3. PRODUKTIVITAS
Pusat pertanggungjawaban yang dapat diukur kinerjanya dengan menggunakan
ukuran produktivitas adalah pusat pertanggungjawabaan yang outputnya dapat
diukur secara kuantitatif.
Contoh : Pusat biaya teknik, pusat biaya kebijakan yang keluarannya dapat
diukur secara kuantitatif (departemen pemasaran), pusat laba dan pusat
investasi.
Pengukuran produktivitas dapat dilakukan untuk setiap masukan secara terpisah
(parsial) atau secara total untuk keseluruhan masukan yang digunakan untuk
menghasilkan keluaran.
PRODUKTIVITAS PARSIAL
Adalah pengukuran produktivitas untuk satu masukan pada suatu saat (partial
productivity measurement).
PRODUKTIVITAS TOTAL
Adalah pengukuran produktivitas untuk seluruh masukan pada suatu saat (Total
productivity measurement).
1
Produkivitas total muncul karena produktivitas parsial memiliki sejumlah
kelemahan, sehingga penggunaan produktivitas parsial secara terpisah sebagai
ukuran kinerja dapat menyesatkan.
Suatu penurunan produktivitas salah satu masukan kemungkinan diperlukan
untuk menaikan produktivitas masukan yang lain.
20X1 20X2
Rasio produktivitas TK 220.000 / 22.000 = 10 220.000 / 20.000 = 11
Rasio produktivitas BB 220.000 / 220.000 = 1 220.000 / 176.000 = 1,25
2
satuan masukan sesungguhnya untuk menghitung produktivitas yang
dihubungkan dengan laba.
Perhitungan kuantitas masukan tahun kini jika tidak ada perubahan produktivitas
Kuantitas Rasio Kuantitas bebas
produk produktivitas perubahan
tahun ini tahun lalu produktivitas
(1) (2) (1) : (2) = (3)
Tenaga kerja 220.000 10 22.000
Bahan baku 220.000 1 220.000
Keterangan :
KBPP = Kuantitas Bebas Perubahan Produktivitas
H = Harga masukan per unit
KS = Kuantitas sesungguhnya yang digunakan untuk menghasilkan
keluaran dalam tahun kini
PLP = Profit linked produktivity
Dari data di atas terlihat dampak perbaikan produktivitas tenaga kerja dan
bahan baku terhadap laba Divisi X dalam dua tahun tersebut yang menyebabkan
kenaikan laba sebesar Rp. 240.000. Dengan demikian profit linked productivity
mengukur dampak perubahan laba yang disebabkan oleh perubahan
produktivitas masukan.
20X1 20X2
Jumlah produk yang dihasilkan (unit) 110.000 120.000
3
Tenaga kerja yang dipakai (jam) 11.000 10.000
Bahan baku yang dipakai (kg) 110.000 125.000
Energi (kwh) 200.000 200.000
Produktivitas tenaga kerja 10 12
Produktivitas bahan baku 1 0,96
Produktivitas energi 0,55 0,60
Harga jual produk per unit Rp. 25 Rp. 25
Upah tenaga kerja per jam Rp. 10 Rp. 10
Biaya bahan baku per kg Rp. 5 Rp. 5
Biaya energi dan lain-lain per jam Rp. 6 Rp. 6
20X1 20X2
Pendapatan penjualan :
110.000 unit x Rp. 25 Rp 2.750.000
120.000 unit x Rp. 25 Rp.
3.000.000
Biaya Masukan :
Tenaga Kerja :
11.000 jam x Rp. 10 110.000
10.000 jam x Rp. 10 100.000
4
Bahan baku :
110.000 kg x Rp. 5 550.000
125.000 kg x Rp. 5 625.000
Energi dan lain-lain :
200.000 jam x Rp. 6 1.200.000
200.000 jam x Rp. 6 1.200.000
Price recovery component menunjukkan bahwa laba tahun 20X2 hanya akan
naik sebesar Rp. 80.908, jika tidak terjadi perbaikan produktivitas dalam tahun
tersebut.
Jika seandainya tidak ada perbaikan produktivitas, biaya masukan akan
mengalami kenaikan sebesar Rp. 169.092 ( Rp. 2.029.092 – Rp. 1.860.000 ),
sehingga kenaikan pendapatan sebesar Rp. 250.000 akan digunakan untuk
menutup kenaikan biaya masukan tersebut dan akan mengakibatkan kenaikan
laba hanya sebesar Rp. 80.908 ( Rp. 250.000 – Rp. 169.092 ).
Namun karena dalam tahun 20X2 terdapat perbaikan produktivitas tenaga kerja
dan energi, yang menyebabkan kenaikan laba sebesar Rp. 104.092 (dampak
perubahan produktivitas terhadap perubahan laba atau profit linked
productivity ),maka total perubahan laba dalam tahun 20X2 adalah sebesar Rp.
185.000 ( Rp. 104.092 + Rp. 80.908).
5
6