim karya ar-Raghib al-Ashfahani).
30
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwasanya pengertian fitnah adalah hal-
hal dan kesulitan-kesulitan yang Allah timpakan kepada hamba-hamba-Nya
sebagai ujian dan cobaan yang mengandung hikmah. Biasanya fitnah terjadi
secara umum, namun ada juga fitnah yang terjadi secara khusus. Pada akhirnya,
berkat karunia Allah, fitnah itu diangkat sehingga meninggalkan dampak yang
baik bagi orang-orang yang berbuat kebaikan dan yang beriman,
sebaliknya meninggalkan dampak yang buruk bagi mereka yang berbuat
kejahatan dan tidak beriman. Wallaahu a‟lam. (Fitnah Akhir Zaman/al-Fitnah
wa Mauqif al-Muslim minhaa”, Dr.Muhammad al-„Aqil).
Diantara fitnah akhir zaman yang dijelaskan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
adalah:
1. Fitnah dalam agama, yaitu dengan mudahnya manusia berpindah dari agam
Islam.
31
Ilmu akan dicabut dari hati manusia dengan cara diwafatkannya para ulama‟ ahli
ilmu agama. Maka setelah itu akan terjadilah kebodohan dimana-mana dan akaN
ada muncul da‟i-da‟i yang menyeru ke dalam neraka jahanam.
Hal ini merupakan tanda-tanda telah dekatnya hari kiamat. Sebagaimana yang
telah di kabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‟alaihi wa sallam yang ketika itu
datang seorang Badui kepada beliau dan berkata, “Kapankah hari kiamat akan
terjadi?” Beliau menjawab dengan sabdanya: “Apabila telah disia-siakannya
amanah, maka tunggulah hari kiamat! Orang tersebut kembali bertanya,
„Bagaimana disia-siakannya, wahai Rasulullah?‟ beliau menjawab, „Apabila
suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tungguhlah
hari kiamat.” (HR.Bukhari)
Pada kenyataan yang bisa kita amati adalah dengan dicabutnya sifat amanah dari
pundak-pundak para pemimpin. Kepemimpinan merupakan amanah yang sangat
besar. Sebagaimana sabda shallahu ‟alaihi wasallam: “Setiap kalian adalah
pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban terhadap apa
yang pimpin.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hal tersebut telah muncul di zaman ini seperti yang bisa kita amati seksama,
yaitu banyaknya para pemimpin yang tidak melaksanakan amanahnya dengan
baik. Mereka malah menyelewengkan amanah itu untuk kepentingan dirinya
sendiri dan keluarganya seperti halnya korupsi yang telah merajalela dimana-
mana. Hal itu termasuk bentuk penyelewengan amanah yang seharusnya
disampaikan kepada rakyat.
32
4. Fitnah harta.
Maka kita semua harus berhati-hati pada fitnah-fitnah tersebut, karena hal
tersebut akan menghancurkan semua umat. Sebagaimana firman Allah
subhanahu wa ta‟ala: “Dan takutlah kepada fitnah yang tidak hanya menimpa
orang yang zhalim di antara kalian semata dan ketahuilah, bahwa Allah
memiliki adzab yang sangat pedih.” (QS. al-Anfal: 25)
Melihat realita derasnya arus fitnah akhir zaman ini berikut dahsyatnya
tiupan badainya, tidak ada pilihan bagi orang yang beriman melainkan berusaha
dengan mujahadah puncak untuk bisa tsabat (teguh) di atas agama Allah yang
telah kita yakini kebenarannya dan telah diyakini akan mengantarkan siapa saja
yang meniti di atasnya, yaitu kepada Jannah Allah „azza wajalla. Lalu,
bagaimanakah cara kita bisa melewati arus dan badai fitnah akhir zaman ini
sehingga bisa mengantarkan kita kepada ujung yang membahagiakan?
33
1. Meminta Perlindungan Kepada Allah
Beliau juga bersabda, dari Abu Hurairah radhiyallahu „anhu beliau mengatakan,
“Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam berdoa, “Ya Allah aku meminta
perlindungan padamu dari azab kubur, dan dari azab neraka dan dari fitnah
kehidupan dan fitnah kematian dan dari fitnah al-Masih Dajjal.” (HR. Al-
Bukhari).
Ibnu Bathal rahimahullah berkata ketika menjelaskan doa Nabi (Ya Allah aku
berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan kematian), “Ini adalah kalimat
yang Jami‟ (konprehensif) karena memiliki berbagai macam makna. Maka
seyogyanya seseorang berharap kepada Allah untuk mengangkat ujian yang
telah terjadi dan menolak ujian yang belum terjadi.”
Beliau melanjutkan penjelasannya, “Hendaknya ia merasa butuh kepada Allah
„azza wajalla dengan doa-doa tersebut, karena Nabi shallallahu „alaihi wasallam
juga berdoa kepada Allah agar semua fitnah tersebut tidak menimpa umatnya.”
(Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari, 12/468).
34
2. Bersabar Saat Menghadapinya
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan, tidak ada obat bagi fitnah kecuali
sabar, karena sabar merupakan penempa seseorang dan pembersih dirinya dari
dosa sebagaimana pembakaran merupakan tempaan untuk menghasilkan
perhiasan emas dan perak. Fitnah itu tempaan untuk menghasilkan seorang
mukmin yang jujur. (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ighatsatul Lahfan, 2/162).
35
3. Bersegera Melakukan Ketaatan
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang -orang yang
bertakwa.” (QS. Ali-Imran: 133)
36
Allah subhanahu wata‟ala berfirman,
“Dan (ingatlah kisah) Zakaria, ketika dia berdoa kepada Rabbnya, “Wahai
Rabbku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri (tanpa keturunan)
dan Engkaulah ahli waris yang terbaik.” (QS. Al-Anbiya: 89)
Dari Ummu Salamah radhiallahu „anha bahwa pada suatu malam Nabi Nabi
shallallahu „alaihi wasallam terbangun lalu bersabda,
“Subhanallah (Maha suci Allah), fitnah apakah yang diturunkan pada malam
ini? Dan apa yang diturunkan pada dua perbendaharaan/kekayaan (Romawi
dan Parsi)? Siapa yang membangunkan orang-orang yang ada di kamar-kamar
(maksudnya istri-istrinya)?, karena betapa banyak orang hidup menikmati
nikmat-nikmat dari Allah di dunia ini namun akan telanjang nanti di akhirat
(tidak mendapatkan kebaikan).” (HR. Al-Bukhari)
37
Menyibukkan diri dengan ibadah di zaman penuh fitnah juga memiliki faedah
besar,
Tidak bisa dipungkiri bahwasanya fitnah akhir zaman adalah ujian besar
yang menimpa diri dan hati orang beriman, bahkan sampai pada keadaan
hilangnya agama dan keimanan dari dirinya (kafir/murtad), dan itu adalah
kerugian yang amat besar.
Maka yang paling baik bagi seorang mukmin adalah memohon kepada
Allah agar bisa diberikan kematian yang baik, yaitu mati tetap teguh di atas
agama Islam. Karena mati dalam keadaan Islam itu lebih baik dari pada hidup
kehilangan iman.
38
Oleh karenanya baginda Rasulullah Muhammad shallallahu „alaihi wasallam
bersabda:
“Dua hal yang dibenci oleh manusia; kematian padahal kematian itu lebih baik
bagi orang mukmin dari pada fitnah dan benci sedikitnya harta padahal
sedikitnya harta itu lebih ringan untuk hisab.” (HR. Ahmad)
“Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal
pohon kurma, dia berkata: „Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan
aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan.” (QS. Maryam: 23)
39
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
https://ceritakuaja.wordpress.com/2013/05/25/makalah-hakikat-iman-islam-dan-
ihsan/
http://kurniawaalex.blogspot.com/2014/10/makalah-imanislamihsan.html
https://akademisi12.blogspot.com/2016/06/makalah-imanislam-dan-ihsan.html
https://paudit.alhasanah.sch.id/tahukah-anda/apa-perbedaan-islam-iman-dan-ihsan/
https://muslim.or.id/425-islam-iman-ihsan.html
BAB II
http://2beahumanbeing.blogspot.com/2012/06/makalah-sains-dan-islam.html
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/una/article/download/15193
https://www.republika.co.id/berita/islampedia/ilmuwan/19/02/01/plokyw313-
landasan-agama-dalam-pengembangan-sains-islam
http://repository.uin-suska.ac.id/3908/4/BAB%20III
BAB III
https://journal.iain-samarinda.ac.id/index.php/mazahib/article/view/116
https://www.jurnalfai-uikabogor.org/index.php/mizan/article/download/122/38
https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/index.php/IQTISAD/article/view/1996
BAB IV
https://news.detik.com/berita/d-5201638/amar-makruf-nahi-mungkar-perilaku-
yang-diperintahkan-allah-swt
https://asysyariah.com/kewajiban-amar-maruf-nahi-mungkar-2/
https://id.wikipedia.org/wiki/Amar_makruf_nahi_mungkar
40
BAB V
https://bimbinganislam.com/pengertian-akhir-zaman-beserta-tanda-dan-
kejadiannya-di-masa-kini/
http://buletin-aliman.blogspot.com/2013/02/fitnah-akhir-zaman.html
https://kate.id/2020/08/07/bekal-menghadapi-fitnah-akhir-zaman/
41