Anda di halaman 1dari 18

AMAR MARUF NAHI MUNKAR PANEN PAHALA

DI BULAN RAMADHAN

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan

Mata Kuliah Islamic Building

Dosen Pengampu: Waliko, M.A

Disusun oleh:

Abdul Zahir

1917503001

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

JURUSAN SEJARAH DAN SASTRA

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

2020
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Saya selaku penulis bersyukur atas kehadirat-Nya, yang telah memberikan rahmat
hidayah dan inayahnya. Sehingga saya dapat menyelesaikan tulisan ini yang berjudul
“Komparasi Resolusi Jihad KH. Hasyim Asyhari Pada Masa Pra Kemerdekaan
terhadap Motivasi dan Penerapan Jihad di Era Modernisasi.”

Tulisan ini saya selesaikan dengan sungguh-sungguh. Saya mengucapkan


terimakasih kepada semua pihak yang sudah ikut berkontribusi dalam pembuatan
tulisan ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu, saya terbuka untuk menerima segala masukan dan
kritikan yang bersifat membangung dari pembaca, sehingga saya melakukan
perbaikan dalam hal tersebut.

Purwokerto, 29 April 2020

Abdul Zahir
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah meciptakan manusia didunia ini pastilah ada tujuannya, tidak ada yang sia-
sia. Manusia diciptakan di dunia sebagai khalifah di bumi ini yang memiliki tugas
dan tanggung jawab. Manusia dituntut untuk bergotong royong dan bersosialisasi.
Tak lepas pula pada alam semesta ini, tidak dibolehkan untuk merusaknya, bahkan
manusia disuruh untuk menjaga dan merawatnya tanpa terkecuali. Manusia juga
dituntut untuk berbuat baik kepada sesama dan tidak boleh melakukan pengrusakan.
Didunia ini manusia memiliki tanggung jawab yang sama karena sama-sama
Makhluk Allah, yakni berbuat baik dan meninggalkan keburukan agar kehidupan ini
berjalan selaras dan seimbang. Bahwasannya menyuruh berbuat baik dan melarng
berbuat jahat itu adalah suatu kewajiban fardhu kifayah. Apabila sebagian dari kaum
muslimin menjalankan tugasi ini, gugurlah dosa dari yang lain-lain. Orang yang
menjalankan tugas itu akan memperoleh pahala yang besar dari Allah SWT. Tetapi
jika semua kaum muslimin mengabaikan tugas itu, maka dosanya akan menimpa
setiap orang yang mengetahui hukum-hukumnya, apabila munkar itu berlaku
dihadapan matanya, sedang ia tiada mengubahnya dengan tangan atau lisan padahal
ia berkuasa.
B. Rumsan Masalah
1. Apa yang dimaksud Amar Maruf Nahi Munkar?
2. Ibadah apa saja yang dilakukan saat bulan Ramadhan?
3. Bagaimana agar puasa tidak sia-sia?
4. Apa saja hikmah puasa?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Amar Maruf Nahi Munkar.
2. Untuk mengetahui ibadah yang harus dilakukan saat bulan Ramadhan.
3. Untuk mengetahui agar puasa tidak menjadi sia-sia.
4. Untuk mengetahui hikmah puasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Pada hakikatnya Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan bagian dari upaya
menegakan agama dan kemaslahatan di tengah-tengah umat. Secara spesifik Amar
Ma’ruf Nahi Munkar lebih ditekankan dalam mengantisipasi maupun menghilangkan
kemunkaran, dengan tujuan utamanya menjauhkan setiap hal negatif ditengah
masyarakat tanpa menimbulkan dampak negatif yang lebih besar. Menerapkan Amar
Ma’ruf mungkin mudah dalam batas tertentu tetapi akan sangat sulit apabila sudah
terkait dengan konteks bermasyarakat dan bernegara.
Oleh karena itu, orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar harus
mengerti betul terhadap perkara yang akan ia tindak, agar tidak salah dan keliru
dalam bertindak. Syekh an-Nawawi Banten di dalam kitab beliau, Tafsir Munir
berkata, “Amar ma’ruf nahi munkar termasuk fardlu kifayah. Amar ma’ruf nahi
munkar tidak boleh dilakukan kecuali oleh orang yang tahu betul keadaan dan siasat
bermasyarakat agar ia tidak tambah menjerumuskan orang yang diperintah atau orang
yang dilarang dalam perbuatan dosa yang lebih parah. Karena sesungguhnya orang
yang bodoh terkadang malah mengajak kepada perkara yang batil, memerintahkan
perkara yang munkar, melarang perkara yang ma’ruf, terkadang bersikap keras di
tempat yang seharusnya bersikap halus dan bersikap halus di dalam tempat yang
seharusnya bersikap keras.” (Syekh an-Nawawi al-Jawi, Tafsir Munir, Beirut, Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah, 2005, cetakan ketiga, jilid II, halaman 59).
Terlebih dalam persoalan yang berpotensi menimbulkan problematika sosial
keamanan yang lebih besar. Dalam kemungkaran seperti ini kewenangan amar ma’ruf
nahi mungkar tidak diserahkan pada perseorangan ataupun kelompok, akan tetapi
hanya diserahkan kepada pemerintah. Dan pemerintah harus menerapkan kebijakan
atas dasar prinsip maslahat dengan tetap dilandasi nilai-nilai agama yang benar.
Tahapan Amar Ma’ruf Nahi Munkar Selain itu, beberapa tahapan atau prosedur harus
dilakukan dalam realisasi pelaksanaan amar ma’ruf. Tidak semudah kita menaiki
tangga, akan tetapi harus melalui tahapan yang paling ringan, baru kemudian
melangkah pada hal yang agak berat.
Baginda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
‫َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرًا فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِّد ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِلِ َسانِ ِه َو َم ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه َو َذلِكَ أَضْ َعفُ اإْل ِ ْي َما ِن‬
“Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka hendaknya ia
menghilangkannya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya.
Orang yang tidak mampu dengan lisannya, maka dengan hatinya. Dan dengan hati ini
adalah lemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Maksud dari hadits ini bukanlah seperti yang banyak disalahpahami oleh orang-
orang yang beranggapan bahwa kalau mampu menghilangkan dengan tangan maka
harus langsung dengan tangan. Anggapan seperti ini salah besar dan bertentangan
dengan nilai rahmat (belas kasih) di dalam Islam. Akan tetapi pemahaman yang benar
dari hadits di atas adalah, seseorang yang melihat kemunkaran dan ia mampu
menghilangkan dengan tangan, maka ia tidak boleh berhenti dengan lisan jika
kemungkaran tidak berhenti dengan lisan, dan orang yang mampu dengan lisan, maka
ia tidak boleh berhenti hanya dengan hati.
Imam Muhyiddin an-Nawawi berkata di dalam kitab Raudlatut Thâlibîn:
‫ وال تكفي كراهة القلب لمن قدر على النهي باللسان‬،‫وال يكفي الوعظ لمن أمكنه إزالته باليد‬
“Tidak cukup memberi nasihat bagi orang yang mampu menghilangkan
kemunkaran dengan tangan. Dan tidak cukup ingkar di dalam hati bagi orang yang
mampu mencegah kemunkaran dengan lisan.” (Muhyiddin Abu Zakariya an-Nawawi,
Raudlatut Thâlibîn, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2005, cetakan kelima, jilid V,
halamann 123).
Dalam proses amar ma’ruf nahi munkar, tetap harus mendahulukan tindakan yang
paling ringan sebelum bertindak yang lebih berat. Syekh Abdul Hamid asy-Syarwani
berkata di dalam kitabnya, Hasyiyah asy-Syarwani:
‫ فإذا حصل التغيير بالكالم اللين فليس له‬.‫والواجب على اآلمر والناهي أن يأمر وينهى باألخف ثم األخف‬
‫التكلم بالكالم الخشن وهكذا كما قاله العلماء‬
“Wajib bagi orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar untuk bertindak
yang paling ringan dulu kemudian yang agak berat. Sehingga, ketika kemungkaran
sudah bisa hilang dengan ucapan yang halus, maka tidak boleh dengan ucapan yang
kasar. Dan begitu seterusnya).” (Syekh Abdul Hamid asy-Syarwani, Hasyiyah asy-
Syarwani ala Tuhfahtil Muhtaj, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003 cetakan
keempat, jilid 7, halaman 217).
Dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar, seseorang harus lebih arif dan bijak
karena terkadang dalam menghasilkan tujuan amar ma’ruf nahi mungkar, seseorang
harus menghilangkannya sedikit demi sedikit, tidak memaksakan harus hilang
seluruhnya dalam waktu seketika itu. Sayyid Abdullah ibn Husain ibn Tohir berkata:
‫ينبغي لمن أمر بمعروف أو نهى عن منكر أن يكون برفق وشفقة على الخلق يأخذهم بالتدريج فإذا رآهم‬
‫تاركين ألشياء من الواجبات فليأمرهم باألهم ثم األهم فإذا فعلوا ما أمرهم به انتقل إلى غيره وأمرهم وخوفهم‬
‫برفق وشفقة مع عدم النظر منه لمدحهم وذمهم وعطاءهم ومنعهم وإال وقعت المداهنة وكذا إذا ارتكبوا منهيات‬
‫كثيرة ولم ينتهوا بنهيه عنها كلها فليكلمهم في بعضها حتى ينتهوا ثم يتكلم في بعضها حتى ينتهوا ثم يتكلم في‬
‫غيرها وهكذا‬.
“Bagi orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar harus bersikap lembut
dan belas kasih kepada manusia, ia harus bertindak pada mereka dengan bertahap.
Ketika ia melihat mereka meninggalkan beberapa kewajiban, maka hendaknya ia
memerintahkan pada mereka dengan perkara wajib yang paling penting kemudian
perkara yang agak penting. Kemudian ketika mereka telah melaksanakan apa yang ia
perintahkan, maka ia berpindah pada perkara wajib lainnya. Hendaknya ia
memerintahkan pada mereka dan menakut-nakuti mereka dengan lembut dan belas
kasih. Begitu juga ketika mereka melakukan larangan-larangan agama yang banyak
dan mereka tidak bisa meninggalkan semuanya, maka hendaknya ia berbicara kepada
mereka di dalam sebagiannya saja hingga mereka menghentikannya kemudian baru
berbicara sebagian yang lain, begitu seterusnya.” (al-Habib Zain bin Sumith, al-
Minhaj as-Sawi, Jeddah, Dar al-Minhaj, 2006 cetakan ketiga, halaman 316-317). 1
B. Ibadah di bulan Ramadhan
1
https://islam.nu.or.id/post/read/84166/memahami-amar-maruf-nahi-munkar-secara-benar
Diantara ibadah-ibadah lain yaitu membaca Al-qur'an. Bagaimana cara yang
efektif mengajak anak-anak untuk mencintai Al-quran? Mencari metode yg efektif,
yangg asyik dan yang sesuai dengan tumbuh kembang anak Mengajak anak untuk
belajar bersama dengan memberikan teladan Fahami saat efektif anak untuk belajar
dan jangan dipaksakan, Konsisten/ Istiqomah. Bagaimana tetap semangat mengaji/
baca Al-quran dengan kondisi punya anak balita? Membuat kesepakatan dengan
patner kita yg dirumah, piket jaga si kecil secara bergantian...inilah pentingnya
kerjasama.
Disaat ada wabah covid-19 seperti sekarang ini untuk belajar Al-quran yg benar
di Handphone, apakah harus berwudhu apa tidak?
 Para ulama 4 madzhab sepakat bolehnya membaca Alquran bagi orang yg
berhadats besar maupun kecil selama tidak menyentuhnya (Al Mawasu'ah Al
fiqhiyyah, 17; 127).
 Imam Nawawi Rahimahullah berkata "Disunnahkan membaca Alquran dalam
keadaan suci. Adapun jika Alquran dibaca dalam keadaan berhadats (misal,
dengan hafalan, pen), hal itu dibolehkan berdasarkan ijma' (kata sepakat ulama).
Hasits yang mendukung hal ini pun amat banyak". (At-Tibyan, hlm.81).
Bagaimana cara menghadirkan rasa kedekatan dengan Alloh saat membaca
Alquran, tapi bukan sekedar memenuhi targetan?
Segala macam aktifitas ibadah pada hakekatnya adalah merupakan wasail untuk
Taqorub Ilallah (lebih mendekatkan diri kepada Alloh) yaitu:
1. Niat karena Alloh
2. Suci dari hadats
3. Baca Alquran dengan tartil dan benar
4. Merasakan bahwa Alloh dan para malaikat menyimak bacaan kita
Bagaimana para ulama terdahulu berinteraksi dengan Al Qur'an selama bulan
Ramadhan, apakah ada perbedaan dengan hari2 lain dan bagaimana mereka mendidik
keluarga terutama anak-anak mereka supaya menjadi ahlul Qur'an?
 Dari yang pernah saya ketahui Berbers yaa..
 Imam Qatadah pd hari biasa di luar ramadhan dia mngkhatamkan 7 malam sekali.
Sedangkan saat bulan ramadhan beliau mengkhatamkan 3 malam sekali dan saat
sepuluh hari terakhir di penghujung ramadhan beliau mengkhatamkan Quran
setiap malam. Maa syaa Allah.
 Imam syafii mengkhatamkan Quran sebanyak 60 kali pd bulan ramadhan....maa
syaa Allah
Intinya mayoritas ulama memberi kekhususan ibadah terutama tilawah khusus di
bulan Ramadhan. Semangat mentadabburi dan mentafakuri Alquran.2
1. Tadarus dan Mengkhatamkan Al-Qur'an
Amalan bulan Ramadan yang dapat dilakukan selain puasa adalah dengan
membaca dan mengkhatamkan Alquran. Momen Ramadhan merupakan salah satu
momen yang tepat untuk dijadikan rutinitas serta melebihkan dalam membaca
Alquran. Khususnya bagi Anda yang jarang membaca Alquran di bulan lainnya.
Membaca Al-Quran memiliki banyak sekali kebaikan, terlebih Allah SWT akan
melipatgandakan pahala pada setiap amalan yang dilakukan oleh umat Islam di bulan
suci Ramadan ini. Selain itu, usahakan juga untuk bisa khatam. Tidak hanya
mengejar khatam Al-Quran, tapi perlu juga diperhatikan untuk membacanya dengan
baik.
2. Memperbanyak bersedekah
Salah satu amalan di bulan Ramadan yang dapat dilakukan selain puasa adalah
dengan cara memperbanyak sedekah. Rasulullah SAW merupakan orang yang paling
dermawan di antara manusia lainnya. Beliau semakin dermawan saat berada di bulan
Ramadan (HR. Al-Bukhari No. 4711 dan Muslim No. 2307).

2
Sumber Pengajian Online Ustadzah Selli Dewi Lestari
Oleh sebab itu, sudah semestinya sebagai umat Muslim untuk mencontoh beliau
di bulan yang penuh barakah ini. Caranya dengan perbanyak sedekah, baik untuk
kepentingan fi sabilillah maupun kaum dhuafa dan fakir miskin. Nah, salah satu
bentuk sedekah yang dianjurkan selama Ramadan ini adalah dengan memberikan
ifthar (hidangan berbuka puasa) kepada orang-orang yang berpuasa.
3. Melakukan Salat Tarawih
Ibadah sunah yang satu ini merupakan ibadah yang sangat khas yang hanya ada
pada bulan Ramadan. Ibadah ini juga merupakan salah satu amalan di bulan
Ramadan yang dilakukan selain puasa yang pahalanya tidak kalah berlipat-lipat
besarnya. Maka dari itu, hendaknya sebagai umat muslim melakukan salat sunah
tarawih sebagai bekal memperoleh pahala dan memperoleh ridha Allah SWT.
4. Iktikaf
Salah satu amalan di bulan Ramadan yang dapat dilakukan selain puasa yang
selanjutnya adalah Iktikaf atau mendekatkan diri kepada Allah SWT. Iktikaf atau
mendekatkan diri kepada Allah SWT ini biasa dilakukan di masjid pada saat bulan
Ramadan. Pada sebuah hadis disebutkan bahwa, dari Ibnu Umar RA (diriwayatkan
bahwa) Ia berkata: Rasulullah SAW selalu beriktikaf pada sepuluh hari yang
penghabisan di bulan Ramadhan. (HR. Al-Bukhari)
Menurut para ulama, hukum Iktikaf ini adalah sunnah, tidak wajib. Kecuali jika
Anda telah bernazar untuk beriktikaf karena sesuatu hal. Waktu untuk beritikaf
adalah di akhir bulan Ramadan atau 10 hari terakhir, sebagaimana hadits yang
disampaikan Aisyah ra, Nabi shallallahu alaihi wa sallam beritikaf pada sepuluh hari
yang akhir dari Ramadan hingga wafatnya kemudian istri-istri Beliau pun beriktikaf
setelah kepergian beliau. (HR. Al-Bukhari)
5. Melakukan Zikir
Jemaah membaca kitab suci Amalan bulan Ramadan yang dapat dilakukan selain
puasa selanjutnya adalah zikir. Keistimewaan zikir sesungguhnya pada malam dan
siang Ramadan merupakan waktu-waktu yang mulia dan utama. Oleh sebab itu,
sebaiknya gunakan waktu tersebut untuk melakukan zikir dan berdoa. Khususnya
pada waktu-waktu yang istijabah, di antaranya saat berpusa hingga berbuka, saat
malam terutama pada sepertiga malam terakhir, dan saat sahur.
6. Melakukan Salat Lima Waktu
Selain menjadi kewajiban setiap umat muslim sehari-hari, pada saat datangnya
bulan Ramadan hendaknya lebih meningkatkan tingkat ibadah dengan rajin salat lima
waktu. Seperti yang dipercayai umat muslim, salat adalah tiang agama. Jika Anda
melaksanakan salat tepat waktu dan juga tanpa putus saat bulan Ramadan, bukan
hanya pahalanya aja yang berlipat ganda. Tapi satu rakaat salat di bulan Ramadan ini
juga pahalanya lebih berkah dibandingkan seribu rakaat di bulan lainnya.
7. Berdakwah
Amalan bulan Ramadan yang dapat dilakukan selain puasa yang berikutnya
adalah melakukan dakwah atau menyebarkan ajaran kebaikan tentang agama Islam
kepada orang lain. Berdakwah merupakan hal yang mulia karena tindakan tersebut
merupakan seruan untuk kebaikan dan menghindari hal yang dilarang.
8. Bertaubat
Ramadan merupakan bulan yang suci dan penuh ampunan. Amalan bulan
Ramadan yang dapat dilakukan selain puasa berikutnya adalah bertaubat. Sangat
dianjurkan untuk bertaubat di bulan suci Ramadan ini. Bahkan untuk mereka yang
bersungguh-sungguh akan diibaratkan seperti bayi yang baru lahir, yaitu suci tanpa
dosa. Bertaubat memang bisa dilakukan kapan saja, namun tidak ada salahnya untuk
memohon ampunan kembali pada saat bulan Ramadan ini.
9. Membayar Zakat
Amalan bulan Ramadan yang dapat dilakukan selain puasa adalah membayar
zakat. Zakat menjadi hal yang menyempurnakan amalan Anda pada saat melakukan
ibadah di bulan Ramadan. Oleh karena itu, diwajibkan bagi setiap umat muslim untuk
senantias mengingat untuk membayar zakat pada saat melakukan ibadah puasa
Ramadan agar ibadah Anda semakin sempurna.
10. Umrah
Amalan bulan Ramadan yang dapat dilakukan selain puasa yang terakhir adalah
melakukan ibadah umrah. Bagi para umat muslim yang telah merasa berkecukupan,
usahakanlah untuk berangkat umrah pada bulan Ramadan karena nilanya setara
dengan haji bersama Rasulullah SAW. Dengan merasakan Ramadan di Mekkah, pasti
setiap orang akan lebih berfokus dan lebih mendekatkan diri kepada Allah.3
C. Cara Agar Puasa Tidak Menjadi Sia-Sia
ُ‫ع َوال َعطَش‬ ُّ ‫صائِ ٍم َح‬
ِ ‫ظهُ ِم ْن‬
ُ ْ‫صيَا ِم ِه الجُو‬ َ َّ‫رُب‬
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari
puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy dalam Al
Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At
Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi –yaitu shohih dilihat
dari jalur lainnya).
Apa di balik ini semua? Mengapa amalan puasa orang tersebut tidak teranggap,
padahal dia telah susah payah menahan dahaga mulai dari terbit fajar hingga
terbenamnya matahari?
Saudaraku, agar engkau mendapatkan jawabannya, simaklah pembahasan berikut
mengenai beberapa hal yang membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia
semoga Allah memberi taufik pada kita untuk menjauhi hal-hal ini-.
1. Berkata Dusta (az zuur)
Inilah perkataan yang membuat puasa seorang Muslim bisa sia-sia, hanya
merasakan lapar dan dahaga saja. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
ُ‫ْس هَّلِل ِ َحا َجةٌ فِى أَ ْن يَ َد َع طَ َعا َمهُ َو َش َرابَه‬
َ ‫ور َو ْال َع َم َل بِ ِه فَلَي‬ ُّ ‫َم ْن لَ ْم يَ َد ْع قَوْ َل‬
ِ ‫الز‬
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah
mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.”
(HR. Bukhari no. 1903).
Apa yang dimaksud dengan az zuur? As Suyuthi mengatakan bahwa az
zuur adalah berkata dusta dan menfitnah (buhtan). Sedangkan mengamalkannya
3
https://liputan6.com
berarti melakukan perbuatan keji yang merupakan konsekuensinya yang telah Allah
larang. (Syarh Sunan Ibnu Majah, 1/121, Maktabah Syamilah).
2. Berkata lagwu (sia-sia) dan rofats (kata-kata porno)
Amalan yang kedua yang membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia
adalah perkataan lagwu dan rofats. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
َ ‫ فَإ ِ ْن َسابَّكَ أَ َح ٌد أَوْ َجهُ َل َعلَ ْي‬، ‫ث‬
‫ك‬ ِ ‫صيَا ُم ِمنَ األَ ْك ِل َوال َّش َر‬
ِ َ‫ إِنَّ َما الصِّ يَا ُم ِمنَ اللَّ ْغ ِو َوال َّرف‬، ‫ب‬ َ ‫لَي‬
ِّ ‫ْس ال‬
َ ‫ إِنِّي‬، ‫صائِ ٌم‬
‫صائِ ٌم‬ َ ‫فَ ْلتَقُلْ إِنِّي‬
“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa
adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada
seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku
sedang puasa, aku sedang puasa”.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani
dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Apa yang dimaksud dengan lagwu?.
Dalam Fathul Bari (3/346), Al Akhfasy mengatakan,
‫اللَّ ْغو ْالكَاَل م الَّ ِذي اَل أَصْ ل لَهُ ِم ْن ْالبَا ِطل َو َشبَهه‬
“Lagwu adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah.”
Lalu apa yang dimaksudkan dengan rofats? Dalam Fathul Bari (5/157), Ibnu Hajar
mengatakan,
‫ْريض بِ ِه َو َعلَى ْالفُحْ ش فِي ْالقَوْ ل‬ ْ ‫َوي‬
ِ ‫ُطلَق َعلَى التَّع‬
“Istilah Rofats digunakan dalam pengertian ‘kiasan untuk hubungan badan’ dan
semua perkataan keji.”
Al Azhari mengatakan,
‫ال َّرفَث اِسْم َجا ِمع لِ ُك ِّل َما ي ُِريدهُ ال َّرجُل ِم ْن ْال َمرْ أَة‬
“Istilah rofats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada
wanita.” Atau dengan kata lain rofats adalah kata-kata porno. Itulah di antara perkara
yang bisa membuat amalan seseorang menjadi sia-sia. Betapa banyak orang yang
masih melakukan seperti ini, begitu mudahnya mengeluarkan kata-kata kotor, dusta,
sia-sia dan menggunjing orang lain.
3. Melakukan Berbagai Macam Maksiat
Ingatlah bahwa puasa bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga saja, namun
hendaknya seorang yang berpuasa juga menjauhi perbuatan yang haram.
Perhatikanlah saudaraku petuah yang sangat bagus dari Ibnu Rojab Al Hambali
berikut :
“Ketahuilah, amalan taqorub (mendekatkan diri) pada Allah Ta’ala dengan
meninggalkan berbagai syahwat (yang sebenarnya mubah ketika di luar puasa seperti
makan atau berhubungan badan dengan istri) tidak akan sempurna hingga
seseorang mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan perkara yang Dia
larang yaitu dusta, perbuatan zholim, permusuhan di antara manusia dalam masalah
darah, harta dan kehormatan.” (Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah)
Jabir bin ‘Abdillah menyampaikan petuah yang sangat bagus : “Seandainya kamu
berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu turut
berpuasa dari dusta dan hal-hal haram serta janganlah kamu menyakiti tetangga.
Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari
puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja.” (Lihat Latho’if Al Ma’arif, 1/168,
Asy Syamilah)
Itulah sejelek-jelek puasa yaitu hanya menahan lapar dan dahaga saja, sedangkan
maksiat masih terus dilakukan. Hendaknya seseorang menahan anggota badan
lainnya dari berbuat maksiat. Ibnu Rojab mengatakan,
‫ب َو الطَّ َع ِام‬
ِ ‫ك ال َّش َرا‬ ِّ ‫أَ ْه َونُ ال‬
ُ ْ‫صيَا ُم تَر‬
“Tingkatan puasa yang paling rendah hanya meninggalkan minum dan makan
saja.”Apakah dengan Berkata Dusta dan Melakukan Maksiat, Puasa Seseorang
Menjadi Batal?
Untuk menjelaskan hal ini, perhatikanlah perkataan Ibnu Rojab berikut:
“Mendekatkan diri pada Allah Ta’ala dengan meninggalkan perkara yang
mubah tidaklah akan sempurna sampai seseorang menyempurnakannya dengan
meninggalkan perbuatan haram. Barangsiapa yang melakukan yang haram (seperti
berdusta) lalu dia mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan yang mubah
(seperti makan di bulan Ramadhan), maka ini sama halnya dengan seseorang
meninggalkan yang wajib lalu dia mengerjakan yang sunnah. Walaupun puasa orang
semacam ini tetap dianggap sah menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama) yaitu
orang yang melakukan semacam ini tidak diperintahkan untuk mengulangi
(mengqodho’) puasanya. Alasannya karena amalan itu batal jika seseorang
melakukan perbuatan yang dilarang karena sebab khusus dan tidaklah batal jika
melakukan perbuatan yang dilarang yang bukan karena sebab khusus. Inilah pendapat
mayoritas ulama.”
Ibnu Hajar dalam Al Fath (6/129) juga mengatakan mengenai hadits
perkataan zuur (dusta) dan mengamalkannya:
“Mayoritas ulama membawa makna larangan ini pada makna pengharaman,
sedangkan batalnya hanya dikhususkan dengan makan, minum dan jima’
(berhubungan suami istri).” Mala ‘Ali Al Qori dalam Mirqotul Mafatih Syarh
Misykatul Mashobih (6/308) berkata, “Orang yang berpuasa seperti ini sama
keadaannya dengan orang yang haji yaitu pahala pokoknya (ashlu) tidak batal, tetapi
kesempurnaan pahala yang tidak dia peroleh. Orang semacam ini akan mendapatkan
ganjaran puasa sekaligus dosa karena maksiat yang dia lakukan.”
Kesimpulannya: Seseorang yang masih gemar melakukan maksiat di bulan
Ramadhan seperti berkata dusta, menfitnah, dan bentuk maksiat lainnya yang bukan
pembatal puasa, maka puasanya tetap sah, namun dia tidak mendapatkan ganjaran
yang sempurna di sisi Allah. –Semoga kita dijauhkan dari melakukan hal-hal
semacam ini-
Ingatlah Suadaraku Ada Pahala yang Tak Terhingga Di Balik Puasa Kalian
Saudaraku, janganlah kita sia-siakan puasa kita dengan hanya mendapatkan lapar dan
dahaga saja. Marilah kita menjauhi berbagai hal yang dapat mengurangi
kesempurnaan pahala puasa kita. Sungguh sangat merugi orang yang melewatkan
ganjaran yang begitu melimpah dari puasa yang dia lakukan. Seberapa besarkah
pahala yang melimpah tersebut? Mari kita renungkan bersama hadits berikut ini.
Dalam riwayat Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 ‫ْف قَا َل هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل إِالَّ الصَّوْ َم‬ ِ ‫ُضا َعفُ ْال َح َسنَةُ َع ْش ُر أَ ْمثَالِهَا إِلَى َس ْب ِع ِمائَ ِة‬
ٍ ‫ضع‬ َ ‫ُكلُّ َع َم ِل ا ْب ِن آ َد َم ي‬
‫ع َش ْه َوتَهُ َوطَ َعا َمهُ ِم ْن أَجْ لِى‬
ُ ‫فَإِنَّهُ لِى َوأَنَا أَجْ ِزى بِ ِه يَ َد‬ 
“Setiap amalan kebaikan anak Adam akan dilipatgandakan menjadi 10 hingga
700 kali dari kebaikan yang semisal. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya),
“Kecuali puasa, amalan tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya
karena dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku.” (HR. Muslim
no. 1151).
Lihatlah saudaraku, untuk amalan lain selain puasa akan diganjar dengan 10
hingga 700 kali dari kebaikan yang semisal. Namun, lihatlah pada amalan puasa,
khusus untuk amalan ini Allah sendiri yang akan membalasnya. Lalu seberapa besar
balasan untuk amalan puasa? Agar lebih memahami maksud hadits di atas,
perhatikanlah penjelasan Ibnu Rojab berikut ini. “Hadits di atas adalah mengenai
pengecualian puasa dari amalan yang dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan hingga
700 kebaikan yang semisal. Khusus untuk puasa, tak terbatas lipatan ganjarannya
dalam bilangan-bilangan tadi. Bahkan Allah ‘Azza wa Jalla akan melipatgandakan
pahala orang yang berpuasa hingga bilangan yang tak terhingga. Alasannya karena
puasa itu mirip dengan sabar. Mengenai ganjaran sabar, Allah berfirman,
ٍ ‫إِنَّ َما يُ َوفَّى الصَّابِرُونَ أَجْ َرهُ ْم بِ َغي ِْر ِح َسا‬
‫ب‬
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dibalas dengan
pahala tanpa batas.” (QS. Az Zumar [39] : 10). Bulan Ramadhan juga dinamakan
dengan bulan sabar. Juga dalam hadits lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Puasa adalah setengah dari kesabaran.” (HR. Tirmidzi*). Syaikh
Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Al Jami’ Ash Shogir  no. 2658 mengatakan bahwa
hadits ini dho’if.
Sabar ada tiga macam yaitu sabar dalam menjalani ketaatan, sabar dalam
menjauhi larangan dan sabar dalam menghadapi taqdir Allah yang terasa
menyakitkan. Dan dalam puasa terdapat tiga jenis kesabaran ini. Di dalamnya
terdapat sabar dalam melakukan ketaatan, juga terdapat sabar dalam menjauhi
larangan Allah yaitu menjauhi berbagai macam syahwat. Dalam puasa juga terdapat
bentuk sabar terhadap rasa lapar, dahaga, jiwa dan badan yang terasa lemas. Inilah
rasa sakit yang diderita oleh orang yang melakukan amalan taat, maka dia pantas
mendapatkan ganjaran sebagaimana firman Allah,
‫صةٌ فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َواَل يَطَئُونَ َموْ ِطئًا يَ ِغيظُ ْال ُكفَّا َر َواَل‬ َ ‫صبٌ َواَل َم ْخ َم‬ َ َ‫ُصيبُهُ ْم ظَ َمأ ٌ َواَل ن‬ ِ ‫َذلِكَ بِأَنَّهُ ْم اَل ي‬
َ‫ضي ُع أَجْ َر ْال ُمحْ ِسنِين‬
ِ ُ‫صالِ ٌح إِ َّن هَّللا َ اَل ي‬ َ ِ‫يَنَالُونَ ِم ْن َع ُد ٍّو نَ ْياًل إِاَّل ُكت‬
َ ‫ب لَهُ ْم بِ ِه َع َم ٌل‬
“Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan
kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang
membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana
kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu
amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
berbuat baik.” (QS. At Taubah [9] : 120).”
Demikianlah penjelasan Ibnu Rojab (dalam Latho’if Al Ma’arif, 1/168) yang
mengungkap rahasia bagaimana puasa seseorang bisa mendapatkan ganjaran tak
terhingga, yaitu karena di dalam puasa tersebut terdapat sikap sabar.
Saudaraku, sekali lagi janganlah engkau sia-siakan puasamu. Janganlah sampai
engkau hanya mendapat lapar dan dahaga saja, lalu engkau lepaskan pahala yang
begitu melimpah dan tak terhingga di sisi Allah dari amalan puasamu tersebut.
Isilah hari-harimu di bulan suci ini dengan amalan yang bermanfaat, bukan
dengan perbuatan yang sia-sia atau bahkan mengandung maksiat. Janganlah engkau
berpikiran bahwa karena takut berbuat maksiat dan perkara yang sia-sia, maka lebih
baik diisi dengan tidur. Lihatlah suri tauladan kita memberi contoh kepada kita
dengan melakukan banyak kebaikan seperti banyak berderma, membaca Al Qur’an,
banyak berdzikir dan i’tikaf di bulan Ramadhan. Manfaatkanlah waktumu di bulan
yang penuh berkah ini dengan berbagai. 4
D. Hikmah Puasa
Asy-Syaikh Dr. Ali bin Yahya al-Haddady hafizhahullah berkata:
4
https://rumaysho.com/469-jangan-biarkan-puasamu-sia-sia.html
‫ فالحرمان منها‬،‫ وسبب لشكر النعم‬،‫ فالجوع والعطش يضعف عن اتباع الشهوات‬،‫الصوم سبب للتقوى‬
‫ إذ يستشعر الصائم آالم الفقير‬،‫ وسبب لإلحسان‬،‫يذكر بقيمتها‬.
Puasa merupakan sebab ketakwaan, karena lapar dan haus memperlemah
keinginan untuk memperturutkan syahwat, juga merupakan sebab mensyukuri
kenikmatan, karena terhalangi dari kenikmatan akan mengingatkan betapa
berharganya kenikmatan itu, dan juga merupakan sebab yang mendorong
untuk berbuat baik kepada orang lain, karena orang yang berpuasa merasakan
penderitaan orang-orang yang faqir.5

BAB III
5
https://twitter.com/amri3232/status/738466317443993600
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya dalam pelaksanaan amar ma'ruf dan nahi munkar adalah tugas
setiap umalt muslim yang baligh dan berakal , kemudian bagi pemimpin melakukan
dengan kekuadaanya dan kekuatanya ,bagi yang mempunyai ilmu dengan ilmunya
dan bagi orang awam dengan hatinya , dalam pelaksanaan amar ma'ruf nahi munkar
mempunyai tahap-tahap supaya bisa terlaksana sesuai dengan tuntunam syariat islam

Anda mungkin juga menyukai