Anda di halaman 1dari 7

Bab 4 Kerangka Konseptual

1. Peran Kerangka Konseptual


FASB mendefinisikan kerangka konseptual sebagai sebuah sistem yang koheren dari tujuan
yang saling berkaitan dan fundamental yang diharapkan mengarah pada standar yang
konsisten dan yang menentukan sifat, fungsi dan batas-batas akuntansi dan pelaporan
keuangan. IASB dan FASB telah berusaha untuk menyusun kerangka konseptual, namun
tidak semua akuntan memiliki pendapat yang sama terhadap kehadiran kerangka konseptual
ini.
Kerangka konseptual membawa beberapa manfaat dan peran penting dalam akuntansi,
diantaranya, yaitu:
1. Persyaratan pelaporan keuangan dapat lebih konsisten dan logis, karena berasal dari sebuah
konsep yang jelas, konsisten, dan terstruktur.
2. Adanya peraturan yang dijelaskan di dalam kerangka konseptual memaksa pihak-pihak
yang bertanggungjawab harus membuat laporan yang sesuai dengan kerangka
(framework).
3. Pihak-pihak yang menyusun laporan keuangan dapat lebih bertanggung jawab terhadap apa
yang dibuatnya, karena seluruh persyaratan dalam membuat laporan keuangan telah tertera
jelas di dalam kerangka.
4. Meminimalisir risiko dari over-regulation.
5. Baik yang menyiapkan laporan keuangan maupun auditor dapat lebih memahami
persyaratan laporan keuangan yang mereka buat atau periksa.
6. Pengaturan persyaratan laporan keuangan dapat lebih ekonomi karena tiap permasalahan
yang muncul tidak perlu diperdebatkan kembali dari berbagai sudut pandang.

2. Tujuan Kerangka Konseptual


Pada tahun 1978, FASB melalui Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) Nomor
1 mengatakan bahwa tujuan dasar laporan keuangan adalah memberikan informasi yang
berguna kepada investor maupun calon investor serta kreditor dan pengguna lainnya dalam
menciptakan investasi yang rasional, kredit, dan keputusan serupa. Tujuan tersebut dapat
tercapai dengan melaporkan informasi yang:
1. Berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi
2. Berguna dalam menilai prospek arus kas
3. Memuat tentang sumber daya perusahaan, klaim terhadap sumber daya tersebut dan
perubahan didalamnya.
Dalam menyediakan laporan keuangan yang berguna, seorang akuntan harus memilih
informasi mana yang akan disajikan. Oleh sebab itu, penting untuk membangun kerangka
kualitatif untuk membuat informasi menjadi berguna. SFAC dan IASB menjelaskan mengenai
karakteristik kualitatif (qualitative characteristics).
Kerangka IASB kemudian dikembangkan lebih lanjut mengikuti jejak FASB. Pada periode
1987-2000, FASB menerbitkan tujuh laporan konsep yang mencakup topik-topik berikut:
1. Tujuan pelaporan keuangan oleh perusahaan bisnis dan organisasi non-profit.
2. Karakteristik kualitatif informasi akuntansi yang berguna.
3. Elemen laporan keuangan.
4. Kriteria pengakuan dan pengukuran unsur-unsur.
5. Penggunaan arus kas dan informasi nilai sekarang dalam pengukuran akuntansi.
Kerangka tersebut menjelaskan konsep dasar dari laporan keuangan yang disusun. Hal
tersebut dijadikan sebagai pedoman oleh IASB dalam membangun standar akuntansi dan
sebagai panduan dalam menyelesaikan masalah akuntansi yang tidak dijelaskan secara
langsung oleh IAS atau IFRS. IASB menyatakan bahwa kerangka tersebut seharusnya:
1. Mendefinisikan tujuan dari laporan keuangan.
2. Mengidentifikasi karakter kualitatif yang membuat informasi dari laporan keuangan
berguna.
3. Mengidentifikasi elemen dasar dari laporan keuangan dan konsep untuk pengakuan dan
pengukuran dari laporan keuangan.
Kerangka kerja ini mengakui bahwa berbagai pengukuran digunakan dalam laporan keuangan
(misalnya, biaya historis, biaya saat ini, nilai realisasi bersih, dan nilai sekarang) tetapi tidak
termasuk prinsip pemilihan dasar pengukuran.
IAS 8, paragraf 10, mensyaratkan bahwa dalam kondisi ketiadaan standar IASB atau
penafsiran yang secara spesifik untuk transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya, mengharuskan
pihak manajemen untu menggunakan penilaian dalam mengembangkan dan menerapkan
suatu kebijakan akuntansi yang menghasilkan informasi yang:
1. Relevan dengan pengambilan keputusan ekonomi kebutuhan pengguna; dan
2. Andal, bahwa laporan keuangan harus:
a. Mewakili posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang sesungguhnya.
b. Mencerminkan substansi ekonomi transaksi, peristiwa lain dan kondisinya, dan bukan
hanya bentuk hukum.
c. Netral, yaitu bebas dari dugaan.
d. Prudent (kehati-hatian)
e. Lengkap dalam semua hal yang material
IAS 8, paragraf 11, menyediakan 'hierarki' dari pernyataan akuntansi. Dikatakan bahwa dalam
membuat keputusan yang diperlukan seperti dalam paragraf 10 manajemen mengacu dan
mempertimbangkan penerapan sumber-sumber berikut dalam urutan sebagai berikut:
1. Persyaratan dan pedoman dalam standar dan interpretasi terkait masalah yang sama; dan
2. Definisi, kriteria pengakuan dan konsep pengukuran untuk aset, kewajiban, pendapatan dan
beban dalam kerangka.

3. Mengembangkan Kerangka Konseptual


a. Pengaturan Standar Berbasis Prinsip dan Berbasis Aturan
Kerangka konseptual memiliki peranan penting dalam proses penetapan standar karena
menyediakan kerangka kerja untuk pengembangan standar yang koheren berdasarkan
prinsip konsistensi. IASB memiliki tujuan untuk menghasilkan standar yang berbasis
prinsip (principles-based) dan hal itu terlihat pada kerangka konseptual sebagai pedoman.
Namun, beberapa standar terakhir seperti IAS39 telah dikritik karena terlalu berbasis
aturan (overly rule-based). Namun, standar berbasis aturan memiliki beberapa keuntungan
yang menjelaskan popularitasnya, termasuk peningkatan komparabilitas dan adanya
kepastian bagi auditor dan pembuat regulasi. Pada tahun 2002, Undang-Undang Sarbanes-
Oxley menunjuk US Regulator (The Security and Exchange Commission, SEC) untuk
melakukan studi tentang penggunaan prinsip-prinsip dalam proses penetapan standar.
Penunjukan ini menghasilkan beberapa rekomendasi bahwa standar harus:
1. Berdasarkan analisis yang sudah berkembang dan diterapkan secara konsisten dalam
kerangka konseptual.
2. Jelas menyatakan tujuan dari standar.
3. Memberikan detail yang cukup dan struktur yang dapat dioperasikan serta diterapkan
secara konsisten.
4. Meminimalisasi penggunaan pengecualian dari standar.
5. Menghindari penggunaan uji persentase (bright lines) yang memungkinkan para ahli
keuangan untuk mencapai kepatuhan teknis dengan menghindari maksud dari standar.

b. Informasi untuk Pengambilan Keputusan dan Pendekatan Teori Keputusan


Seiring dengan perkembangan bentuk perusahaan, manajer tidak lagi hanya bertanggung
jawab kepada pemilik perusahaan, tetapi juga kepada para pemegang saham atau pemilik
modal. Pemilik modal menggunakan informasi akuntansi tersebut untuk mengevaluasi
kinerja dari manajemen perusahaan. Fungsi informasi akuntansi sebagai media
pengawasan manajemen kemudian mulai beralih kepada fungsi pengambilan keputusan
pada tahun 1960.
Penekanan fungsi pengambilan keputusan terjadi karena adanya perkembangan teori
keputusan (decision theory). Pergesaran ini menjadikan informasi akuntansi berkembang
lebih luas dalam hal cakupan penggunannya, informasi yang dikandungnya, serta kegunaan
dari informasi akuntansi. Penekanan pada pengambilan keputusan juga berimplikasi pada
penggunaan nilai saat ini (current value) dibandingkan biaya historis (historical cost).
Current value dianggap memiliki beberapa kelebihan untuk memprediksi masa depan dan
dalam pengambilan keputusan. Current value merupakan nilai yang paling relevan untuk
pengambilan keputusan karena masa kini adalah masa yang paling dekat dengan masa
depan dan masih dapat dipertanggungjawabkan nilainya. Pendekatan teori keputusan
dalam akuntansi berguna untuk menguji apakah akuntansi telah mencapai tujuannya.

c. Pengembangan Internasional: Kerangka Konseptual IASB dan FASB


Pada Oktober 2004, FASB dan IASB menginisiasi sebuah proyek pengembangan dan
perbaikan atas kerangka kerja konseptual yang berlaku saat itu. Penyempurnaan kerangka
kerja ini sangat berguna dalam pengembangan standar yang berdasarkan prinsip-prinsip
akuntansi, konsistensi secara internal, dan terkonvergensi secara internasional. Perubahan-
perubahan yang akan terjadi terkait dengan proyek ini adalah:
1. Fokus pada perubahan lingkungan yang terjadi sejak penerbitan kerangka kerja awal
serta penghapusan kerangka kerja awal guna pengembangan dan konvergensi kerangka
kerja yang ada secara efektif dan efisien.
2. Memberikan prioritas untuk menangani isu-isu yang terjadi di tiap tahapan yang
kemungkinan akan memberikan manfaat kepada dewan dalam jangka pendek, isu
tersebut adalah isu lintas sektoral yang mempengaruhi sejumlah proyek terkait standar
baru atau yang direvisi. Pekerjaan pada setiap tahapan akan dilaksanakan secara
simultan dan dewan berharap memperoleh keuntungan dari pekerjaan yang sedang
berjalan terhadap proyek-proyek lainnya.
3. Sebagai awal dari pertimbangan konsep yang dapat diaplikasikan terhadap entitas bisnis
sektor swasta. Dewan kemudian secara bersama-sama mempertimbangkan konsep yang
dapat diaplikasikan tersebut kepada organisasi swasta non-profit. Proyek ini akan
diawasi oleh perwakilan dewan penyusunan standar pemerintah.

Dewan menjalankan proyek kerja sama dalam delapan tahapan. Masing-masing dari tujuh
tahapan awal akan membahas dan meliputi perencanaan, riset, pertimbangan awal anggota
dewan, tanggapan masyarakat, serta pertimbangan ulang atas aspek utama dalam kerangka
kerja dewan. Tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Taha
Topik
p
A Tujuan dan Karakteristik Kualitatif
B Elemen dan Pengakuan
C Pengukuran
D Pelaporan Entitas
Penyajian dan Pengungkapan, termasuk Batasan
E
Pelaporan Keuangan (Tidak Aktif)
Tujuan dan Status Kerangka dalam Hierarki GAAP
F
(tidak aktif)
G Penerapan ke Sektor Nirlaba (Tidak Aktif)
H Masalah Tersisa (Tidak Aktif)

Beberapa hal yang diperdebatkan terkait Tahap Draf Pengungkapan (Phase a Exposure Draft),
yaitu:
Perspektif Entitas vs Kepemilikan
Sudut pandang entitas dan perseorangan akan merepresentasikan pendekatan yang bebeda
terhadap pelaporan keuangan. Banyak kalangan yang sepakat bahwa dalam hal pelaporan
keuangan maka sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang entitas dan bukan sudut
pandang perseorangan. Sudut pandang yang digunakan merupakan hal yang penting karena
akan mempengaruhi pekerjaan pada tahapan D penyusunan kerangka kerja konseptual, yaitu
Pelaporan Entitas. Pada tahapan ini, sudut pandang alternatif kembali didiskusikan demi
memperoleh keputusan terbaik.
Grup Pengguna Utama
Dewan FASB/IASB menyepakati bahwa pengguna utama laporan keuangan adalah penyedia
modal saat ini dan potensi di masa yang akan datang. Penyedia modal ini adalah investor,
peminjam dana (lenders), atau kreditur lainnya dari suatu perusahaan. Namun perlu dicatat
bahwa terdapat beragam jenis kelompok utama yang terlalu menyederhanakan hubungan
antara entitas dan pengguna individu. Penyederhanaan hubungan antara entitas dengan
pengguna individu ini akan menghilangkan karakter unik yang dimiliki oleh masing-masing
pihak. Hal lain yang menjadi perhatian adalah dengan adanya fokus pada pengguna utama
maka timbul kebutuhan untuk pihak lain, yaitu yayasan (foundation) dan kelompok pengawas
corporate governance.

Kegunaan Keputusan dan Penatalayanan


Para ahli berpendapat bahwa akuntabilitas dan tujuan kepengurusan yang terkait dengan
evaluasi dan pemantauan kinerja perusahaan di masa lalu sama pentingnya dengan
kemampuan laporan keuangan sebagai penyedia informasi dalam pengambilan keputusan.
Oleh karena itu, tujuan kepengurusan tidak lagi boleh dikesampingkan, tetapi disejajarkan
dengan fungsi laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.

Karakteristik Kualitatif
Kerangka kerja IASB meiliki empat karakteristik kualitatif, yaitu dapat dimengerti
(understandability), relevan (relevance), dapat diandalkan (reliability), dan dapat
dibandingkan (comparability). Draf pengungkapan (exposure draft) yang diajukan oleh
dewan IASB mengusulkan bahwa karakteristik kualitatif yang membuat informasi berguna
adalah relevan, penyajian yang meyakinkan, dapat dibandingkan, dapat diverifikasi, tepat
waktu, dan dapat dipahami. Dewan juga menyatakan bahwa hambatan dalam pelaporan
keuangan adalah materialitas dan biaya.
Karakteristik kualitatif dibedakan menjadi karakteristik dasar, seperti relevan dan penyajian
yang meyakinkan serta karakteristik tambahan seperti dapat dibandingkan, dapat diverifikasi,
tepat waktu, dan dapat dipahami. Semua pihak setuju dengan proposal yang diajukan dewan
dalam draf pengungkapan (exposure draft) bahwa relevan adalah karakteristik dasar namun
terjadi perdebatan atas usulan penyajian yang meyakinkan sebagai karakteristik dasar.

4. Kritik Terhadap Proyek Kerangka Konseptual


Perkembangan kerangka kerja konseptual tidak lepas dari kritik berbagai pihak. Kritik ini
membuat perkembangan kerangka kerja konseptual mengalami perkembangan yang lambat
serta menjadi pemicu terselenggaranya proyek IASB/FASB. Dalam melakukan analisis atas
kritik yang terjadi, terdapat dua pendekatan yang bisa digunakan yaitu pendekatan ilmiah
(scientific approach) dan pendekatan profesional (professional approach).

Asumsi Ontologis dan Epistemologis


Fokus dalam berbagai macam proyek kerangka kerja konseptual adalah menyediakan
informasi pelaporan keuangan kepada pengguna dalam bentuk yang objektif dan tidak bias.
Ketidakbiasan atau netralitas dapat diartikan sebagai sebuah kualitas informasi yang
mencegah pengguna utama mengambil keputusan yang menguntungkan pihak tertentu.
Filosofi tentang netralitas ini timbul karena anggapan bahwa kita bisa mengamati, mengukur,
dan mengkomunikasikan realitas akuntansi secara objektif. Filsuf ilmu pengetahuan
berpendapat bahwa kebenaran ilmiah tidaklah objektif. Kebenaran ilmiah hanyalah sebuah
pernyataan tentang kenyataan yang telah dibangun. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah
teori yang menjadi dasar penyusunan kerangka dapat bersifat netral. Kerangka konseptual
diyakini tidak dapat memberikan sebuah pengukuran realitas ekonomi yang benar-benar
objektif karena tidak adanya realitas praktik akuntansi yang bersifat independen.

Circularity of Reasoning
Salah satu tujuan dari kerangka kerja konseptual adalah memberikan panduan kepada akuntan
dalam menjalankan praktik akuntansi sehari-hari. Jika kerangka kerja konseptual dilihat
secara sederhana maka setidaknya akuntan harus mengikuti sebuah langkah ilmiah yaitu
prinsip dan praktik diperoleh dari teori yang berlaku secara umum. Namun, ada kalanya
kerangka kerja konseptual tidak berlaku umum secara penuh karena terjebak dalam lingkaran
internal. Ilustrasi yang bisa digunakan adalah standar reliabilitas dalam Pernyataan FASB No.
2 yang sangat tergantung pada pencapaian kualitas lainnya seperti penyajian yang
meyakinkan, netralitas, dan dapat diverifikasi. Untuk mengatasi masalah circularity of
reasoning ini, FASB telah mencoba mengajukan gagasan bahwa seseorang yang bekerja di
bidang akuntansi wajib memiliki pengetahuan yang sesuai dan mencukupi dalam mengartikan
sebuah laporan keuangan.

Disiplin yang Tidak Ilmiah


Pertanyaan mendasar yang masih menghantui ahli akuntansi adalah pertanyaan apakah
akuntansi adalah ilmu sains? Kerangka kerja konseptual akuntansi berusaha untuk
mengadopsi pendekatan ilmiah namun hal ini tidak serta merta menjadikan akuntansi sebagai
cabang ilmu sains karena akuntansi lebih tepat dideskripsikan sebagai seni. Ahli akuntansi
mempertimbangkan bahwa akuntansi lebih dekat dengan ilmu hukum dibandingkan ilmu
fisika karena akuntansi dan hukum berhubungan dengan berbagai macam pengguna yang
memiliki kepentingan dan tujuan yang berbeda-beda pula.

Riset Positif
Sudah sering menjadi perdebatan bahwa fokus utama kerangka konseptual telah mengabaikan
temuan empiris dari riset akuntansi positif. Riset pasar mula-mula menyatakan keragu-raguan
atas kemampuan data akuntansi yang dipublikasikan dalam memberi pengaruh pada pasar
saham, dan juga keraguan atas pentingnya data akuntansi dalam pengambilan keputusan
ekonomi dalam pasar saham. Lebih jauh lagi, perdebatan antara apakah riset akuntansi positif
bertentangan dengan kerangka konseptual terkadang mengabaikan bukti bahwa pasar modal
tidak sepenuhnya efisien.

Kerangka Konseptual sebagai Dokumen Kebijakan


Cara lain dalam memandang kerangka konseptual secara deduktif atau normatif dapat
dilakukan dengan memandangnya sebagai model kebijakan. Ijiri membedakan antara model
normatif dan model kebijakan. Model normatif berdasarkan pada asumsi tertentu yang
berfokus pada tujuan, sedangkan model kebijakan berdasar pada penilaian dan pendapat.

Nilai Profesional dan Pembelaan Diri


Penjelasan mengenai kerangka konseptual dalam hal pembelaan diri dan nilai profesional
sekilas nampak saling bertentangan. Pembelaan diri berakibat pada pemenuhan keinginan
pribadi, sedangkan nilai profesional berfokus pada idealisme. Namun, penilaian profesional
dapat mengandung banyak makna. Organisasi profesional merupakan pertumbuhan secara
sadar atas sekelompok profesi. Aspek yang kurang ideal dalam nilai profesional adalah
konsep kekuasaan pribadi dan monopoli. Monopoli profesional diwujudkan dengan
memperumit standar dan konsep. Dengan demikian, publik akan sangat bergantung pada
akuntan dan auditor dalam menyiapkan laporan keuangan dan menginterpretasikannya.

5. Kerangka Konseptual untuk Standar Auditing


Upaya pertama dalam membuat teori auditing berawal pada tahun 1961. Miller dan Sharaf
berupaya membuat teori atas audit yang selama ini hanya praktik. Mereka berpendapat bahwa
audit bukanlah bagian dependen dari akuntansi, tetapi sebuah disiplin logis sehingga audit
tidak dibatasi pada informasi akuntansi semata. Mereka juga mempertanyakan kompatibilitas
audit dan jasa konsultasi, dan menyarankan agar keduanya dipisah demi menjamin
independensi auditor. Teori mereka dikembangkan oleh ASOBAC pada 1970-an, dimana
fokus utama adalah pada pengumpulan dan pengujian bukti yang kemudian menjadi
perdebatan. Disinilah periode perkembangan audit secara cepat terutama peran perkembangan
teknologi.
Namun pada 1990-an, audit memiliki kendala tekanan yang berasal dari manajer untuk
mengurangi biaya audit. Hal ini kemudian berdampak pada metode audit, dimana terjadi
pengurangan dalam pengujian transaksi dan lebih kepada menguji pengendalian internal
perusahaan sehingga hal ini membuat waktu audit menjadi lebih hemat.

Anda mungkin juga menyukai