1029 1578 1 PB PDF
1029 1578 1 PB PDF
Abstrak
Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria sp. yang menyerang saluran dan kelenjar getah
bening. Gejala klinis terdiri dari gejala akut (limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis, demam, sakit kepala, serta abses)
dan gejala kronik (limfedema, lymph scrotum, kiluri, dan hidrokel). Penyakit ini diperkirakan dapat menyerang 1.1 milyar
penduduk, terutama di daerah tropis seperti Indonesia, dan beberapa daerah subtropis . Di Indonesia, filariasis paling sering
disebabkan oleh tiga spesies, yaitu Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, dan Brugia Timori. Jumlah kasus yang dilaporkan
meningkat dari 6.571 kasus pada tahun 2002 menjadi 14.932 kasus pada tahun 2014. Penularan filariasis terjadi apabila ada
lima unsur utama sebagai sumber penular yaitu reservoir (manusia dan hewan), parasit (cacing), vektor (nyamuk), host
(manusia yang rentan), dan lingkungan (fisik, biologik, ekonomi dan social budaya). Faktor risiko yang memicu filariasis
antara lain adalah manusia (umur, jenis kelamin, imunitas, ras), nyamuk (perilaku, frekuensi menggigit, siklus gonotrofik),
lingkungan (fisik, biologi, ekonomi dan sosial budaya), dan agen (cacing filaria). Pencegahan filariasis secara umum dapat
dilakukan dengan cara edukasi (penyuluhan), identifikasi vektor (waktu dan tempat menggigit), pengendalian vektor
(perubahan konstruksi lingkungan), serta pengobatan yang dapat dilakukan secara masal maupun individu.
Korespondensi: Anindita, alamat Jl. Imam Bonjol Gg. Batu Kalam No. 45 Kemiling Bandar Lampung, HP 081273884264, e-
mail anindita014@yahoo.co.id
Darussalam sebanyak 2.375 orang dan Papua lanjut filariasis dapat menimbulkan manifestasi
Barat sebanyak 1.765 orang. Di Indonesia berupa pembesaran kaki, lengan, payudara dan
penyakit tersebut lebih banyak ditemukan di alat kelamin.8
pedesaan.3 Filaria sp. memiliki siklus hidup sehingga
Filariasis disebabkan oleh cacing Filaria dapat menginfeksi manusia dan menimbulkan
sp. pada manusia, yaitu Wuchereria bancrofti, gejala. Siklus tersebut dimulai dari dalam tubuh
Brugia malayi, Brugia timori, Loa loa, nyamuk sampai menimbulkan penyakit
Onchocerca volvulus, Acanthocheilonema filariasis adalah sebagai berikut: di dalam
perstants, Mansonella azzardi. Yang terpenting tubuh nyamuk betina, mikrofilaria yang ikut
ada tiga spesies, yaitu: W.bancrofti, B.malayi, terhisap waktu menghisap darah akan
dan B.timori.4 Tipe B.malayi yang dapat hidup melakukan penetrasi pada dinding lambung
pada hewan merupakan sumber infeksi utama dan berkembang di dalam thorax hingga
bagi manusia. 5 menjadi larva infektif yang akan berpindah ke
Manusia yang mengandung parasit proboscis. Larva infektif (L3) akan masuk
dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain melalui lubang bekas tusukan nyamuk di kulit
yang rentan. Biasanya pendatang baru ke dan selanjutnya akan bergerak mengikuti
daerah endemis lebih rentan terkena infeksi saluran limfa. Sebelum menjadi cacing dewasa,
filariasis dan mengalami gejala klinis lebih larva infektif tersebut akan mengalami
berat dibandingkan penduduk asli. Pada perubahan bentuk sebanyak dua kali. Larva L3
umumnya laki-laki lebih sering terkena infeksi (masa inkubasi ekstrinsik dari parasit) Brugia
dibandingkan perempuan karena lebih banyak malayi memerlukan waktu 3,5 bulan untuk
kesempatan untuk mendapat paparan infeksi menjadi cacing dewasa. 6
(exposure). Wanita umumnya mengalami Gejala klinis filariasis terdiri dari gejala
gejala klinis lebih ringan dibandingkan laki-laki klinis akut dan kronis. Gejala akut berupa
karena pekerjaan fisik yang lebih ringan.5 limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang
Penularan filariasis dipengaruhi oleh beberapa dapat diserti demam, sakit kepala, rasa lemah
faktor yaitu sumber penular (manusia dan serta dapat pula menjadi abses. Abses dapat
hewan sebagai reservoir), parasit (cacing), pecah yang selanjutnya dapat menimbulkan
vektor (nyamuk), manusia yang rentan (host), parut, terutama di daerah ketiak dan lipat
lingkungan (fisik, biologik, ekonomi dan sosial paha.9
budaya). 6 Gejala kronik berupa limfedema, lymph
Terdapat berbagai faktor risiko yang scrotum, kiluri, dan hidrokel. Limfedema adalah
dapat memicu timbulnya kejadian filariasis. pembengkakan yang disebabkan oleh
Faktor tersebut yaitu faktor manusia dan gangguan pengaliran getah bening kembali ke
nyamuk, lingkungan dan agen. Untuk dalam darah. Lymph scrotum adalah pelebaran
mengurangi tingkat kejadian filariasis saluran limfe superfisial pada kulit scrotum.
diperlukan adanya upaya pencegahannya yakni Ditemukan juga vesikel dengan ukuran
dengan meningkatkan pengetahuan bervariasi pada kulit, yang dapat pecah dan
masyarakat tentang filariasis melalui kegiatan membasahi pakaian.10 Kiluria adalah kebocoran
penyuluhan yang sederhana dan dapat yang terjadi akibat pecahnya saluran limfe dan
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari pembuluh darah di ginjal (pelvis renalis).9
seperti menghindari kontak dengan vektor Hidrokel adalah pembengkakan yang terjadi
penyakit filariasis yaitu nyamuk.7 pada scrotum karena terkumpulnya cairan
limfe di dalam tunica vaginalis testis.10
Isi Gejala klinis tersebut dapat timbul karna
Filariasis adalah penyakit menular yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-
disebabkan oleh cacing Filaria sp. dan faktor resiko kejadian filariasis antara lain
ditularkan oleh nyamuk Mansonia sp., faktor manusia, nyamuk, dan lingkungan.
Anopheles sp., Culex sp., dan Armigeres sp. Faktor manusia terdiri dari: (1) Umur.
Cacing Filaria sp. hidup dan menetap di saluran Filariasis dapat menyerang semua kelompok
dan kelenjar getah bening yang dapat umur. Pada dasarnya setiap orang memiliki
timbulkan manifestasi klinik akut berupa risiko yang sama untuk tertular apabila
demam berulang, peradangan saluran dan mendapat tusukan nyamuk infektif
saluran kelenjar getah bening. Pada stadium (mengandung larva stadium 3) ribuan kali. (2)
Majority | Volume 5 | Nomor 3 | September 2016 |12
Anindita dan Hanna Mutiara │ Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Resiko
Jenis Kelamin. Laki-laki maupun perempuan nyamuk berdasarkan obyek yang digigit dapat
dapat terserang penyakit filariasis, tetapi laki- diklasifikasikan menjadi antropofilik, zoofilik,
laki memiliki Insidensi lebih tinggi daripada dan indiscriminate biters. Perilaku nyamuk
perempuan karena pada umumnya laki-laki yang lebih suka menggigit manusia disebut
lebih sering terpapar dengan vektor karena antropofilik, sedangkan perilaku nyamuk yang
pekerjaannya. (3) Imunitas. Orang yang pernah lebih suka menggigit hewan disebut zoofilik,
terinfeksi filariasis sebelumnya tidak terbentuk dan perilaku nyamuk tanpa kesukaan tertentu
imunitas dalam tubuhnya terhadap filaria, terhadap hospes disebut Indiscriminate
demikian pula yang tinggal di daerah endemis biters/indiscriminate feeders.10 (2) Frekuensi
biasanya tidak mempunyai imunitas alami menggigit manusia. Frekuensi nyamuk
terhadap penyakit filariasis. Pada daerah menghisap darah tergantung jenis spesiesnya
endemis, tidak semua orang yang terinfeksi dan dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban.
filariasis menunjukkan gejala klinis. Seseorang Untuk iklim tropis biasanya siklus ini
yang terinfeksi filariasis tetapi belum berlangsung selama sekitar 48-96 jam.10 (3)
menunjukkan gejala klinis biasanya telah Siklus gonotrofik. Siklus gonotrofik yaitu waktu
mengalami perubahan patologis dalam yang diperlukan untuk proses pematangan
tubuhnya. (4) Ras. Penduduk pendatang pada telur. Waktu ini juga merupakan interval
daerah endemis filariasis memiliki risiko menggigit nyamuk.10
terinfeksi filariasis lebih besar dibanding Lingkungan sangat mempengaruhi
penduduk asli. Penduduk pendatang dari distribusi kasus filariasis dan mata rantai
daerah non endemis ke daerah endemis, penularannya. W.Bancrofti tipe perkotaan
biasanya menunjukan gejala klinis yang lebih (urban) memiliki daerah endemis di daerah-
berat walaupun pada pemeriksaan darah jari daerah perkotaan yang kumuh, padat
mikrofilia yang terdeteksi hanya sedikit. penduduk dan banyak genangan air kotor
Nyamuk termasuk serangga yang sebagai habitat dari vektor yaitu nyamuk C.
melangsungkan siklus kehidupan di air. Siklus Quinquefasciatus. Daerah endemis W.Bancrofti
hidup nyamuk akan terputus apabila tidak tipe pedesaan (rural) memiliki kondisi
terdapat air. Sekali bertelur nyamuk dewasa lingkungan yang secara umum sama dengan
dapat menghasilkan ± 100-300 butir, dengan daerah endemis B.Malayi yaitu di daerah
ukuran sekitar 0,5 mm. Setelah 1-2 hari telur sungai, hutan, rawa-rawa, sepanjang sungai
akan menetas jadi jentik, 8-10 hari menjadi atau badan air lain yang ditumbuhi tanaman
kepompong (pupa), dan 1-2 hari menjadi air.11
nyamuk dewasa. Nyamuk jantan akan terbang Pada dasarnya, lingkungan hidup
disekitar perindukkannya dan makan cairan manusia terbagi menjadi dua yaitu, lingkungan
tumbuhan yang ada disekitarnya. Makanan hidup internal dan eksternal. Lingkungan hidup
nyamuk betina yaitu darah, yang dibutuhkan internal merupakan suatu keadaan yang
untuk pertumbuhan telurnya.11 Beberapa dinamis dan seimbang, sedangkan lingkungan
aspek penting dari nyamuk adalah: (1) Perilaku hidup eksternal merupakan lingkungan di luar
nyamuk. (1a) Tempat hinggap atau tubuh manusia yang terdiri atas beberapa
beristirahat. Perilaku nyamuk berdasarkan komponen, antara lain:12 (1) Lingkungan Fisik.
tempat hinggap atau istirahatnya dapat Yang termasuk lingkungan fisik antara lain
diklasifikasikan menjadi eksofilik dan endofilik. kondisi geografik dan keadaan musim.
Perilaku nyamuk yang lebih suka hinggap atau Lingkungan fisik bersifat abiotik atau benda
beristirahat di luar rumah disebut eksofilik, mati seperti suhu, kelembaban, angin, hujan,
sedangkan perilaku nyamuk yang lebih suka tempat berkembangbiak nyamuk, kondisi
hinggap atau beristirahat di dalam rumah rumah, dll. (1a) Suhu udara. Suhu udara
disebut endofilik. (1b) Tempat menggigit. berpengaruh terhadap pertumbuhan, masa
Perilaku nyamuk berdasarkan tempat hidup serta keberadaan nyamuk.10 (1b)
menggigitnya dapat diklasifikasikan menjadi Kelembaban udara. Kelembaban udara dapat
eksofagik dan endofagik. Perilaku nyamuk yang berpengaruh terhadap masa hidup,
lebih suka menggigit di luar rumah disebut pertumbuhan, dan keberadaan nyamuk.
eksofagik, sedangkan perilaku nyamuk yang Kelembaban yang rendah akan memperpendek
lebih suka menggigit di dalam rumah disebut umur nyamuk sedangkan pada kelembaban
endofagik. (1c) Obyek yang digigit. Perilaku yang tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan
Majority | Volume 5 | Nomor 3 | September 2016 |13
Anindita dan Hanna Mutiara │ Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Resiko
lebih sering menggigit, sehingga akan kebun pada malam hari atau kebiasaan keluar
meningkatkan risiko penularan.10 (1c) Angin. pada malam hari, atau pola tidur karena
Salah satu faktor yang menentukan jumlah berkaitan dengan intensitas kontak vektor (bila
kontak antara manusia dan nyamuk adalah vektornya menggigit pada malam hari).13 (3a)
kecepatan angin. Kecepatan angin pada saat Kebiasaan keluar rumah. Kebiasaan berada di
matahari terbit dan terbenam menentukan luar rumah sampai larut malam dapat
waktu terbang nyamuk ke dalam atau keluar berpengaruh apabila vektor bersifat eksofilik
rumah. Arah angin juga dapat mempengaruhi dan eksofagik yang akan memudahkan vektor
jarak terbang nyamuk (flight range). Jarak berkontak dengan manusia.13 (3b) Pemakaian
terbang nyamuk Anopheles biasanya tidak kelambu. Kelambu sangat efektif dan berguna
lebih dari 2-3 km dari tempat perindukannya. untuk mencegah kontak antara vektor dengan
Bila ada angin yang kuat nyamuk Anopheles manusia.13 (3c) Obat anti nyamuk. Penggunaan
bisa terbawa sampai 30 km.10 (1d). Hujan. obat nyamuk semprot, obat nyamuk bakar,
Hujan dapat mempengaruhi proses mengoles kulit dengan obat anti nyamuk, atau
perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk dengan cara memberantas nyamuk diketahui
dewasa. Jenis hujan, jumlah hari hujan, efektif untuk mencegah kontak antara vektor
derasnya hujan, jenis vektor dan jenis tempat dengan manusia.14 (3d) Pekerjaan. Pekerjaan
perkembangbiakan (Breeding place) yang dilakukan pada jam-jam nyamuk mencari
menentukan besar atau kecilnya pengaruh. 10 darah dapat berisiko untuk terkena filariasis,
(1e) Tempat perkembangbiakan nyamuk. diketahui bahwa pekerjaan pada malam hari
Nyamuk dapat berkembang biak pada ada hubungan dengan kejadian filariasis.14 (3e)
genangan air, baik air tawar maupun air payau, Pendidikan. Tingkat pendidikan sebenarnya
tergantung dari jenis nyamuknya.10 (1f) tidak berpengaruh langsung terhadap kejadian
Keadaan dinding. Keadaan dinding rumah filariasis tetapi umumnya berpengaruh
berhubungan dengan kegiatan penyemprotan terhadap jenis pekerjaan dan perilaku
rumah (indoor residual spraying) karena kesehatan seseorang.14
insektisida yang disemprotkan ke dinding akan Filariasis di Indonesia disebabkan oleh
terserap oleh dinding rumah sehingga saat tiga spesies cacing filarial, yaitu: W.Bancrofti,
nyamuk hinggap di dinding rumah, nyamuk B.Malayi, B.Timori. Cacing filarial baik limfatik
tersebut akan mati akibat kontak dengan maupun non limfatik, mempunyai ciri khas
insektisida. Dinding rumah yang terbuat dari yang sama sebagai berikut: dalam
kayu memiliki risiko lebih besar untuk reproduksinya cacing filarial tidak
masuknya nyamuk.10 (1g) Pemasangan kawat mengeluarkan telur tetapi mengeluarkan
kasa. Pemasangan kawat kasa pada ventilasi mikrofilaria (larva cacing), dan ditularkan oleh
dapat memperkecil risiko kontak antara Arthropoda (nyamuk). Daerah endemis filariasis
nyamuk yang berada di luar rumah dengan pada umumnya terdapat di daerah dataran
penghuni rumah, dimana nyamuk sulit untuk rendah, terutama di pedesaan, pantai,
masuk ke dalam rumah.10 (2) Lingkungan pedalaman, persawahan, rawa-rawa dan
Biologi. Faktor lingkungan biologis yang hutan.10
mempunyai peran penting dalam proses Penatalaksanaan untuk pasien filariasis
terjadinya penyakit selain bakteri dan virus terbagi menjadi dua yaitu perawatan umum
patogen adalah perilaku manusia, bahkan dan pengobatan spesifik. Perawatan umum
dapat dikatakan penyakit kebanyakan timbul meliputi istirahat yang cukup, antibiotik bila
akibat perilaku manusia. Maka dapat dikatakan terjadi infeksi sekunder dan abses serta
bahwa orang yang tinggal di rumah yang pengikatan didaerah pembendungan untuk
memiliki tumbuhan air mempunyai risiko untuk mengurangi edema. Pengobatan spesifik
terjadinya penularan penyakit filariasis.13 meliputi pengobatan untuk infeksi dan
(3) Lingkungan Sosial, Ekonomi, dan Budaya. pengobatan untuk penyakitnya. Untuk
Lingkungan sosial, ekonomi dan budaya adalah pengobatan infeksi dilakukan dengan tujuan
lingkungan yang timbul sebagai akibat adanya menurunkan angka mikrofilaremia pada
interaksi antar manusia, termasuk perilaku, komunitas dengan pemberian
adat istiadat, budaya, kebiasaan dan tradisi Dietilcarbamazine (DEC) 6mg/KgBB/hari selama
penduduk. Faktor yang perlu untuk 12 hari.15
diperhatikan adalah kebiasaan bekerja di
Majority | Volume 5 | Nomor 3 | September 2016 |14
Anindita dan Hanna Mutiara │ Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Resiko
filariasis di wilayah kerja puskesmas kasus klinis filariasis. Jakarta: Ditjen PP &
andalas dan puskesmas Padang Pasir Kota PL; 2006.
Padang tahun 2011 [Skripsi]. Padang: 11. Departemen Kesehatan Republik
Universitas Padjadjaran; 2011. Indonesia. Ekologi dan aspek vektor.
5. Tim Editor Fakultas Kedokteran UI. Jakarta: Direktorat Jenderal PP & PL; 2007.
Parasitologi kedokteran edisi keempat 12. Chandra B. Pengantar kesehatan
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku
6. Departemen Kesehatan Republik Kedokteran EGC; 2007.
Indonesia. Pedoman pengendalian 13. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat
filariasis. Jakarta: Direktorat Jenderal PP & Ilmu dan Seni. Jakarta: Rhineka Cipta;
PL; 2005. 2007.
7. Syuhada Y, Nurjazuli, & Nur EW. Studi 14. Rinbinkes. Studi faktor risiko filariasis di
kondisi lingkungan rumah dan perilaku desa samborejo kecamatan tirto
masyarakat sebagai faktor risiko kejadian kabupaten pekalongan. Jawa tengah:
filariasis di kecamatan buaran dan tirto Rinbinkes; 2006.
kabupaten pekalongan. JKLI. 2012; 2(1): 15. Departemen Kesehatan Republik
96-100. Indonesia. Pedoman pengobatan massal
8. Chin J. Manual Pemberantasan Penyakit filariasis. Jakarta: Departemen Kesehatan
Menular. Editor, dr. I. Nyoman Kandun. RI; 2006.
Edisi ke-17 Cetakan II. Jakarta: CV 16. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Infomedika; 2006. Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
9. Departemen Kesehatan Republik Penyakit Dalam jilid 1 edisi VI. Jakarta:
Indonesia. Epidemiologi filariasis. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Ditjen PP & PL; 2006. FKUI; 2014.
10. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Pedoman penatalaksanaan