PENDAHULUAN
Ayam broiler merupakan salah satu ternak unggulan yang dapat memenuhi
kebutuhan sumber protein hewani bagi masyarakat di Indonesia, selain itu,
memiliki harga yang relatif terjangkau dibandingkan sumber protein hewani
lainnya. Ayam broiler adalah salah satu jenis unggas hasil perkawinan silang dari
bangsa ayam yang mempunyai keunggulan memproduksi daging (Zuraida et al.
2006). Pertumbuhan ayam broiler cepat disebabkan oleh perbaikan genetik hasil
pemuliaan dan dipengaruhi faktor lingkungan dan kebutuhan nutrisinya tercukupi.
Menejamen pakan sangat penting dalam keberhasilan usaha peternakan
ayam broiler, di mana biaya produksi mencapai 70% - 80%. Biaya pakan bisa
dikatakan sebagai crucial factor yang sangat berpengaruh dalam usaha
perunggasan apakah dapat bersaing atau tidak (Ariefdaryanto, 2007). Selain itu,
yang perlu diperhatikan pada pakan yaitu kualitas nutrisi dan kelengkapan nutrisi.
Pakan yang berkualitas yaitu memliki palatabilitas, kecernaan, dan biological
value yang tinggi. Hal tersebut, akan memberi respon positif pada performans
broiler.
Ayam broiler pada fase pertumbuhan membutuhkan nutrisi yang tinggi
dan lengkap. Kebutuhan nutrisi pada ternak terbagi atas dua yaitu makro (protein,
karbohidrat dan lemak) dan mikro ( mineral dan vitamin). Mineral sangat perlu
diperhatikan meskipun dibutuhkan dalam jumlah sedikit karena sangat
mempengaruhi metabolisme dalam tubuh ternak diantaranya phospor dan kalsium.
Phospor salah satu unsur mineral yang cukup penting dalam proses metabolisme
karbohidrat. Fungsi metabolisme karbohidrat pada unggas yaitu sebagai sumber
energi dan juga Phospor dapat mengatur keseimbangan asam dan basah dalam
tubuh. Sedangkan kalsium (Ca) berfungsi sebagai penyusutan tulang, pembekuan
darah, pertubuhan bulu, kontraksi otot dan sisanya pada jaringan lunak.
Salah satu bahan pakan sumber mineral dari limbah rumah tangga yang
dimanfaatkan dan mencemari lingkungan yaitu cangkang telur ayam. Cangkang
telur mempunyai kandungan yang terdiri dari bahan anorganik 95.1%, protein
3.3% dan air 1.6%. Kandungan kimia yang terdapat dalam cangkang telur terdiri
atas protein 1.71%, lemak 0.36%, air 0.93, serat kasar 16.21%, abu 71.34%
(Nursiam, 2011). Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan
penambahan tepung cangkang telur dengan level yang berbeda terhadap pakan
broiler. Tujuan dari penelitian ini yaitu ingin mengetahui Pertambahan Bobot
Badan, Konsumsi Ransum dan Konversi Ransum.
Rumusan Masalah
Hipotesis Penelitian
Konsumsi Ransum
Konsumsi adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh ayam broiler
selama penelitia. Pada periode pertumbuhan, ayam broiler mempunyai perbedaan
jumlah kebutuhan nutrisi pada ransum karena menyesuaikan jumlah kebutuhan
tubuh supaya mendapatkan performa yang cukup optimal (Achmanu dan
Muherlina, 2011). Di jelaskan lebih lanjut berdasarkan pada umur ayam broiler,
kebutuhan jumlah nutrisi ransum di bagi menjadi 2 fase yaitu fase starter (umur 0
– 3 minggu) serta fase finisher (umur 3 – 6 minggu) yang dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler pada fase starter dan fase finsher
Metode Penelitian
Adapun rancangan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (RAL)
yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan dalam 1 ulangan terdiri 1 ekor ayam
broiler.
Perlakuan ransum pada peneltian :
P0 = Ransum Komersial
P1 = Ransum Komersial + 2% (tepung cangkang telur)
P2 = Ransum Komersial + 4% (tepung cangkang telur)
P3 = Ransum Komersial + 7% (tepung cangkang telur)
C1 D2 B3 A4
B2 C4 D4 D1
D3 B1 A1 C2
A2 A3 C3 B4
Prosedur Penelitian
Ayam broiler dipelihara mulai dari 0 minggu sampai 5 minggu. Perlakuan
diberikan sejak umur 0 minggu. Sebelum diberi perlakuan, ayam tersebut terlebih
dahulu ditimbang menggunakan timbangan digital agar dapat mengetahui bobot
awal ayam tersebut, kemudian ayam dimasukkan kedalam unit kandang.
Pemberian ransum perlakuan dilakukan pada umur 0 – 5 minggu. Jumlah
ransum yang diberikan, menurut forum agri (2007) bahwa secara umum jumlah
konsumsi ransum ayam broiler di bedakan menjadi dua periode starter (0 – 4
minggu : 40 gram ekor/hari serta pada periode (5 – 8 minggu : 60 – 100 gram ekor
/ hari. Diberikan dua kali dalam sehari, pada pukul 07 – 00 dan pukul 16.00 dan
pemberian air minum diberikan secara (ad-libitum), pencatatan dilakukan setiap
kali ransum diberikan dan sisa ransum dicatat setiap hari, penimbangan bobot
badan dilakukan setiap seminggu sekali.
3. Konversi Pakan
Konversi ransum merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk
menilai efesiensi penggunaan ransum serta kualitas ransum. Semakin baik kualitas
pakan semakin kecil juga jumlah konversi pakannya. bagus tidaknya kualitas
pakan, dipengaruhi oleh zat – zat nutrisi dalam kandungan pakan itu yang
dibutuhkan oleh tubuh ternak. Konversi ransum adalah kemampuan ayam
mengonversikan ransum menjadi unit satuan bobot badan yang dihitung setiap
minggu selama penelitian. Konversi ransum dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
KR = Konsumsi Ransum
Pertambahan Bobot Badan
Analisis Data
Data yang diperoleh ditabulasi dalam excel, kemudian dilanjutkan Analisis
varians dan jika terjadi pengaruh nyata maka dilakukan uji Duncan dengan
menggunakan soft ware SPSS 22.
DAFTAR PUSTAKA
Haris Rifai, Aisyah Nurmi dan Muharram Fajrin. 2020. “Penggunaan Andaliman
(Zanfoxulum Achantopodium Dc) Dalam Ransum Terhadap Performa
Ayam Broiler”. Jurnal Peternakan 04 (01) : 10 – 11.