Anda di halaman 1dari 20

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Hlm.

337-356, Juni 2017

PEMETAAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN MENGGUNAKAN


PENDEKATAN MODEL GIS HOTSPOT DAN ANALISIS TIME SERIES: STUDI
KASUS PADA PERIKANAN BAGAN PERAHU DI KEPULAUAN SERIBU

POTENTIAL FISHING GROUND MAPPING BASED ON GIS HOTSPOT MODEL AND


TIME SERIES ANALYSIS: A CASE STUDY ON LIFT NET FISHERIES
IN SERIBU ISLAND

Andi Alamsyah Rivai1*, Vincentius P. Siregar2, Syamsul B. Agus2, dan Hiroki Yasuma3
1
Departemen Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor
*E-mail: andi.alamsyah.03@gmail.com
2
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB, Bogor
3
Faculty of Fisheries Sciences, Hokkaido University, Hokkaido, Japan

ABSTRACT
Information on the spatial and temporal of fishing activity can optimize a fisheries management and
increase their economical and biological benefit. For effective management and good understanding
of fishing activities, information about fishing ground is crucial. In this study, we aimed to analyze the
spatio-temporal of lift net fisheries in Kepulauan Seribu by analyzing their fishing season,
investigating their hotspot of fishing ground using GIS-based hotspot model, and mapping the
potential fishing ground of each target species. We found that anchovy and scad could be caught
throughtout the year, while sardine and squid had high fishing season in west monsoon. Hotspot of
fishing ground of lift net fisheries in Kepulauan Seribu waters generally was concentrated around
Lancang Island and in southern part of Kotok Island. Potential fishing ground for sardines was
located in around Lancang Island on west monsoon. Squids were highly distributed around Lancang
Island in December to January and around Lancang and Rambut Islands in November. Anchovy and
scad had more potential fishing ground in around Kepulauan Seribu waters.

Keywords: fishing ground, lift net, hotspot, fishing season

ABSTRAK
Informasi spasial dan temporal kegiatan penangkapan ikan dapat mengoptimalkan suatu manajemen
perikanan serta meningkatkan keuntungan ekonomis dan biologisnya. Untuk pengelolaan yang efektif
dan pemahaman yang baik tentang kegiatan penangkapan ikan, informasi tentang daerah penangkapan
ikan sangat diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis spasial dan temporal pada
perikanan bagan perahu di Kepulauan Seribu dengan cara menganalisis indeks musim penangkapan
pada spesies ikan yang diteliti, mengidentifikasi perubahan pola hotspot daerah penangkapan ikan
menggunakan GIS-based statistical analysis, dan memetakan daerah potensial penangkapan spesies
ikan yang diteliti. Hasil analisis menemukan bahwa teri dan selar dapat ditangkap di sepanjang tahun,
sedangkan untuk tembang dan cumi-cumi dapat ditangkap dengan hasil yang tinggi pada musim barat.
Pada umunya, hotspot daerah penangkapan ikan dengan bagan perahu di perairan Kepulauan Seribu
terkonsentrasi di sekitar Pulau Lancang dan di bagian selatan Pulau Kotok. Daerah potensial
penangkapan tembang berada di perairan sekitar Pulau Lancang pada musim barat. Cumi-cumi
berdistribusi tinggi di sekitar Pulau Lancang pada bulan Desember hingga Januari dan di sekitar Pulau
Lancang dan Pulau Rambut pada bulan November. Teri dan selar memiliki daerah potensial
penangkapan yang tersebar pada wilayah dan waktu yang lebih banyak di sekitar perairan Kepulauan
Seribu.

Kata kunci: daerah penangkapan ikan, bagan perahu, hotspot, musim penangkapan

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB


@ ISOI dan HAPPI 337
Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Menggunakan Pendekatan Model . . .

I. PENDAHULUAN karang, mangrove, rumput laut, serta me-


rupakan penyuplai berbagai produk per-
Indonesia merupakan salah satu ikanan untuk daerah Jakarta dan sekitarnya.
negara kepulauan dengan memiliki lautan Daerah ini memiliki sumberdaya perikanan
yang sangat luas. Berdasarkan United Nation yang tinggi, dengan total hasil tangkapan
Convention on the Law of the Sea ikan yang didaratkan sebesar 1555 ton pada
(UNCLOS) tahun 1982 yang kemudian tahun 2013 (BPS Kepulauan Seribu, 2014).
diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang- Terdapat beberapa kegiatan perikanan di
Undang No.17 Tahun 1985 menyebutkan daerah ini, dan salah satunya adalah per-
bahwa total luas wilayah laut Indonesia ikanan bagan perahu. Pulau Lancang yang
menjadi 5,9 juta km2, terdiri atas 3,2 juta km2 terletak di bagian selatan Kepulauan Seribu
perairan teritorial dan 2,7 km2 perairan Zona merupakan fishing base dari perikanan bagan
Ekonomi Eksklusif, luas perairan ini belum perahu. Masyarakat lokal menyebutnya
termasuk landas kontinen. Hal ini menjadi- dengan “Bagan Congkel”. Perikanan ini me-
kan Indonesia sebagai negara kepulauan rupakan perikanan artisanal dan salah satu
terbesar di dunia (Lasabuda, 2013). Selain penghasil ikan pelagis kecil terbesar, khusus-
memiliki lautan yang luas, Indonesia nya teri, namun penelitian tentang perikanan
memiliki potensi sumber daya alam yang ini belum pernah dilakukan. Hasil tangkapan
indah yang ada di dalam laut. Sumber daya ikan pelagis kecil menurut masyarakat setem-
alam yang ada di dalam laut Indonesia salah pat telah mengalami penurunan, yang mung-
satu diantaranya yaitu ikan. Sumberdaya kin diakibatkan oleh pencemaran, penurunan
alam ikan ini merupakan salah satu sumber kualitas perairan, overfishing, dan mana-
makanan dan sumber mata pencaharian di jemen perikanan yang kurang baik.
Indonesia, sebagaimana oleh FAO (2009) Perbaikan manajemen perikanan yang
dijelaskan bahwa sumberdaya perikanan ada, dibutuhkan banyak informasi, dan salah
merupakan salah satu sumber makanan dan satu informasinya adalah mengenai spasial
mata pencaharian yang penting di berbagai dan temporal kegiatan penangkapan ikan,
negara, khususnya pada negara berkembang. seperti intensitas dan variabilitasnya. Namun,
Namun, seiring dengan perkembangan informasi tersebut masih sangat kurang,
ekonomi dan pertumbuhan populasi manusia khusunya pada perikanan artisanal (Marrs et
di Indonesia, tekanan dan kebutuhan ter- al., 2002; Eastwood et al., 2007; Harrington
hadap sumberdaya perikanan juga mening- et al., 2007, Jalali et al., 2015). Berbagai
kat. Hal ini membutuhkan perhatian dari kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah di
pemerintah agar dapat melakukan berbagai Kepulauan Seribu untuk mengatasi masalah
kebijakan untuk meminimalkan dampak ini, salah satunya adalah membekali nelayan
negatif yang mungkin timbul (Barnes and dengan teknologi GPS. Penggunaan tek-
Metcalf, 2010). Hal senada juga dikemuka- nologi GPS memungkinkan nelayan untuk
kan oleh beberapa penelitian sebelumnya merekam lokasi penangkapan mereka dan
yang menyatakan bahwa diperlukan ma- mendapatkan informasi mengenai data
najemen yang baik demi menjaga keber- spasial dan temporalnya. Data rekaman ter-
lanjutan sumberdaya perikanan (Merino et sebut dapat dimanfaatkan untuk meng-
al., 2012; Worm and Branch, 2012; Link, evaluasi pola penangkapan dan memberikan
2010; Link and Browman, 2014). informasi mengenai tren spasialnya. Selain
Kepulauan Seribu merupakan sebuah itu juga dapat memberikan informasi
kepulauan yang berada di bagian utara mengenai perilaku menangkap nelayan dan
Jakarta, ibu kota Indonesia. Wilayah ini me- distribusi ikan secara spasial yang dapat
miliki geomorfologi yang kompleks, terdiri memberikan informasi untuk perbaikan
dari berbagai ekosistem, seperti terumbu manajemen perikanan (Mundy, 2012).

338 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Rivai et al.

Beberapa hasil penelitian terdahulu dinamika populasinya (Maynou, 1998;


melaporkan bahwa akses terhadap informasi Jennings, 2005; Fulton et al., 2005). Be-
spasial dan temporal suatu kegiatan per- berapa penelitian terdahulu telah mengguna-
ikanan akan memberikan keuntungan yang kan pendekatan geostatistical, seperti spatial
lebih banyak jika dibandingkan dengan biaya autocorrelation dan analisis kluster, serta
yang dibutuhkan untuk mendapatan infor- spatial pattern pada beberapa spesies ekono-
masi tersebut (Gerritsen and Lordan, 2011). mis penting untuk mendapatkan informasi
Salah satu informasi tentang spasial dan distribusinya (Beseres and Feller, 2007;
temporal perikanan adalah tentang hotspot. Nelson and Boots, 2008; Lewison et al.,
Dalam bidang perikanan, konsep hotspot 2009). Beberapa contoh studi lain juga meng-
mengacu pada daerah dengan kegiatan gunakan pendekatan statistik untuk melaku-
perikanan atau konsentrasi biomassa yang kan predictive modelling kelimpahan spesies
tinggi karena kebiasaan menangkap ikan, tertentu (Valavanis et al., 2004; Gillenwater
dinamika populasi, kondisi cuaca, atau et al., 2006; Hattab et al., 2013), memonitor
kondisi lingkungan tertentu yang membentuk aktifitas kegiatan penangkapan untuk me-
produktivitas ekosistem yang tinggi pada ngetahui pola tekanan sumberdaya perikanan
suatu daerah. Studi tentang hotspot telah ikan (Riolo, 2006; Nilsson and Ziegler, 2007;
dilakukan di beberapa penelitian, yaitu Batista et al., 2015; Maina et al., 2016), dan
mengenai fishing effort (Jalali et al., 2015), memetakan hotspot distribusi spesies ikan
daerah potensial penangkapan ikan (Maina et tertentu (Reese and Brodeur, 2006;
al., 2016, Yasuda et al., 2014), hotspot Zainuddin et al., 2006; Bartolino et al., 2011;
keanekaragaman hayati (Myers et al., 2000; Li et al., 2014; Jalali et al., 2015).
Stuart-Smith et al., 2013), dan daerah dengan Tersedianya informasi perikanan se-
interaksi trofik yang tinggi (Santora et al., perti data hasil tangkapan ikan dan lokasi
2012). Informasi mengenai hotspot merupa- penangkapan ikan dari data GPS yang
kan informasi dasar untuk manajemen dipadukan dengan pendekatan statistik, dapat
konservasi yang lebih baik dan untuk dihasilkan metode pendekatan yang lebih
menghasilkan strategis manajemen tata ruang baik untuk meneliti pola penangkapan suatu
yang lebih optimal di wilayah. Dalam studi kegiatan perikanan dan distibusi sumberdaya
ini, hotspot didefinisikan sebagai daerah perikanan di suatu perairan. Pendekatan ini
dengan kegiatan penangkapan dan tekanan dapat memberikan informasi hotspot daerah
penangkapan ikan yang signifikan tinggi penangkapan ikan dan daerah potensial pe-
secara statistik. Hotspot dihasilkan dari nangkapan ikan dengan skala yang lebih baik
analisis spasial dan analisis hostpot ber- sehingga dapat dimanfaatkan untuk men-
dasarkan lokasi daerah penangkapan ikan. dukung manajemen perikanan yang ber-
Informasi spasial dan temporal kelanjutan.
perikanan lainnya adalah mengenai distribusi Tujuan dari penelitian ini adalah
biomassa dan kegiatan perikanan. Distribusi melakukan analisis spasial dan temporal pada
sumberdaya perikanan dan kegiatan per- perikanan bagan perahu di Kepulauan Seribu
ikanan memiliki pola tertentu, seperti pada dengan cara (1) menganalisis indeks musim
ikan pelagis kecil yang umumnya berkumpul penangkapan pada spesies ikan yang diteliti,
pada konsentrasi klorofil dan suhu tertentu (2) mengidentifikasi perubahan pola hotspot
(Yardin, 1997; Marrs et al., 2002; Valavanis daerah penangkapan ikan menggunakan GIS-
et al., 2004; McGarvey, 2006). Selain itu, based statistical analysis, dan (3) memetakan
distribusi kegiatan perikanan ini juga di- daerah potensial penangkapan spesies ikan
pengaruhi oleh faktor lainnya, seperti ke- yang diteliti. Hasil penelitian diharapkan
biasaan dan strategi nelayan dalam dapat memberikan informasi mengenai
menangkap ikan, tingkah laku ikan, serta distribusi ikan pada waktu tertentu, pola

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 339
Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Menggunakan Pendekatan Model . . .

kebiasaan menangkap ikan nelayan, kegiatan merupakan musim peralihan dari musim
penangkapan, dan tekanan penangkapan dari barat ke musim timur dan terjadi pada Maret
perikanan bagan perahu. Pengetahuan yang hingga Mei, musim timur yang berlangsung
diperoleh juga diharapkan dapat memberikan dari Juni hingga Agustus, dan transisi II yang
informasi untuk penentuan startegi penang- merupakan musim peralihan dari timur ke
kapan yang dapat mengoptimalkan keun- musim barat dan berlangsung dari September
tungan bisnis dan keuntungan ekologi, serta sampai November (Wyrtki, 1961).
untuk manajemen perikanan yang lebih baik.
2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
II. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dari bulan
Juni 2015 hingga Desember 2015. Daerah
Langkah-langkah untuk mengiden- penelitian mencakup daerah penangkapan
tifikasi dan menganalisis dalam penelitian ini perikanan bagan perahu yang terletak di
secara umum ditunjukkan oleh Gambar 1. perairan Kepulauan Seribu dengan Pulau
Data yang digunakan untuk analisis dalam Lancang sebagai fishing base nya. Secara
penelitian ini adalah data GPS yang me- geografis, wilayah ini berada pada 106o19'BT
nunjukkan lokasi penangkapan ikan dan data hingga 106o51'BT dan 5o33'LS hingga
hasil tangkapan yang didaratkan oleh nelayan 6o5'LS, yang meliputi beberapa pulau-pulau
bagan perahu. Data ditampilkan mengguna- kecil (Gambar 2). Pulau Lancang, yang
kan boxplot dan grafik untuk menggambar- terletak di bagian selatan Kepulauan Seribu,
kan perbedaan dan perubahan yang terjadi. dipilih sebagai daerah pengumpulan data
Data dianalisis secara musiman untuk perikanan bagan perahu.
melihat dinamika daerah penangkapan ikan Perikanan bagan perahu di Pulau
dan hasil tangkapan pada perikanan bagan Lancang adalah perikanan artisanal yang
perahu. melakukan penangkapan one-day trip, ber-
operasi pada malam hari, dan memanfaatkan
cahaya untuk menarik dan mengkonsentrasi
ikan di sekitar kapal. Kapal yang digunakan
berukuran 10 hingga 17 GT dan memiliki 4-6
awak dengan satu kapten. Perikanan ini
mempunyai target tangkapan berupa ikan
pelagis kecil dan merupakan salah satu
produsen ikan teri terbesar di wilayah
Kepulauan Seribu.
Kepulauan Seribu dan perikanan
bagan perahu di Pulau Lancang dipilih
sebagai objek penelitian, selain karena alasan
yang telah disebutkan sebelumnya, karena
(1) tersedianya data lokasi penangkapan ikan
Gambar 1. Langkah-langkah analisis dan yang berasal dari data historis GPS selama
identifikasi yang digunakan 2012 hingga 2015, (2) hasil tangkapan
pada penelitian ini. pelagis kecil yang tinggi oleh perikanan ini,
(3) ketersediaan data hasil tangkapan yang
Analisis musiman dalam penelitian baik dari perikanan ini, dan (4) kompleksitas
ini mengikuti sistem monsoon di Indonesia, geomorfologi yang tinggi dengan berbagai
yang diklasifikasikan ke dalam empat ekosistem di dalamnya, seperti mangrove,
musim, yaitu musim barat yang terjadi dari terumbu karang, dan padang lamun di daerah
Desember hingga Februari, transisi I yang ini.

340 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Rivai et al.

GPS nelayan. Data lokasi penangkapan ikan


diperoleh dengan mengikuti kegiatan pe-
nangkapan ikan kemudian merekam lokasi
penangkapan ikannya, serta mengumpulkan-
nya dari data rekaman GPS nelayan bagan
perahu. Gambar 3 menunjukkan distribusi
lokasi penangkapan ikan yang dikumpulkan
dari 11 kapal bagan perahu di Pulau Lancang
dari tahun 2012 hingga 2015 dengan total
rekaman lokasi penangkapan ikan sebanyak
296 data. Selanjutnya, data sekunder yang
digunakan adalah data hasil tangkapan ikan
yang didaratkan di Pulau Lancang.
Data hasil tangkapan yang digunakan
berasal dari empat spesies yang dominan
tertangkap oleh bagan perahu, yaitu teri
Gambar 2. Lokasi penelitian di perairan (Stolephorus sp.), cumi-cumi (Loligo sp.),
Kepulauan Seribu dengan Pulau selar (Selaroides leptolepis), dan tembang
Lancang sebagai fishing base (Sardinella fimbriata). Data hasil tangkapan
perikanan bagan perahu. selama tahun 2013-2015 dikumpulkan dari
petugas yang ditunjuk oleh Kementerian
2.2. Peralatan Penelitian Kelautan dan Perikanan (KKP), Indonesia.
Peralatan yang digunakan untuk Data tersebut berupa hasil tangkapan bulanan
mengumpulkan data dalam penelitian ini yang didaratkan oleh nelayan bagan perahu
adalah GPS MapSounder 585, kamera, dan di Pulau Lancang. Pengumpulan data hasil
alat tulis menulis. GPS berfungsi untuk tangkapan dilakukan dengan mencatat hasil
merekam lokasi penangkapan ikan dengan tangkapan yang didaratkan dan melakukan
bagan perahu di perairan Kepulauan Seribu, wawancara dengan nelayan dan petugas dari
kamera digunakan untuk dokumentasi data KKP.
penelitian, dan alat tulis menulis untuk
mencatat hasil wawancara dengan nelayan.
Untuk pemrosesan dan analisis data, per-
alatan yang digunakan adalah sebuah kom-
puter dan software berupa ArcGIS 10.3 dan
R x64 3.3.2.

2.3. Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam pe-
ngmpulan data pada penelitian ini adalah
metode survei yang meliputi lokasi penang-
kapan ikan, aspek alat tangkap, armada
penangkapan, nelayan, dan hasil tangkapan.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian
ini berupa data primer dan data sekunder.
Data primer yang digunakan adalah data Gambar 2 Distribusi data rekaman GPS di
lokasi penangkapan ikan dengan bagan sekitar Kepulauan Seribu. Data
perahu di Kepulauan Seribu, yang memiliki GPS menunjukkan lokasi daerah
fishing base di Pulau Lancang. Data lokasi penangkapan ikan dengan bagan
penangkapan ikan berasal dari data rekaman perahu.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 341
Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Menggunakan Pendekatan Model . . .

2.4. Analisis Data Keterangan: i = 1,2,3,………n; dan ni =


2.4.1. Catch per Unit Effort (CPUE) urutan ke-i.
CPUE dihitung dari data hasil tang-
kapan yang dibagi dengan fishing effort pada 2. Menyusun rata-rata bergerak CPUE
bulan tertentu. Data fishing effort bulanan selama 12 bulan (RG):
yang digunakan merupakan hasil dari wa-
wancara langsung dengan beberapa kapten ..............................(3)
kapal perikanan bagan perahu di Pulau
Lancang. CPUE dihitung dengan persamaan:
Keterangan: RGi = rata-rata bergerak 12
bulan urutan ke-i; CPUEi = CPUE urutan
....................................... (1) ke-i; i = 7,8,………,n-5.

3. Menyusun rata-rata bergerak CPUE


Keterangan: Catch adalah jumlah hasil tang- terpusat (RGP):
kapan bulanan dan Effort adalah trip/hari
penangkapan setiap bulannya. Karena data ..................................(4)
perikanan yang dikumpul hanya berasal dari
perikanan bagan perahu, maka dapat di-
Keterangan: RGi = rata-rata bergerak CPUE
asumsikan bahwa fishing power index pada
terpusat ke-i; i = 7,8,………,n-5.
kapal perikanan bagan perahu di daerah
penelitian adalah sama dan standardisasi
4. Menyusun rasio rata-rata tiap bulan (Rb):
CPUE tidak perlu dilakukan.

2.4.2. Indeks Musim Penangkapan ................................................(5)


Indeks musim penangkapan dianalisis
menggunakan CPUE bulanan perikanan
Keterangan: Rbi = rasio rata-rata bulan
bagan perahu di perairan Kepulauan Seribu.
urutan ke-i; i = 7,8,………,n-5.
Hasil analisis indeks musim penangkapan
(IMP) dapat memberikan informasi me-
5. Menusun nilai rasio rata-rata dalam suatu
ngenai waktu terbaik untuk melakukan
matriks berukuran i x j yang disusun
kegiatan penangkapan ikan. IMP dihitung
untuk setiap bulan, dimulai dari bulan
menggunakan time series analysis pada
Juli tahun pertama hingga bulan Juni
CPUE bulanan selama tahun 2013 hingga
tahun terakhir.
2015 dan dengan menggunakan moving
6. Menghitung total rasio rata-rata bulanan
average analysis dengan rataan 12 bulan data
(JRRB).
CPUE. Prosedur analisis yang digunakan
mengikuti Wahju et al. (2011). Jika hasil
yang didapatkan >1, maka dapat disimpulkan ...................................(6)
bahwa CPUE pada bulan tersebut berada di
atas rata-rata. Keterangan: JRRBi = jumlah rasio rata-rata
Adapun langkah-langkah perhitungan bulan; RRBi = rata-rata Rbij untuk bulan ke-i;
IMP adalah: i = 1,2,…..12.
1. Menyusun deret CPUE dalam periode n
tahun: 7. Indeks Musim Penangkapan (IMP)
Jumlah rasio rata-rata bulanan (JRRB)
CPUEi = n ................................................. (2) memiliki nilai yang normal sebesar 12,
namun karena banyak faktor yang mem-
pengaruhinya, sehingga JRRB tidak selalu

342 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Rivai et al.

sama dengan 12. Untuk menormalkannya, terpisah dari mayoritas titik daerah penang-
dilakukan koreksi dengan menggunakan kapan ikan lainnya. Identifikasi locational
Faktor Koreksi (FK) dengan cara: outliers dilakukan dengan menghitung
average nearest neighbor pada jarak setiap
.................................................. (7) lokasi penangkapan ikan, kemudian meng-
evaluasi distribusi semua jarak tersebut.
Lokasi penangkapan ikan yang memiliki
IMP selanjutnya dihitung dengan mengguna- lebih dari 3 kali standar deviasi dengan lokasi
kan rumus: penangkapan ikan terdekatnya merupakan
locational outliers (Ebdon, 1985; Mitchell,
...................................... (8) 2005; ESRI, 2016).
Data daerah penangkapan ikan yang
Keterangan: IMPi = indeks musim penang- berasal dari GPS merepresentasikan data
kapan bulan ke-i; RRBi = rata-rata Rbij untuk kejadian, sehingga data tersebut perlu
bulan ke-i; I = 1,2,…..12. diaggregasi. Jumlah lokasi penangkapan ikan
menjadi input untuk analisis autocorrelation
Musim penangkapan menurut Zul- dan hotspot dalam penelitian ini. Data lokasi
karnain et al. (2012) dapat diklasifikasikan penangkapan ikan dihitung dan dikumpulkan
menjadi tiga kelas berdasarkan IMP, yaitu dalam fishnet poligon. Ukuran cell fishnet
musim paceklik, musim sedang, dan musim poligon ditentukan dengan menggunakan
puncak (1). algoritma di ESRI (2016).
Analisis spatial autocorrelation dan
Tabel 1. Klasifikasi musim penangkapan global pattern pada data lokasi penangkapan
ikan berdasarkan Indeks Musim ikan yang telah diaggregasi dianalisis dengan
Penangkapan (IMP). Global Moran’s I (Moran, 1950). Jarak,
lokasi, dan nilai sebuah cell merupakan input
IMP Musim untuk menghitung Moran’s Index, dengan
<0,5 Paceklik nilai yang berkisar antara -1 (dispersed
0,5-1 Sedang pattern) hingga 1 (clustered pattern), dan
>1 Puncak nilai yang mendekati nol yang mengindikasi-
kan random distribution pada data. Analisis
2.4.3. Pola Hotspot Daerah Penangkapan ini digunakan untuk mengidentifikasi spatial
Ikan clustering pada jarak tertentu diantara data
Pola hotspot daerah penangkapan lokasi yang ada. Analisis Global Moran’s I
ikan dianalisis dengan analisis spatial auto- dilakukan berulang kali dengan input jarak
correlation dan hotspot analysis. Analisis ini yang berbeda – beda ada untuk mengetahui
menggunakan data lokasi penangkapan dari jarak yang memiliki spatial clustering yang
data GPS. Data dianalisis secara musiman terbaik. Jarak yang memiliki spatial cluster-
untuk memetakan dan mengidentifikasi pe- ing yang terbaik digunakan sebagai distance
rubahan pada hotspot daerah penangkapan band pada analisis hotspot.
ikan dengan bagan perahu. Jumlah minimum Setelah global pattern dan distance
data yang dibutuhkan pada analisis ini agar band telah ditentukan, hotspot analysis
hasilnya dapat meyakinkan adalah 30 lokasi. dilakukan untuk mengetahui area dengan
Analisis ini menggunakan Optimized Hots- nilai lokasi penangkapan ikan yang tinggi
pot Analysis pada toolbox ArcGIS 10.3 secara statistik yang disebut dengan hotspot.
(ESRI, 2016). Locational outliers dihilang- Analisis ini menggunakan pendekatan
kan sebelum analisis dilakukan. Locational metode Getis Ord-Gi* (Getis and Ord, 1992;
outiers adalah lokasi penangkapan ikan yang Ord and Getis, 1995). Pendekatan ini

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 343
Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Menggunakan Pendekatan Model . . .

menentukan daerah yang memiliki signi- dapat dijadikan sebagai indikator untuk
ficant local autocorrelation secara statistik menentukan waktu terbaik untuk melakukan
dan dependent diantara daerah penangkapan kegiatan penangkapan ikan. Selanjutnya,
ikan. Analisis ini akan menghasilkan peta hasil analisis hotspot yang digunakan dalam
sebaran yang memiliki nilai spasial kluster analisis ini adalah hotspot yang memiliki
yang tinggi (hotspot) dengan melihat z-score confidence level sebesar 99%. Confidence
dan p-value yang dihasilkan (Tabel 2). level sebesar 99% menunjukkan bahwa suatu
Daerah yang merupakan hotspot memiliki z- daerah memiliki tingkat kegiatan penang-
score yang tinggi dan p-value yang kecil. kapan ikan yang lebih tinggi dibandingkan
Hasil analisis Gi* selanjutnya dengan daerah lain. Tingginya kegiatan
dikoreksi False Discovery Rate (FDR) penangkapan ikan di suatu daerah menunjuk-
(Castro and Singer, 2006). Hasil dari FDR kan bahwa daerah tersebut kemungkinan
akan menentukan confidence level bin memiliki distribusi ikan yang melimpah,
(Gi_bin) sebaran hotspot yang ada. Prosedur sehingga daerah dapat dijadikan sebagai
FDR akan berpotensi mengurangi ambang daerah yang baik untuk melakukan kegiatan
kritis p-value yang ditunjukkan pada Tabel 2 penangkapan ikan.
untuk memperhitungkan multiple testing dan
spatial dependency (ESRI, 2016). III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 2. Penentuan confidence level 3.1. Indeks Musim Penangkapan


berdasarkan z-score dan p-value. Hasil analisis indeks musim penang-
kapan ikan menunjukkan bahwa masing-
Confidence masing spesies ikan di perairan Kepulauan
z-score p-value
level Seribu memiliki musim penangkapan yang
< -1.65 atau > berbeda (Gambar 4). Ikan teri memiliki
< 0.10 90%
1.65 musim penangkapan yang berfluktuasi di
< -1.96 atau > sepanjang tahun. Musim transisi II
< 0.05 95% (September-Oktober) adalah musim penang-
1.96
< -2.58 atau > kapan yang baik untuk ikan teri, yang
< 0.01 99% ditunjukkan dengan hasil indeks >1. Musim
2.58
penangkapan ikan yang baik untuk tembang
2.4.4. Daerah Potensial Penangkapan dan cumi-cumi terjadi pada musim barat
Ikan (Desember-Februari). Bulan Januari adalah
Pemetaan daerah penangkapan ikan waktu terbaik untuk melakukan kegiatan
yang potensial dilakukan dengan melakukan penangkapan cumi-cumi dan tembang,
overlay pada hasil analisis IMP dan analisis dengan indeks musim penangkapan ikan
hotspot secara musiman. Pemetaan dilakukan untuk tembang adalah 2,34 dan untuk cumi-
dengan mencocokkan time stamp masing- cumi adalah 2,53. Untuk selar, hasil analisis
masing hasil analisis dan melakukan overlay indeks musim penangkapan menunjukkan
pada hasil-hasil tersebut untuk menghasilkan terdapatnya variabilitas musim penangkapan
peta daerah potensial penangkapan masing- ikan di sepanjang tahun. Indeks musim
masing spesies ikan. Hasil analisis IMP yang penangkapan ikan selar meningkat dari
digunakan dalam analisis ini adalah yang musim timur hingga musim transisi II (Sep-
bernilai lebih dari satu. Waktu dengan indeks tember hingga November), dan puncaknya
yang bernilai lebih dari satu menunjukkan terjadi pada bulan Oktober dan bulan
terdapatnya kelimpahan biomassa spesies November dengan indeks masing-masing
ikan tertentu pada waktu tersebut, sehingga sebesar 1,47 dan 1,60.

344 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Rivai et al.

Gambar 4. Indeks musim penangkapan setiap target spesies pada perikanan bagan perahu di
perairan Kepulauan Seribu.

Gambar 5. Komposisi hasil tangkapan setiap target spesies dari perikanan bagan perahu di
perairan Kepulauan Seribu.

Hasil analisis varians (ANOVA) pada perbedaan yang signifikan dalam indeks
indeks musim penangkapan ikan untuk setiap musim penangkapan ikan.
spesies menunjukkan bahwa hanya cumi- Hasil tangkapan yang didaratkan
cumi dan tembang yang memiliki musim dengan bagan perahu di perairan Kepulauan
memancing yang berbeda secara signifikan, Seribu didominasi oleh ikan teri, kemudian
dengan nilai p masing-masing sebesar diikuti oleh ikan tembang dan ikan selar, dan
0,002847 dan 0,004832. Dari hasil ini, dapat yang terakhir adalah cumi-cumi (Gambar 5).
disimpulkan bahwa kegiatan penangkapan Hal ini menunjukkan bahwa perairan di
untuk ikan teri dan ikan selar dapat dilakukan Kepulauan Seribu adalah habitat yang di-
di sepanjang tahun karena tidak adanya sukai oleh ikan teri. Saat musim barat,

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 345
Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Menggunakan Pendekatan Model . . .

proporsi hasil tangkapan ikan teri menurun,


sedangkan tembang dan cumi-cumi me-
ngalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan
hasil analisis indeks musim penangkapan
yang menunjukkan bahwa ikan tembang dan
cumi-cumi memiliki musim penangkapan
yang baik saat musim barat (Gambar 4).

3.2. Pola Hotspot Daerah Penangkapan


Ikan
Musim timur (Juni hingga Agustus),
aktivitas menangkap nelayan tinggi, yang
ditunjukkan dengan jumlah lokasi penang-
kapan ikan yang terekam tinggi pada Gambar
6, diikuti oleh musim transisi I (Maret hingga
Mei) dan transisi II (September hingga
November). Lokasi penangkapan ikan yang
terekam di musim barat (Desember hingga
Januari) adalah yang terendah. Lokasi Gambar 7. Hotspot daerah penangkapan ikan
penangkapan ikan yang terekam meningkat yang dianalisis dari seluruh data.
dari tahun ke tahun dan tahun 2015
merupakan yang tertinggi dengan 117 Musim barat, hotspot daerah penang-
rekaman lokasi penangkapan ikan (Gambar kapan ikan terkonsentrasi di sekitar Pulau
6). Pada tahun 2015, musim transisi II Lancang dan kadang-kadang melakukan
memiliki jumlah rekaman lokasi penang- penangkapan ikan di bagian selatan Pulau
kapan ikan yang tertinggi. Musim timur dan Kotok. Wilayah selatan Pulau Kotok,
musim transisi I memiliki jumlah rekaman bersama dengan daerah sekitar Pulau Lan-
daerah penangkapan ikan yang lebih tinggi cang, telah menjadi hotspot daerah penang-
jika dibandingkan dengan musim yang lain kapan ikan di musim transisi I. Di musim
pada tahun 2014. timur, hotspot daerah penangkapan ikan
bergerak ke arah utara hingga ke bagian barat
Pulau Putri dan berkurang di daerah sekitar
Pulau Lancang serta Pulau Kotok. Saat
musim transisi II, hotspot daerah penang-
kapan ikan berkurang dan terkonsentrasi
hanya di sekitar Lancang dan Pulau Rambut
(Gambar 8).
Gambar 9 menunjukkan terdapatnya
fluktuasi pada jarak daerah penangkapan ikan
dari fishing base pada setiap musim. Jarak
rata-rata daerah penangkapan ikan dari
fishing base pada musim transisi I (8975 m)
dan musim timur (8968 m) lebih tinggi
daripada jarak di musim transisi II dan
Gambar 6. Profil rekaman data daerah musim barat. Hasil uji Anova menunjukkan
Penangkapan ikan (DPI) Per- bahwa ada perbedaan pada jarak daerah
ikanan bagan perahu di perairan penangkapan ikan dari fishing base diantara
Kepulauan Seribu. musim-musim (p-value = 0,001423).

346 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Rivai et al.

Gambar 8. Perubahan hotspot daerah penangkapan ikan dengan bagan perahu di perairan
Kepulauan Seribu secara musiman.

Gambar 9. Box-plot jarak daerah penangkapan ikan dari fishing base pada perikanan bagan
perahu di perairan Kepulauan Seribu.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 347
Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Menggunakan Pendekatan Model . . .

3.3. Daerah Potensial Penangkapan tinggi dan memiliki distribusi spesies


Ikan komersial yang melimpah. Data yang di-
Peta daerah potensial penangkapan dapatkan dari GPS nelayan merupakan data
ikan menunjukkan bahwa masing-masing historis lokasi penangkapan ikan pada waktu
ikan memiliki daerah penangkapan yang tertentu. Meningkatnya rekaman daerah
berbeda-beda. Daerah potensial penangkapan penangkapan ikan dari tahun 2012 hingga
tersebut mengalami perubahan seiring de- tahun 2015 disebabkan karena meningkatnya
ngan berubahnya musim. Teri dan selar diseminasi teknologi oleh nelayan bagan
memiliki daerah potensial penangkapan yang perahu. Dengan penggunaan GPS, mereka
tersebar pada wilayah dan waktu yang lebih dapat merekam kegiatan penangkapan yang
banyak jika dibandingkan dengan tembang telah dilakukan dan membantu menentukan
dan cumi-cumi. Tembang dapat ditangkap lokasi penangkapan ikan selanjutnya. Pe-
dengan hasil yang tinggi pada musim barat di manfaatan GPS dapat mengoptimalkan suatu
perairan sekitar Pulau Lancang. Cumi-cumi kegiatan penangkapan ikan dengan cara
berdis-tribusi tinggi di sekitar Pulau Lancang mengurangi penggunaan BBM untuk pen-
pada bulan Desember hingga Januari dan di carian daerah penangkapan ikan dan menam-
sekitar Pulau Lancang dan Pulau Rambut bah keuntungan usaha. Mengintegrasikan
pada bulan November (Gambar 10). data GPS dan logbook kegiatan penang-
kapan, dapat memberikan informasi tentang
3.4. Pembahasan strategi penangkapan ikan yang lebih baik,
Penangkapan di daerah hotspot pada memprediksi distribusi ikan, dan manajemen
studi ini berlangsung sepanjang tahun se- kegiatan perikanan yang lebih baik (Gerritsen
hingga daerah hotspot dapat dikatakan and Lordan, 2011).
sebagai daerah dengan kegiatan penangkapan

Gambar 10. Daerah penangkapan ikan (DPI) yang potensial pada setiap target tangkapan di
Perairan Kepulauan Seribu.

348 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Rivai et al.

Pola musim penangkapan salah satunya fototaksis positif yang sangat tinggi dan ikan
dipengaruhi oleh kelimpahan ikan dan musim pelagis kecil lainnya, seperti selar, juga
atau cuaca di suatu perairan. Perubahan memiliki sifat fototaksis positif dan dorongan
musim di suatu wilayah akan mempengaruhi mencari makan di sekitar cahaya. Teri dan
lingkungan suatu wilayah dan menyebabkan selar dapat ditangkap di sepanjang tahun
terjadinya perubahan lingkungan pada kemungkinan disebabkan karena perairan di
wilayah tersebut. Perubahan lingkungan Kepulauan Seribu, khususnya di sekitar
suatu wilayah perairan dapat mempengaruhi Pulau Lancang, yang masih dekat dengan
distribusi spesies ikan tertentu di perairan daratan sehingga memiliki salinitas yang
tersebut. Perubahan lingkungan perairan rendah merupakan habitat yang disukai oleh
seperti perubahan suhu permukaan laut, spesies ini. Ikan teri yang bersifat pelagic
konsentrasi klorofil, dan salinitas dapat dan membentuk schooling menyukai perairan
mempengaruhi kelimpahan ikan pelagis kecil pesisir dan estuaria (Hutomo et al., 1987).
(Potier and Sadhotomo, 1991). Pada musim Saat musim timur di Indonesia,
barat di wilayah perairan Kepulauan Seribu, penguapan terjadi lebih besar dibandingkan
terjadi kelimpahan distribusi cumi-cumi dan dengan curah hujan yang diterima, sedang-
tembang. Hal ini mungkin disebabkan karena kan pada musim barat sebaliknya (Hutabarat
pada musim barat, terjadi curah hujan yang dan Evans, 1985). Tingginya aktifitas
tinggi. Curah hujan yang tinggi ini akan penangkapan pada musim timur disebabkan
meningkatkan kesuburan dan produktivitas karena cuaca yang baik sehingga memung-
perairan (Nanlohy, 1997). Selain itu, me- kinkan nelayan untuk banyak melakukan
ningkatnya kelimpahan ikan pada saat musim kegiatan penangkapan dan melakukan eks-
barat mungkin disebabkan karena tembang plorasi ke daerah yang lebih jauh dari fishing
dan cumi-cumi melakukan pemijahan di base. Sebaliknya pada musim barat, nelayan
sekitar mangrove di sekitar perairan mengurangi kegiatan penangkapan dikarena-
Kepulauan Seribu pada musim barat. Ikan kan cuaca yang buruk dan dapat membahaya-
pelagis kecil membutuhkan keadaan perairan kan nelayan. Lebih dari 50% nelayan
dengan salinitas rendah untuk memijah. Pada berpendapat bahwa musim timur merupakan
saat musim barat, terjadi curah hujan yang musim yang efektif untuk melakukan
tinggi yang dapat menurunkan salinitas kegiatan penangkapan ikan (Martasari et al.,
perairan. Keadaan perairan ini cocok untuk 2010).
ikan yang melakukan pemijahan. Simbolon Dinamika perubahan hotspot dapat
et al. (2011) dan Rosalina et al. (2011) juga menyediakan informasi yang penting tentang
melaporkan bahwa ikan pelagis seperti perilaku dan distribusi fishing effort kegiatan
lemuru dan cumi-cumi memiliki hasil penangkapan ikan. Beberapa penelitian telah
tangkapan yang tinggi pada saat bulan memanfaatkan data GPS untuk meneliti
Desember hingga Februari yang masuk ke perilaku penangkapan ikan suatu komunitas
dalam musim barat. nelayan (Bertrand et al., 2005, 2007; Marchal
Ikan teri dominan tertangkap dengan et al., 2007; Mullowney and Dawe, 2009).
bagan perahu di perairan Kepulauan Seribu Informasi tersebut memunginkan untuk
kemungkinan salah satunya disebabkan memberikan pemahaman yang lebih baik
karena ikan teri yang bersifat fototaksis tentang suatu dinamika perikanan (Murawski
positif. Bagan perahu yang menggunakan et al., 2005; Maina et al., 2016) sehingga
alat bantu cahaya untuk mengkonsentrasikan dapat mengoptimalkan implementasi sebuah
ikan di sekitar kapal mungkin menjadi salah marine protected area (MPA) (Stelzenmüller
satu penyebab banyaknya ikan teri yang et al., 2008; Horta e Costa et al., 2013).
tertangkap. Sudirman dan Natsir (2011) Terdapat beberapa faktor yang
melaporkan bahwa ikan teri diduga bersifat menyebabkan nelayan terkonsentrasi pada

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 349
Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Menggunakan Pendekatan Model . . .

suatu area, seperti jarak dari fishing base Meskipun analisis pola kegiatan
yang mempengaruhi penggunaan bahan penangkapan ikan telah dilakukan pada
bakar, karakteristik lingkungan, pengalaman beberapa studi sebelumnya, assessment pola
dan pengetahuan nelayan, serta hambatan tersebut terkadang memiliki skala yang lebih
untuk melakukan kegiatan penangkapan besar dan melebihi cakupan kegiatan
(Russo et al., 2013). Selain itu, letak daerah perikanan yang sebenarnya (Morris and Ball,
penangkapan ikan dipengaruhi oleh pengaruh 2006). Data yang berasal dari GPS, yang
perubahan kondisi lingkungan seperti angin, menunjukkan lokasi kegiatan penangkapan
musim, dan salinitas (Potier and Sadhotomo, ikan pada studi ini, memungkinkan untuk
1991). memberikan peningkatan analisis pada skala
Pada studi ini, terbentuknya hotspot yang lebih baik. Sebuah studi yang
pada area tertentu mungkin disebabkan menggunakan lokasi penangkapan ikan ber-
karena beberapa faktor seperti cuaca, tingkat dasarkan data VMS juga mendemonstrasikan
hasil tangkapan, dan kompetisi. Sebagai peningkatan hasil analisis daerah penang-
contoh pada musim barat, hasil analisis kapan ikan trawler dengan skala yang lebih
menunjukkan hotspot hanya tersebar di baik (Maina et al., 2016). Seperti perikanan
sekitar fishing base (Gambar 8) dan kegiatan pada umumnya, hasil analisis pada studi ini
penangkapan lebih rendah daripada musim menunjukkan daerah penangkapan ikan
timur. Hal ini mungkin disebabkan karena dengan bagan perahu berdistribusi hanya
cuaca pada musim barat di perairan ini yang pada daerah tertentu, seperti pada daerah
umumnya memiliki tingkat curah hujan yang sekitar fishing base, sekitar terumbu karang,
tinggi dan ombak yang besar (Tukidi, 2010; dan pada kedalaman tertentu (Stelzenmüller
Sudarto, 2011), sehingga menghalangi et al., 2008; Jalali et al., 2015; Maina et al.,
nelayan untuk melakukan kegiatan penang- 2016). Pada skala analisis yang lebih baik,
kapan yang lebih banyak dan lebih jauh. perubahan pola daerah penangkapan ikan
Metode penelitian dengan mengguna- dapat diidentifikasi dan memberikan infor-
kan pendekatan geospatial seperti pada studi masi tentang pengaruh perubahan strategi
ini dapat digunakan pada kegiatan perikanan dan perilaku penangkapan ikan. Hasil ini
lainya dan di berbagai lokasi lainnya. juga berpotensi untuk memberikan informasi
Peningkatkan informasi dari hasil penelitian tentang dinamika populasi ikan di daerah
ini dapat dilakukan dengan penambahan data tertentu. Sebagai contoh, pada studi ini, saat
rekaman lokasi penangkapan ikan dan data hasil tangkapan menurun, nelayan cenderung
tentang sosial ekonomi pada suatu kegiatan untuk mengeksplorasi area yang lebih luas.
perikanan seperti konsumsi bahan bakar, Pauly et al. (2005) mengatakan bahwa
permintaan ikan, perilaku kegiatan penang- nelayan akan melakukan pencarian daerah
kapan, dll. Faktor ekologi dan sosial ekonomi penangkapan yang baru saat hasil tangkapan
dapat digunakan untuk memahami dinamika menurun dan meningkatkan kegiatan penang-
kebiasaan menangkap nelayan dan dapat kapan ikan untuk mencapai target kuota hasil
memberikan kontribusi pada proses tangkapan. Nelayan berpindah ke lokasi
manajemen perikanan yang berkelanjutan. alternatif dan perilaku ini menurunkan
Pengetahuan tentang hotspot daerah penang- konsentrasi tekanan penangkapan ikan di
kapan ikan, dampak kebijakan MPA, dan suatu perairan pada musim tertentu. Nelayan
faktor sosial ekonomi yang mempe- pada umumnya menangkap pada suatu area
ngaruhinya (Bastardie et al., 2014) dapat yang mem-berikan riwayat hasil tangkapan
memberikan informasi penting dalam yang tinggi atau pindah pada area yang telah
merancang sebuah MPA dan melakukan diketahui memiliki produktivitas yang tinggi
manajemen SD perikanan yang lebih pada waktu tertentu.
optimal.

350 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Rivai et al.

Nelayan pada umumnya lebih bagan perahu tidak terdistrubusi secara


memilih lokasi daerah penangkapan ikan merata di perairan Kepulauan Seribu, dengan
yang dekat dengan pelabuhan, dan terlindung tren hasil pengamatan yang menunjukkan
dari cuaca yang buruk, seperti ombak yang pada umumnya terkonsetrasi di sekitar ± 10
tinggi. Area yang mudah dijangkau biasanya km dari pantai Pulau Lancang dan di bagian
memiliki tekanan penangkapan ikan yang selatan Pulau Kotok. Perubahan pada hotspot
tinggi, sehingga rentan terhadap eksploitasi daerah penangkapan ikan dipengaruhi oleh
yang berlebihan dan nantinya membuat hasil tangkapan dan kondisi cuaca. Daerah
daerah tersebut unfavorable bagi nelayan potensial penangkapan ikan pada studi ini
karena hasil tangkapan yang menurun secara mengalami perubahan seiring dengan
terus menerus. Metode pemilihan lokasi ini berubahnya musim dengan masing-masing
dapat membuat stok suatu sumberdaya ikan memiliki daerah penangkapan yang
perikanan di suaru area habis (Heazle and berbeda-beda.
Butcher, 2007). Salah satu cara untuk Tembang dapat ditangkap dengan
mengatasi hal ini, menurut Hutubessy et al. hasil yang tinggi pada musim barat di
(2014), adalah dengan mengimplementasikan perairan sekitar Pulau Lancang. Cumi-cumi
‘balanced fishery’, yang melakukan kegiatan berdistribusi tinggi di sekitar Pulau Lancang
penangkapan ikan secara proporsional dan pada bulan Desember hingga Januari dan di
mempertimbangkan tingkat produktivitas sekitar Pulau Lancang dan Pulau Rambut
suatu perairan. Namun untuk mengimple- pada bulan November. Teri dan selar
mentasikan pendekatan ini dan melaksanakan memiliki daerah potensial penangkapan yang
Ecosystem Approach to Fisheries Mana- tersebar pada wilayah dan waktu yang lebih
gement (EAFM), diperlukan pengetahuan banyak di sekitar perairan Kepulauan Seribu
dan informasi yang lebih tentang dampak jika dibandingkan dengan tembang dan cumi-
suatu alat tangkap dan strategi penangkapan cumi.
ikan yang diterapkan oleh suatu komunitas
nelayan. Dengan penggunaan data GPS, UCAPAN TERIMA KASIH
memungkinkan para stakeholder untuk
mengetahui gambaran perubahan spatio- Penelitian ini didukung oleh Lembaga
temporal daerah penangkapan ikan pada Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), PARE
skala yang lebih baik. Pendekatan analisis Program, dan Japan Student Services Organi-
spasial ini juga dapat membantu dalam zation (JASSO). Terima kasih disampaikan
membuat kebijakan perikanan berkelanjutan kepada Nobuo Kimura, Kepala Laboratorium
dan strategi penangkapan ikan yang baik, Fisheries and Marine Technology, Hokkaido
seperti pembatasan hasil tangkapan dan rotasi University, dan Laboratorium Pemetaan dan
daerah penangkapan dengan zona yang lebih Pemodelan Spasial yang telah menyediakan
detail untuk mencegah stok menjadi sarana dan prasarana selama proses pe-
overfished dan depleted. nelitian.

IV. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

Terdapat perbedaan musim penang- Badan Pusat Statistik Kepulauan Seribu (BPS
kapan untuk setiap spesies ikan yang diamati Kepulauan Seribu). 2014. Kepulauan
di perairan Kepulauan Seribu. Puncak musim Seribu dalam angka. BPS Kepulauan
penangkapan untuk tembang dan cumi-cumi Seribu. Kepulauan Seribu. 270hlm.
terjadi pada musim barat, sedangkan teri dan Barnes, R. and D. Metcalf. 2010. Current
selar dapat ditangkap di sepanjang tahun. legal developments the European
Hotspot daerah penangkapan ikan dengan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 351
Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Menggunakan Pendekatan Model . . .

Union: the marine strategy frame- physical pressure on the seabed. ICES
work directive. IJMCL., 25:81–91. J. of Marine Science: J. du Conseil.
Bartolino, V., L. Maiorano, and F. Colloca. 64:453–463.
2011. A frequency distribution Ebdon, D. 1985. Statistics in geography.
approach to hotspot identification. Wiley-Blackwell. United Kingdom.
Population Ecology. 53:351–359. 242p.
Bastardie, F., J.R. Nielsen, and T. Miethe. Environmental Systems Research Institute
2014. DISPLACE: a dynamic, in- (ESRI). 2016. How optimized hotspot
dividual-based model for spatial fish- analysis Works. From ESRI, http://
ing planning and effort displace- desktop.arcgis.com/en/arcmap/10.3/to
ment-integrating underlying fish po- ols/spatial-statistics-toolbox/howop-
pulation models. Can. J. Fish. Aquat. timized-hot-spot-analysis-works. htm.
Sci. 71:366–386. [Retrieved on 2017 January 2010].
Batista, M.I., B. Horta e Costa, L. Food and Agriculture Organization(FAO).
Gonc¸alves, M. Henriques, K. Erzini, 2009. Climate change implications
J.E. Caselle, E.J. Gonc¸alves, and for fisheries and aquaculture 2009.
H.N. Cabral. 2015. Assessment of Food and Agriculture Organization.
catches, landings and fishing effort as Rome. 212p.
useful tools for MPA management. Fulton, E.A., A.D.M. Smith, and A.E. Punt.
Fish. Res. 172:197–208. doi:10.1016/ 2005. Which ecological indicators
j.fishres.2015.07.020. can robustly detect effects of fishing?
Bertrand, S., A. Bertrand, R. Guevara- ICES J. Mar Sci. 62(3): 540–551.
Carrasco, and F. Gerlotto. 2007. doi:10.1016/j.icesjms.2004.12.012.
Scale-invariant movements of fisher- Gerritsen, H. and C. Lordan. 2011. Inte-
men: the same foraging strategy as grating vessel monitoring systems
natural predators. Ecological Appli- (VMS) data with daily catch data
cations, 17: 331–337. from logbooks to explore the spatial
Bertrand, S., J.M. Burgos, F. Gerlotto, and J. distribution of catch and effort at high
Atiquipa. 2005. Levy trajectories of resolution. ICES J. of Marine
Peruvian purse-seiners as an indicator Science, 68:245–252.
of the spatial distribution of anchovy Getis, A. and J.K. Ord. 1992. The analysis of
(Engraulis ringens). ICES J. of spatial association by use of distance
Marine Science. 62:477–482. statistics. Geographical Analysis,
Beseres, J.J. and R.J. Feller. 2007. Changes 24(3):189-206.
in the spatial distribution of subtidal Gillenwater, D., T. Granata, and U. Zika.
macrobenthos due to predation by 2006. GIS-based modeling of
white shrimp (Litopenaeus setiferus). spawning habitat suitability for
Estuaries and Coasts, 30:591–600. walleye in the Sandusky River, Ohio,
Castro, M.C. and B.H. Singer. 2006. and implications for dam removal and
Controlling the False Discovery Rate: river restoration. Ecological Engi-
A New Application to Account for neering. 28: 311–323.
Multiple and Dependent Test in Local Harrington, J.J., J.M. Semmens, and M.
Statistics of Spatial Association. Haddon. 2007. Spatial distribution of
Geographical Analysis, 38:180–208. commercial dredge fishing effort:
Eastwood, P.D., C.M. Mills, J.N. Aldridge, application to survey design and the
C.A. Houghton, and S.I. Rogers. spatial management of a patchily
2007. Human activities in UK off- distributed benthic bivalve species.
shore waters: an assessment of direct,

352 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Rivai et al.

Marine and Freshwater Research, Jennings, S. 2005. Indicators to support an


58:756–764. ecosystem approach to fisheries. Fish
Hattab, T., F.B.R. Lasram, C. Albouy, C. Fish, 6:212–232. doi:10.1111/j.1467-
Sammari, M.S. Romdhane, P. Cury, 2979.2005.00189.x.
F. Leprieur, and F. Le Loc’h. 2013. Lasabuda, R. 2013. Pembangunan Wilayah
The use of a predictive habitat model Pesisir Dan Lautan Dalam Perspektif
and a Fuzzy Logic approach for Negara Kepulauan Republik Indo-
marine management and planning. nesia. J. Ilmiah Platax, 1(2):92-101.
PLoS One, 8(10):74-82. doi:10.1371/ Lewison, R.L., C.U. Soykan, and J. Franklin.
journal.pone.0076430. 2009. Mapping the bycatch seascape:
Heazle, M. and J.G. Butcher. 2007. Fisheries multispecies and multiscale spatial
depletion and the state in Indonesia: patterns of fisheries bycatch. Eco-
Towards a regional regulatory re- logical Applications. 19:920–930.
gime. Marine Policy, 31:276–286. PMID:19544734.
doi:10.1016/j.marpol.2006.08.006. Li, G., X. Chen, L. Lei, and W. Guan. 2014.
Horta e Costa, B., L. Gonc¸ alves, and E.J. Distribution of hotspots of chub
Gonc¸ alves. 2013. Vessels¸ site mackerel based on remote-sensing
fidelity and spatio-temporal distri- data in coastal waters of China. Int. J.
bution of artisanal fisheries before the Remote Sens, 35(11–12): 4399–4421.
implementation of a temperate doi:10.1080/01431161.2014.916057.
multipleuse marine protected area. Link, J.S. 2010. Ecosystem-based fisheries
Fish. Res., 148:27–37. doi:10.1016/ management: confronting tradeoffs.
j.fishres.2013.08.001. Cambridge University Press. Cam-
Hutabarat, S. dan S.M. Evan. 1985. Pe- bridge. 224p.
ngantar oseanografi. UI Press. Link, J.S. and H.I. Browman. 2014.
Jakarta. 159hlm. Integrating what? Levels of marine
Hutomo, M., Burhanuddin, A. Djamali, dan ecosystem-based assessment and
S. Martosewojo, 1987. Sumberdaya management. ICES J. Mar. Sci.
Ikan Teri di Indonesia. Pusat Pe- 71:1170–1173.
nelitian dan Pengembangan Oseano- Maina, I., S. Kavadas, S. Katsanevakis, S.
logi, LIPI. Jakarta. 80hlm. Somarakis, G. Tserpes, and S.
Hutubessy, B.G., J.W. Mosse, P.A.M. van Georgakarakos. 2016. A metho-
Zwieten, and P. Hayward. 2014. dological approach to identify fishing
Towards an ecosystem approach to grounds: a case study on Greek
small island fisheries: A preliminary trawlers. Fisheries Research, 183:
study of a balanced fishery in Kotania 326–339. doi:10.1016/j.fishres.2016.
Bay (Seram Island, Indonesia). J. of 06.021.
Marine and Island Cultures. 3(2):98– Marchal, P., J.J. Poos, and F. Quirijns. 2007.
105. doi:10.1016/j.imic.2014.09.001. Linkage between fishers’ foraging,
Jalali, M.A., D. Ierodiaconou, H. Gorfine, J. market and fish stocks density:
Monk, and A. Rattray. 2015. Ex- examples from some North Sea
ploring spatiotemporal trends in fisheries. Fisheries Research. 83:33–
commercial fishing effort of an 43.
abalone fishing zone: a GIS-based Marrs, S.J., I.D. Tuck, R.J.A. Atkinson,
hotspot model. PLoS ONE, 10(5):65- T.D.I. Stevenson, and C. Hall. 2002.
72. doi:10.1371/journal.pone.012299 Position data loggers and logbooks as
5. tools in fisheries research: results of a
pilot study and some recommend-

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 353
Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Menggunakan Pendekatan Model . . .

dations. Fisheries Research, 58:109– Mundy, C.N. 2012. Using GPS technology to
117. improve fishery dependent data co-
Martasari, D., W. Adi, dan D. Rosalina. llection in abalone fisheries. Univers-
2010. Analisa tangkapan lestari dan ity of Tasmania. Tasmania. 122p.
pola musim penangkapan cumi–cumi Murawski, S.A., S.E. Wigley, M.J. Fogarty,
di Pelabuhan Perikanan Nusantara P.J. Rago, and D.G. Mountain. 2005.
Sungai Liat Bangka. Maspari J., 2:26 Effort distribution and catch patterns
– 38. adjacent to temperate MPAs. ICES J.
Maynou, F. 1998. The application of Mar. Sci., 62 (2):1150–1167. doi:10.
geostatistics in mapping and asses- 1016/j.icesjms.2005.04.005.
sment of demersal resources. Nep- Myers, N., R. Mittermeier, C. Mittermeier,
hrops norvegicus (L.) in the G. da Fonseca, and J. Kent. 2000.
northwestern Mediterranean: A case Biodiversity hotspots for conservation
study. Scienta Marina, 62:117–133. priorities. Nature, 403:853–858.
McGarvey, R. 2006. Assessing survey me- Nanlohy, A. 1997. Studi tentang distribusi
thods for greenlip abalone in South spasial dan perubahan musiman
Australia. RD04/0152-2 SARDI kelimpahan ikan pelagis di Perairan
Research Report Series No 184. Teluk Ambon. Tesis. Program Pasca
South Australian Research and De- Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
velopment Institute (Aquatic Bogor. 162hlm.
Sciences). Adelaide. 195p. Nelson, T.A. and B. Boots. 2008. Detecting
Merino, G., M. Barange, J.L. Blanchard, J. spatial hot spots in landscape
Harle, R. Holmes, I. Allen, E.H. ecology. Ecography, 31:556–566.
Allison, M.C. Badjeck, N.K. Dulvy, Nilsson, P. and F. Ziegler. 2007. Spatial
J. Holt, et al. 2012. Can marine distribution of fishing effort in
fisheries and aquaculture meet fish relation to seafloor habitats in the
demand from a growing human Kattegat, a GIS analysis. Aquatic
population in a changing climate?. Conservation: Marine and Fresh-
Glob. Environ. Change, 22: 795–806. water Ecosystems, 17:421–440.
Mitchell, A. 2005. The ESRI guide to GIS Ord, J.K. and A. Getis. 1995. Local spatial
analysis. 2nd ed. ESRI Press. Califor- autocorrelation statistics: distribu-
nia. 238p. tional issues and an application.
Moran, P.A.P. 1950. Notes on continuous Geographical Analysis, 27: 286–306.
stochastic phenomena. Biometrika, Pauly, D., R. Watson, and J. Alder. 2005.
37:17–23. Global trends in world fisheries:
Morris, L. and D. Ball. 2006. Habitat impacts on marine ecosystems and
suitability modelling of economically food security. Philosophical Transac-
important fish species with tions of the Royal Society of London.
commercial fisheries data. ICES J. of Series B, Biological Sciences, 360
Marine Science: J. du Conseil. 63: (1453):5–12. doi:10.1098/rstb.2004.1
1590–1603. 574.
Mullowney, D.R. and E.G. Dawe. 2009. Potier, M. and B. Sadhotomo. 1991. Seiners
Development of performance indices fisheries in Indonesia. From IRD,
for the Newfoundland and Labrador http://horizon.documentation.ird.fr/ex
snow crab (Chionoecetes opilio) l-doc/pleins_textes/divers09-06/427
fishery using data from a vessel 69.pdf. [Retrieved on 10 Janary
monitoring system. Fisheries Re- 2017].
search, 100: 248–254.

354 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Rivai et al.

Reese, D.C. and R.D. Brodeur. 2006. Thomson, J.F. Stuart-Smith, N.A.
Identifying and characterizing bio- Hill, S.J. Kininmonth, and L. Airoldi.
logical hotspots in the northern 2013. Integrating abundance and
California Current. Deep Sea Re- functional traits reveals new global
search Part II: Topical Studies in hotspots. Nature, 501:539-542.
Oceanography, 53:291–314. Sudarto. 2011. Utilization and development
Riolo, F. 2006. A geographic information of wind energy process for production
system for fisheries management in of Salt in Eastern Indonesia. TRITON.
American Samoa. Environmental 7(2):61–70.
Modelling and Software, 21:1025– Sudirman dan Natsir. 2011. Perikanan bagan
1041. dan aspek pengelolaannya. UMM
Rosalina, D., W. Adi, dan D. Martasari. Press: Malang. 234hlm.
2011. Analisis tangkapan lestari dan Tukidi. 2010. Karakter curah hujan di
pola musim penangkapan Cumi-Cumi Indonesia. J. Geografi UNNES. 7(2):
di Pelabuhan perikanan nusantara 136–145.
Sungailiat-Bangka. Maspari J., 2: 26– Valavanis, V.D., S. Georgakarakos, A.
38. Kapantagakis, A. Palialexis, and I.
Russo, T., A. Parisi, and S. Cataudella. 2013. Katara. 2004. A GIS environmental
Spatial indicators of fishing pressure: modelling approach to essential fish
preliminary analyses and possible habitat designation. Ecol. Model.
developments. Ecol. Indic., 26:141– 178(3):417–427. doi:10.1016/j.eco
153. doi:10.1016/j.ecolind.2012.11.00 lmodel. 2004. 02. 015.
2. Wahju, R.I., Zulkarnain, dan K.P.S. Mara.
Santora, J., W. Sydeman, I. Schroeder, B. 2011. Estimation fishing season of
Wells, and J. Field. 2012. Mesoscale layang (Decapterus spp.) landed at
structure and oceanographic deter- PPN Pekalongan, Central Java.
minants of krill hotspots in the Buletin PSP, 15(1):105–113.
California Current: Implications for Worm, B. and T.A. Branch. 2012. The future
trophic transfer and conservation. of fish. Trends Ecol. Evol., 27(11):
Progress in Oceanography, 91:397- 594–599.
409. Wyrtki, K. 1961. Physical oceanography of
Simbolon, D., B. Wiryawan, dan P.I. the Southeast Asian water. NAGA
Wahyuningrum. 2011. Tingkat pe- Report 2nd. Scripps Inst. Oceano-
manfaatan dan pola musim penang- graphy. The University of California.
kapan Ikan Lemuru di Perairan Selat La Jolla, California. 195p.
Bali. Buletin PSP, 15(3):293–307. Yardin, M.R. 1997. Spatial autocorrelation:
Stelzenmüller, V., F. Maynou, G. Bernard, A new analytical tool for use in stock
G. Cadiou, M. Camilleri, R. determination and fisheries mana-
Crec’hriou, G. Criquet, M. Dimech, gement. Australian Society for Fish
O. Esparza, R. Higgins, et al. 2008. Biology, 196–211pp.
Spatial assessment of fishing effort Yasuda, T., R. Yukami, and S. Ohshimo.
around European marine reserves: 2014. Fishing ground hotspots reveal
implications for successful fisheries long-term variation in chub mackerel
management. Mar. Pollut. Bull., Scomber japonicus habitat in the East
56(12):2018–2026. doi.:10.1016/j.marpol China Sea. Marine Ecology Progress
bul.2008.08.006. Series, 501:239-250.
Stuart-Smith, R.D., A.E. Bates, J.S. Zainuddin, M., H. Kiyofuji, K. Saitoh, and S-
Lefcheck, J.E. Duffy, S.C. Baker, R.J. I. Saitoh. 2006. Using multi-sensor

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 355
Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Menggunakan Pendekatan Model . . .

satellite remote sensing and catch Purse Seine yang Didaratkan di PPN
data to detect ocean hot spots for Pekalongan, Jawa Tengah. J. Saintek
albacore (Thunnus alalunga) in the Perikanan, 7(2): 61-70.
northwestern North Pacific. Deep-Sea
Research II, 53:419–431. Diterima : 1 Mei 2017
Zulkarnain, R.I. Wahju, dan Sulistiono. 2012. Direview : 10 Mei 2017
Komposisi dan Estimasi Musim Disetujui : 22 Juni 2017
Penangkapan Ikan Pelagis Kecil dari

356 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91

Anda mungkin juga menyukai