Anda di halaman 1dari 15

Marine Fisheries ISSN 2087-4235

Vol. 9, No. 1, Mei 2018


Hal: 25-38

KESESUAIAN JENIS ALAT PENANGKAPAN IKAN PADA ZONA


PEMANFAATAN TRADISIONAL MISOOL, RAJA AMPAT

Suitability of Fishing Gear Type in Traditional Use Zone of Misool, Raja Ampat

Oleh:
Ridwan Sala 1, Domu Simbolon 2, Sugeng Hari Wisudo 2, John Haluan 2, Roza
Yusfiandayani 2

1 FPIK, Universitas Papua, Manokwari; ridwansala@gmail.com


2 FPIK, IPB; domusimbolon@gmail.com; wisudo@yahoo.com; jhaluan@yahoo.com; ocha_roza@yahoo.com

Diterima: 25 Januari 2017; Disetujui: 14 September 2017

ABSTRACT
Traditional use zones (TUZ) of Misool is located within the marine protected area of Misool
which has high marine biodiversity, especially coral and reef fish. Regulating the use of fishing
gears in TUZ of Misool, it is essential to ensure the sustainability of marine ecosystems and
fisheries in the region. The objective of this study is to determine the suitability of fishing gear in
the depth zone of less than 50 m and more than 50 m in Misool TUZ, Raja Ampat. The fishing gear
suitability was assessed based on bioecological, social, and legal aspects. The method used in this
research was analytic hierarchy process (AHP) which derives the priorities for criteria and
alternative fishing gear using expert judgment. The results of the analysis showed that fishing
gears that was most appropriate to be operated in the zone which has the water depth of less than
50 m was handline. The most decisive criteria for this was that the fishing gear was undestructive
to coral reef ecosystem and seagrass ecosystem. In addition, fishing gears that were suitable in the
zone with depth more than 50 m were trolline and handline, and the most decisive criteria was the
availability of fish target and not causing conflict between fishermen. On the other hand gillnet and
liftnet had a low compatibility to be used in both zones.
Keywords: Analytic hierarchy process, marine protected area, Misool Raja Ampat, suitability of
fishing gear, traditional use zones

ABSTRAK
Zona pemanfaatan tradisional (ZPT) Misool terletak di dalam kawasan lindung laut Misool
yang memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi, terutama ikan dan terumbu karang. Oleh
karena itu, pengaturan penggunaan alat tangkap ikan di ZPT Misool sangat penting untuk
menjamin keberlanjutan ekosistem laut dan perikanan di wilayah ini. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kesesuaian alat tangkap untuk dioperasikan di zona perairan pada kedalaman kurang
dari 50 m dan lebih dari 50 m di ZPT Misool, Raja Ampat. Kesesuaian alat penangkapan ikan
dinilai berdasarkan aspek bioekologi, sosial dan legal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan pembobotan terhadap kriteria dan
alternatif alat tangkap menggunakan penilaian pakar. Hasil analisis menunjukkan bahwa alat
tangkap yang paling sesuai digunakan di zona perairan pada kedalaman kurang dari 50 m adalah
pancing ulur, dengan kriteria yang paling menentukan adalah tidak merusak ekosistem terumbu
karang dan ekosistem padang lamun. Kemudian pada zona perairan pada kedalaman lebih dari 50
m, alat tangkap yang sesuai digunakan adalah pancing tonda dan pancing ulur, dengan kriteria
yang paling menentukan adalah ketersediaan target ikan dan tidak menimbulkan konflik antara
26 Marine Fisheries 9(1): 25-38, Mei 2018

nelayan. Alat tangkap jarring insang dan bagan perahu memiliki kesesuain yang rendah untuk
digunakan dikedua zona.
Kata kunci: Analytical Hierarchy Process, kesesuaian alat tangkap, zona pemanfaatan
tradisional, Marine Protected Area, Misool Raja Ampat

PENDAHULUAN nangkapan berdasarkan zona kedalaman, yaitu


kedalaman kurang dari 50 m dan zona keda-
Kawasan Konservasi Perairan Daerah laman lebih dari 50 m pada ZPT Misool, Raja
(KKPD) Misool merupakan bagian dari jejaring Ampat dengan mempertimbangkan aspek bio-
KKP yang ada di Raja Ampat, dimana kawasan ekologi, sosial, dan legal. Dengan kajian yang
ini kaya dengan keanekaragaman hayati laut. komprehensif terhadap aspek bioekologi, sosi-
Tercatat 533 jenis karang (Veron et al. 2009) al, dan legal, maka hasil penelitian ini diharap-
dan 1357 species ikan ditemukan di kawasan kan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi
ini (Dimara et al. 2010). Keanekaragam hayati para pemangku kepentingan dalam menjaga
tersebut perlu dijaga kelestariannya. keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan
Zona pemanfaatan tradisional (ZPT) Mi- perikanan di perairan Raja Ampat. Selain itu,
sool terletak di dalam KKPD Misool yang memi- hasil penelitian ini diharapkan akan memperka-
liki keanekaragaman hayati laut yang tinggi, ter- ya metodologi dalam pemilihan alat penangkap-
utama ikan dan terumbu karang. Sehingga ma- an ikan di ZPT pada suatu kawasan konservasi
sih terdapat aktivitas penangkapan di dalam perairan yang didukung dengan justifikasi ilmi-
KKPD Misool. Menurut Joanne et al. (2010), ak- ah yang relevan.
tivitas perikanan tangkap memberikan dampak
terhadap sumberdaya dan ekosistem. Akan te-
tapi pelarangan terhadap aktivitas penangkap- METODE
an ikan oleh nelayan sekitar KKPD Misool ada-
lah hal yang sangat riskan untuk dilakukan, ka- Penelitian ini difokuskan pada ZPT yang
berada di dalam KKPD Misool (Gambar 1).
rena akan menimbulkan konflik kepentingan de-
Proses pengambilan data lapangan dilakukan
ngan nelayan setempat yang selama ini meng-
bulan November 2015 - Mei 2016. Pengisian
gantungkan hidup dari hasil penangkapan ikan
kuesioner untuk penilaian pakar (expert judge-
di perairan ZPT Misool. Akan tetapi, jika aktivi-
tas penangkapan di ZPT Misool tidak diatur de- ment) dilakukan pada bulan Agustus 2016 sam-
ngan baik, maka kekayaaan sumberdaya hayati pai Desember 2016.
di perairan KKPD Misool akan terancam punah. Pengumpulan data dilakukan melalui dua
Tekanan pemanfaatan terhadap ekosistem te- tahapan, yakni: pengumpulan data lapangan
rumbu karang akibat penangkapan ikan kerapu dan pengisian kuesioner penilaian pakar. Pe-
hidup misalnya, telah menyebabkan terdegra- ngumpulan data lapangan menggunakan meto-
dasinya spawning aggregations (SPAGs) di da- de survei pada lokasi kampung sampel. Ber-
lam KKPD Misool (Muhajir et al. 2012). Selain dasarkan data dari TNC Raja Ampat, ada 11
itu, telah terjadi penurunan stok beberapa jenis kampung yang berada di dalam kawasan kon-
ikan ekonomis penting seperti ikan cakalang, servasi dan 6 kampung diantaranya berpen-
kerapu, kakap merah, tenggiri, teri (Ainsworth duduk dengan mata pencaharian sebagai nela-
et al. 2008), termasuk indikasi penurunan hasil yan. Pada 6 kampung tersebut, dikumpulkan
tangkapan perikanan bagan (Muhajir et al. data dari nelayan-nelayan yang dipilih secara
2012). Penurunan stok ini berkaitan dengan purposive sampling. Data yang dikumpulkan
penggunaan alat tangkap yang tidak ramah dari nelayan tersebut terdiri dari berbagai aspek
lingkungan (Muhajir et al. 2012). perikanan tangkap yakni jenis alat penang-
kapan, sebaran daerah penangkapan, jenis dan
Oleh karenanya perlu dilakukan kajian
terhadap kesesuaian jenis alat penangkapan ukuran hasil tangkapan. Data gambaran
ikan pada ZPT Misool, Raja Ampat. Hal ini di- tentang perikanan tersebut dilampirkan bersa-
ma dengan kuesioner penilaian pakar sehingga
maksudkan agar tidak timbul konflik antara ke-
masing-masing responden memiliki pemaham-
pentingan untuk menjaga kelestarian sumber-
an tentang kondisi spesifik perikanan tangkap
daya hayati di perairan KKPD Misool dengan
di Misool.
kepentingan nelayan tradisional yang menjadi-
kan perairan di ZPT Misool sebagai sumber Data untuk penentuan kesesuaian alat
mata pencahariannya. tangkap dalam penelitian ini didasarkan pada
penilaian pakar (expert judgement) di bidang
Merujuk pada uraian tersebut di atas,
pemanfaatan/eksploitasi sumberdaya perikanan
penelitian ini bertujuan untuk memilih alat pe-
Sala et al. – Kesesuaian Jenis Alat Penangkapan Ikan pada Zona Pemanfaatan … 27

Gambar 1 Lokasi penelitian di kawasan konservasi perairan daerah Pulau Misool

dari beberapa perguruan tinggi di Indonesia. sis Analitycal Hierarchy Process (AHP) dengan
Penilaian pakar telah digunakan dalam kajian bantuan perangkat lunak Expert Choice versi
dalam bidang perikanan (Al-Chokhachy et al. 11. Hasil dari pengolahan data tersebut disaji-
2008). Pendapat pakar dapat dikategorikan kan dalam bentuk tabel dan grafik (gambar).
memiliki tingkat keandalan yang tinggi (highly
Selanjutnya data dianalisis dengan
realiable) dan pada kondisi tertentu merupakan
menggunakan Analitycal Hierarchy Process
satu-satunya sumber informasi ilmiah yang
(AHP) (Saaty 2008). Penggunaan metode AHP
tersedia (Sullivan et al. 2006). Kualitas dari sur-
dalam konteks penelitian ini dimulai dengan
vei penilaian pakar bergantung pada konsisten-
perumusan tujuan dan kriteria yang menjadi
si dari responden dan pengetahuannya dan pe-
acuan untuk penentuan prioritas jenis alat
mahamannya tentang isu yang dikaji (Mora et
penangkapan ikan (alternatif) di kawasan ZPT
al. 2009). Oleh karena itu, para responden yang
Misool.
dipilih memiliki kualifikasi akademik doktor di
bidang pemanfaatan sumberdaya perikanan
(penangkapan ikan). Selain itu, pada setiap Tujuan, Alternatif Alat Penangkapan Ikan
kuesioner disertakan juga informasi gambaran dan Kriteria Penilaian
tentang lokasi penelitan dan kegiatan perikanan
yang ada di lokasi tersebut untuk membantu Komponen tujuan, kriteria, dan alternatif
para responden memahami secara spesifik untuk model AHP disajikan pada Gambar 2.
tentang kasus yang sedang dikaji. Tujuan analisis dalam penelitian ini adalah me-
nentukan jenis alat penangkapan ikan pada zo-
Data yang dikumpulkan berupa data skor na pemanfaatan tradisional, KKPD Misool se-
perbandingan berpasangan dari kriteria dan al- hingga perikanan dapat berkelanjutan.
ternatif-alternatif yang ditetapkan dan disusun
dalam bentuk daftar pertanyaan. Daftar perta- Kriteria yang digunakan dalam pemilihan
nyaan tersebut disampaikan secara langsung alat tangkap meliputi aspek bioekologi, sosial,
dan sebagian melalui surat elektronik (email) dan legal. Adapun kriteria dari tersebut adalah:
kepada 20 pakar dari beberapa perguruan ting- (1) Tidak menggangu ekosistem terumbu ka-
gi yang memiliki Program Studi Pemanfaatan rang dan lamun (aspek bioekologi);
Sumberdaya Perikanan. Namun demikian, ha- (2) Ketersediaan potensi ikan (aspek bioeko-
nya 11 responden yang mengembalikan daftar logi);
pertanyaan tersebut yang sudah diberikan skor (3) Tidak menimbulkan konflik sosial antar nela-
secara lengkap. yan (aspek sosial);
Data yang dikumpulkan dari para res- (4) Tidak menangkap ikan illegal size (aspek
ponden diolah dengan menggunakan alat anali- bioekologi);
28 Marine Fisheries 9(1): 25-38, Mei 2018

Gambar 2 Hirarki model AHP untuk penentuan prioritas kesesuaian jenis alat tangkap di zona
pemanfaatan tradisonal, KKPD Misool

(5) Kesesuaian dengan Permen No. 02/2011 penangkapan untuk digunakan pada ZPT dinilai
tentang Jalur Penangkapan Ikan (aspek le- berdasarkan beberapa kriteria yang dirumuskan
gal); dan dengan mempertimbangkan aspek bioekologi,
(6) Minimum bycatch dan discards (aspek bio- sosial, dan legal sehingga keberlanjutan peri-
ekologi). kanan tangkap dapat dipertahankan di ZPT
Misool.
Kriteria butir (1) tidak digunakan pada perairan
dengan kedalaman lebih dari 50 m, karena dia-
sumsikan pada kedalaman tersebut keberada- Langkah-Langkah Analisis AHP
an ekosistem terumbu karang dan lamun sedikit
atau tidak ada. Langkah-langkah dalam analisis AHP
mengacu pada Fiagbomeh dan Bürger-Arndt
Beberapa alternatif alat penangkapan (2015) sebagai berikut:
ikan yang digunakan oleh nelayan di ZPT Miso-
ol, yakni pancing ulur dengan target utama pe- (1) Perumusan tujuan, alternatif dan kriteria ser-
nangkapan ikan kerapu (Epinephelus sp), ta penyusunan hirarki hubungan antar tuju-
bagan perahu dengan target utama penang- an, kriteria dan alternatif sebagaimana telah
kapan ikan teri (Encrasicholina sp), pancing diuraikan dalam Gambar 2.
tonda dengan target utama penangkapan ikan (2) Data dikumpulkan dari para ahli sesuai de-
cakalang (Kat-suwonus pelamis) dan tenggiri ngan struktur hirarki, dalam perbandingan
(Scomberomo-rus sp), dan jaring insang berpasangan dari kriteria dan alternatif. Para
permukaan tetap dengan target utama penang- ahli menilai perbandingan dengan menggu-
kapan ikan cakalang. Kesesuaian setiap alat nakan skala kualitatif seperti disajikan pada
Tabel 1.
Sala et al. – Kesesuaian Jenis Alat Penangkapan Ikan pada Zona Pemanfaatan … 29

Tabel 1 Skala kualitatif dalam penilaian kesesuaian alat tangkap di zona pemanfaatan tradisional,
KKPD Misool
Pilihan Nilai
Sama penting/sesuai 1
Sedikit lebih penting/sesuai 3
Lebih penting/sesuai 5
Sangat lebih penting/sesuai 7
Mutlak lebih penting/sesuai 9

(3) Melaksanakan perbandingan berpasangan HASIL DAN PEMBAHASAN


antara kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam
mencapai tujuan. Perbandingan tersebut Bobot Kriteria Penilaian Pemilihan Alat
menggunakan skala seperti diuraikan pada Tangkap Ikan
langkah 2. Hasil perbandingan berpasangan Berdasarkan hasil analisis data menggu-
dapat ditampilkan dalam bentuk matriks nakan AHP, diperoleh bobot masing-masing kri-
seperti di bawah ini (Alshomrani and Qamar teria pemilihan alat tangkap pada perairan ke-
2012; Fiagbomeh and Bürger-Arndt 2015). dalaman kurang dari 50 m seperti pada Gam-
1 𝑤1
… 𝑤1 bar 3. Gambar 3 tersebut menunjukkan bahwa
𝑤2 𝑤𝑛
𝑤2 𝑤2 kriteria ekosistem terumbu karang dan lamun
1 … memiliki peranan yang paling penting dipertim-
𝐴 = (𝑎𝑖𝑗 ) = 𝑤1 𝑤𝑛
⋮ ⋮ … ⋮ bangkan dalam pemilihan alat tangkap, dengan
𝑤𝑛 𝑤𝑛
[ 𝑤1 𝑤2
… 1] bobot sebesar 0,312. Kriteria yang tergolong
kategori sedang untuk dipertimbangkan adalah
Baris matriks tersebut menunjukkan perban-
ketersediaan potensi ikan, konflik sosial, dan
dingan bobot (w) dari setiap faktor terhadap
ukuran ikan yang ilegal, dengan bobot masing-
bobot faktor lain (w1 sampai wn). Pengecek-
masing 0,197, 0,172, dan 0,159. Selanjutnya
an terhadap konsistensi perbandingan ber-
kriteria yang tergolong kategori rendah peran-
pasangan di atas perlu dilakukan dengan
annya adalah peraturan jalur penangkapan ikan
menggunakan Consitency Index (CI) (Al-
by catch dan discards dengan bobot masing-
shomrani and Qamar 2012; Fiagbomeh and
masing 0,093 dan 0,066. Perbandingan antar
Bürger-Arndt 2015), dengan rumus sebagai
kriteria memenuhi syarat konsistensi yang di-
berikut:
tunjukkan oleh nilai CR ≤ 0,1.
𝐶𝐼
𝐶𝐼 = (𝜆𝑚𝑎𝑥 − 𝑛)(𝑛 − 1) dan 𝐶𝑅 = .... (1) Hasil tersebut di atas menjelaskan bah-
𝑅𝐼
wa terjaganya ekosistem terumbu karang dan
dimana :
lamun dari kerusakan merupakan prioritas uta-
CI = Consistency Ratio
ma dalam menentukan keputusan diperboleh-
max = eigenfactor paling besar dari kan atau tidaknya suatu alat tangkap di zona
matriks A yang berukuran n. kedalaman kurang dari 50 m. Hal ini dapat di-
CR = Consitency Ratio pahami terutama untuk perikanan di suatu ka-
RI = random index. wasan konservasi seperti KKPD Misool dimana
Hasil perbandingan dikatakan konsisten bila perlindungan terhadap ekosistem karang dan
nilai CR ≤ 0,1. biota dasar perairan sangat diutamakan. Eko-
sistem tersebut menciptakan habitat yang kaya
(4) Melakukan perbandingan berpasangan an- keaneakragaman hayati (biodiversity patches)
tar alternatif dalam memenuhi setiap kriteria dan menjadi tempat berlindung serta tempat
yang ditetapkan. Skala skor dalam melaku- mencari makan untuk ikan dan spesies lainnya
kan perbandingan tersebut sama seperti (Norse and Watling 1999). Kerusakan ekosis-
yang diuraikan dalam langkah (3). tem tersebut paling banyak disebabkan oleh
Melakukan analisis sensitivitas untuk me- alat penangkapan ikan, terutama alat tangkap
ngetahui perubahan prioritas dari alternatif aki- yang aktif (Mangi and Roberts 2006; Norse and
bat berubahnya bobot dari kriteria tertentu. Pro- Watling 1999) termasuk gangguan terhadap po-
ses analisis pada langkah (3), (4) dan (5) dila- pulasi dari biota bentik sesil (Castilla and Fer-
kukan dengan bantuan perangkat lunak Expert nandez 1998). Oleh karena itu, meskipun krite-
Choice. ria yang lain, seperti: kriteria tidak menimbulkan
30 Marine Fisheries 9(1): 25-38, Mei 2018

Gambar 3 Bobot kriteria untuk pemilihan alat tangkap pada area perairan kedalaman kurang dari
50 m (CR = 0,04)

Gambar 4 Bobot kriteria untuk pemilihan alat tangkap pada area perairan kedalaman lebih dari
50 m (CR = 0,04)

konflik dan tersedianya potensi ikan terpenuhi ria yang tergolong kategori sedang untuk
untuk penggunaan suatu jenis alat tangkap, na- dipertimbangkan adalah tidak menangkap ikan
mun jika merusak ekosistem perairan, maka berukuran ilegal, dengan bobot 0,193.
alat tangkap tersebut semestinya dilarang bero- Selanjutnya kriteria yang tergolong kategori
perasi pada zona kedalaman kurang dari 50 m rendah peranannya adalah peraturan jalur pe-
yang merupakan habitat dari terumbu karang nangkapan ikan, minimum by catch dan dis-
dan lamun. cards dengan bobot masing-masing 0,166, dan
0,127. Perbandingan antar kriteria memenuhi
Hasil analisis pembobotan kriteria untuk
syarat konsistensi yang ditunjukkan oleh nilai
pemilihan alat tangkap pada area perairan
CR ≤ 0,1.
dengan kedalaman lebih dari 50 meter,
disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 menun- Hasil tersebut menjelaskan bahwa apabi-
jukan bahwa kriteria tidak menimbulkan konflik la tanpa pertimbangan kriteria kerusakan terha-
sosial dan tersedianya potensi sumberdaya dap biofisik ekosistem lingkungan pesisir, maka
ikan memiliki peranan yang paling penting prioritas utama dalam mempertimbangkan pe-
diperhatikan dalam pemilihan alat tangkap pada ngoperasian alat tangkap pada zona perairan
kedalaman lebih dari 50 m, dengan bobot kedalaman lebih dari 50 m adalah menghindari
masing-masing sebesar 0,273 dan 0,241. Krite- terjadinya konflik sosial antar pemanfaat (khu-
Sala et al. – Kesesuaian Jenis Alat Penangkapan Ikan pada Zona Pemanfaatan … 31

susnya nelayan) serta adanya ketersediaan bobot paling tinggi dalam memenuhi semua
sumberdaya ikan. Konflik antar nelayan relatif kriteria penilaian. Nilai bobot untuk pancing
banyak terjadi di Indonesia. Menurut Satria ulur 2 kali lebih tinggi dari bobot untuk alat
(2009) berbagai tipe konflik kemungkinan dapat tangkap jaring insang, pancing tonda, dan
terjadi di lingkungan perikanan tangkap, yakni bagan perahu. Hal ini berarti bahwa pancing
antara lain: konflik kelas (misalnya antara per- ulur lebih direkomendasikan jika dibandingkan
ikanan skala besar dengan perikanan tradisi- dengan alat tangkap lain (jaring insang, pancing
onal), konflik orientasi (konflik yang timbul aki- tonda, dan bagan perahu) untuk digunakan di
bat perbedaan orientasi, misalnya orientasi e- perairan kedalaman kurang dari 50 m.
konomi antara nelayan yang berorientasi ko-
Pancing ulur memiliki dampak yang pa-
mersial dan nelayan yang bersifat subsistem),
ling minimum terhadap kerusakan ekosistem
konflik agraria (konflik yang timbul akibat pe-
terumbu karang (Cinner et al. 2009) dan lamun.
rebutan ruang (spasial), dan konflik primordial
Salah satu studi misalnya yang dilakukan oleh
(konflik terjadi akibat perbedaan identitas: etnik
Chiappone et al. (2005) menemukan bahwa
dan asal daerah). Khusus untuk perikanan
kerusakan akibat alat tangkap pancing yang
tangkap di ZPT Misool, konflik yang potensial
lepas (lost) terhadap biota bentik (milleporid
terjadi adalah konflik kelas, primodial, dan agra-
hydrocorals, stony corals, dan gorgonians),
ria.
sangat kecil. Daerah kedalaman kurang dari 50
Konflik dalam perikanan tangkap dapat
m merupakan habitat dari terumbu karang yang
dihindari bila dilakukan pengelolaan dengan
menjadi tempat mencari makan, berlindung dan
baik termasuk pengaturan akses (access
pembesaran dari berbagai ikan karang, terma-
control) terhadap jenis alat penangkapan ikan
suk ikan kerapu yang menjadi target penang-
dan jumlahnya. Meskipun daerah perairan
kapan dengan alat tangkap pancing ulur.
dengan kedalaman lebih dari 50 m tidak terda-
pat terumbu karang dan biota yang banyak, Namun demikian, meskipun tergolong
namun aktivitas penangkapan ikan di daerah ramah lingkungan, perikanan pancing ulur juga
perairan di luar kawasan terumbu karang ter- memberikan dampak terhadap dinamika jaring
sebut mempengaruhi manfaat yang bisa diper- makanan (food web dynamics) (DFO 2010).
oleh dari adanya perlindungan terhadap eko- Penggunaan pancing juga memiliki efek negatif
sistem terumbu karang (Mumby et al. 2006). terhadap sistem trofik di suatu perairan karena
Oleh karenanya perikanan di kawasan tersebut proporsi menangkap spesies karnivora dan pis-
perlu dikelola dengan baik. Menurut teori civorous yang tinggi (McClanahan et al. 2008).
common pool regime (CPR) dari Ostrom (1990) Pengelolaan melalui pembatasan ukuran ikan
bahwa kepemilikan sumberdaya secara bersa- direkomendasikan untuk ditangkap dapat me-
ma (common pooled ownership) oleh masya- ngurangi dampak negatif dari pancing ulur.
rakat lokal adalah lebih baik, karena menjamin Pengelolaan dengan memberikan bobot yang
keberlanjutan sumberdaya, dari pada pemilikan sama terhadap aspek ekologi, sosial, dan eko-
oleh pemerin-tah atau pihak swasta. Oleh nomi akan menghasilkan dampak yang mini-
karena itu untuk kasus pengaturan perikanan mum terhadap ketiga aspek tersebut (Viet Anh
tangkap di ZPT Misool, masyarakat yang et al. 2014). Jadi, keseimbangan komposisi ko-
memiliki kewenangan atas pemilikan sumber- munitas ikan di suatu perairan dapat dijaga.
daya perikanan bila diberikan kesempatan
untuk ikut aktif terlibat dalam mengelola Ditinjau dari kriteria ketersediaan potensi
sumberdaya dan aktivitas penangkapan ikan ikan, pancing ulur juga memperoleh prioritas
akan memberikan dampak terhadap keberlan- utama dibandingkan dengan alat tangkap yang
jutan perikanan. lain. Hal ini diduga karena keberadaan ekosis-
tem terumbu karang di kedalaman kurang dari
50 m sebagai habitat dari ikan-ikan karang,
Kesesuaian Alat Penangkapan Ikan khususnya kerapu, yang menjadi target utama
Terhadap Masing-Masing Kriteria alat tangkap pancing ulur.
a. Zona perairan kedalaman kurang dari 50 Berdasarkan pertimbangan untuk meng-
m hindari konflik antar pemanfaat (nelayan), pan-
cing ulur merupakan pilihan yang lebih baik di-
Hasil analisis penilaian prioritas untuk
bandingkan dengan pancing tonda, jaring in-
kesesuaian alat tangkap pada zona perairan
sang, dan bagan di kawasan perairan kedala-
kedalaman kurang dari 50 m, disajikan pada
man kurang dari 50 m. Daerah perairan kedala-
Tabel 2. Semua nilai CR untuk perbandingan
man kurang dari 50 m merupakan daerah yang
alternatif alat tangkap pada semua kriteria,
dekat ke pantai dan kemungkinan memiliki le-
bernilai kurang dari 0,1. Hasil pada Tabel 2
bar perairan yang sempit. Penggunaaan alat
menunjukkan bahwa alat tangkap pancing ulur
tangkap yang dalam pengoperasiannya mem-
merupakan alternatif alat tangkap yang memiliki
32 Marine Fisheries 9(1): 25-38, Mei 2018

Tabel 2 Prioritas alat penangkapan ikan yang sesuai berdasarkan masing-masing kriteria untuk zonasi alat tangkap pada area perairan kedalaman
sampai 50 m
Consiste
Kriteria Bobot grup Alternatif ncy Ratio Bobot Ranking
(CR)
Tidak menggangu ekosistem 0,312 Pancing ulur ikan dasar (target ikan kerapu) 0,02 0,510 1
terumbu karang dan lamun Jaring insang permukaan (target ikan cakalang) 0,209 2
Pancing tonda (target ikan tenggiri dan cakalang) 0,186 3
Bagan perahu (target ikan teri) 0,095 4
Ketersediaan potensi ikan 0,197 Pancing ulur ikan dasar (target ikan kerapu) 0,02 0,473 1
Jaring insang permukaan (target ikan cakalang) 0,237 2
Pancing tonda (target ikan tenggiri dan cakalang) 0,193 3
Bagan perahu (target ikan teri) 0,097 4
0,172 Pancing ulur ikan dasar (target ikan kerapu) 0,02 0,491 1
Tidak menimbulkan konflik sosial Pancing tonda (target ikan tenggiri dan cakalang) 0,245 2
antar nelayan Jaring insang permukaan (target ikan cakalang) 0,169 3
Bagan perahu (target ikan teri) 0,096 4
Tidak menangkap ikan illegal size 0,159 Pancing ulur ikan dasar (target ikan kerapu) 0,05 0,506 1
Pancing tonda (target ikan tenggiri dan cakalang) 0,242 2
Jaring insang permukaan (target ikan cakalang) 0,164 3
Bagan perahu (target ikan teri) 0,088 4
0,093 Pancing ulur ikan dasar (target ikan kerapu) 0,00 0,500 1
Kesesuaian dengan Permen No.
02/2011 tentang Jalur Pancing tonda (target ikan tenggiri dan cakalang) 0,167 2
Penangkapan Ikan Bagan perahu (target ikan teri) 0,167 2
Jaring insang permukaan (target ikan cakalang) 0,167 2
Minimum bycatch dan discards 0,066 Pancing ulur ikan dasar (target ikan kerapu) 0,02 0,425 1
Pancing tonda (target ikan tenggiri dan cakalang) 0,376 2
Jaring insang permukaan (target ikan cakalang) 0,137 3
Bagan perahu (target ikan teri) 0,063 4
Sala et al. – Kesesuaian Jenis Alat Penangkapan Ikan pada Zona Pemanfaatan … 33

Tabel 3 Prioritas dari alternatif terhadap masing-masing kriteria untuk zonasi alat tangkap pada area perairan kedalamam lebih dari 50 m
Bobot Consistency
Kriteria Alternative Bobot Ranking
Grup Ratio (CR)
0,273 Pancing ulurikan dasar (target ikan kerapu) 0,08 0,356 1
Tidak menimbulkan konflik sosial antar
Pancing tonda (target ikan tenggiri dan cakalang) 0,282 2
nelayan
Jaring insangpermukaan (target ikan cakalang) 0,255 3
Bagan perahu (target ikan teri) 0,107 4
Ketersediaan potensi ikan 0,241 Pancing ulurikan dasar (target ikan kerapu) 0,06 0,436 1
Pancing tonda (target ikan tenggiri dan cakalang) 0,247 2
Bagan perahu (target ikan teri) 0,159 3
Jaring insang permukaan (target ikan cakalang) 0,159 3
Tidak menangkap ikan illegal size 0,193 Pancing tonda (target ikan tenggiri dan cakalang) 0,01 0,467 1
Jaring insang permukaan (target ikan cakalang) 0,191 2
Pancing ulurikan dasar (target ikan kerapu) 0,171 3
Bagan perahu (target ikan teri) 0,171 3
Kesesuaian dengan Permen No. 0,166 Pancing tonda (target ikan tenggiri dan cakalang) 0,03 0,368 1
02/2011 tentang Jalur Penangkapan Pancing ulur ikan dasar (target ikan kerapu) 0,282 2
Ikan Jaring insang permukaan (target ikan cakalang) 0,200 3
Bagan perahu (target ikan teri) 0,150 4
Minimum bycatch dan discards 0,127 Pancing tonda (target ikan tenggiri dan cakalang) 0,07 0,385 1
Pancing ulurikan dasar (target ikan kerapu) 0,312 2
Jaring insangpermukaan (target ikan cakalang) 0,193 3
Bagan perahu (target ikan teri) 0,110 4
34 Marine Fisheries 9(1): 25-38, Mei 2018

butuhkan ruang (space) yang besar, seperti: catch dan discards berupa ikan pepetek, ikan
alat tangkap jaring insang yang harus diben- kembung, ikan layang, dan ikan selar.
tangkan pada area tertentu di perairan, pancing
tonda harus ditarik oleh perahu, dan bagan b. Zona perairan kedalaman lebih dari 50 m
perahu; akan memicu konflik pemanfaatan
Hasil analisis kesesuaian alat tangkap
ruang antar pemanfaat. Oleh karena itu, jenis
pada zona perairan dengan kedalaman lebih
alat tangkap tersebut tidak sesuai untuk
dari 50 m disajikan pada Tabel 3. Nilai CR
dioperasikan di kawasan tersebut.
untuk perbandingan alternatif alat tangkap pada
Dalam rangka mengurangi jumlah ikan- semua kriteria kurang dari 0.1. Hasil pada Ta-
ikan illegal size di perairan kedalaman kurang bel 3 tersebut menunjukkan bahwa alat tangkap
dari 50 m, maka penggunaan alat tangkap pancing memiliki bobot paling tinggi untuk
pancing ulur merupakan pilihan utama. Ukuran memenuhi kriteria ‘tidak menimbulkan konflik
ikan kerapu sebagai target penangkapan sosial antar nelayan’ dan ‘ketersediaan potensi
pancing ulur dibatasi oleh permintaan pasar, ikan’. Alat tangkap pancing tonda memiliki bo-
sehingga nelayan dipaksa untuk menangkap bot paling tinggi untuk memenuhi kriteria ‘tidak
hanya ikan-ikan yang dapat diterima oleh menangkap ikan illegal size’, ‘kesesuaian de-
pasar. Saat ini umumnya ukuran minimum yang ngan Permen No. 02/2011 tentang Jalur Pe-
diterima oleh pasar dalam perdagangan kerapu nangkapan Ikan’ dan ‘minimum bycatch dan
hidup adalah 0,6 kg. Alat tangkap yang lain discards’. Meskipun demikian, perbedaan nilai
(pancing tonda, jaring insang, dan bagan) bobot antar alat tangkap pada kedalaman ini
menangkap ikan dengan ukuran yang tidak relatif lebih kecil dibandingkan dengan keda-
dibatasi oleh pasar sehingga nelayan cende- laman < 50 m, yang menjelaskan bahwa para
rung menangkap ikan dari semua ukuran. Apa- pakar memberikan skor yang relatif tidak jauh
lagi untuk alat tangkap, seperti bagan perahu, berbeda untuk masing-masing alat tangkap
yang memanfaatkan ketertarikan ikan pada terhadap kriteria tertentu.
cahaya (Ragesh et al. 2014; Solomon and
Berdasarkan analisis terhadap kriteria ti-
Ahmed 2016), semua kohort ikan yang tertarik
dak menimbulkan konflik sosial pada perairan
pada cahaya akan berpeluang tertangkap.
kedalaman lebih dari 50 m, alat tangkap pan-
Ditinjau dari aspek legal, khususnya per- cing (pancing ulur) dipercaya memiliki potensi
aturan tentang jalur penangkapan ikan (Permen konflik yang paling kecil karena operasi pe-
No. 02/2011), maka hanya alat tangkap pan- nangkapan ikan dengan alat pancing ulur relatif
cing ulur yang direkomendasikan digunakan di tidak membutuhkan banyak ruang (space), di-
perairan kedalaman kurang dari 50 m. Mem- ikuti oleh pancing tonda, jaring insang dan ba-
perhatikan kondisi topografi dasar perairan gan perahu. Namun demikian, perikanan tang-
yang ada di ZPT Misool yang relatif tidak lan- kap yang dilakukan pada zona tersebut masih
dai, maka kedalaman 50 m masih berada pada berpotensi menimbulkan konflik antar pemanfa-
jalur penangkapan IA atau jarak 2 mil laut dari at karena jaraknya masih relatif dekat dengan
pantai. Alat tangkap jaring insang, pancing ton- garis pantai; sehingga dapat diakses dengan
da, dan bagan berdasarkan ketentuan tersebut mudah oleh kebanyakan nelayan. Pembatasan
harus berada di zona IB (2-4 mil laut) atau lebih ukuran dan jumlah alat tangkap masih perlu
jauh dari garis pantai. dilakukan sehingga konflik dapat dihindari.
Berdasarkan pertimbangkan minimum by Berdasarkan kriteria ketersediaan poten-
catch dan discards, alat tangkap pancing ulur si ikan pada kedalaman lebih dari 50 meter, alat
dan pancing tonda paling diprioritaskan diban- tangkap pancing ulur masih dianggap paling
dingkan dengan jaring insang dan bagan pera- sesuai. Perairan kedalaman di atas 50 m masih
hu. Pancing menangkap ikan satu per satu merupakan daerah jelajah (home range) dari
sehingga peluang untuk menyeleksi ikan hasil kerapu yang menjadi target pancing ulur. Di
tangkapan lebih tinggi; ikan-ikan yang tidak perairan Taman Nasional Teluk Cenderawasih,
menjadi target penangkapan dapat dilepaskan ikan kerapu tertangkap sampai kedalaman 70
ke laut. Selanjutnya, alat tangkap jaring insang meter (Bawole et al. 2017). Pemanfaatan po-
dan bagan merupakan alat tangkap yang paling tensi ikan pelagis, terutama tuna dan tenggiri,
banyak menghasilkan bycatch dan discards. pancing tonda merupakan alternatif yang lebih
Berbagai penelitian (Davoren 2007; Martin and baik dibandingkan dengan jaring insang.
Crawford 2015; Melvin et al. 1999; Žydelis et al.
Ditinjau dari kriteria tidak menangkap
2013) mencatat berbagai organisme non-target
ikan ukuran ilegal, alat tangkap pancing tonda
terutama ikan penyu, mamalia laut, dan burung
dengan target ikan cakalang dan tenggiri paling
laut rentan tertangkap oleh alat tangkap jaring
direkomendasikan, diikuti oleh jaring insang
insang permukaan. Berdasarkan hasil peng-
dengan target ikan cakalang. Hal ini diduga
amatan, bagan perahu juga menghasilkan by
Sala et al. – Kesesuaian Jenis Alat Penangkapan Ikan pada Zona Pemanfaatan … 35

dikarenakan potensi ikan cakalang dan tenggiri kurang dari 50 m seperti disajikan pada
yang berukuran besar tersebar di perairan yang Gambar 5 dan zona perairan kedalaman lebih
lebih jauh dari pantai. dari 50 m seperti pada Gambar 6. Khusus un-
tuk zona kedalaman kurang dari 50 m, pancing
Sehubungan dengan aturan tentang jalur
ulur memiliki ranking yang paling tinggi, dengan
penangkapan, alat tangkap pancing ulur dan
bobot jauh lebih tinggi dari alat tangkap yang
pancing tonda memperoleh tingkat kesesuaian
lain. Hanya alat tangkap pancing ulur yang
yang lebih tinggi dari pada jaring insang dan
direkomendasikan dapat dioperasikan pada
bagan. Alat tangkap pancing tonda dan pancing
zona tersebut, dengan kriteria yang paling
ulur, pada kedalaman lebih dari 50 m, juga di-
menentukan adalah tidak mengganggu eko-
tempatkan pada peringkat yang tinggi karena
sistem terumbu karang dan lamun.
menghasilkan bycatch dan discards yang mini-
mum. Pada zona kedalaman lebih dari 50
m, pancing tonda dan pancing ulur memperoleh
Kesesuaian Alat Penangkapan Ikan bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Berdasarkan Sintesis Penilaian Semua jaring insang dan bagan perahu. Oleh karena
itu, alat tangkap pancing ulur dan pancing ton-
Kriteria
da menjadi prioritas untuk dikembangkan pada
Berdasarkan sintesis (kombinasi) penilai- zona kedalaman lebih dari 50 m di ZPT Misool,
an semua kriteria, ditunjukkan bobot kesesuai- dengan kriteria penentu adalah ketersediaan
an alat tangkap untuk zona perairan kedalaman

Gambar 5 Bobot kriteria dan bobot alternatif dalam penentuan kesesuaian alat tangkap yang
dapat dioperasikan di area kedalaman sampai 50 m di zona pemanfaatan tradisonal
KKPD Misool. Angka di dalam tanda kurung (..) merupakan nilai bobot. Nilai bobot
yang lebih besar menunjukkan kesesuaian yang lebih tinggi.
36 Marine Fisheries 9(1): 25-38, Mei 2018

Gambar 6 Bobot kriteria dan bobot alternatif dalam penentuan kesesuaian alat tangkap yang
dapat dioperasikan di area kedalaman lebih dari 50 m di zona pemanfaatan tradisonal
KKPD Misool. Angka di dalam tanda kurung (..) merupakan nilai bobot. Nilai bobot
yang lebih besar menunjukkan kesesuaian yang lebih tinggi.

potensi ikan dan tidak menimbulkan konflik so- Meskipun demikian untuk semua skenario, alat
sial antar nelayan. Alat tangkap jaring insang tangkap pancing ulur selalu menjadi prioritas
perlu dikembangkan secara terbatas, jumlah utama yang jadi pilihan untuk dioperasikan di
dan ukurannya. Pengembangan bagan perahu perairan kedalaman kurang dari 50 m.
perlu dibatasi jumlahnya dan dibatasi daerah
Analisis sensitivitas untuk perubahan bo-
penangkapan pada daerah teluk yang tidak
bot kriteria dalam penentuan prioritas alat pe-
mengganggu aktivitas yang lain, terutama bu-
nangkapan ikan pada kedalaman lebih dari 50
didaya mutiara dan alur pelayaran. Analisis
m menunjukkan bahwa perubahan bobot
sensitivitas perubahan bobot dari kriteria
kriteria tidak menimbulkan konflik sosial antar
terhadap prioritas alternatif alat penangkapan
nelayan dan ketersediaan potensi ikan sangat
ikan untuk perairan kedalaman kurang dari 50
sensitif. Bila bobot kedua kriteria tersebut di-
m, menunjukkan bahwa urutan prioritas alat
tingkatkan dari kondisi dasar (base) maka
penangkapan ikan sensitif terhadap kriteria
pancing ulur mengambil posisi sebagai alat
yakni: tidak mengganggu ekosistem terumbu
tangkap yang paling prioritas untuk dipilih. Hasil
karang dan ketersediaan potensi ikan. Jika ke-
ini menjelaskan bahwa alat tangkap pancing
dua kriteria ini ditingkatkan bobotnya, maka alat
ulur merupakan pilihan untuk menghindari
tangkap jaring insang menjadi prioritas kedua.
Sala et al. – Kesesuaian Jenis Alat Penangkapan Ikan pada Zona Pemanfaatan … 37

timbulnya konflik antar nelayan di daerah Cortés J, Delbeek JC, DeVantier L et al.
penangkapan. 2008. One-Third of Reef-Building Corals
Face Elevated Extinction Risk from
Climate Change and Local Impacts.
KESIMPULAN Science. 321(5888): 560-563.
Alat tangkap pancing ulur memiliki ting- Castilla JC, Fernandez M. 1998. Small-Scale
kat kesesuaian yang paling tinggi untuk diope- Benthic Fisheries in Chile: On Co-
rasikan di daerah perairan kedalaman kurang Management and Sustainable Use of
dari 50 m, dengan kriteria yang paling menen- Benthic Invertebrates. Ecol Appl. 8(sp1):
tukan adalah tidak merusak ekosistem terumbu S124-S132.
karang dan lamun. Alat tangkap yang memiliki Chiappone M, Dienes H, Swanson DW, Miller
tingkat kesesuaian yang paling besar pada dae- SL. 2005. Impacts of Lost Fishing Gear
rah kedalaman lebih dari 50 m adalah pancing on Coral Reef Sessile Invertebrates in
tonda dan pancing ulur, dengan kriteria yang the Florida Keys National Marine
menjadi penentu adalah ketersediaan potensi Sanctuary. Biological Conservation.
ikan dan tidak menimbulkan konflik sosial. Alat 121(2): 221-230.
tangkap jaring insang dan bagan perahu
memiliki kesesuaian yang paling rendah untuk Cinner JE, McClanahan TR, Graham NAJ, Prat-
kedua zona kedalaman. chett MS, Wilson SK, Raina J-B. 2009.
Gear-Based Fisheries Management as a
Potential Adaptive Response to Climate
SARAN Change and Coral Mortality. J Appl Ecol.
46(3): 724-732.
Perlu penelitian batimetri perairan seba-
gai dasar deliniasi subzona-subzona penang- Cornellá HV, Karlson RH. 2000. Coral Species
kapan ikan di dalam ZPT Misool. Pengaturan Richness: Ecological Versus
alat tangkap pada setiap subzona penangkap- Biogeographical Influences. Coral Reefs.
an ikan perlu dituangkan dalam peraturan 19: 37-49.
KKPD Misool sehingga terintegrasi dengan Davoren GK. 2007. Effects of Gill-Net Fishing
regulasi pengelolaan KKPD Misool. on Marine Birds in a Biological Hotspot in
the Northwest Atlantic Efectos De Las
Redes Agalleras Sobre Aves Marinas en
UCAPAN TERIMA KASIH un Sitio Biológicamente Importante en el
Noroeste Del Atlántico. Conserv Biol.
Penelitian ini memperoleh bantuan 21(4): 1032-1045.
dana dari PEMDA Kabupaten Raja Ampat. [DFO] Fisheries and Oceans Canada. 2010.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Potential Impacts of fishing Gears (Exclu-
reviewer atas saran dan perbaikan terhadap Ding Mobile Bottom-Contacting Gears)
manuskrip. on Marine Habitats and Communities.
DFO Can. Sci. Advis. Sec. Sci. Advis.
Rep. 2010/003. 24p.
DAFTAR PUSTAKA
Dimara R, Fauzan A, Lazuardi M, Pada D, Allen
Ainsworth CH, Pitcher TJ, Rotinsulu C. 2008. GR, Erdmann MV, Huffard CL, Katz LS,
Evidence of Fishery Depletions and Shif- Winterbottom R. 2010. Pisces, Teleostei,
ting Cognitive Baselines in Eastern Indo- Gobiidae, Illustrated List of Additions to
nesia. Biological Conservation. 141:848- the Fauna of the Raja Ampat Islands,
859. Indonesia. Check List. 6(4): 619-625.
Al-Chokhachy R, Fredenberg W, Spalding S. Ernaningsih D, Simbolon D, Wiyono ES,
2008. Surveying Professional Opinion to Purbayanto A. 2011. Zonasi Pemanfaat-
Inform Bull Trout Recovery and Manage- an Kawasan Perikanan Tangkap di Teluk
ment Decisions. Fisheries. 33(1): 18-28. Banten (Zonation of Utilization Fishing
Alshomrani S, Qamar S. 2012. Hybrid SWOT- Zone in Banten Bay). Jurnal Marine Fish-
AHP Analysis of saudi Arabia Egovern- eries. 2(2): 177-187.
ment. International Journal of Computer Fiagbomeh RF, Bürger-Arndt R. 2015. Prioriti-
Applications. 48(2): 1-7. zation of Strategies for Protected Area
Carpenter KE, Abrar M, Aeby G, Aronson RB, Management with Local People Using
Banks S, Bruckner A, Chiriboga A, the Hybrid SWOT-AHP Analysis: the
Case of Kakum Conservation Area,
38 Marine Fisheries 9(1): 25-38, Mei 2018

Ghana. Management Science Letters. 5: Area, Raja Ampat, West Papua 2007 -
457-470. 2011. The Nature Conservancy, Indo Pa-
cific Division, Indonesia. 43 p.
Hicks CC, McClanahan TR. 2012. Assessing
Gear Modifications Needed to Optimize Mumby PJ, Dahlgren CP, Harborne AR, Kappel
Yields in a Heavily Exploited, Multi- CV, Micheli F, Brumbaugh DR, Holmes
Species, Seagrass and Coral Reef KE, Mendes JM, Broad K, Sanchirico JN
Fishery. PLOS ONE. 7(5): e36022. Et Al. 2006. Fishing, Trophic Cascades,
And The Process Of Grazing On Coral
Irnawati R. 2011. Model Pengembangan
Reefs. Science. 311(5757): 98-101.
Taman Nasional Laut: Optimalisasi
Pengelolaan Perikanan Tangkap di Mustaruddin. 2011. Analisis Kesesuaian
Taman Nasional Karimun Jawa Pengembangan Perikanan Pancing
[Disertasi]. Bogor: Sekolah (Hook and Line) dengan Karakteristik
Pascasarjana, Intitut Pertanian Bogor. Lingkungan dan Sosial di Perairan Teluk
Tiworo, Sulawesi Tenggara. Jurnal
[ISRS] International Society for Reef Studies.
Teknologi PerIkanan dan Kelautan. 1(2):
2004. Sustainable Fisheries
25-35.
Management in coral Reef Ecosystems.
Briefing Paper 4. International Society Norse EA, Watling L. 1999. Impacts of Mobile
for Reef Studies. 14p. Fishing Gear: The Biodiversity
Perspective. American Fisheries Society
Joanne W, Rhodes KL, Christovel R. 2010.
Symposium. 22: 31-40.
Aggregation Fishing and Local Manage-
ment within a Marine Protected Area in Ostrom E. 1990. Governing the Commons: The
Indonesia. SPC Live Reef Fish Informa- Evolution of Institutions for Collective Act-
tion Bulletin. 19: 7-13. ion. New York: Cambridge University
Press. 295p.
Mangi SC, Roberts CM. 2006. Quantifying the
Environmental Impacts of Artisanal Ragesh N, Sajikumar KK, Remya R, Sasikumar
Fishing Gear on Kenya's Coral Reef G, Koya KPS, Mohamed KS. 2014.
Ecosystems. Marine Pollution Bulletin. Scope for Mechanized Fishing of
52(12): 1646-1660. Teleosts with Light Attraction in
Southeastern Arabian Sea. Mar Fish
Martin GR, Crawford R. 2015. Reducing by-
Infor Serv, T & E Ser. 219: 21-23.
catch in gillnets: A Sensory Ecology
Perspective. Global Ecology and Saaty TL. 2008. Decision Making with the Ana-
Conservation. 3: 28-50. lytic Hierarchy Process. Int J Services
Sciences. 1(1): 83-98.
McClanahan TR, Sebastián CR, Cinner J, Mai-
na J, Wilson S, Graham NAJ. 2008. Ma- Satria A. 2009. Ekologi politik nelayan. Penerbit
naging Fishing Gear to Encourage & distribusi, LKiS Yogyakarta. 400 hal.
Ecosystem-Based Management of Coral
Solomon OO, Ahmed OO. 2016. Fishing with
Reefs Fisheries. Proceedings of the 11
Light: Ecological Consequences for
the Inter-national Coral Reef Symposium,
Coas-Tal Habitats. International Journal
Ft Lau-derdale, Florida, 7-11 July 2008,
of Fisheries and Aquatic Studies. 4(2):
Session 22 Florida. p 1012-1016.
474-483.
Melvin EF, Parrish JK, Conquest LL. 1999. No-
Sullivan PJ, Acheson JM, Angermeier PL, Fasst
vel Tools to Reduce Seabird Bycatch in
T, Flemma J, Jones CM, Knudsen EE,
Coastal Gillnet Fisheries Nuevas Herra-
Minello TJ, Secor DH, Wunderlich R et
mientas para Reducir la Captura Acci-
al. 2006. Defining and Implementing Best
dental de Aves Marinas con Redes Aga-
Available Science for Fisheries and Envi-
lleras de Pesquerías Costeras. Conserv
ronmental Science, Policy, and Manage-
Biol. 13(6): 1386-1397.
ment. Fisheries. 31: 460-467.
Mora C, Myers RA, Coll M, Libralato S, Pitcher
Veron JEN, Devantier LM, Turak E, Green AL,
TJ, Sumaila RU, Zeller D, Watson R,
Kininmonth S, Stafford-Smith M, Peter-
Gaston KJ, Worm B. 2009. Management
son N. 2009. Delineating the Coral Tri-
Effectiveness of the World's Marine Fish-
angle. Galaxea, Journal of Coral Reef
eries. PLoS Biol. 7(6): e1000131.
Studies. 11: 91-100.
Muhajir, Purwanto, Mangubhai S, Wilson J, Ar-
Viet Anh P, De Laender F, Everaert G, Tien
diwijaya R. 2012. Marine Resource Use
Vinh C, Goethals P. 2014. An Integrated
Monitoring in Misool Marine Protected
Food Web Model to Test the Impact of
Sala et al. – Kesesuaian Jenis Alat Penangkapan Ikan pada Zona Pemanfaatan … 39

Fisheries Management Scenarios on the Žydelis R, Small C, French G. 2013. The


Coastal Ecosystem of Vietnam. Ocean & Incidental Catch of Seabirds in Gillnet
Coastal Management. 92: 74-86. Fisheries: A Global Review. Biological
Conservation. 162: 76-88.

Anda mungkin juga menyukai