Anda di halaman 1dari 5

NAMA : PERMATASARI

NPM : 191FF04053
KELAS : FA2 MATRIKULASI
ETIKA KESEHATAN TUGAS RESUME

1. MATERI 1 (PP NO 51 TAHUN 2009 Tentang Kefarmasian)


BAB I/ Pasal 1
Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang
terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah
tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri
atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi / Asisten Apoteker.
Pasal 4
Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk :
a. Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau
menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian.
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian
sesuai dgn perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta PerPUUan, dan
c. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.
BAB II/ Pasal 5
Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi :
1. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi
2. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi
3. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi, dan
4. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi
BAB III/ Pasal 33
(1) Tenaga Kefarmasian terdiri atas:
a. Apoteker dan
b. Tenaga Teknis Kefarmasian
(2) Tenaga Teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari
Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker

2. MATERI 2 (Penggolongan Obat Berdasarkan Penandaan Pada Kemasan Obat)


Sesuai Permenkes No. 917/MENKES/PER/X/1993 tentang Wajib Daftar Obat
Jadi pada Pasal 1 Bagian 3 bahwa yang dimaksud dengan GOLONGAN OBAT adalah
penggolongan yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketetapan
penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas,
obat wajib apotik, obat keras, psikotropika dan narkotika.
Penggolongan obat berdasarkan penandaan pada kemasan obat terdiri atas:
1. Obat Bebas (OB)
Obat bebas dapat dibeli bebas tanpa resep dokter dan dapat dibeli di apotek dan
toko obat berizin untuk mengatasi problem ringan (minor illness) yang bersifat
nonspesifik. Penandaan pada kemasan: dot lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna
hitam. Contoh: Oralit, beberapa analgetik atau pain killer (obat penghilang rasa nyeri) dan
beberapa antipiretik (obat penurun panas) seperti parasetamol, ibuprofen, asetosal
(aspirin), beberapa suplemen vitamin dan mineral / multivitamin  seperti vitamin C, dan
vitamin B kompleks, antasida DOEN, minyak kayu putih, OBH, obat gosok, obat luka
luar, dll.
2. Obat Bebas Terbatas (OBT)
Obat bebas terbatas disebut juga obat daftar W (W: Waarschuwing = peringatan/
waspada) adalah obat keras yang dapat dibeli tanpa resep dokter namun
penggunaannya harus memperhatikan informasi obat pada kemasan. Penandaan pada
kemasan: dot lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam dan kotak peringatan
berwarna hitam berisi pemberitahuan berwarna putih. Contoh: Obat flu kombinasi
(tablet), antihistamin (CTM, difenhidramin, dimenhidrinat), bromheksin, antiemetik
(antimo), piperazin, prometazon, mebendazol, klorokuin, kalii kloras, suppositoria, obat
tetes mata untuk iritasi ringan, dll.
3. Obat Keras (termasuk Obat Wajib Apotek dan Psikotropika)
Obat keras (Obat daftar G atau ”Gevaarlijk”, berbahaya) termasuk
juga psikotropika untuk memperolehnya harus dengan resep dokter dan dapat dibeli di
apotek atau rumah sakit. Namun ada obat keras yang bisa di beli di apotek tanpa resep
dokter yang diserahkan oleh apoteker disebut dengan Obat Wajib Apotek (OWA) seperti
linestrenol, antasid, salbutamol, basitrasin krim, ranitidin, dll.
Berdasarkan Kepmenkes No.347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib
Apotek tujuan adanya OWA adalah :
1. Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna
mengatasi masalah kesehatan,
2. Meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional,
3. Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi Informasi
dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat.
4. Psikotropika
Psikotropik adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika
yang termasuk obat keras, tetapi bedanya dapat berkhasiat psikoaktif dengan
mempengaruhi Susunan Saraf Pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku/ mempengaruhi aktivitas psikis. Contoh: Lisergid Acid Diathylamine
(LSD), psilosibina, metilen dioksi metamfetamin, amfetamin, diazepam, fenobarbital,
klorpromazin, lorasepam, klordiazepoksid, dll.
Golongan obat keras berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep
dokter/Prescription, tidak memperhatikan dosis, aturan pakai dan peringatan. Mempunyai
khasiat mengobati, menguatkan, membaguskan, mendesinfeksikan, dll. Penandaan pada
kemasan: dot lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam dan huruf K di tengah
yang menyentuh garis tepi. Contoh: semua obat dalam bentuk injeksi, adrenalin, infus
asering, antibiotik (seperti amoksilin, tetrasiklin), obat jantung, obat mengandung
hormone, obat diabetes, obat penenang, asam mefenamat, piroksikam, antihipertensi
seperti captopril, antihistamin, deksametason, prednisone, diazepam, INH, semua obat
baru, dll.
5. Narkotika
Narkotika (Daftar O atau ”Opium atau opiat”) hanya boleh diperjualbelikan di
apotek atau rumah sakit dengan resep dokter, dengan menunjukkan resep asli dan resep
tidak dapat dicopy. Narkotika merupakan kelompok obat paling berbahaya karena dapat
menimbulkan addiksi (ketagihan/ketergantungan) dan toleransi sehingga obat ini hanya
dapat diperoleh dengan resep dokter dan apotek wajib melaporkan jumlah dan macamnya.
Karena berbahaya, dalam peredaran, produksi, dan pemakaiannya narkotika diawasi
secara ketat. Penandaan pada kemasan: palang berwarna merah di dalam lingkaran
bergaris tepi merah. Contoh: Tanaman Papaver somniferum (opium), Erythroxylon
coca, dan tanaman Cannabis sativa (ganja), heroin, kokain, morfin, petidin, kodein,
doveri, kodipron, dll. 

3. MATERI 3
PMK NO 43 Tahun 2019 Tentang PUSKESMAS
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya.
Persyaratan ketenagaan meliputi:
Berdasarkan karakteristik wilayah kerja, puskesmas dikategorikan menjadi:
Puskesmas kawasan perkotaan, Puskesmas kawasan perdesaan, Puskesmas kawasan
terpencil dan Puskesmas kawasan sangat terpencil.
Berdasarkan kemampuan pelayanan Puskesmas dikategorikan menjadi:
Puskesmas nonrawat inap dan Puskesmas rawat inap
Fungsi Puskesmas:
a) Sebagai Pusat Penggerak Pembangunan Kesehatan
b) Sebagai Pusat pemberdayaan masyarakat
c) Sebagai pusat pelayanan kesehatan pertama
Ruang Lingkup Pelayanan: Kuratif (pengobatan), Preventif (upaya pencegahan), Promotif
(peningkatan kesehatan) dan Rehabilitatif (pemulihan kesehatan)
PMK No 74 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas bertujuan untuk:
Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga
kefarmasian dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu
kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan
dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan
keterjangkauan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang efisien, efektif dan
rasional, meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem
informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.
Penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal harus
dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab, yang dapat
dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai kebutuhan. Jumlah kebutuhan Apoteker
di Puskesmas dihitung berdasarkan rasio kunjungan pasien, baik rawat inap maupun
rawat jalan serta memperhatikan pengembangan Puskesmas. Rasio untuk menentukan
jumlah Apoteker di Puskesmas bila memungkinkan diupayakan 1 (satu) Apoteker untuk
50 (lima puluh) pasien perhari.
Perubahan peraturan mentri kesehatan no 72 tahun 2016, bahwa pemenuhan
tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab ruang farmasi dalam penyelenggaraan
pelayanan kefarmasian di Puskesmas yang telah diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
Dalam hal Puskesmas belum memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab,
penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian secara terbatas dilakukan oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian di bawah pembinaan dan pengawasan Apoteker yang ditunjuk oleh kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota.
PMK UU No 9 tahun 2014 Tentang Klinik
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik.
Berdasarkan jenis pelayanan, Klinik dibagi menjadi: Klinik pratama dan Klinik utama
Tenaga medis pada Klinik pratama yang memberikan pelayanan
kedokteran paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang dokter dan/atau dokter gigi sebagai
pemberi pelayanan. Tenaga medis pada Klinik utama yang memberikan
pelayanan kedokteran paling sedikit terdiri dari 1 (satu) orang dokter spesialis dan 1
(satu) orang dokter sebagai pemberi pelayanan.
Tenaga medis pada Klinik utama yang memberikan pelayanan
kedokteran gigi paling sedikit terdiri dari 1 (satu) orang dokter gigi spesialis dan 1 (satu)
orang dokter gigi sebagai pemberi pelayanan. Klinik menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative.
Dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, pelayanan satu hari (one day care)
dan/atau home care.
Klinik rawat inap hanya dapat memberikan pelayanan rawat inap paling
lama 5 (lima) hari. Apabila memerlukan rawat inap lebih dari 5 (lima) hari, maka
pasien harus secara terencana dirujuk ke rumah sakit sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

4. MATERI 4 (PP NO 3 TAHUN 2020 Tentang Klasifikasi Perizinan Rumah Sakit)


BAB I/ Pasal 1
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah perizinan berusaha
yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, gubernur, atau
bupati/wali kota kepada pemilik dan pengelola Rumah Sakit melalui sistem elektronik
yang terintegrasi.
Izin Mendirikan Rumah Sakit yang selanjutnya disebut Izin Mendirikan adalah
izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, gubernur,
atau bupati/wali kota setelah pemilik Rumah Sakit melakukan pendaftaran sampai
sebelum pelaksanaan pelayanan kesehatan dengan memenuhi persyaratan dan/atau
komitmen.
Pasal 2
Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau swasta.
Pasal 3
Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari
Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, atau Instansi tertentu dengan pengelolaan
Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
BAB II/ Pasal 6
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan: Rumah Sakit
umum dan Rumah Sakit khusus
BAB III/ Pasal 16
Klasifikasi Rumah Sakit umum terdiri atas:
a. Rumah Sakit umum kelas A
b. Rumah Sakit umum kelas B
c. Rumah Sakit umum kelas C dan
d. Rumah Sakit umum kelas D
Pasal 17
Rumah Sakit umum kelas A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf
a merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 250
(dua ratus lima puluh) buah. Rumah Sakit umum kelas B sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) huruf b merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah tempat
tidur paling sedikit 200 (dua ratus) buah.
Rumah Sakit umum kelas C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf
c merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 100
(seratus) buah.Rumah Sakit umum kelas D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(1) huruf d merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah tempat tidur paling
sedikit 50 (lima puluh) buah.
Pasal 18
Klasifikasi Rumah Sakit khusus terdiri atas:
a. Rumah Sakit khusus kelas A
b. Rumah Sakit khusus kelas B dan
c. Rumah Sakit khusus kelas C
Pasal 19
Rumah Sakit khusus kelas A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a
merupakan Rumah Sakit khusus yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 100
(seratus) buah. Rumah Sakit khusus kelas B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf
b merupakan Rumah Sakit khusus yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 75
(tujuh puluh lima) buah. Rumah Sakit khusus kelas C sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 huruf c merupakan Rumah Sakit khusus yang memiliki jumlah tempat tidur paling
sedikit 25 (dua puluh lima) buah.
BAB IV/ Pasal 31
Persyaratan untuk memperoleh Izin Mendirikan Rumah Sakit meliputi:
a. dokumen kajian dan perencanaan bangunan yang terdiri atas Feasibility Study (FS),
Detail Engineering Design, dan master plan dan
b. pemenuhan pelayanan alat kesehatan.
Pasal 35
Dalam hal Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah belum
melakukan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum
Daerah, Izin Mendirikan diperoleh melalui pengajuan permohonan pemilik Rumah Sakit
kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sebagai pemberi izin sesuai dengan
kelas Rumah Sakit dengan melampirkan dokumen persyaratan Izin Mendirikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.
Pemberi izin harus menerbitkan surat untuk persetujuan atau penolakan
permohonan Izin Mendirikan disertai dengan alasan penolakan paling lama 14 (empat
belas) hari kerja sejak surat permohonan dan dokumen persyaratan Izin Mendirikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima lengkap. Dalam hal permohonan Izin
Mendirikan ditolak, pemilik Rumah Sakit dapat mengajukan permohonan ulang Izin
Mendirikan.
BAB V/ Pasal 42
Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan kegawatdaruratan. (2) Pelayanan kegawatdaruratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai