Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

GIANT CELL TUMOR

Oleh :

Adietya Bima Prakasa (1518012142)

Pembimbing :

dr. Ireschka Pattiwael, Sp. Rad., M.Sc

KEPANITERAAN KLINIK SMF RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM AHMAD YANI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Giant Cell Tumor atau oesteoclastoma adalah tumor yang relatif jarang,

ditandai dengan adanya sel giant multinuklear . Jenis tumor ini biasanya dianggap

sebagai tumor jinak. GCT, yang paling sering terjadi pada epiphysis tulang panjang,

merupakan tumor jinak yang meluas kaya akan sel raksasa osteoklastik. Sering terjadi

pada usia 20 sampai 40 tahun. Dalam klasifikasi tumor jaringan lunak dan tulang yang

diajukan oleh World Health Organization tahun 2002, GCT jaringan lunak saat ini

diklasifikasikan dalam kelompok tersendiri.

Cooper pertama kali melaporkan Giant Cell Tumor di abad ke -18, pada tahun

1940, Jaffe dan Lichtenstein mendefinisikan Giant Cell Tumor lebih ketat untuk

membedakannya dari tumor lainnya.

aetiopathogenetic awal tumor sel raksasa dari tulang (GCTB) adalah

membingungkan: Ini menunjukkan karakteristik klinis yang kompleks dan dapat

didefinisikan sebagai neoplasma jinak tetapi secara lokal agresif . Ia memiliki potensi

yang kuat untuk kekambuhan lokal, bahkan ketika itu cukup reseksi. Di atas

segalanya, GCTB adalah salah satu langka 'jinak' tumor yang dapat tumbuh secara

intavaskuler dan menimbulkan metastasis jauh. Meskipun potensi ini, masih dianggap

sebagai neoplasma jinak. Selain itu, pertumbuhan intravaskular tidak menunjukkan

korelasi yang signifikan dengan kemampuan untuk bermetastasis.

Sebagian besar tumor sel raksasa terjadi pada tulang panjang, tibia proksimal,

distal femur, radius distal, dan humerus bagian proksimal, meskipun Giant Cell

2
Tumor ini juga telah dilaporkan dapat terjadi pada sakrum, kalkaneus, serta tulang

kaki. Tumor ini biasanya muncul di metafisis dari lempeng epifisis. Pada umumnya

tumor ini menyebabkan destruksi dari tulang, lokal metastasis, metastasis ke paru-

paru, serta kelenjar getah bening (jarang), atau bertransformasi kearah keganasan

(jarang) .

Beberapa pasien dengan metastase paru memiliki lesi paru progresif yang

mengakibatkan kematian, meskipun fakta bahwa pemeriksaan histologi tetap

menunjukkan tumor jinak. Angka kematian keseluruhan dari penyakit untuk pasien

dengan metastase paru adalah sekitar 15% pasien dengan lesi rekuren (berulang) atau

lesi primer yang tampil agresif roentgenographically (stadium 3) berada pada resiko

tinggi untuk metastase paru.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

1. Menambah ilmu, wawasan dan pengetahuan mengenai Giant cell tumor

2. Memenuhi persyaratan bagi mahasiswa untuk mengikuti persyararatan kepaniteraan


klinik Radiologi RSUD Ahmad Yani

1.2.2 Tujuan Khusus

Mendapatkan gambaran anatomi, gambaran klinis, dan gambaran radiologis dari


Giant cell tumor.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Giant cell tumor (tumor sel raksasa) juga dikenal sebagai osteoklastoma adalah

suatu neoplasma yang mengandung sejumlah besar sel raksasa mirip osteoklas bercampur

dengan sel mononukleus. Tumor ini juga sering terjadi, membentuk sekitar 20% dari

semua tumor jinak tulang.

Tumor giant cell (TGC) tulang merupakan sebuah lesi yang bersifat jinak tetapi

secara lokal dapat bersifat agresif dan destruktif yang ditandai dengan adanya

vaskularisasi yang banyak pada jaringan penyambung termasuk proliferasi sel-sel

mononuklear pada stroma dan banyaknya sel datia yang tersebar serupa osteoklas.

2.2 Epidemiologi dan Insidensi

2.2.1 Epidemiologi

Tumor ini mewakili sekitar 20% dari tumor jinak tulang primer. Kebanyakan

dijumpai pada usia 20-40 tahun jarang ditemukan pada anak-anak. Insiden di Amerika

Serikat dan Eropa, GCT mewakili sekitar 5% dari seluruh tumor primer tulang dan 21%

dari semua tumor jinak tulang. Di cina, GCT ditemukan 20% merupakan tumor tulang

primer. Wanita lebih sering menderita GCT dibandingkan dengan laki-laki.

Gambar 1. Distribuasi GCT sesuai dengan umur. Gambar 2. Distribusi GCT sesuai
dengan jenis kelamin.
2.2.2 Insidensi

Jenis tumor tulang primer memiliki bentuk jinak dan ganas. Bentuk (non-

kanker) jinak yang paling umum. Giant cell tumor biasanya mempengaruhi kaki

(biasanya dekat lutut) atau tulang lengan orang dewasa muda dan setengah baya.

Mereka tidak sering menyebar ke tempat yang jauh, tetapi cenderung untuk kembali di

mana mereka mulai setelah operasi (ini disebut kekambuhan lokal). Hal ini dapat terjadi

beberapa kali. Dengan kekambuhan masing-masing, tumor menjadi lebih mungkin

untuk menyebar ke bagian lain dari tubuh. Jarang, Giant Cell Tumor menyebar ke

bagian lain dari tubuh tanpa terlebih dahulu berulang secara lokal. Hal ini terjadi dalam

bentuk (kanker) ganas dari tumor.

5
Gambar 3. Lokasi GCT pada epiphysis

2.3 Anatomi

Sistem rangka dapat dibagi menjadi dua bagian menurut fungsinya, yaitu pertama

kerangka aksial yang terdiri dari tulang kepala (cranium atau tulang tengkorak), leher

(tulang hyoid dan vertebra), dan tulang rusuk, tulang dada, tulang belakang dan sakrum.

Kedua kerangka appendikular yang terdiri dari tulang limbs, termasuk tulang bahu dan

tulang pubis.

Kerangka terdiri dari tulang rawan dan tulang. Tulang rawan adalah bentuk dari

jaringan ikat yang membentuk bagian dari kerangka dimana lebih fleksibel. Tulang

adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat dalam tubuh,

permukaan tubuh, metabolisme kalsium dan mineral dan organ hemopoetik. Tulang

juga merupakan jaringan ikat yang dinamis yang selalu diperbarui melalui proses

remodeling yang terdiri dari proses resorpsi formasi. Dengan proses resorpsi, bagian

tulang yang tua dan rusak akan dibersihkan dan diganti oleh tulang yang baru melalui

proses formasi. Proses resorpsi dan formasi selalu berpasangan. Dalam keadaan normal,

massa tulang yang diresoprsi akan sama dengan massa tulang yang diformasi, sehingga

terjadi keseimbangan. Pada pasien osteoporosis, proses lebih aktif dibandingkan

formasi, sehingga terjadi defisit massa tulang dan tulang menjadi semakin tipis dan

perforasi.
6
Kebanyakan tulang mulai keluar sebagai tulang rawan. Tubuh kemudian

meletakkan kalsium turun ke tulang rawan untuk membentuk tulang. Setelah tulang

terbentuk, tulang rawan beberapa mungkin tetap berada di ujungnya untuk bertindak

sebagai bantalan antara tulang. Tulang rawan ini, bersama dengan ligamen dan

beberapa jaringan lain terhubung untuk membentuk tulang sendi. Pada orang dewasa,

tulang rawan terutama ditemukan pada akhir beberapa tulang sebagai bagian dari sendi.

Hal ini juga terlihat di tempat di dada di mana tulang rusuk memenuhi sternum (tulang

dada) dan di bagian wajah. Trakea (tenggorokan), laring (kotak suara), dan bagian luar

telinga adalah struktur lain yang mengandung tulang rawan.

Dalam beberapa tulang sumsum hanya jaringan lemak. Sumsum di tulang lainnya

adalah campuran dari sel-sel lemak dan darah pembentuk sel. Darah pembentuk sel

menghasilkan sel darah merah, sel darah putih, dan platelet darah. Sel-sel lain dalam

sumsum termasuk sel-sel plasma, fibroblas, dan sel-sel retikuloendotelial.Sel dari salah

satu jaringan dapat berkembang menjadi kanker.

7
Gambar 4 . Anatomi Tulang Panjang

Pada Giant Cell Tumor sebagian besar terjadi ditulang panjang, misalnya tibia

proksimal, distal femur, radius distal, dan humerus bagian proksimal. Femur adalah

tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh. Itu mengirimkan berat badan dari tulang

pinggul untuk tibia ketika seseorang berdiri. Panjangnya sekitar seperempat dari tinggi

orang tersubur. Femur terdiri dari poros (tubuh) dengan dua ujung. Bagian proksimal

dari femur terdiri dari kepala, leher dan dua trochanters.

2.4 Patofisiologi

Giant cell tumor pada tulang terjadi secara spontan. Mereka tidak diketahui

apakah terkait dengan trauma, faktor lingkungan, atau diet. Pada kasus-kasus yang

jarang, mereka mungkin berhubungan dengan hiperparatiroidisme.

Dalam beberapa penelitian pembentukan GCT ada beberapa faktor yang

menetukan, pertama yaitu adanya perubahan siklin, dimana siklin memainkan peran

penting dalam mengatur perjalanan membagi sel melalui pos pemeriksaan penting dalam

siklus sel. Karena perubahan dari beberapa siklin, terutama siklin D1, telah terlibat

dalam perkembangan neoplasma, para peneliti memeriksa 32 kasus GCT pada tulang

8
panjang untuk amplifikasi gen siklin D1 dan overekspresi protein menggunakan

diferensial polymerase chain reaction dan imunohistokimia, masing-masing.

Kedua, adanya evaluasi Immunohistokimia yang terkait dengan ekspresi

microphtalmia yang merupakan faktor transkripsi dalam lesi giant cell. Microphtalmia

terkait dengan faktor transkripsi (Mitf), anggota subfamili heliks-loop-helix faktor

transkripsi, biasanya dinyatakan dalam oesteoklas mononuklear dan multinuklear,

terlibat dalam differensiasi terminal oesteoklas. Disfungsi aktivitas oesteoklas yang

menghasilkan ekspresi Mitf yang abnormal serta telah terlibat oesteoporosis. Sejumlah

sel giant lainnya dari berbagai jenis termasuk oesteoklas seperti sel-sel giant terlihat

dalam berbagai tumor, secara tradisional dianggap berasal monosit, terlihat dalam

berbagai tulang dan lesi extraosseus.

Ketiga adalah sel stroma. Sel stroma Fibroblastlike, yang selalu hadir sebagai

komponen dari tumor sel raksasa pada tulang (GCT), dapat diamati dikedua sampel in

vivo dan kultur. Meskipun mereka diasumsikan untuk memicu proses kanker di GCT,

histogenesis sel stroma GCT adalah kurang diketahui. Hal ini diketahui bahwa sel batang

mesenchymal (MSC) dapat berkembang ke oesteoblas. Bukti telah disajikan bahwa sel-

sel stroma GCT juga dapat mengembangkan untuk oesteoblas. Sebuah koneksi antara

MSC dan sel stroma GCT dicari dengan menggunakan 2 pendekatan laboratorium yang

berbeda.

2.5 Klasifikasi

Enneking mengemukakan suatu sistem klasifikasi stadium TGC berdasarkan

klinis radiologis-histopatologis sebagai berikut:

9
a. Stage 1: Stage inaktif/laten: (i) klinis, tidak memberikan keluhan, jadi ditemukan

secara kebetulan, bersifat menetap/tidak ada proses pertumbuhan; (ii) radiologis,

lesi berbatas tegas tanpa kelainan korteks tulang: dan (iii) histopatologi, didapat

gambaran sitologi yang jinak, rasio sel terhadap matriks rendah.

b. Stage 2: stage aktif: (i) klinis: didapat keluhan, ada proses pertumbuhan; (ii)

radiologis: lesi berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, ada gambaran septa di

dalam tumor. Didapati adanya bulging korteks tulang; dan (iii) histopatologis:

gambaran sitologi jinak, rasio sel tehadap matriks berimbang.

c. Stage 3: stage agresif: (i) klinis: ada keluhan, dengan tumor yang tumbuh cepat;

(ii) radiologis: didapatkan destruksi korteks tulang, sehingga tumor keluar dari

tulang dan tumbuh ke arah jaringan lunak secara cepat; didapati reaksi periosteal

segitiga Codman, kemungkinan ada fraktur patologis; dan (iii) histopatologis:

gambaran sitologi jinak dengan rasio sel terhadap matriks yang tinggi, bisa

didapat nukleus yang hiperkromatik, kadang didapat proses mitosis.

2.6 Manifestasi Klinis

Osteoklastoma (giant cell tumor = tumor sel raksasa) merupakan tumor tulang

yang mempunyai sifat dan kecenderungan untuk berubah menjadi ganas dan agresif

sehingga tumor ini dikategorikan sebagai suatu tumor ganas. Tumor sel raksasa

menempati urutan ke dua (1,75%) dari seluruh tumor ganas tulang, terutama ditemukan

pada umur 20-40 tahun dan jarang sekali di bawah umur 20 tahun dan lebih sering pada

wanita daripada pria.

Gejala utama yang ditemukan berupa nyeri serta pembengkakan terutama pada

lutut dan mungkin ditemukan efusi sendi serta gangguan gerakan pada sendi. Mungkin

juga penderita datang berobat dengan gejala-gejala fraktur (10%). Dapat juga terjadi

10
pembesaran massa secara lambat. Lebih dari tiga per empat pasien tercatat mengalami

pembengkakan pada lokasi tumor. Keluhan lain yang jarang terjadi adalah kelemahan,

keterbatasan gerak sendi dan fraktur patologis.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan massa yang keras dan nyeri ditemukan

pada lebih dari 80% pasien. Disuse Atrophy, efusi pada persendian atau hangat pada

lokasi tumor. Bila lesi tumor terletak di tulang-tulang vertebra dapat timbul gejala

nerologis. Nyeri tekan pada pemeriksaan palpasi juga didapatkan pada pasien. Pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan atrofi otot dan menurunnya pergerakan sendi. TGC

pada sakrum sering menimbulkan gejala low back pain yang meluas di kedua

ekstremitas bagian bawah dan dapat disertai gejala neurologis, gangguan berkemih atau

buang air besar.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

2.7.1 Gambaran Radiologi

a. X-RAY

Gambaran radiologi GCT pada tulang panjang melibatkan metafisis dan epifisis

yang meluas ke permukaan sendi. Lesi tampak radiolusen, sering disertai trabekulasi

dan berbatas jelas. Korteks tulang menipis dan kadang-kadang menggembung

(ballooning). Gambaran khas GCT pada X-ray adalah soap bubble appearance dan

kadang-kadang membentuk gambaran egg shell. Sebagian besar lesi bersifat eksentrik

dan dekat dengan permukaan persendian.

11
a) b)

Gambar 5 : a) gambaran lesi litik di condilus lateralis femur sinistra dengan perluasan ke

area subchondral; b) gambaran lesi litik di trochanter mayor femur dekstra

b. CT-scan

Pemeriksaan CT-scan membantu menentukan luas dekstruksi korteks secara

tepat dan lokasi optimal untuk cortical window. Pada CT Scan dapat ditemukan

gambaran gambaran karakteristik yang sama dengan foto polos. Marginal sklerosis,

destruksi korteks, dan massa jaringan lunak dapat terlihat lebih jelas pada CT Scan

dibandingkan foto polos. Gambaran dari fluid-fluid level kadang-kadang dapat terlihat.

Pada CT Scan akan terlihat adanya lesi heterogen dengan area berukuran kecil,

berbentuk bulat dengan densitas yang rendah di dalamnya. Tepi lesi tumor licin

dikelilingi oleh expanded shell yaitu berupa lapisan tipis dari tulang atau periosteum,

disertai gambaran trabekulasi di dalam tumor disertai kelainan korteks tulang berupa

bulging/ekspansif dengan penipisan/erosi korteks dan terlihat perluasan lesi tumor ke

metafisis dan subartikular dan bila dibiarkan lesi akan meluas ke intraartikular disertai

adanya erosi dan destruksi korteks tulang (blow out) dan pertumbuhan jaringan tumor

ke luar dari tulang masuk ke jaringan lunak dengan batas tumor yang suram (karena

sudah bercampur dengan jaringan lunak) yang disebut sebagai massa ekstraosseus.

12
Densitas jaringan lesi tumor terlihat heterogen dengan fokal area yang tidak

mengalami penyangatan dengan kontras bila sudah terdapat nekrosis, kista, maupun

perdarahan di dalamnya. Pada jaringan tumor sendiri bila diberikan kontras akan

tampak penyangatan dengan terlihatnya peningkatan nilai atenuasi sebesar 20–60 H

akibat adanya hipervaskularisasi. Ketepatan diagnosis dari CT Scan sangat tinggi bila

dipakai sebagai tambahan dengan foto polos. CT Scan akan lebih berguna dipakai pada

bentuk tulang yang kompleks, seperti vertebra atau tulang pelvis, dimana gambaran

lesi tidak dapat terlihat jelas pada foto polos. CT Scan juga sangat berguna untuk

rencana tindakan operasi.

Gambar 6. CT scan tumor sel raksasa ulna distal potongan

koronal. Temuan radiografi menunjukkan lesi subarticular

diperluas

c. MRI

Pemeriksaan MRI diindikasikan ketika tumor telah mengikis korteks dan

dicurigai adanya keterlibatan neurovaskular. Pemeriksaan MRI dapat membantu

mengevaluasi penetrasi subkondral.

13
Gambar 7. Potongan koronal MRI pergelangan tangan

menunjukkan tumor sel raksasa terletak di posisi subarticular dalam

radius distal. Lesi adalah heterogen dan hyperintense.

2.7.2 Biopsi

Pemeriksaan biopsi dapat dilakukan dengan metode frozen section bersamaan

dengan tindakan operasi maupun secara terpisah. Sediaan diambil dari area yang

nekrosis dan hemoragis. Pada pemeriksaan histologi didapatkan gambaran giant cell

berinti banyak dengan sel stroma yang homogen, berinti satu yang bulat atau oval.

Nukleus sel stroma yang identik dengan nukleus giant cell merupakan gambaran

histologi yang khas pada GCT yang membedakan dengan kondisi lain yang mengandung

giant cell.

Gambar 8. Gambaran mikoroskopis giant cell tumor


14
2.8 Diagnosa Banding

a. Aneurysma Bone Cist

Aneurysma bone cyst bukanlah suatu neoplasma. Etiologinya tidak diketahui,

diduga karena adanya kelainan vaskular yang disebabkan gangguan sirkulasi darah.

Biasanya dijumpai pada usia 5-20th, letaknya pada tiap bagian dari skelet, pada tulang

panjang biasanya pada metaphysis.

Gambaran radiologinya sangat mirip dengan giant cell tumor. Tampak daerah

radiolusen pada tulang yang memberi kesan adanya destruksi tulang, lesi bersifat

ekspansif, korteks menjadi sangat tipis dan mengembung keluar. Batas lesinya tegas dan

sering kali disertai tepi sklerotik, hal ini yang membedakan dengan giant cell tumor yang

mempunyai batas tidak tegas.

Gambar 9. Sebuah kista tulang aneurismal pada seorang gadis 14 tahun. Ini radiograf

anteroposterior fibula proksimal menunjukkan lesi geografis dengan >1cm perluasan dari

shell kortikal (panah)

15
b. Kondroblastoma

Merupakan tumor jinak di epifisis kartilago, umumnya muncul di tulang panjang

tubular (distal dan proksimal femur, proksimal tibia, proksimal humerus, calcaneus, talus,

patella). Usia pasien berkisar antara 10-25 tahun, dan lebih banyak pada laki-laki.

Biasanya pasien datang dengan sakit didaerah yang lokasinya jelas, ada pembengkakan,

sendi kaku dan gerakan terbatas.

Pada gambaran radiologi, tampak bayangan radiolusen berbentuk bundar dengan

batas tegas, kadang tampak pinggiran yang sklerotik, dan gambaran kalsifikasi pada kira-

kira 50% kasus.

Gambar 10. A. Chondroblastoma pada seorang gadis 16 tahun. Sebuah radiograf

anteroposterior femur distal menunjukkan lesi litik kelas IA yang kemungkinan mengandung

matriks chondroid. B. CT aksial dari lesi yang sama mudah menunjukkan dot seperti kasar,

popcorn sperti mineralisasi matriks control.

16
c. Non Ossifying Fibroma

Merupakan tumor jinak yang umumnya terjadi pada anak-anak. 20% anak

memiliki lesi ini. Lokasi paling sering di tulang paha posterior distal. Jika anak beranjak

dewasa lesi cenderung menghilang.

Gambaran mikroskopik suatu fibroma nonossifying terdiri dari sel spindle

(fibrous). Gambaran radiologinya tampak lesi distal tibia metafisis dengan scalloping

endosteal minimal Margin antara lesi dan tulang disekitarnya berbeda. Tepi sklerotik

yang didefiniskan dengan baik menandakan tumor aktif minimal. Kurangnya mineralisasi

internal menimbulkan gambaran lesi di jaringan berupa cairan atau fibrosa.

Gambar 11. Nonossifying fibroma dari tibia disal pada seorang gadis 9 tahun. Tepi dibatasi

klasik dari lesi geografis terlihat pada radiograf anteroposterior tibia distal. Lesi memiliki

margin sklerotik dengan ekspansi kortikal minim, membuat lesi kelas IA.

2.9 Penatalaksanaan

Penanganan giant cell tumour adalah operasi, baik dengan kuratase intralesi,

maupun eksisi luas.


17
1. Stage 1 atau 2

Untuk lesi stage 1 atau 2, tujuan terapi adalah mengangkat lesi dengan tetap

menyelamatkan sendi yang terlibat. Terapi yang dipilih adalah kuretase. Namun karena

tingginya angka rekurensi post kuretase, yaitu sekitar 22 hingga 52 %, maka dilakukan

ajuvan terapi dengan menggunakan nitrogen cair, phenol, atau methylmethacrylate.

Dengan penambahan ajuvan terapi, kesuksesan kontrol lokal meningkat menjadi 85

sampai 90 %. Eksisi dilakukan dengan membuat cortical window yang cukup luas untuk

mengakses setiap sudut dari lesi intraoseus.

Kryoterapi dengan nitrogen cair dapat menyebabkan kematian sel tumor 2 cm dari

batas kavitas dan formasi krristal es intralsel dipertimbangkan menjadi mekanisme

utama nekrosis sel. Komplikasi penggunaan nitrogen cair dapat berupa ekstensif

nekrosis dri tulang dan jaringan lunak sekitar dan dapat mempresipitasi fraktur patologis

atau nekrosis kulit. Penggunaan phenol secara lokal membantu mengeliminasi sel tumor

melalui mekanisme nekrosis koagulasi non spesifik dan lebih aman dibanding nitrogen

cair karena phenol hanya menyebabkan nekrosis 1,5 mm pada tulang. Kavitas yang

terbentuk dari kuretase ditutup dengan menggunakan methacrylate atau bone grafts

setelah pemberian terapi adjuvan.

2. Stage 3 atau lesi rekuran

Kategori ini termasuk fraktur patologis atau destruksi sendi. Eksisi luas

diindikasikan pada :

a. Tumor stage 3 ekstensif tanpa support mekanik dari tulang yang tersisa

b. Lesi rekuren

c. GCT yang disertai fraktur patologis dengan intraartikular dispacement

d. GCT yang terletak di proximal fibula atau distal ulna

e. Tumor di distal radius dengan ekstensi extraoseous


18
Untuk keadaan rekureni lokal yang masif, transformasi maligna, atau infeksi,

amputasi merupakan pilihan terapi. Adapun penggunaan radioterapi pada tumor yang

tidak dapat direseksi masih dipertimbangkan karena dapat menyebabkan transformasi

maligna.

2.10 Prognosis

1. Rekurensi

Faktor yang mempengaruhi terjadinya rekurensi adalah :

a. Staging tumor

b. Batas reseksi

c. Agresifitas kuretase yang dilakukan

d. Bahan terapi ajuvan yang digunakan

e. Sifat biologis tumor

2. Metastasis Paru

Sekitar 5% pasien akan mengalami metastasis ke paru. Sebagian besar lesi

dideteksi setelah satu tahun post operasi. Hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan

alasan tumor jinak ini dapat bermetastasis adalah invasi pembuluh darah dan iatrogenic

induced emboli seeding pada saat operasi. Penanganan yang dapat dilakukan adalah

reseksi.

3. Transformasi maligna

Pada 5 -10 % kasus mengalami transformasi maligna.

19
BAB III
KESIMPULAN

Giant cell tumor (tumor sel raksasa) juga dikenal sebagai osteoklastoma adalah suatu

neoplasma yang mengandung sejumlah besar sel raksasa mirip osteoklas bercampur dengan

sel mononukleus. Tumor ini juga sering terjadi, membentuk sekitar 20% dari semua tumor

jinak tulang.

Tumor ini mewakili sekitar 20% dari tumor jinak tulang primer. Kebanyakan

dijumpai pada usia 20-40 tahun jarang ditemukan pada anak-anak. Wanita lebih sering

menderita GCT dibandingkan dengan laki-laki.

Sebagian besar tumor sel raksasa terjadi pada tulang panjang, tibia proksimal, distal

femur, radius distal, dan humerus bagian proksimal, meskipun Giant Cell Tumor ini juga

telah dilaporkan dapat terjadi pada sakrum, kalkaneus, serta tulang kaki. Tumor ini biasanya

muncul di metafisis dari lempeng epifisis. Pada umumnya tumor ini menyebabkan destruksi

dari tulang, lokal metastasis, metastasis ke paru-paru, serta kelenjar getah bening (jarang),

atau bertransformasi kearah keganasan (jarang).

Penanganan giant cell tumour adalah operasi, baik dengan kuratase intralesi, maupun

eksisi luas. Tindakan pembedahan yang dilakukan tergantung dari stadium (berdasarkan

Eneking) serta lokasi lesi tumor.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Nordin, M and Frankel H victor : Basic Biomechanic of the Muskuloskeletal system.


Lea and Febriger Philadelphia, London halaman 225-234.
2. Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta:
PT.Yarsif Watampone (Anggota IKAPI).
3. Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2013. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit
Buku Kedoktern EGC. Jakarta
4. Shwartz Seymor I. Principles of Surgery, fifth edition. New York, McGraw-Hill,
Information Services Company.
5. Salter Robert bruce. 2009. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal
System, 3rd-ed. Baltimore: Williams & Wilkins
6. Patel, PR. 2007. Lecture Notes: Radiologi. Jakarta: Erlangga.
7. Rasad Sjahriar. 2013. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

8. R G Forsyth, G De Boeck, S Bekaert, dkk. Telomere Biology in Giant Cell Tumour of


Bone. in : J Pathol 2008; 214. h. 555–563.

9. Kamal A F, Aminata I W, Hutagalung E U. Giant Cell Tumor Jaringan Lunak. in :


Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, Nopember 2007. h. 404-407

10. Silvers A R, Peter M S, Margaret B, dkk. The Role of Imaging in the Diagnosis of
Giant Cell Tumor of the Skull Base. in : Tumor of Skull Base, August 1996. h . 1392-
1395.

11. Lesley- Ann Goh. Giant Cell tumor imaging. May 25, 2011. Available from URL :
http://emedicine.medscape.com

12. Lewis V O. Giant Cell Tumor. April, 2009. Available from URL :
http://emedecine.medscape.com

13. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.Volume
2.Edisi 6. EGC.Jakarta.2005:Hal 1375

14. Robbins, Buku Ajar Patologi. Editor : Dennis K. Burns, MD Vinay Kumar, MD. Edisi
7 volume 2.2007. EGC. Hal : 859.

21

Anda mungkin juga menyukai