Suatu perusahaan, baik besar maupun kecil tidak luput dari berbagai macam
tersebut secara lebih spesifik terbentuk dari transaksi-transaksi antar pihak yang
dengan pihak luar. Transaksi yang terjadi pun dapat berupa transaksi keuangan
keuangan dapat terjadi dalam satu periode, tentu saja keseluruhan transaksi tersebut
produknya sehingga mendapatkan laba, maka laba tersebut akan mempengaruhi saldo
laba ditahan. Contoh lainnya adalah transaksi jual beli aktiva tetap akan
mempengaruhi saldo aktiva tetap dalam neraca. Aktiva yang paling likuid, yaitu kas,
sangat sering mengalami perubahan saldo akibat transaksi keuangan yang melibatkan
laporan agar pihak yang berkepentingan dapat mempelajarinya dengan mudah dan
dapat mengetahui bagaimana posisi keuangan perusahaan saat ini agar dapat
mengambil keputusan yang relevan. Oleh karena itu dibuatlah laporan keuangan yang
terdiri dari laporan laba rugi, laporan arus kas, neraca, laporan perubahan ekuitas, dan
investor. Berdasarkan SAK, laporan keuangan disusun dan disajikan setahun sekali
harus benar dan wajar (true and fair presentation). Konsep true and fair view ini
pertama kali digunakan dalam hokum Inggris, tepatnya dalam Companies Act
(Undang-undang Perusahaan) pada tahun 1947 yang kemudian diadopsi oleh Uni
Eropa dalam Fourth Directive pada tahun 1978 (Selling :2008). Namun hingga saat
ini, baik dalam IFRS pun, definisi dari “benar” dan “wajar” tersebut tidak secara jelas
dan eksplisit diungkapkan namun dengan tetap mengatakan bahwa laporan keuangan
harus disajikan secara “benar” dan “wajar”. Berbagai intepretasi mengenai kata-kata
tersebut pun menjadi berbeda dalam wilayah yang berbeda. Dalam SAK sendiri,
tepatnya dalam ED PSAK No. 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan,
dikatakan bahwa laporan keuangan harus disajikan secara wajar, dimana dapat
dikatakan secara wajar apabila dapat memenuhi SAK terkait (terdapat dalam
penyajian secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum
(AICPA dalam Belkaoui :2006). Jadi bisa dikatakan bahwa kewajaran laporan
keuangan secara umum adalah apabila laporan keuangan tersebut sudah sesuai dengan
SAK (di Indonesia). Dalam kerangka dasar juga telah sedikit disinggung mengenai
hal yang sangat sulit untuk diinterpretasikan. Dalam kerangka dasar IFRS, penyajian
laporan keuangan dengan “benar dan wajar” biasanya terpenuhi dengan penerapan
kualitatif keandalan, terutama pada Penyajian Jujur. Kata lain dari benar adalah sesuai
fakta. Jadi, dengan menekankan pada penyajian jujur, maka transaksi pun dapat
dicatat sesuai keadaan sebenarnya tanpa menyembunyikan fakta dari transaksi
kebenaran memang bisa diwujudkan apabila mengacu pada penyajian yang jujur dari
harus dan dapat disajikan secara benar dan wajar ? Dan apakah kelayakan suatu
Menurut penulis, laporan keuangan harus disajikan secara benar dan wajar,
karena dalam IFRS, secara implicit diharuskan demikian, yang diadaptasi dari
Company Act. Secara teori pun dapat terjadi. Namun pertanyaan kedua, apakah dalam
realisasinya bisa disajikan secara benar dan wajar ? Penulis berpendapat tidak. Hal
adalah definisi dari fakta. Apabila konsep benar tersebut berarti mengungkapkan
fakta, maka diasumsikan bahwa informasi yang disajikan adalah sesuatu yang nyata,
pasti, dapat dibuktikan, sudah terjadi, bukan kemungkinan ataupun perkiraan, oleh
karena itu, kebenaran sangatlah objektif. Namun dalam laporan keuangan, misalkan
saja laporan laba rugi, terdapat komponen biaya yang ditentukan bukan karena
biaya penyusutan dan amortisasi aktiva yang dihitung berdsasarkan umur ekonomis.
Contoh lain adalah dalam neraca, terdapat akun kontra piutang dagang, yaitu
kerugian piutang tahun lalu. Selain itu, penambahan nilai aktiva akibat penilaian,
(appraisal) salah satunya akibat adanya kelebihan nilai investasi terhadap nilai wajar
aktiva pada pembelian kepemilikan. Penentuan nilai wajar maupun penambahan nilai
aktiva yang tidak lagi sesuai dengan harga perolehan merupakan proses yang
berdasarkan estimasi dan dan subjektif. Apabila dilihat dari sudut pandang uraian
subjektifitas dan terdapat komponen yang tidak secara riil atau belum terjadi sehingga
benar adalah laporan yang sangat objektif, bukan opini, karena berdasarkan fakta.
Maka dari itu laporan keuangan tidak bisa 100% benar walaupun sudah disajikan
secara jujur, karena terdapat informasi yang walaupun secara jujur diungkapkan,
Konsep yang kedua adalah disajikan secara wajar. Secara teori dan dalam
realisasinya, hal tersebut memang mungkin, karena interpretasi wajar menurut PSAK
No.1 adalah sesuai dengan SAK terkait. Dalam hubungannya dengan auditor pun,
penyajian secara wajar dapat dinilai, yaitu berdasarkan pendapat atau opini dari
auditor, misalnya wajar tanpa pengecualian, artinya laporan keuangan tersebut taliah
sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam hal ini SAK. Jadi,
untuk mendapatkan laporan keuangan yang wajar, maka manajemen harus menusun
laporan keuangan sesuai dengan SAK. Untuk membuktikan apakah laporan keuangan
tersebut wajar atau tidak, maka dapat digunakan jasa auditor dalam memberikan
pendapat. Jadi dapat dikatakan bahwa laoporan keuangan dapat disajikan secara
wajar.
Namun perlu diketahui, laporan keuangan yang wajar tidak dapat dikatakan
100% benar, karena banyak hal di dalam SAK yang mengatur mengenai nilai
estimasi, seperti penyusutan. Hal lain seperti perataan dan manajemen laba, sepanjang
tidak berlebihan dan tidak menyimpang dari SAK, maka tetap dikatakan wajar,
padahal tidak dapat diketahui apakah laba yang dihasilkan benar nilainya. Selain itu
cara untuk mengetahui bahwa laporan keuangan tersebut wajar atau tidak adalah
dengan melakukan audit laporan keuangan. Apabila tidak terdapat salah saji yang
material misalnya, maka menurut pendapat auditor, laporan tersebut wajar tanpa
pengecualian, namun hasil audit tidak dapat menjamin laoran keuangan tersebut 100%
benar, karena penyajian wajar tersebut merupakan pendapat dari auditor. Walaupun
didukung oleh bukti audit yang memadai, namun dalam menentukan criteria wajar
auditor menentukan risiko audit dimana sebesar apa tingkat kesalahan auditor dalam
mengekspresikan pendapat yang tepat (Halim : 2003). Jadi dalam laporan yang wajar
pun terdapat salah saji yang material maupun tidak yang tidak mampu dideteksi oleh
auditor, jadi laporan keuangan tersebut tidak 100% benar. Maka dari itu, suatu laporan
keuangan dapat disajikan secara wajar namun tidak dapat disajikan dengan benar.
View dalam penyajian laporan keuangan menurut perspektif penulis. Hal yang bisa
disimpulkan dari pembahasan di atas adalah suatu laporan harus disajikan secara
benar dan wajar, namun kenyataannya, kewajaran dan kebenaran laporan keuangan
disajikan secara wajar sesuai dengan SAK, namun tidak dapat dianggap 100% benar,
karena informasi yang disajikan tidak mengandung fakta secara penuh. Namun
kesimpulan ini tidak terlepas dari sudut pandang penulis sehingga terdapat
kemungkinan topic pembahasan tulisan ini akan diinterpretasikan secara berbeda oleh
pihak lain karena pendapat setiap orang berbada. Maka dari itu diharapkan pihak-
pihak lain dapat mengembangkan tulisan ini menjadi tulisan yang lebih mendekati
http://www.ifrs-portal.com/Texte_emglisch/Framework/Framework_05.htm
Accessed 27/04/2011
Salemba Empat
Empat
Selling, Tom (2008) ‘The Fairy Tale of ‘True and Fair View’ and a Modest Proposal